Deklarasi Djuanda dan Peta Geopolitik Indonesia
Abad.id - Pemerintahan Soekarno mengumumkan "Deklarasi Djuanda" pada tanggal 13 Desember 1957. Kita patut bersyukur, sebab kalau tidak ada pengumuman itu, wilayah Indonesia hanya sebatas 3 mil dari garis pantai sebuah pulau, sedang perairan di antara pulau-pulau merupakan perairan internasional. Untuk itu, kita wajib berterima-kasih kepada Presiden Soekarno dan PM Djuanda Kartawidjaja.
Bahwa kedaulatan negara ini mencakup wilayah yang sangat luas meliputi daratan dan lautan yang terpisah namun disatukan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI ). Nusantara terdiri dari dua kata ‘nusa’ yang berarti ‘pulau’ dan ‘antara’ yang berarti 'luar' yang jika digabung berarti wilayah yang terdiri dari banyak pulau. Konsep nusantara tidak hanya daratan ( pulau ) tapi juga perairan yang mengelilinginya sebagai kesatuan. Maka dari itu kita mengenal istilah tanah air karena pada kenyataannya justru wilayah perairan kita lebih luas ( 2/3 ) dari wilayah daratan. Ya, wilayah yang terbentang antara Samudera Hindia dan Samudera Pacific dan membelah daratan Asia dan Australia inilah nusantara. Di dalamnya konon terdapat tak kurang 17.508 pulau yang sebagian tidak bernama dan tak berpenghuni, betapa luasnya.
Dan jarak antara ujung barat ( Sabang ) sampai ujung timur ( Merauke ) kalau di Eropa (kira kira ) sama dengan jarak Dublin ( Irlandia ) diujung barat Eropa sampai Moskow ( Rusia ) di bagian timur Eropa. Maka secara wilayah negara kita ini adalah archipelagic state ( negara kepulauan ) bukan continenal state ( daratan yang menyatu ).
Penerimaan masyarakat internasional atas konsep Negara Kepulauan yang diajukan Presiden Soekarno tersebut ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB melalui United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982. Atas dasar hukum ini, luas Republik Indonesia diakui mencapai 1,9 juta mil2 yang terdiri dari 17.508 pulau. Implikasi logisnya bagi kita, sejak itu perairan di antara pulau-pulau merupakan perairan nasional yang tidak lagi bebas dilalui oleh kapal-kapal asing.
Banyaknya lautan yang memisahkan pulau ( daratan ) tentunya akan berpotensi terjadinya disintegrasi dan rawan terjadi separatisme. Kesenjangan ekonomi, politik dan budaya bisa saja menggerus rasa berbangsa dan bernegara. Sebagai warisan wilayah Hindia Belanda sampai pada tahun akhir 1950an, wilayah perairan Indonesia hanya sejauh 3 mil dari garis pantai ketika air pasang surut . Dapat dibayangkan Laut Jawa, Laut Sulawesi, Laut Banda dan laut lain serta selat-selat diantaranya yang memisahkan pulau pulau akan menjadi perairan internasional. Konsekuensi menjadi wilayah Internasional adalah kapal-kapal asing bisa bebas lalu-lalang berlayar tanpa kontrol pemerintah RI. Laut Jawa misalnya memisahkan antara Pulau Jawa dan Kalimantan. Dari sudut pertahanan dan keamanan jelas ini sebagai ancaman karena bisa saja ada kapal perang, kapal selam atau kapal induk negara lain bebas keluar masuk diluar yurisdiksi RI. Sementara dari sisi ekonomi nelayan dari negara lain juga bebas mengambil hasil laut, juga potensi sumber daya alam minyak dan gas yang terkandung di dalamnya.
Maka mempertimbangkan berbagai hal diatas, pada tanggal 13 Desember 1957, pemerintah RI dibawah Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaya menginisiasi Deklarasi Djuanda. Secara prinsip Deklarasi Djuanda menyatakan hal-hal dibawah ini :
- Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri
- Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan :
- Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat,
- Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan,
- Untuk mengatur lalu lintas pelayaran secara damai yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.
Sebagai implementasi dari pernyatataan tersebut maka pemerintah RI sekaligus menetapkan batas baru wilayah perairan Indonesia berdasarkan 3 formula yaitu :
1. Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik - titik ujung yang terluar dari pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah RI.
2. Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.
3. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum Internasional, dimana batasan Nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia. Dengan adanya Deklarasi Juanda, maka secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak terpecah lagi.
Sebagai akibat dari Deklarasi Djuanda luas wilayah kedaulatan RI bertambah 2,5 kali lipat belum termasuk Papua Barat ( Irian Jaya ) yang pada tahun itu belum diakui sebagai wilayah RI. Deklarasi tersebut kemudian dijadikan UU pada tahun 1960 dan masuk sebagai Pasal 25 Undang-Undang Dasar (UUD 1945). Dalam pasal tersebut, Indonesia mengesahkan identitasnya sebagai “negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.” Merujuk pada modul Sejarah Indonesia (2020:8) yang diterbitkan oleh Kemendikbud, tujuan dari Deklarasi Djuanda adalah untuk mewujudkan wilayah negara Indonesia yang utuh, menentukan batas wilayah Indonesia yang sesuai dengan asas kepulauan, dan untuk mengatur lalu lintas pelayaran.
Peta Geopolitik Paska Deklarasi Djuanda
Namun jika menengok ke belakang, jauh sebelum Presiden Soekarno memberlakukan "Deklarasi Djuanda", bahkan puluhan tahun sebelum Gajah Mada menyatakan Sumpah Palapa, dalam sejarahnya Kertanagara sudah berniat menyatukan Nusantara. Diawali dari penyatuan seluruh wilayah Pulau Jawa, selanjutnya gagasan perluasan cakrawala mandala ke luar Pulau Jawa itu diwujudkan melalui Ekspedisi Pamalayu. Pada tahun 1275 Kertanegara raja Singhasari, mengirimkan utusan untuk menjalin persahabatan dengan Kerajaan Dharmasraya di Sumatera. Pengiriman utusan ini terkenal dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu.
Prasasti Camundi (1270) yang merupakan deklarasi kemenangan atas penyatuan Pulau Jawa dan pernyataan diplomatik mulai diaktifkannya operasi Ekspedisi Pamalayu.
Meski Nagarakretagama ataupun Pararaton sama sekali tidak menyebutkan siapa nama pemimpin ekspedisi ini. Berdasarkan beberapa sumber dari Jawa Kidung Panji Wijayakrama, sumber Batak dan Landak Kalimantan, pasukan ekspedisi Pamalayu dipimpin oleh tiga perwira Singasari yaitu: Indrawarman, Sang Nata Pulang Pali dan Mahesa Anabrang.
Singkatnya, Ekspedisi Pamalayu Singhasari adalah sebuah ekspedisi yang bertujuan untuk menghadang pengaruh kekuasaan Mongol yang telah menguasai hampir seluruh daratan Asia. Beberapa catatan sejarah menyebutkan bahwa Ekspedisi Pamalayu ini bertujuan menjalin kekuatan untuk menghadapi kekuasaan Mongol dari Dinasti Yuan yang berkedudukan di Khanbalik (Beijing sekarang).
Kertanegara, Gajah Mada dan Soekarno adalah nasionalis-nasionalis ambisius yang saat ini tidak dimiliki Indonesia di tengah kepungan syahwat ekspansionisme RRC yang melumuri hampir seluruh daratan Asia dan nafsu berkuasa Amerika Serikat yang menumpuk 60% kekuatan militernya di Asia-Pasifik.(mda)
*dari berbagai sumber