images/images-1677663971.png
Tokoh

Harmoko "Calon Istana" Ketua Umum Golkar Dari Sipil

Pulung Ciptoaji

Mar 01, 2023

649 views

24 Comments

Save

Penulis : Pulung Ciptoaji

 

abad.id- Munculnya Harmoko dalam penetapan Ketua Umum Golkar pada tahun 1993 menuai polemik. Komentar dengan nada menentang juga muncul setelah Harmoko ditetapkan sebagai Ketua Umum Golkar melalui Munas di Jakarta. Alasannya,  Harmoko merupakan Ketua Umum ke-6 Golkar dan orang non-militer pertama yang menduduki jabatan tersebut. Sebelumnya, Ketua Umum Golkar selalu berasal dari kalangan militer.

 

Ketua Umum pertamanya adalah Jenderal Djuhartono. Ia dan semua Ketua Umum selanjutnya Suprapto Sukowati, Amir Moetono, Sudharmono, dan Wahono, adalah tentara. Sementara latar belakang Harmoko hanya seorang wartawan. Pada 1970, dia menerbitkan harian Pos Kota. Pada 1983, dia diangkat Presiden Soeharto sebagai menteri penerangan.

 

Salim Haji Said dalam bukunya Menyaksikan 30 Tahun pemerintahan Otoriter Soeharto menyebutkan, mengangkatan Harmoko menduduki posisi Ketua Umum Golkar, menggantikan Letjen TNI (Purn) Wahono atas petunjuk ketua dewan pembina, Haji Mohammad Soeharto. Sementara itu Habibie dan semua anggota Dewan Pembina, tanpa arahan Soeharto bisa dipastikan tidak punya kepentingan apalagi keberanian menjagokan dan mendukung Harmoko.

 

Penunjukan Harmoko memimpin Golkar sangat membuat marah sejumlah besar perwira ABRI terutama Edi Sudrajat dan Benny Moerdani. "Bukan cuma Benny dan Sudrajat, seluruh ABRI marah," kata Jenderal TNI (Purn) Sumitro.

 

Apakah Panglima Kopkamtib periode 1971-1974 Jenderal Soemitro menolak kepemimpinan sipil,  menurut Sayidiman yang dekat dengan Jenderal TNI (Purn)  Sumitro mengatakan, "Kami bukan tidak setuju Golkar dipimpin orang sipil. Tapi Pak Mitro tidak suka Harmoko secara pribadi yang dinilainya oportunis dan tukang ngolor belaka. Kami juga tidak setuju dengan pimpinan Golkar yang tentara seperti Sudharmono, sebab dia tidak membawa Golkar ke demokrasi yang sehat," kata Letnan Jenderal Sayidiman yang saat itu menjadi anggota fraksi ABRI di MPR periode 1993-1995

 

Tidak ada yang tahu mulai Sumitro, Benny, Edi Sudrajat, Sayidiman, dan para jenderal termasuk Sudharmono, Habibie, maupun Harmoko tentang nasib mereka. Semuanya hanya pelaksana kebijakan dan perintah Soeharto. Sebenarnya para jenderal itu sebagian besar juga pernah menduduki jabatan penting dengan tugas menjalankan kehendak Soeharto.  Setelah kemudian tersingkir dari posisi menentukan, barulah mereka secara berangsur sadar juga pernah menjadi alat kekuasaan Soeharto. Jenderal Sumitro misalnya, sebagai Panglima Kopkamtib, dialah yang ditugasi Soeharto "mengusir" Kemal Idris, Dharsono, dan Sarwo Edhie dari sekitar pusat kekuasaan.

 

Banyak yang hampir tidak percaya ketika mendapat kabar menjelang Munas yang menyebut wartawan senior akan menduduki kursi Ketua Umum Golkar. Bagaimana bisa? Untuk jadi Ketua Persatuan wartawan Indonesia (PWI) Pusat saja, Harmoko perlu "dikatrol" oleh Pangkopkamtib Sumitro.

