images/images-1681972143.jpg
Sejarah

Ternyata Gerakan Reformasi Sudah Dirintis Sebelum 1998

Pulung Ciptoaji

Apr 20, 2023

500 views

24 Comments

Save

Aksi demontrasi oleh mahasiswa menolak kehadiran SDSB. Sumber Kedaulatan Rakyat

 

abad.id- Aksi mahasiswa menuntut Gema Golput oleh FAMI atau Front Aksi Mahasiswa Indonesia 1992, dianggap momentum konsolidasi gerakan setelah banyak elemen mahasiswa yang “istirahat". Dalam aksi yang dihadiri FKMS atau Forum Komunikasi Mahasiswa Surabaya ini, juga menjawab perdebatan mengenai bentuk gerakan moral atau gerakan politik. Sebab aksi mahasiswa berikutnya ternyata mengkrucut satu tujuan bersama yaitu “Reformasi”.

 

Menurut Fitradjaja Purnama tokoh FKMS, setelah berhasil membangun peradaban Indonesia dengan menumbangkan Ode baru, sudah saatnya tidak ada lagi aksi saling klaim. Semua pihak harus dewasa menyingkapi kelompok yang mengklaim siapa yang paling menjadi pahlawan saat reformasi dulu. Siapa tahu cara klaim tersebut memang ideologi kelompoknya. “Hari ini kita jangan terkotak-kotak perbedaan, sebab gerakannya sudah jelas siapa saja eksponen yang anti orde baru dan siapa saja yang pro orde baru,” tegas Fitra.

 

Fitradjaja menceritakan, jauh sebelum aksi penolakan SDSB tahun 1993, mahasiswa yang tergabung dalam FKMS  sudah melakukan konsolidasi gerakan politik mendukung Golput pada tahun 1992. Namun pada aksinya tidak maksimal. Namun ada hikmah dibalik gerakan Golput ini, yaitu mulai banyak muncul solidaritas aksi dari kelompok - kelompok yang sebelumya terkotak-kotak dari satu faksi ke faksi lain.

 

Misalnya aksi Golput di Semarang yang dipimpin Poltak Lukas. Dalam aksi tersebut terjadi tekanan yang keras oleh pemerintah terhadap Poltak Lukas. Melihat hal itu, Petrus Sekjen PRD ikut melakukan solidaritas aksi. Pasca gerakan Golput ini, FKMS semakin kompak dan berlanjut ke gerakan berikutnya menolak SDSB tahun 1993. “Aksi menolak SDSB sangat populis di kalangan mahasiswa, dan sejak saat itu dukukan terhadap FKMS semakin besar,”tambah Fitra.

 

Setelah berhasil menolak SDSB, mahasiswa yang tergabung dalam FKMS melanjutkan gerakan advokasi warga, terutama korban penggusuran dan konflik tanah. Termasuk ikut memfasilitasi aktifis dari Yogjakarta, Awang dan Webi dan Budiman Sujadmiko yang sedang berurusan dengan hukum.

 

Ada peristiwa besar di Surabaya pada tahun 1993 yaitu buruh marsinah. FKMS bersama LBH Surabaya ikut terlibat advokasi bantuan hukum serta melibatkan yayasan arek dan yayasan cakrawala timur. “Boleh jadi gerakan yang paling solit selama masa tersebut hanya FKMS sebelum terpecah banyak elemen, ” tambah Fitra.

 

Kasus demo menolak pembangunan waduk Nipah bulan Oktober 1993 juga menjadi momentum kebangkitan mahasiswa di Surabaya. Lalu saat bulan November terjadi KLB PDI di Asraa Haji Sukolilo, ratusan mahasiswa dari FKMS, FKMM Malang, FOMAJO Jombang dan FKMJ Jember menyambut KLB PDIP ini dengan penuh harapan perubahan. Mahasiswa melakukan aksi jalan kaki dari Bundaran ITS hingga Asrama Haji Sukolilo. Aksi ini juga diikuti kelompok arus bawah yang mendukung Megawati Sukarno Putri sebagai ketua PDI. Mahasiswa berharap tragedi beberapa petani di tembak mati karena menolak ganti rugi atas pembuatan waduk Nipah ini menjadi isu nasonal. Mahasiswa berhasil menemui tokoh-tokoh PDI yang mendukung Megawati, seperti Permadi dan Saban Sirait.

 

“Di sela-sela Advokasi kasus Nipah ini, kami menyadari perlu gerakan aksi bersama dengan menggabungkan kelompok aksi antar kota, maka dibentuklah FKMJT atau Forum Komunikasi Mahasiswa Jawa Timur, dengan anggota dari FKMS, FKMM Malang, FOMAJO Jombang dan FKMJ Jember,” Tambah Fitra

 

Akhirnya kasus Nipah berhasil dibawa ke Jakarta dan terealisasi bulan Desember 1993. Advokasi Nipah juga melibatkan FAMI atau Forn Aksi Mahasiswa Indonesia. Hasil sosialisasi soal Nipah, disebutkan bahwa ini bukan kasusitis per peristiwa. Namun ini kasus strukrural, dari petani tanpa salah ditembak mati karena menolak pembangunan waduk Nipah. Cara pedekatan keamanan pemerintah dianggap keliru, dan disepakati tidak semata mata soal Nipahnya, namun terkait security approach. Yaitu praktek pendekatan keamanan yang juga terjadi di Aceh, Timor Timur, Tuban, Sendang Pasir, Kedung Ombo dan tempat lainnya.

