images/images-1681032179.png
Indonesiana

Si Pitung Pahlawan Betawi Tewas Diterjang Peluru

Pulung Ciptoaji

Apr 09, 2023

1201 views

24 Comments

Save

Surat kabar Hindia Olanda yang terbit pada 16 Oktober 1893 memberitakan Jagoan Betawi Si Pitung ditangkap. Foto net

 

abad.id- Sebuah surat kabar Hindia Olanda yang terbit pada 16 Oktober 1893 benar-benar menggemparkan Batavia. Sebab tajuk utamanya berjudul, “Pitung Tertangkap”. Jawara Betawi yang melegenda tersebut, tertangkap oleh pasukan opas kolonial di daerah Kota Bambu, sekitar Weltevreden Batavia. Penangkapan Si Pitung dipimpin oleh komandan opas bernama Tuan Schout Hinne.

 

Dalam surat kabar terbitan Belanda tersebut memberitakan kronologis penangkapan Si Pitung, jawara yang kontroversial. Sebelum Si Pitung tertangkap, perilaku setiap hari sudah sangat meresahkan pemerintah kolonial di batavia.

 

Keamanan daerah “Batavia Dalam” (Weltevreden) terancam dengan berbagai tindakan kriminal yang dilakukan Si Pitung dan komplotannya. Mereka merampok warga Belanda dan orang-orang Timur Asing, lalu hasilnya dibagi ke orang tak mampu.

 

Juga ditulis dengan ejekan bahwa tewasnya Si Pitung bukan tertembus oleh peluru emas perak. Melainkan akibat jebakan dari pengikutnya yang berkhianat. Si Pitung tewas tertembak revolver opas Belanda dengan peluru biasa setelah mata-mata mantan pengikutnya memberitahukan keberadaan sang Jawara. Namun sang wartawan masih memuji ilmu kebal si pitung, yaitu meskipun tertembak di dada sebelah kanan, nyawa jagoan Betawi tidak segera tewas. Butuh waktu 5 jam akhirnya Si Pitung tewas dengan kondisi penuh luka. Sebelum meninggal duia, Si Pitung meminta minum Es Tuak.

 

Kronologis Si Pitung Ditangkap

 

Salinan koran Hindia Olanda edisi 16 Oktober 1893 yang memberitakan penangkapan dan kematian Si Pitung. (Arsip Perpustakaan Nasional RI)

 

Pitoeng tertangkap.

Pada hari Saptoe jl. toewan schout Hinne da pet kabar dari satoe mata mata, jang si Pitoeng ada di kampoeng Kota Bamboe, di antara Tan djoeng dan djati. Setelah dapat itoe kabar, toewan Hinne lantas pergi ka sana bersama sama oppas dan itoe mata mata, dan pada tempo ampir sampe di itoe kampoong Kota Bamboe, ija bertemoe pada satoe mata mata jang lain, dan ini mata mata menetepken bitjaranja mata mata jang pertama, dengan kasih taoe djoega, bahoewa di itoe waktoe si Pitoeng ada berdiam di soewatoe koeboeran jang teridar dengan gegombolan.

 

Sasoedahnja taoe terang di mata adanja koe boeran itoe, toewan Hinne ada ingat, jang djikaloe betoel si Pitoeng ada di sitoe dan nlat berlari pergi, tantoe sekali jja tidak nanti lari ke Djati. kerna djika lari ka sana, ija nanti dateng didjalanan raia maka dindilah toewan Hinne serta...

                                         

Jika diterjemahkan secara detail surat kabar Hindia Belanda yang terbit pada 16 Oktober 1893 bertajuk, “Pitoeng Tertangkap” ini, kekalahan jawara Betawi yang melegenda ini tertangkap oleh opas kolonial di daerah Kota Bambu, sekitar Weltevreden Batavia. Penangkapan Si Pitung dipimpin oleh komandan opas bernama Tuan Schout Hinne. Sebelumnya Hinne memperoleh informasi keberadaan Si Pitung dari mata-mata bayaran, yaitu teman sekaligus pengikut Si Pitung.

 

Mereka sengaja berkhianat kepada Si Pitung, karena tertarik banyak imbalan penangkapan membuat mereka buta akan kebersamaan dengan sang Jawara. Oleh sebab itu mereka membocorkan keberadaan Si Pitung. Saat sedang lengah dan jauh dari siap untuk bertarung, Si Pitung disergap.

