Tribhuwanā Wijayottunggadewī Jayawiṣṇuwarddhani
Abad.id - Penguasa ketiga dari Kerajaan Majapahit adalah Tribhuwanā Wijayottunggadewī Jayawiṣṇuwarddhani atau lebih dikenal sebagai Bhre Kahuripan II (tempat daerah lungguhnya berasal, 1309-1328). Ia adalah anak dari Kêrtarājasa (Raden Wijaya) dari permaisuri Dewi Gayatri (Rajapatni). Nama aslinya Dyah Gitarja. Setelah dewasa dan menduduki tahta, ia menikah dengan Kêrtawardhana (Bhre Tumapêl/Siŋhasāri). Pada tahun 1328 Jayanegara mangkat karena dibunuh oleh Tañca, seorang dharmmaputra yang bertindak sebagai tabib. Dalam Pararaton peristiwa pembunuhan ini disebut “patañca”. Dengan kosongnya tahta Majapahit akibat mangkatnya Jayanegara, maka atas perintah Gayatri, Tribhuwanā menduduki tahta Majapahit menggantikan Jayanegara dengan gelar Tribhuwanā Wijayottunggadewī Jayawiṣṇuwarddhani.
Tribhuwanā Wijayottunggadewī memerintah didampingi suaminya, Kêrtawarddhana (Bhre Tumapêl/Siŋhasāri). Pekerjaan pertama begitu menduduki tahta kerajaan adalah menumpas pemberontakan Sadeng dan Keta (1331). Informasi dari Pararaton terjadi persaingan antara Gajah Mada dan Ra Kembar dalam memperebutkan posisi panglima perang dalam penumpasan pemberontakan Sadeng. Agar pemberontakan tidak berlarut-larut, maka berangkatlah Tribhuwanā sebagai panglima menyerang Sadeng dengan didampingi sepupunya Ādityawarmman, putra Melayu yang dibesarkan di Majapahit.
Nampaknya pilihan Tribhuwanā siapa yang menduduki posisi Mahapatih jatuh pada Gajah Mada. Pada tahun 1334 Gajah Mada dilantik sebagai Rakryan Mahāpatih. Dalam pelantikannya Gajah Mada bersumpah bahwa tidak akan memakan rempah (mungkin mutih) sebelum dapat menyatukan Nusāntara. Sumpah Mahāpatih Gajah Mada ini dikenal sebagai Sumpah Palapa.
Selama masa pemerintahannya Tribhuwana terkenal sebagai masa perluasan wilayah teritorial Majapahit. Banyak sarjana yang menafsirkan bahwa wilayah kekuasaan Majapahit hampir seluas Nusāntara sekarang. Namun berdasarkan data Kakawin Nāgarakŗtāgama dan sumber tertulis lainnya dapat ditafsirkan ulang bahwa wilayah Majapahit hanya kira-kira seluas Provinsi Jawa Timur dan setengah Provinsi Jawa Tengah bagian timur. Daerah-daerah lain seperti yang disebut dalam Nāgarakŗtāgama merupakan daerah yang minta perlindungan pada Majapahit. Wilayah Majapahit di Tanah Jawa dikepalai oleh Bhre (semacam adipati masih keluarga raja) yang jumlahnya ada 12 Bhre. Di luar Tanah Jawa Majapahit menduduki Bali, Lombok, dan terjauh Sumbawa.
Gayatri atau Rajapatni mangkat pada tahun 1350. Bersamaan dengan itu Tribhuwanā turun tahta Majapahit. Hal ini menimbulkan kesan bahwa Tribhuwanā naik tahta Majapahit hanya mewakili Rajapatni. Meskipun Gayatri hanya putri bungsu dari Kertanegara, tetapi boleh jadi is adalah satu-satunya istri Raden Wijaya yang masih hidup sehingga ia dapat mewarisi tahta Jayanegara yang mangkat tanpa keturunan. Meskipun ia mewarisi tahta, namun ia lebih suka menjadi bhiksu Buddha. Roda pemerintahan diwakilkan pada Tribhuwanā.
Meskipun Tribhuwanā hanya sebagai pelaksana tugas Gayatri di Kerajaan Majapahit, namun banyak yang dia lakukan untuk kerajaan yang dipimpinnya. Ia dapat membersihkan/menumpas pemberontakan yang terjadi pada masa Jayanegara, ia dapat meluaskan wilayah Majapahit hingga ke arah timur hingga ke ujung Sumbawa dPulau Sanghiyang Api. Dalam bidang hukum ia berhasil menghimpun perundang-undangan Āgama yang kemudian diwariskan pada penerusnya Hayam Wuruk.
Berita yang menyebutkan turun tahtanya Tribhuwanā pada tahun 1350 tidak sepenuhnya benar, karena pada tahun 1350 Tribhuwanā misih menerbitkan Prasasti Singosari yang menyatakan bahwa pada tahun 1351 ia masih menjadi Ratu Majapahit. Boleh jadi setelah menerbitkan prasasti ia turun tahta kembali menjadi Bhre Kahuripan yang tergabung dalam Saptaprabhu, semacam dewan pertimbangan agung kerajaan. Anggotanya adalah para kerabat kerajaan, termasuk para Bhre yang jumlahnya 12 orang.
Tidak diketahui dengan pasti bilamana Tribhuwanā mangkat, namun berdasarkan Pararaton yang menyebutkan bahwa Bhre Kahuripan mangkat setelah pengangkatan Gajah Enggon sebagai Patih Majapahit pada tahun 1371. Tribhuwanā mangkat didharmakan di Candi Pantarapura di Desa Panggih, sedangkan suaminya Bhre Tumapel mangkat pada tahun 1386 dan didharmakan di Candi Sarwa Jayapurwa di Desa Jayan.(mda)