 

Naiknya Harmoko menjadi Ketua PWI Pusat juga tidak lepas dari campur tangan Sumitro.  Kisahnya tahun 1970an, terjadi perpecahan dalam tubuh PWI sebagai akibat kongres Palembang yang kisruh karena diintervensi Opsus. Hasil rekayasa anak buah Ali Murtopo mengakibatkan munculnya dua pengurus. Satu dipimpin Rosihan Anwar, yang lainnya di bawah B.M. Diah. Ali Murtopo mendukung B.M.Diah. Kopkamtib menolak campur tangan Opsus. Pangkopkamtib Sumitro turun tangan mengatasi konflik dengan cara mempromosikan Harmoko dari posisi Ketua PWI Jakarta ke kursi Ketua PWI Pusat.

 

Alasan Sumitro, Harmoko anak muda, sedangkan Rosihan dan Diah sudah sangat senior. Dari posisi pemimpin organisasi tunggal para wartawan itulah, Harmoko tertangkap "radar" Soeharto. “Maka, ketika dalam sebuah diskusi Sumitro ngomel-ngomel mengenai Harmoko, saya ingatkan mantan Pangkopkamtib itu, dialah yang harus bertanggung jawab terhadap tingkah laku Harmoko. Karena Sumitrolah yang dulu mengatrolnya,” tulis Salim Haji Said.

 

Lalu apa bedanya penunjukan Harmoko memimpin Golkar dengan pengangkatan Jenderal Jusuf, dan Jenderal Moerdani menjadi Pangab. Sebab kedua perwira tinggi itu juga terkejut ketika kebagian posisi Pangab. “Bukan cuma Jusuf dan Moerdani, kita semua juga terkejut. Ternyata kita tidak punya cukup imajinasi membayangkan betapa berkuasanya Soeharto hingga dengan mudah menjadikan Jusuf dan Moerdani sebagai Pangab, serta Harmoko sebagai Ketua Umum Golkar,” tegas Salim Haji Said.

 

Terkait pengangkatan Harmoko ke kursi Ketua Umum Golkar, Harold Crouch, peneliti politik Indonesia dari Australia, waktu itu menjelaskan dalam sebuah tulisannya. Harmoko menjadi Ketua Umum Golkar bukan karena dia seorang sipil, tapi karena dia menjadi pilihan Istana. Dengan demikian, statusnya sebagai seorang sipil bukanlah perkara pokok.

 

“Dari  segi ‘pilihan istana’, kedudukan Harmoko mungkin sama dengan kedudukan salah seorang pendahulunya, yaitu Letjen Sudharmono yang dilantik sebagai Ketua Umum Golkar 10 tahun lalu. Seperti Harmoko, ciri istimewa Sudharmono bukan statusnya dari segi dikotomi sipil-militer, tetapi hubungan akrabnya dengan Kepala Negara,” ujar Crouch, sebagaimana dikutip oleh Salim haji Said.

 

Sementara itu menjelang Munas Golkar tahun 1993, sejak wacana kenaikan Harmoko menjadi Ketua Umum Golkar sudah membawa korban. Edi Sudrajat sebagai Panglima menyebut ABRI punya banyak calon yang disiapkan memimpin Golkar. Tidak lama kemudian, Edi Sudrajat dicopot dari kursi Pangab. Jendral Faisal Tanjung yang menggantikannya sebagai Pangab segera mengeluarkan ralat. “ABRI tidak punya calon, dan terserah pada Munas," kata Jendral Faisal Tanjung. (pul)

 

 

 

 

 

 

 

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

Mengganggu Bini Orang Berujung Petaka

Author Abad

Oct 26, 2022

TNI Berumur 77 Tahun, Menjadi Dewasa Karena Tindakan

Author Abad

Oct 06, 2022

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023