images/images-1687413063.jpeg
Tokoh

Secara Biologis dan Ideologis, Sukarno Arek Suroboyo

Pulung Ciptoaji

Jun 22, 2023

658 views

24 Comments

Save

 

 

abad.id-Beberapa buku-buku sejarah lama terbitan orde baru banyak yang menulis sebuah kesalahan, tempat kelahiran Soekarno di Blitar. Kebijakan salah tempat lahir Soekarno ini disengaja secara sistematik oleh orde baru, dalam upaya pengaburkan sejarah. Ada tujuan tertentu oleh penguasa saat itu, sebagai upaya melemahkan Soekarno. Agar generasi berikutnya lupa teradap sosok proklamator. Padahal tempat lahir bukan sekedar tetenger, namun sebuah kebanggaan untuk menyampaikan motivasi pada generasi berikutnya.

 

Baca Juga Rika Meelhuysen, Gadis Belanda Pertama Yang dicium Soekarno

 

Dalam buku biografi Soekarno tulisan Lambert Giebelt menyebutkan, Soekarno lahir Tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya. Saat itu keluarga Soekarno telah menetap di Surabaya setelah sebelumnya tinggal di Bali. Soekemi Raden Sosrodihardjo ayah Soekarno seorang guru yang selalu berpindah tugas. Selama di Surabaya, Raden Soekemi menjadi anggota perkumpulan Teosofis. Keanggotaan perkumpulan menandai status sosial ayah Soekarno. Sebab dari 200 orang anggota perkumpulan Teosofis yang tersebar di seluruh Indonesia pada tahun 1906 itu, didominasi orang Belanda terkemuka, orang Cina berduit, atau orang-orang Jawa keturunan ningrat tinggi.

 

Di sebuah rumah di dekat Jalan Pasar Besar, hari itu keluarga Soekemi tanggal 6 Juni 1901 sangat bergembira. Sebab anak yang sangat diharapkan telah lahir dari rahim seorang ibu bernama Ida Ayu Nyoman Rai keturunan Bali. Anak yang lahir saat fajar menyingsing itu diberi nama Kusno. “Kelahirannya dibarengi bermacam-macam pertanda,” cerita Ida Ayu Nyoman Rai.

 

Malam hari sebelum Kusno lahir tampak bintang berekor di cakrawala yang lebih terang dari biasanya. Tidak lama kemudian terdengar kabar Gunung Kelud di Blitar meletus. Dalam biografi ini ditulis sedemikian dramatis, bahwa keadaan keluarga tersebut begitu miskin. Sampai tidak bisa memanggil bidan dan kelahiran Kusno terpaksa dibantu seorang lelaki tua renta.

 

Baca Juga : Soekarno dan HBS Surabaya 

 

Suasana kampung Pandean tempat Kusno lahir menjadi saksi tahun-tahun pertamanya di Surabaya. Kota yang berasal sebuah perdukuhan, kemudian berubah menjadi kadipaten dan menjadi kotamadya ini, mempunyai ciri-ciri watak desa yang mengalami evolusi menuju peradaban modern. Pada permulaan abad, kampung-kampung belum begitu padat dibangun. Untuk menuju Kampung pandean harus melewati jalan setapak yang tidak bisa dilalui kereta. Banyak warganya yang mendirikan rumah dan bangunan semi permanen. Kebanyakan mempunyai kebun kecil di belakangnya tempat menanam buah-buahan dan sayur-mayur.

 

Soekarno menggambarkan suasana sosial tempat lahirnya penuh gotong royong dan harmonis bersifat pedesaan, namun berada di tengah kota. Hubungan antar warga yang erat. Anak anak gadis yang lebih tua misalnya suka menjaga adik-adiknya yang lebih muda. Saat masih kecil sebagai seorang anak, pernah diajak jalan-jalan ke tepi Kali Mas dalam gendongan selendang gadis tetangga. Soekarno sangat berkesan dan menganggapnya suatu petualangan.

 

Dalam keluarga kecil ini, hanya ada empat anggota keluarga dan tidak ada anak lagi yang dilahirkan. keluarga Soekemi terdiri dari Ida Ayu Nyoman Rai, Koesno Sosrodihardjo dan Sukarmini sang adik. Mereka menghabiskan masa kanak kanaknya dalam lingkungan kampung yang melindunginya.

Alasan lain bahwa Soekarno benar–benar anak ideologis dari Surabaya yaitu pernah bersekolah di HBS. Kepada Cindy Adams, dalam biografinya, Soekarno mengaku dari kota Surabaya inilah jiwa cinta terhadap tanah air mulai tumbuh. Soekarno sangat terkesan ketika sekolah di HBS Surabaya sangat diskriminasi ras. “Kami bercanda, 10 untuk Tuhan, 9 untuk guru, 8 untuk seorang jenius, 7 untuk orang Belanda, dan 6 untuk kami orang pribumi.” Kenang Soekarno.