 

“Ini bukan perkara security approach saja, namun soal kebijakan negara yang totaliter. Kebijakan totaliter ini karena Suharto terlalu otoriter. Hingga sampai kepada kesimpulan bahwa penguasa Orde Baru itu memiliki kekuasaan yang mutlak yang tidak mungkin digulingkan atas nama undang-undang,” kata Fitra.

 

Fitra menjelaskan ada tembok kuat yang melindungi kekuasaan Suharto. Kekuatan itu bernama paket 5 UU politik. Misalnya UU kedudukan dan susunan DPR. Disini jumlah anggota DPR 500, dari jumlah itu 100 diantaranya dianggkat oleh presiden melalui fraksi ABRI dan utusan golongan. Sisanya 400 anggota DPR dipilih melaui pemilu melalui UU pemilu yang salah. Misalnya Mendagri sekaligus penyelanggara pemilu. Diikuti partai politik yang menggunakan UU parti politik  yang isinya ketua partai harus mendapat persetujuan pemerintah dibawah Mendagri. UU Ormas juga diatur melalui korporasi politik negara. Misalnya wartawan organisasi tunggal yaitu PWI, begitu pula organisasi lain seperti dokter, buruh. Serta UU refrendum yang tidak mungkin dilakukan tanpa persetujuan presiden.

 

Maka FAMi sepakat harus mencabut 5 paket UU tersebut, dan menuntut sidang istimewa MPR dengan tema seret presiden ke MPR. Spanduk tuntutan itu mulai beredar 14 Desember tahun 1993. “ Sebelumnya kita demo di Mendagri soal Nipah. Di saat yang sama Megawati sedang diterima Mendagri Yogi S Memet dan kami sempat bentrok. Semua media menulis massa digebuk dan 21 mahasiswa ditangkap. Pelaku yang mengamankan aksi kami PHH Kodam Jaya. Setelah ditangkap diserahkan ke PHH Polda Metro dan diserahkan ke Polres Jakarta Selatan,” cerita Fitra.

 

Fitra ingat betul pejabat yang mengamankan aksi massa ini. Misalnya Pangdam Jaya dipimpin Hendro Priyono dan Asintel Dam Jaya Kolonel Sutiyoso. Pada saat itu ajudan Pangdam Jaya Kapten Muldoko. Saat 21 mahasiswa ditangkap, langsung ditangani penyidik Polres Jakarta Selatan dengan pimpinan Letnan Satu Tito Karnavian.

 

Akhirnya ke 21 mahasiswa tersebut dipenjara. Vonis paling lama 14 bulan. Sejak ditangkap dan proses sidang, para mahasiswa terus menggelar aksi solidaritas. “Kita melakukan konsolidasi di kampus dan advokasi di penjara teradap 21 mahasiswa tersebut,” kata Fitra.

 

Momentum Reformasi Dimulai

 

Bulan Pebruari tahun 1995 genap sudah 14 bulan 21 mahasiswa dipenjara. Setelah keluar, mereka disambut hangat semua kelompok  elemen. Mahasiswa asal Surabaya membuat acara penyambutan sekaligus usulan kongres FAMI yang disepakati bulan Mei di Garut. Sambil menunggu pelaksanaan kongres, para mahasiswa juga melakukan pertemuan dengan Gus Dur di Bulan Pebruari di kantor PBNU. Hadir dalam acara diskusi dann mimbar bebas tersebut mantan Gubernur DKI Ali Sadikin dan musisi Iwan Fals. Menurut Gus Dur, sudah saatnya para mahasiswa bergerak kembali dari awal dengan basis kota masing-masing.

 

Akhirnya kongres di Garut dimulai bulan Mei dengan hasil menyepakati membekukan FAMI. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan situasi politik mencari momentum politik. pilihannya kembali ke basis kota masing-masing sambil menyongsong momentum besar politik yaitu pemilu 1997 dan sidang umum MPR tahun 1998. Para mahasiswa yakin momentum ini akan menjadi peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia, sebab akan momentum kebangkrutan ekonomi negara. Dalam sebuah diskusi dengan narasumber pakar ekonomi Faisal Basri, diketahui jatuh tempo utang negara pada tahun 1997. “Refrensi mahasiswa saat itu segera menyiapkan kepemimpinan rakyat, dengan semangat perubahan dan memilih reformasi,” tambah Fitra.

 

Saat kembali ke basis kota masing-masing seperti gagasan Gus Dur, FKMS totalitas melakukan konsolidasi dan pengkaderan. Maka tidak heran pada momentum 1997 dan demo reformasi 1998, FKMS elemen paling siap dan berhasil membangun basis basis perjuangan. (pul)

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022