images/images-1688570156.jpg
Sejarah

Dekrit (Maklumat) Presiden Gus Dur 23 Juli 2001

Malika D. Ana

Jul 05, 2023

536 views

24 Comments

Save

Dekrit (Maklumat) Presiden Gus Dur 23 Juli 2001

 

Abad.id – Dalam sejarah, ternyata Indonesia pernah 2x ada dekrit; pertama dekrit presiden 5 Juli 1959 dan kedua dekrit presiden 23 Juli 2001 yang dilakukan oleh presiden ke-empat yakni KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). KH. Abdurrahman Wahid menjabat sebagai Presiden RI sejak 20 Oktober 1999, menggantikan B.J. Habibie yang sebelumnya naik menjadi presiden setelah lengsernya Soeharto akibat gerakan Reformasi 1998 yang sekaligus mengakhiri rezim Orde Baru. Selain dikenal sebagai seorang yang cerdas, Gus Dur juga sosok yang unik dan kerap memantik kontroversi, tidak terkecuali saat menjabat sebagai presiden. Sejumlah kebijakan yang dikeluarkan oleh Gus Dur dianggap kurang populer sehingga seringkali mendapatkan tentangan dari sejumlah pihak. termasuk dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Kebijakan awal Gus Dur yang menimbulkan polemik adalah dibubarkannya Departemen Penerangan dan Departemen Sosial. Menurut Presiden Gus Dur, dua departemen itu lebih banyak menimbulkan kerugian lantaran banyak praktek politik yang tidak baik, alih-laih mendatangkan manfaat bagi rakyat.

 

Greg Barton dalam Biografi Gus Dur (2010) menuliskan, penutupan kedua departemen tersebut dinilai kontroversial yang membuat presiden kehilangan popularitas di kalangan tertentu. DPR bereaksi keras karena menganggap Gus Dur tidak berkonsultasi terlebih dulu sebelum mengeluarkan kebijakan tersebut. Akibatnya, DPR mengeluarkan hak interpelasi guna meminta keterangan kepada Presiden Gus Dur. Tanggal 18 November 1999, di hadapan DPR, Gus Dur bersikukuh tidak akan mencabut apa yang sudah diputuskannya.

 

Bahkan, Gus Dur menyebut DPR sebagai “Taman-Taman Kanak”. Dikutip dari Kabinet-Kabinet Republik Indonesia dari Awal Kemerdekaan sampai Reformasi (2003) karya P.N.H Simanjuntak, ucapan Gus Dur tersebut dianggap melecehkan DPR. Sejak saat itulah perseteruan antara presiden dan parlemen semakin meruncing. Rentetan kejadian berikutnya kian memperparah relasi antara Gus Dur dan DPR sehingga kemudian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang kala itu dipimpin oleh Amien Rais memutuskan akan menggelar Sidang Istimewa (SI) untuk mencabut mandat presiden. Gus Dur tidak tinggal diam.

 

Rencana pemakzulan Gus Dur tersebut mendapat perlawanan dari berbagai pihak, terutama dari kaum Nahdliyin ( NU ) , karena DPR maupun MPR dianggap tidak mampu membuktikan kesalahan Gus Dur secara konstitusional, termasuk dalam perkara Buloggate dan Bruneigate. Pada intinya, tujuan Presiden Gus Dur mengeluarkan Dekrit atau maklumat beberapa jam sebelum Sidang Istimewa MPR adalah tujuannya demi menjaga stabilitas negara di tengah situasi politik yang semakin memanas. Gus Dur tidak ingin terjadi gejolak politik yg berkepanjangan dan potensi konflik dan perang saudara dengan menahan ratusan ribu pendukungnya untuk tidak berangkat ke Jakarta.

