Menteri Keuangan JB Sumarlin
abad.id- JB Sumarlin meninggal dunia pada Kamis (6/2/2020) pukul 14.00. Pria kelahiran Blitar 7 Desember 1932 ini semasa orde baru merupakan seorang tokoh penting. Hampir semua gebrakan JB Sumarlin sebuah kemajuan dan inovasi, sehingga dianggap ekonom handal yang pernah dimiliki Indonesia.
Sejumlah jabatan penting di pemerintahan pernah dipegangnya, mulai dari kepala BPK hingga sebagai Menteri Keuangan. JB Sumarlin juga pernah memimpin Otorita Batam (kini BP Batam) setelah masa kepemimpinan Ibnu Sutowo.
Tulisan Donald K Emmerson dalam buku Indonesia Beyond Soeharto menjelaskan, salah satu kebijakan tersebut dikenal dengan Gebrakan Sumarlin. Pada Gebrakan Sumarlin 1 lebih kepada kebijakan pengetatan moneter dengan cara menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Kebijakan diambilnya untuk mengatasi permasalahan ekonomi Indonesia yang tengah lesu. Gebrakan tersebut berhasil membawa Indonesia tumbuh 5,7 persen, melebihi rata-rata pertumbuhan 5 persen pada 1988.
Dia pun mengeluarkan kebijakan yang mendukung pengendalian inflasi dan memperkuat struktur perkreditan yaitu Paket Kebijakan Deregulasi di Bidang Moneter, Keuangan dan Perbankan (Pako 1988), Paket Maret 1989, dan Paket Januari 1990. Kebijakan ini menghasilkan ekspansi kredit perbankan yang berlebihan dan kurang selektif.
Pada Maret 1991 Gebrakan Sumarlin II dikeluarkan. Gebrakan II ini mampu mengekang laju inflasi hingga secara berangsur-angsur turun menjadi 4,9 persen pada 1992. Di era kepemimpinannya, ia juga dinilai berperan dalam memperbaiki Kementerian Keuangan dari sejumlah penyimpangan. “Banyak kebijakan sangat tidak populer yaitu meningkatkan pendapatan negara dari pajak dan menata perusahaan milik negara,” tulis Donald K Emmerson.
Pada era awal 1980an Indonesia diuntungkan dengan munculnya banyak konglomerat dan subur investasi. Perusahan besar ini sangat menikmati hubungan baik dengan pemerintah, seperti Liem dari Salim Group, Soerjadjaja di Astra, Rachman Halim dan pabrik rokok kretek Gudang Garam, dan banyak lagi yang dianggap amat menonjol kekayaannya.
Pada 1989 majalah Warta Ekonimi merangsang diskusi umum lebih lanjut tentang grup-grup bisnis dengan menyoroti sekaligus mengurut 40 konglomerat yang terbesar. Urutan nama ini diumumkan setiap tahun, pemberitaan periodik untuk membantu para konglomerat tersebut tetap diperhatikan khalayak ramai.
Sebagian besar diskusi yang ditimbulkan bernada mengecam konglomerat karena telah mendapat keuntungan pribadı berkat fasilıtas dan pemerintah yang memungkinkan mereka bertumbuh menjadi sebegitu besar.
Dilihat secara keseluruban, amat mencolok kehadiran kelompok bisnis terbesar dalam perekonomian Indonesia sebelum krisis 1997-98. Pada tahun fiskal 1991-92, anggaran negara diperkirakan meliputi hanya setengah dari pemasukan kotor hasil penjualan yang dınikmati 200 perusahaan terbesar pada 1990. “Dan nilai anggaran pemerintah itu kiranya cuma sepertiga lebih besar dari nilai total penjualan yang dicatat dari hanya 10 konglomerat terbesar. Dengan demikian, pemerintah harus benar-benar bekerja keras untuk mengasilkan pendapatan dari sektor pajak,” tulis Donald K Emmerson.
