Mental Korup VOC
Abad.id - Mental VOC adalah selalu nepot dan korup, orang-orang yang sama sekali tidak berkuasa di negerinya jadi dewa kaya harta, tahta, dan gundik wanita yang berbaris-baris, bisa punya budak buat ngepel sisa ludahnya di lantai marmer yang mahal, bergaya-gaya luar biasa.
Mental korup akhirnya membuat VOC bangkrut, dan mulailah ditulis Adendum-adendum tentang reformasi VOC pada akhir abad ke-18, Mr. Pieter Meijer mulai menulis bagaimana merubah mental VOC itu ke-arah yang lebih konstruktif, dan VOC pun di rekonstruksi habis-habisan, politik etik mulai di jalankan seiring dgn perkembangan demokrasi dan revolusi industri di seluruh dunia.
Pada akhirnya, sejarah mencatat keruntuhan kongsi dagang Belanda VOC, salah satunya gara-gara keseringan korupsi. Pejabat VOC yang seharusnya berdagang demi kepentingan majikan, justru bekerja hanya demi keuntungan sendiri.
“Tepat setelah dibubarkan, sejak 1 Januari 1800 seluruh kekuasaan, keputusan dan wewenang VOC dilimpahkan kepada otoritas kerajaan Belanda, termasuk hutang dan saldo 134,7 juta gulden. Sejak saat itu, kawasan Nusantara bernama Hindia Belanda, yang diakui oleh dunia baik secara de jure maupun de facto,” tutup Miftakhuddin dalam buku Kolonialisme: Eksploitasi dan Pembangunan Menuju Hegemoni (2019).
Von Faber dan Van Den Bosch mulai bekerja keras, untuk menutupi hutang-hutang VOC yang mirip dengan hutang luar negeri kita saat ini. Masalahnya menjadi rumit, karena ada kesenjangan pengetahuan dan peradaban antara dunia yang waktu itu berpusat di Eropa dan Koloni Hindia Timur, dan mulailah dilakukan percepatan untuk mengejar ketertinggalan peradaban, era Locomotive cepat hadir di Hindia Belanda.
Kemerdekaan kita pada awalnya adalah kritik terhadap kinerja percepatan yang terasa sangat lambat, terutama pada pelibatan Insulinde di dalam Volkstraad, dewan rakyat, baik di Koloni mapun di Negeri Belanda sendiri, begitu juga susah nya melakukan transfer teknik hukum dan manajemen kepada Miztizo, atau warga Hindia Timur yang sangat bergantung pada mistik dan klenik sebagai alat utama pengembangan peradaban, hal yang diberangus di Eropa sejak era Ranaisance dan Aufklarung.
Pada awal era itu, awal abad ke-19, Korupsi jadi sangat kecil, Belanda, Inggris dan Perancis bahu- membahu membangun semua infrastruktur untuk memperkuat investasi mahal Van Den Bosch, Straafchten, era ikat kolor, pentung kepala, jika macam-macam, untuk mengembalikan apa yang dirusak VOC sejak abad ke-16 s.d. 17, selama 100 tahun.
Kerja sama Multinasional, Belanda-Inggris-Perancis sukses, puluhan ribu bahkan ratusan ribu pencari kerja di Eropa berbondong-bondong datang ke Hindia Timur, mendengar tempat ini lebih makmur dari Amerika, juga orang-orang Cina dan India, Ost Indie sampai puncak kejayaannya, surplus modal, pada awal abad ke-19, sampai di era PD II.
Seketika PD II selesai mulailah proses kemerdekaan Ost Indie, awalnya baik, tetapi lagi-lagi muncul sifat tamak, lahirlah VOC baru lagi dengan nama Republik Indonesia. Negeri yang diatur oleh kongsi-kongsi dagang. Seperti pendahulunya, praktek-praktek memuja pemimpin secara fasis digembar-gemborkan sebagai nasionalisme, keranjingan gundik, hidup borjouis bergaya seperti aristrokrat tetapi tetap teriak seperti orang tertindas dan lapar, mistik dan klenik disebar luaskan bukan untuk tujuan keluhuran tetapi sebagai dasar untuk mempertahankan kebohongan seperti VOC dahulu, orang buangan yang mengaku sebagai anak raja dari Belanda.
Jika negeri ini mau berubah, maka semangat-semangat keras yang ada di era awal abad 19 harus di gong kan lagi, strafchten, disetrap lagi, agar tidak main-main dengan modal yang sudah bersumber dari hutang semua.(mda)