 

Lewat tengah malam hari Senin tanggal 23 Juli 2001 tepat pukul 01.05 WIB dini hari, Presiden Gus Dur mengeluarkan Dekrit ( maklumat ) di Istana Merdeka, Jakarta. Dalam pidatonya itu, Presiden Gus Dur menyatakan akan memberlakukan dekrit. Meskipun itu bukan tindakan yang menyenangkan, tetapi sebagai presiden, Gus Dur harus mengambil tindakan untuk keselamatan negara. Dikutip dari Hari-Hari Terakhir Gus Dur di Istana Rakyat (2009) yang disusun oleh Andreas Harsono dan kawan-kawan, Presiden Gus Dur meminta agar TNI dan Polri mengamankan pelaksanaan dekrit.

 

Pernyataan Isi Dekrit Presiden 23 Juli 2001

 

Juru Bicara Presiden Gus Dur yaitu Yahya C. Staquf sedang membacakan dekrit

 

Isi lengkap Dekrit Presiden 23 Juli 2001 dibacakan oleh salah satu Juru Bicara Presiden Gus Dur yaitu Yahya C. Staquf, berbunyi:

1. Membekukan MPR dan DPR.

2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan untuk menyelenggaran Pemilu dalam waktu satu tahun.

3. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.

 

Dampak Dekrit Presiden 23 Juli 2001

 

Sesaat setelah maklumat dikeluarkan, Ketua MPR pada saat itu Amien Ra'is menolak secara tegas maklumat presiden tersebut. Atas usulan DPR maka MPR mempercepat sidang istimewa . Hal tersebut merupakan puncak jatuhnya Abdurrahman Wahid dari kursi kepresidenan. Dalam sidang Istimewa tersebut MPR menilai Presiden Abdurrahman Wahid telah melanggar Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000, karena menetapkan Komjen ( Pol ) Chairudin Ismail sebagai pemangku sementara jabatan Kapolri.

 

Selanjutnya, dalam Sidang Istimewa MPR tanggal 23 Juli 2001 MPR memilih Megawati Soekarnoputri sebagai presiden menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid berdasarkan Ketetapan MPR Nomor III Tahun 2001. Keesokan harinya Hamzah Haz ketua umum PPP terpilih sebagai Wakil Presiden RI.

 

Dengan terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai presiden dan Hamzah Haz sebagai wakilnya, maka berakhirlah kekuasaan Presiden Abdurrahman Wahid. Itulah latar belakang diterbitkannya Dekrit Presiden Gus Dur tanggal 23 Juli 2001.

 

Megawati bersama Hamzah Haz usai pelantikan sebagai presiden dan wakil presiden

 

Perbedaan antar kedua Dekrit Presiden tersebut adalah :

  1. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 didasarkan pada kondisi obyektif keadaan politik memang sedang kacau dan perlu pergantian UUD yang baru sebagai ganti UUD Sementara 1950, untuk mengatasi kemelut politik antar partai yang terjadi pada saat itu.
  2. Dekrit Presiden 23 Juli 2001 didasarkan pada kondisi politik yang diasumsikan secara subyektif oleh Presiden Gus Dur sendiri, namun faktanya asumsi subyektif presiden tersebut ditentang oleh DPR dan MPR, sehingga terjadi perbedaan pandangan yang tajam antara Presiden dengan lembaga MPR dan DPR. Perbedaan pandangan tersebut menimbulkan konflik antar kedua lembaga tersebut, akhirnya MPR mencabut mandat yang diberikan kepada Presiden. Dengan kata lain, Presiden gagal memberlakukan Dekrit yang diterbitkannya. Sebagai konsekwensinya Presiden justru dicabut kekuasaannya.

 

Momen ketika Gus Dur meninggalkan istana Merdeka Jakarta

 

Gus Dur mengeluarkan dekrit, dinilai banyak pihak sebagai sesuatu tindakan yang melanggar konstitusi. Meskipun dikeluarkan tidak ada konsekuensi hukum yang dapat membekukan DPR. Gus Dur tidak mempunyai hak untuk membubarkan parlemen, maka dekrit jelas–jelas dianggap cacat hukum.**

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

TNI Berumur 77 Tahun, Menjadi Dewasa Karena Tindakan

Author Abad

Oct 06, 2022

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

Stockholm Sindrom dan Penjajahan Modern

Malika D. Ana

Jan 04, 2023