 

Namun dari tidak semua melakukan praktek diskriminasi ras, ada sejumlah guru yang bersifat anti kolonial atau paling sedikit bersifat etis. Annie Romein-Verschoor menulis, nama guru bahasa Belanda, Van Mook atau ayah dari orang yang kemudian menjadi wali negara, sangat anti kolonialisme. Suatu pengarahan sekaligus menjadi peraturan sekolah, “Para murid dilarang memberi perintah kepada pembantu pribumi, meskipun dalam prakteknya biasa dilakukan para murid ketika di rumah,”.

 

Baca Juga : Mien Hessels Noni Belanda Kekasih Sukarno

 

Soekarno juga ingat mata pelajaran sejarah yang dianggap sangat berbeda fakta sebenarnya. Misalnya saat menceritakan perang Diponegoro, disebutkan telah ditundukkan oleh pemerintahan kolonial. Pelajaran sejarah lebih condong tentang kepahlawanan tentara KNIL dalam operasi militer menghukum penduduk Lombok dan Bali. Serta diceritakan bahwa Perang Aceh adalah suatu perang yang 'kaya akan peristiwa-peristiwa kepahlawanan yang gemilang' dari Van Heutz.

 

Soekarno pernah menceritakan kenangan pahit saat mengikuti pelajaran. Waktu seorang anak laki-laki Belanda menghapus papan tulis, debu kapur bertebaran ke mana-mana, membuat pak guru berteriak,“Ah, kau ini seperti orang Jawa saja!”. Serta banyak contoh-contoh lain yang membuat Soekarno tersinggung.

 

Di HBS Surabaya ini menjadi kenangan yang paling menyenangkan. Sebab Soekarno beruntung tidak pernah merasakan didiskriminasi, baik oleh para guru maupun oleh para murid. Selama sekolah Soekarno memilih menjadi anak yang tidak menarik perhatian. Seorang 'kutu buku', demikian Joop me menyebutnya, yang tidak pernah ikut pesta dansa dan sama sekali tidak suka olahraga. “Tetapi di luar ruangan kelas ia lain sekali," demikian Joop menulis.

 

Murid-murid HBS keturunan pribumi mempunyai perkumpulan sebagai cabang dari organisasi pemuda nasionalis Jong Java. Murid-murid sekolah menengah lain di Surabaya juga bergabung di situ. Setiap minggu mereka berkumpul di gedung pertemuan pribumi Panti Harsojo. Kesempatan bagi para pelajar pribumi untuk bermain catur, membaca koran dan diskusi. Bagi Soekarno, pertemuan setiap hari Minggu dirasakan terlalu umum, namun tetap dicurigai berkegiatan politik.

 

Maka Soekarno mendirikan suatu perkumpulan debat bersama 25 orang terpercaya yang berkumpul setiap hari Kamis di salah satu ruang kelas HBS. Seorang pembantu sekolah bernama Uyterelst, bertugas menjaga agar tidak ada tamu tidak diundang masuk dalam perkumpulan.

 

Pada suatu hari cerita Joop Soetjahjo, mereka dikagetkan permintaan direktur Both untuk mengikuti pertemuan. Soekarno tampak panik. Sebagai pemprakarsa hari itu dipilihnya topik 'Pengaruh peradaban Barat atas pemuda pribumi. Sesudah Soekarno menyampaikan presentasi dan hadirin selesai berdebat, secara mengagetkan direktur Both mengangkat tangan pada sesi pertanyaan keliling. Para pemuda semakin heran ketika ia menyapa Soekarno sebutan 'Anda'. Apalagi mengingatkan agar tidak terjebak oleh peradaban semu yang juga tersembunyi di dunia Barat sambil memberi banyak contoh. Gambaran ini berolak belakang dengan apa yang presentasikan Soekarno. “Memang ia tidak berbuat apa-apa tetapi seakan-akan berpikir, untuk selanjutnya sang direktur tidak mengganggu mereka lagi. Mungkin sesudah itu ia yakin bahwa kami tidak bermaksud jahat,” cerita Joop. (pul)

 

 

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

Kiai Mahfudz Termas, Pewaris Terakhir Hadist Bukhori #3

Author Abad

Mar 11, 2023

Begini Respon TACB Perihal Reklame di Lokasi Cagar Budaya

Author Abad

Feb 26, 2023

A.H. Thony: "Dulu jadi panutan pembongkaran, kini kok mau dipasangi reklame lagi. Mesakne Mas Wali"

Malika D. Ana

Feb 24, 2023