images/images-1673229987.jpg
Sejarah
Indonesiana

Tiga Petaka Orde Reformasi

Malika D. Ana

Jan 09, 2023

525 views

24 Comments

Save

Tiga Petaka Orde Reformasi

 

 

Abad.id - Arti kata petaka di KBBI adalah: kecelakaan; kesengsaraan; musibah. Contoh kalimat : siapa pun tidak mengharapkan malapetaka datang menimpanya. Tidak berbeda dengan maksud tulisan berikut, yakni tentang malapetaka atau musibah yang menimpa bangsa Indonesia. Yang jika dinarasikan dalam jumlah nominal katagori, maka boleh disebut ada 3(Tri) Petaka, Tri Petaka di umur proklamasi kemerdekaan ke 77 tahun. Ini prolog catatan kecil berikut.

 

Jika ditilik, situasi belakangan mirip dengan situasi saat berakhirnya ORBA yang ditandai dengan krisis ekonomi yang parah, lalu tidak ada harapan perubahan politik lewat Pemilu. Potret bopeng Ekonomi yang terperosok merosot belakangan disebabkan oleh kinerja pemerintah yang incompetent, dan ini menjadi Petaka Ekonomi yang sesungguhnya.

 

Flash back, jelang berakhirnya ORBA, beredar foto ikonik Managing Director Dana Moneter Internasional (IMF) Camdessus yang berdiri dengan lengan terlipat ketika Presiden Soeharto menandatangani kesepakatan dengan IMF. Sejenak terlintas di pikiran seperti seorang guru sekolah yang sedang menjatuhkan hukuman kepada muridnya yang nakal, melambangkan kejatuhan pemimpin besar Indonesia yang sudah berusaha maksimal membangun Indonesia dan mensejahterakan rakyatnya.

 

Hari itu tanggal 15 Januari 1998, ekonomi Indonesia yang seharusnya tidak terpengaruh hebat akibat dampak krisis keuangan dan moneter Asia, akhirnya menyerah kalah pada krisis yang direkayasa Amerika Serikat dan China yang berkolaborasi dengan IMF.

 

Hari itu 15 Januari 1998, Soeharto dan Indonesia masuk perangkap situasi yang diciptakan oleh konspirasi global yang didukung penuh mayoritas konglomerat Tionghoa Indonesia.

 

IMF menyetujui kucuran utang untuk Indonesia dengan penandatangan perjanjian utang beserta syarat-syarat yang harus dipatuhi Indonesia oleh Presiden Soeharto. Dengan menandatangani perjanjian utang US$ 43 miliar, IMF mendorong percepatan kejatuhan Presiden Soeharto, dan merancang masa depan baru untuk Indonesia yang sarat kepentingan Amerika, China dan para konglomerat Tionghoa Indonesia. Dan terjadilah amandemen UUD 45.

 

Dan sejak saat itu Indonesia silih berganti menjadi korban penjajahan baru (neoimperialisme) asing. Puncaknya pada 2014, ketika China-Partai Demokrat AS-Cukong-CSIS berhasil mendudukkan seorang boneka menjadi penguasa tertinggi negara. Sejarah petaka itu berlanjut...

 

Kondisi ekonomi goyah, mata uang jatuh, utang melonjak, beban pembiayaan proyek infrastruktur melebihi daya tahan APBN, kredit dan investasi menurun, defisit neraca pembayaran karena impor terus menerus melampaui ekspor, dan seterusnya tentu saja memiliki konsekuensi politik bagi Presiden Joko Widodo pasca dinyatakan menang oleh MK Mei 2014 lalu.

 

Kegemilangan 2014 nampaknya diulang di 2019. Dan segera, Indonesia menghadapi krisis politik masif, yakni dugaan kecurangan Pemilu karena masih berlanjutnya periode berkuasanya petahana (Jkw). Di pemilu 2019, sebagaimana publik ketahui, sebaran kemenangan suara 01 tidak melebihi 1/2 jumlah propinsi di Indonesia. Padahal lembaga-lembaga survey dengan quick countnya memenangkan Jokowi secara mutlak. Pernyataan KPU memenangkan 01 ternyata tidak didukung situng manual sesuai konstitusi. Masih ada 12 propinsi yang belum menyelesaikan situng manualnya dari 34 propinsi. Seharusnya KPU tidak buru-buru menyatakan kemenangan 01 bila situng manual masih terkatung-katung, melewati batas waktu yang ditentukan. Ini ibarat anak sekolah sudah dinyatakan lulus sekolah, tapi nilai manual ijazah belum keluar.