 

Si Pitung saat itu sedang berjalan ditengah hutan, letusan peluru dari revolver bertubi-tubi mengarahkannya ke titik sang legenda. Pitung berlari berusaha menghindari peluru tersebut, namun para Opas Belanda terus mengejar.  Menurut berita Hindia Olanda (1893) sempat ada kejar-kejaran antara Si Pitung dengan komplotan Tuan Hinne. Akhirnya Si Pitung tertangkap di sebuah kuburan keramat. Konon berlindungnya di tempat itu untuk meminta pertolongan keselamatan –terutama membuat dirinya dikarunia ilmu kekebalan.

 

Namun semua itu gagal, tidak seperti cerita rakyat yang menggambarkan Si Pitung itu kebal. Pada kenyataannya berhasil tembus pelor oleh senapan berpeluru biasa di dada sebelah kanan.

 

Menggotong Si Pitung ke Stadsverband

 

Dengan luka parah, Si Pitung Jawara di Weltevreden tak lantas menyerah. Lalu komplotan Opas Tuan Hinne mengangkutnya ke Stadsverband (pusat kota) di Weltevreden Batavia. Tujuan tuan Hinne membawa Si Pitung ke pusat kota antara lain untuk menunjukan bahwa siapapun yang coba-coba berani melawan pemerintah kolonial, maka akan bernasib sama seperti Si Pitung. Langkah mempertontonkan kelemahan Si Pitung di depan masyarakat juga merupakan penanda (simbol) bahwa pemerintah kolonial pemegang kekuasaan mutlak. Tak ada seorangpun yang bisa melawan kekuasaan Belanda.

 

Konon Si Pitung baru dikatakan meninggal dunia setelah 5 jam dalam konsisi luka tanpa pengobatan. Si Pitung meninggal dunia pukul 7 malam waktu Batavia. Semua orang yang pernah dibela Si Pitung menangis, suasana sedih dan haru menyelimuti perasaan orang Betawi. Mereka tak lagi mempunyai jagoan pelindung dari tekanan orang Belanda.

 

Si Pitung Sempat Minta Minum Es Tuak

 

Menurut surat kabar Hindia Olanda (1893), sebelum meninggal dunia Si Pitung dalam keadaan penuh luka masih minta es tuak. Ini ia katakan sebagai permintaan terakhir. Peristiwa ini sebagaimana mengutip surat kabar tersebut berikut ini: “koetika ia maoe mati, tjoema ia biasa minta pada pendjaganja satoe glas toewak manis dan ijs (es). Tetapi tida sampe dikasi”.

 

Namun tragisnya permintaan terakhir Si Pitung ditolak oleh Opas penjaga. Ini yang membuat Pitung semakin lemah dan pupus harapan. Semua pengorbanannya kepada rakyat kecil dibayar sifat-sifat keji kolonial.

 

Setelah penangkapan Si Pitung, Tuan Hinne mendapatkan bintang penghargaan dari Ratu Belanda bergelar, Broeder van den Nederlandsche Leeuw. Peristiwa ini sebagaimana mengutip Hindia Olanda (1893) berikut: “Toean Hinne soedah dapet koernia-an bintang “Broeder van den Nederlandsche Leeuw dari sebab banjak kerdjaan besar jang ija telah perboewat”.

 

Si Pitung dan Gerakan Masyarakat Dunia Bawah Tanah

 

Di sebuah masyarakat dunia bawah tanah, keberadaan Si Pitung yang melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda selalu ditunggu.  Namun keberadaan Si Pitung selalu rahasia dan misterius. Dia mempunyai cara komunikasi tersendiri yang sulit diketahui orang di luar kelompoknya. Hal ini dimaksudkan agar rahasianya tetap terjamin dan tidak bocor diketahui orang lain. Di dalam dunia mereka diperlukan komunikasi "bohong" dengan mengatakan yang tidak sebenarnya terjadi.

 

Tujuannya menjaga keutuhan kelompoknya. Dunia luar menganggap asing terhadap kelompoknya, tetapi sebaliknya kelompok bawah tanah ini harus tahu keadaan di luar. Informasi tentang dunia luar diperoleh melalui telik atau inteljen. Seorang telik mengamati kedaan lebih dulu sebelum melakukan operasi. Sedangkan informasi tentang kelompoknya harus disampaikan dengan berbohong, menjebak dan menipu.