Warta Ekonomi berusaha mengurut 200 grup terbesar yang disebutkan menurut penghasilan pada tahun sebelumnya yang memungkinan bisa menjadi sumber penghasilan negara. Di antara hal-hal yang paling kontroversial 5 grup bisnis yang dimiliki anak-anak presiden. Pada 1997, konglomerat dan anak-anak Soeharto yang menguasainya Bimantara (Bambang Tribatmodjo), Citra Lamtoro Gung (Siti Bardiyanti ("Tutut"| Rukmana), Humpuss (Hutomo ("Tommy"]Mandala Putra), Arseto (Sigit Harjojudanto), dan Datam/Mabarani (Siti Hediati Harijadi["Titiek"] Prabowo).
Di samping grup ini, terdapat gejala keluarga pejabat ikut berbisnis pada dekade 1997. Mereka meliputi keluarga Habibie, ada juga Fajar Satrio, anak lelaki Wakil Presiden Try Sutrino, Garma di bawah anak-anak Menteri Koordinator bidang Produksi dan Ditribusi, Hartarto, Manggala di bawah Tantyo Sudharmono, anak mantan Wakil Presiden Soedharmono, Perwira Panagan Ratu di bawah anak-anak mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat A Ratu prawiranegara, Citra San Makmur di bawah anak-anak mantan Menteri Koperasi, Bustanil Anifin, Nugra Santana di bawah Pontjo Sutowo dan Aditarina di bawah Endang Utan Mokodompit, dan masih banyak lagi. Sampai pada pertengaban 1990-an, konglomerat di Indonesia memperoleh tinjauan penilaian yang berbeda-beda.
Sumarlin selanjutnya membuat gebrakan yang memberi keleluasan dan daya saing bagi perusahaan negara. Bagi perusahaan dengan kinerja buruk itu akan "direstrukturisasi " dengan salah satu di antara dua cara. Kalau tidak bisa bisnis, maka dilikuidasi. Cara ini berhasil memacu pensaingan dengan perusahaan swasta yang dikelola konglomerat. “Sebagaian masyarakat menyebutnya kegiatan "swastanisai", salah satu negara mereorganisasi perusahaan negara menjadi (PT). Mengabungkannya dengan PT yang memiiki kelompok usaha patungan bersama, dan menjual sahamnya di BEJ,” jelas Donald K Emmerson.
Langkah-langkah Sumarlin kelihatan radikal. Namun selama masa Orde Baru, tidak satu pun yang menolak pergeseran periodik menuju “pandangan berlandaskan pasar”. Begitu juga keadaan pada Oktober 1989, saat Sumarlin mengungkapkan rencananya mau merombak peran negara berbisnis.
Sumarlin menyatakan bahwa perusabaan-perusabaan umum yang bersangkutan tidak akan menerima pendanaan ekuitas baru dari kas negara selama tahun fiskal berikutnya. Namun ada pengecualian penting, yaitu tidak untuk 10 industri strategis.
Berdasarkan Keputusan Presiden No.44 tabun 1989, yang diterbitkan bulan Agustus sebelum prakarsa Sumarlin, 10 perusahaan negara yang akan dikecualikan di bawah naungan Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) dikepalai Menteri Riset dan Teknologi, B.J.Babibie. Kesepuluh perusabaan tersebut terdapat di industri yang berkaitan dengan mesin berat, teknologi maju, dan/atau pertabanan nasional, Perusabaan-perusabaan itu(serta produksi atau jasanya) ialah:PT IPTN (pesawar udara), PT PAL Indonesia(kapal), PT Pindad (senjata kecil dan amnunisi), Perum Dahana(bahan ledak),PT Krakatau Steel(baja),PT Barata Indo-nesia(pembangunan berat),PT Boma Bisma Indra (perlengkapan berat),PT INKA(material berjalan kereta api),PT Inti(perleng kapan elektronik dan komunikasi),dan Lembaga Elektronik Naso nal(riset elektronika). Semua fungsi perencanaan dan pengawasan yang berkaitan dengan perusabaan-perusabaan tersebut ditugaskan kepada Babibie. (pul)