Sumpah Amukti Palapa Adalah Visi Politik Kertanegara
Abad.id - Bahwa janji Amukti Palapa adalah semangat Kertanegara atau Singghasari untuk menyatukan Mandala Manca Negara, Gajah Mada dapat dilihat sebagai Visi, atau "Ngalap Berkah Kertanegara", atau cita-cita Kertanegara untuk menyatukan terutama wilayah Selat Malaka dan Jawa, melanjutkan ekspedisi Pamalayu.
Cita-cita besar Kertanegara, disebut secara "Avant Tout", dalam pernyataan keraguan yg disebut "Sirna Ilang Kerta Ing Bumi", yaitu hilangnya semangat Kartanegara yang menjelma menjadi Majapahit, dimana Kertarajasa Jayawardhana (R.Wijaya) menikahi ke-4 putri Kertanegara (Prasati Balawi 1227 Saka, Prasasti Sukamert 1298 Saka),
Dan kemudian keraguan, Avant Tout, adalah pernikahan R.Wijaya dan Dara Petak yang melahirkan Jayanegara yang menimbulkan ketidak sukaan petinggi Majapahit seperti pemberontakan Rangga Lawe dan Lembu Sora, karena Jayanegara adalah anak Putri Tertua Kertanegara, atau Jayanegara adalah presentasi Singasari di era Majapahit,
Sehingga analisis sementara penulis Gajah Mada adalah tokoh yang dibesarkan oleh Singasari, atau sejarah yang ditinggalkan Singasari untuk Majapahit, yang salah satunya disebutkan :
" Orang tua dan kelahiran Gajah Mada hingga sekarang masih belum diketahui secara jelas. Oleh karena itu banyak kisah dan mitos yang berhubungan dengan kelahiran orang besar dari Kerajaan Majapahit tersebut. Berdasarkan uraian kitab Pararaton dan dukungan interpretasi dari prasasti Gajah Mada (tahun 1273 Śaka/1351 M) yang ditemukan di dekat Candi Singhasari, dapat dikemukakan bahwa sangat mungkin Gajah Mada masih anggota dinasti Rajasa juga. Ia masih keturunan Ken Angrok, Gajah Mada adalah cucu dari Krtanagara bukan dari garis permaisuri, melainkan dari salah seorang selir Krtanagara " (Agus Aris Munandar dalam Gajah Mada Perang Bubat, 12 Mei 2019, Majalah Arkeologi),
Kemudian disebutkan juga bahwa Setelah Gajah Mada menjadi patih amangkubhumi Majapahit ia mendirikan caitya bagi Krtanagara di wilayah Malang, lokasinya sekarang Kecamatan Singasari. Mungkin tempat berdirinya Candi Singasari tersebut dahulu bekas kedaton Kertanagara yang sebagiannya dibakar dalam serangan pihak Jayakatwang Kediri.
Gajah Mada membangun candi Singasari tersebut dengan konsepsi Kosmologi yang menempatkan Dewa-Dewa Hindu pada Lapik Bhurloka, atau Teras Bawah, sementara Buddhisme pada Lapik diatasnya, namun ini tidak dapat diartikan sebagai Hindu ada di bawah Budhisme, dalam intepretasi pribadi ini menempatkan suatu pandangan evolusionis atau kisah sejarah yang mempersatukan Hindu-Buddha dalam aliran Tantrayana Kertanegara.
Candi Singosari th 1935 (dalam proses direnovasi)
Candi Singasari dibangun untuk menghormati Raja Kertanegara yang telah diangkat pada tahun 1292 sebagai leluhur raja-raja Majapahit. Prasasti Gajah Mada (1351 M) menyebutkan bahwa adanya pembangunan caitya yang dilaksanakan oleh Mahapatih Gajah Mada untuk batara sang mokta ring Siwa Buddha Laya.
Penemuan candi Singasari, pertama kali dilaporkan oleh Nicolaus Engelhardt seorang berkebangsaan Belanda, Gubernur Pantai Timur Laut Jawa sejak 1801. Ia melaporkan adanya reruntuhan bangunan candi di daerah dataran tandus Malang pada tahun 1803, yang kemudian dikenal dengan nama Candi Singosari.
Candi Singosari th 1895 (belum direnovasi)
Sejak saat itu Candi Singasari mendapat perhatian orang Eropa lainnya. Pada tahun 1804 dilakukan pemindahan arca - arca dari reruntuhan candi, arca - arca tersebut dibawa ke negeri Belanda pada tahun 1819.
(Sumber : Cagar Budaya Candi Singosari : No SK : 205/M/2016 Tanggal SK : 26 Agustus 2016)
Disebutkan Gajah Mada pasti sudah mengetahui bahwa leluhur para penguasa Majapahit, yaitu Krtanagara atau dalam prasasti dijuluki Bhatara Śri Krtanagarajnaneśwarabraja Namābhisekā, memuja Śiva dan Buddha secara bersamaan. Gelar yang tercantum dalam prasasti jelas mengandung unsur nama Hindu-śaiva dalam kata “isvara” dan Buddha Tantrayana dalam kata “braja, bajra” atau “vajra” Dalam kitab Pararaton Krtanagara dijuluki Bhatara Śiva-Buddha, dan dia agaknya seorang Bhairawa yang melaksanakan ritual Tantrayana. Sebab diberitakan dalam Pararaton bahwa Krtanagara bersama patihnya tewas dibunuh tentara Jayakatwang ketika sedang minum tuak (Hardjowardojo, 1965: 38).
Jadi Gajah Mada adalah semangat Singghasari yang kemudian berevolusi dalam perkembangan Majapahit, dan semangat Amukti Palapa adalah penyatuan antara Selat Malaka dan Jawa, atau cita-cita Kertanegara adalah menyatukan konsepsi Austronesia dan Austroasiatic dalam satu ranah kebudayaan Tantrayana, menyatukan isme Hindu dan isme Buddha dalam satu konstelasi yang sama.(mda)