 

Pasal 6 UUD 1945 mengharuskan agar pemenang pilpres harus menang di 50% wilayah provinsi dan tidak boleh ada suara di wilayah provinsi yang di bawah 20 persen. Prabowo tidak menang secara nasional (menurut KPU) tetapi dia menang di 26 provinsi dan tidak ada perolehan suara di bawah 20 persen.

 

Hal-hal diatas harusnya berpotensi menggagalkan Jokowi dilantik menjadi presiden. Konstitusi menjadi penghalang besar mewujudkan keinginannya menjadi presiden dua periode. Jika bersikeras, maka KPU seharusnya menyelesaikan situng di 12 propinsi sebelum jadwal pelantikan presiden. Dan tentu saja ini membuat KPU pusing tujuh keliling karena harus menyesuaikan situng manualnya dengan situng yang dijadikan rujukan kemenangan Jokowi. Keduanya harus sama. Tapi itu tidak mungkin sama, sebagian besar C1 memenangkan Prabowo. Selain itu, solusi kedua adalah pemilu ulang, tapi itu tidak mungkin dilakukan sepertinya.

 

Demikianlah, narasi dua petaka ekonomi dan politik yang terjadi hampir bersamaan di Indonesia, saling beriringan dan berkaitan. Diluar perhitungan nalar manusia, pandemi Cofid-19 menerpa dunia dengan jumlah korban meninggal yang cukup signifikan selama lebih dari dua tahunan. Ekonomi makin amburadul, negara diambang krisis, banyak perusahaan retail rontok perjatuhan, sehingga banyak perusahaan melakukan PHK terhadap karyawannya, segala pungutan dan pajak dinaikkan, demikian pula harga BBM yang efek dominonya begitu meluas disaat rakyat berjuang dalm himpitan pandemi. Disamping gejala-gejala bencana alam juga sedang mengintai di berbagai daerah di sekitar Jawa dan bahkan ibu kota negara. Ya ibarat bisul, ditaraf gatal-gatal pada puncaknya sebelum akhirnya bisul itu 'mbledhos' alias meletus. Seandainya ketiga petaka tersebut terjadi sekaligus bebarengan, bagaimana kira-kira efeknya terhadap negara Indonesia yang baru melakukan selebrasi proklamasi kemerdekaan yang ke 77 tahun?

 

Konflik-konflik ekonomi, politik dan ketidakadilan di banyak hal biasanya mengarah kepada datangnya chaos; yakni situasi kacau balau, dimana masyarakat mudah disulut kemarahan, dan lalu menjadi bentrok fisik, disintegrasi bangsa dan berbagai polemik muncul. Lepas dari design atau grand design...

 

Beberapa kasus bias menjadi contoh, salah satunya krisis di Papua yang menarasikan banyak hal, mulai dari rasisme, ketidak adilan ekonomi, ketidakmerataan pembangunan dan lain sebagainya. Ekonomi Indonesia yang anjlok, dan termasuk dalam daftar Negara Berisiko Default. Cadangan devisa menipis, sudah gitu dihadapkan dengan jatuh tempo pembayaran cicilan hutang, sementara negara juga menghadapi pandemic dan bencana alam yang terus menerus terjadi dan pasti menguras kas negara.

 

Mudah-mudahan dalam kondisi seperti ini alam memunculkan Tokoh Bangsa yang sudah terpilih secara alami, melalui seleksi alam yang ketat...seperti kelahiran raja-raja besar Nusantara terdahulu yang selalu didahului oleh bencana alam; gunung meletus, gempa, maupun banjir bandang.

 

Maka diumur 77 tahun ini semoga Indonesia segera mengalami situasi 'wungu' yang sebenarnya atau bangun dan bangkit yang sesungguhnya; dibangunkan dan dibangkitkan dari situasi tidak terjaga menjadi terjaga, diberi kesadaran menyaksikan diri dan memahami cahaya dan lalu mencapai kejayaannya, seperti dinarasikan oleh lagu Indonesia Raya; "bangunlah jiwanya, bangunlah badannya...untuk Indonesia Raya...." Sehingga segera mampu memerdekakan diri dari pemimpin-pemimpin yang melakukan pembodohan, pembohongan, pemiskinan, kejahatan dan penipuan. Merdeka, berdaulat, adil dan makmur!

 

Biridloillah alfatihah...aamiin.(mda)

 

 

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

TNI Berumur 77 Tahun, Menjadi Dewasa Karena Tindakan

Author Abad

Oct 06, 2022

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

Stockholm Sindrom dan Penjajahan Modern

Malika D. Ana

Jan 04, 2023