images/images-1679469422.png
Sejarah

Inilah Rahasia Perang Jawa yang Tidak Bisa Dikalahkan

Pulung Ciptoaji

Mar 22, 2023

782 views

24 Comments

Save

Para begal, preman dan copet ketika diamankan serdadu Belanda. Mereka mengaku bekas Laskar Diponegoro yang tidak pernah menyerah meskipun Diponegoro telah ditangkap dan diasingkan. Foto dok net   

 

Gubernur Jenderal De Kock tak bisa lagi sesumbar, untuk menangkap Diponegoro hanya butuh waktu tiga bulan. Ternyata terbukti sudah berbulan-bulan, yang ia dengar justru jumlah serdadu Belanda yang terus berkurang. Sementara Diponegoro masih belum juga ditangkap. Belanda bagaikan berperang melawan hantu pencabut nyawa.

 

Lalu, seberapa besar kekuatan laskar Diponegoro sehingga membuat serdadu Belanda kewalahan. Dalam buku Diponegoro, Pangeran Bermata Tajam Berkilat Iman tulisan Yudhi AW menjelaskan, sebelum menyatakan diri perang melawan Belanda, rupanya Diponegoro telah menyusun kekuatan tentara dan gerakan rakyat Permesta. Diponegoro juga telah membangun hubungan dengan orang-orang dari Timur Tengah dan Turki, sehingga berhasil membangun tiga pabrik mesiu senapan. Jelas, orang seperti Diponegoro ini tak boleh diremehkan.

 

Kekuatan dukungan juga datang dari para ulama dan kelompok bangsawan Jawa. Sistim kemiliteran ala Daulah Usmaniyah Turki ia terapkan atas peran Syekh Mustafa dan beberapa mitra Timur Tengah. Diponegoro memakai istilah Pasha untuk menyematkan gelar senopati, dan Ali Pasha untuk panglima. Sentot Prawirodirjo yang masih muda, namanya juga dikenal dengan sebutan Ali Pasha, bagi lidah Jawa disederhanakan menjadi Ali Basah. Jadilah ia salah satu panglima perang. Ali Basah Sentor Prawirodirjo, membawahi beberapa komandan brikade, daulah atau komandan batalyon dan komandan kompi.

 

Para prajurit perang sabil ini terbagi menjadi beberapa kesatuan yang disesuaikan dengan nama pasakan elite Turki Usmani. Yakni suatu pasukan infanteri, Baliyo atau pasukan elite dengan keahlian di atas rata-rata, pasukan berkuda, dan turkiyo atau pasakan pembersih. Juga terdapat pasukan cadangan pribumi yang kurang terlatih, dapat dipakai sewaktu-waktu yang diberinya nama batisa. Jumlahnya sangat bannyak, mencampai ratusan ribu orang. Terdiri dari para pemuda di kampung-kampung. Diponegoro berhasil memobilisasi mereka tanpa harus turun bertatap langsung. Pasukan lain yang berharga peran para kajineman atau mata-mata yang berprofesi sebagai petani, pedagang, atau malah gelandangan yang tak mampu dideteksi oleh Belanda. Jumlahnya sangat banyak dan tersebar di tiap desa.

 

Diponegoro juga dikenal pandai bergaul dan menyentuh semua kalangan. Dia juga mampu menarik simpati para preman, pencuri, kecu, rampok, garong, copet, dan aneka profesi hitam lainnya. Jika sebelumnya kelompok ini diberi fasilitas oleh Belanda untuk membuat takut rakyat yang membangkang, namun ternyata oleh Diponegoro mampu dijadikan bagian pasukan perang sabil. Mereka bertugas membuat kekacauan di tempat-tempat yang dikuasai Belanda. Dalam catatan sejarang mereka terkenal dengan sebutan Pasukan Berandal.

 

Aksi berandal membuat resah di wilayah yang dikuasai serdadu Belanda beberapa kali terjadi di Surakarta dan Yogyakarta. Masyarakat lokal menyebut sebagai gerombolan ‘kecu’. Mereka mengincar aparat birokrat, orang China yang mendukung Belanda, pemerintah tingkat desa yang disebut ‘ bekel’ yang berkianat kepada rakyat. Pernah suatu ketika sekitar 20 orang tak dikenal menyerbu rumah ‘bekel’ di desa Kretek, Sragen. Tak cukup membawa 11 ekor kerbau, mereka juga mengambil beberapa pikul padi, dan membawa kekayaan seharga 108, 84 gulden. Belum puas,  Berandal juga membunuh isteri tua dari bekel tersebut. Aksi mereka tergolong cerdik karena kemudian tak bisa ditangkap.

 

Meski sifatnya ‘murni kriminal’, namun sebenarnya aksi Berandal di Jawa lebih banyak bersifat sebagai protes. Secara khusus perbanditan yang banyak terjadi di pedesaan disebut 'kecu', rampok, 'koyok', dan sejenisnya. Pada dasarnya aksi mereka muncul karena rakyat pedesaan kehilangan orientasi dan lepas dari kehidupan budayanya akibat kemiskinan, penindasan, dan penghisapan oleh pihak kolonial Belanda. Aksi ini bisa saja dilakukan oleh individual atau sekelompok orang yang ingin mendapatkan haknya kembali setelah dirampas.

 

Aksi Berandal juga merupakan ekpresi dari perlawanan rakyat, dan melakukan tindakan perusakan terhadap berbagai perusahaan milik Belanda. Di tempat lain, aksi Berandal dilakukan dengan melakukan pembakaran terhadap kebun tebu, los tembakau, perusakan saluran irigasi, dan gudang dan bangunan.

 

Memang, seluruh komponen rakyat Jawa saat itu sedang menyakinkan ramalan kehadiran ‘ratu adil’ yang akan melakukan perlawanan terhadap kekuasaan dan keangkara murkaan. Dari mulut ke mulut masyarakat mengabarkan kehadiran Diponegoro berbagai simbol tertentu yang dinilai punya kekuatan mistik. Bahkan tidak jarang ada penilaian dan cerita yanag berlebihan, sehingga semakin yakin atas kehadiran Diponegoro sebagai sang ratu adil.

 

Maka inilah kekuatan sebenarnya dari laskar Diponegoro. Yaitu perang melibatkan semua unsur rakyat dan menjadi jelas tujuannya. Bagi para pribumi Jawa, kelompok Berandal, dan kaum awam menganggap ini perang suci untuk membebaskan tanah air dari cengkeraman para durjana yang semena-mena terhadap rakyat. Sedangkan bagi para santri, ini adalah perang sabil, perang suci dari kaum kafir yang hendak menodai kesucian agama Islam. (pul)

 

 

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

TNI Berumur 77 Tahun, Menjadi Dewasa Karena Tindakan

Author Abad

Oct 06, 2022

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

Begini Respon TACB Perihal Reklame di Lokasi Cagar Budaya

Author Abad

Feb 26, 2023