 

Namun pada kasus SI Pitung ini ada sebuah kesalahan yang sengaja dilakukan para mantan anggota kelompok bawah tanah. Mereka berkhianat kepada Si Pitung, karena tertarik banyak imbalan penangkapan. Mereka menjadi buta sehingga mengorbankan kebersamaan dengan sang Jawara. Oleh sebab itu mereka membocorkan keberadaan Si Pitung. Saat sedang lengah dan jauh dari siap untuk bertarung, Si Pitung disergap.

 

 

Si Pitung Kepemimpinan dan Ideologi

 

Dalam buku Jawa bandit Bandit Pedesaan tulisan Suhartno W Pranoto menyebutkan, meskipun bentuknya tradisional, gerakan Si Putung jelas mempunyai struktur dan kepemimpinan. Adanya struktur menunjukkan hubungan antara satu bagian dengan bagian lain yang merupakan ikatan atas bawah secara hierarkis. Selanjutnya di dalam struktur itu ditempati peran-peran di tiap tingkat yang mempunyai tugas yang berbeda-beda.

 

Peranan pemimpin mempunyai otoritas yang bersumber pada wibawa pribadi yang pada dasarnya berasal dari kharisma yang mereka miliki. Menurut pengikutnya, pemimpin mereka mempunyai kesaktian karena telah menerima wisik. Berdasarkan otoritasnya, ia dapat merekrut pengikut berdasarkan loyalitas, sehingga mereka dapat dimobilisasikan untuk tujuan tertentu. Yaitu melawan "penguasa". Dari sini dapat diketahui bahwa pengikutnya mempunyai commitment lanpa reserve terhadap pimpinan sehingga tercipta solidaritas kelompok makin kuat

 

Sosok Si Pitung Mereka yang menjadi pimpinan gerakan bawah tanah adalah seseorang yang luar biasa. Seorang pemimpin elite kultural adalah tempat menerima pertanyaan semua masalah di sosial. Baik masalah yang sifatnya spiritual maupun maupun fisik. “Bukan hanya masalah yang ada di alam padhang, tetapi juga masalah perbanditan yang ada dalam dunia gelap dapat dijawab dengan baik,” tulis Suhartono W Pranoto.

 

Memang seorang pemimpin harus mempunyai  kelebihan dibanding anggotanya. la sangat ramah terhadap masyarakat dan mampu membawakan atau membuat suasana persuasif di antara anggotanya. Suka memberikan pertolongan kepada masyarakat sekelilingnya terutama yang sedang menderita dengan tujuan agar mendapat simpati.

 

Selain itu, Si Pitung mempunyai kelebihan, yaitu ilmu durjana. la selalu memahami primbon yang memuat antara lain petungan dan naga dina, yaitu perhitungan tentang saat yang tepat menjalankan perbanditan agar selamat dalam menjalankan tugasnya. Si Pitung konon juga mempunyai ilmu kebal yang tahan bacok dan bedil. Untuk mendapatkan ilmu itu Si Pitung mendapatkannya dari guru dan kemudian diajarkan kepada anggotanya di lingkungan dunia bawah tanah. Mereka juga menggunakan jimat yang mempunyai daya magis penolak bala dan pengaruh jahat yang ditujukan padanya.

 

Akan tetapi kejadian penyergapan Si Pitung bisa menjadi peajaran bahwa kemampuan dan kepemimpinan dia sudah dianggap gagal bagi anggota lain yang berkhianat. Si Pitung  ditangkap saat terlena dan di hari apes. diketahui bahwa pemakai jimat itu adalah manusia yang dapat gagal usahanya dan mengalami apes, semacam nasib sial, meskipun mematuhi primbon dan mengikuti naga dina dengan baik. Bahkan ilmu kanuragan yang dia miliki sudah tidak bisa digunakan lagi karena sudah diketahui kunci lemah ilmunya. “Peluru tajam yang keluar dari mulut senapan tidak akan mematikan, tetapi sabetan daun pepaya, atau daun kelor misalnya, dapat menyebabkan pemakai ilmu itu lumpuh dan tidak berdaya lagi,” kata Syhartono W Pranoto. (pul)

 

Artikel lainnya

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Menjelajah Tempat Industri Gerabah Era Majapahit

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023