images/images-1682870043.jpg
Sejarah

Peninggalan Kerajaan Pagaruyung

Malika D. Ana

Apr 30, 2023

2000 views

24 Comments

Save

Peninggalan Kerajaan Pagaruyung

 

 

Abad.id - Kerajaan Pagaruyung adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di Provinsi Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah sekitarnya. Nama kerajaan ini berasal dari ibukotanya, yakni Nagari Pagaruyung. Kerajaan ini didirikan oleh seorang pangeran dari Majapahit bernama Adityawarman pada 1347. Kerajaan Pagaruyung menjadi Kesultanan Islam pada 1600-an.

 

Kerajaan Pagaruyung sendiri memiliki sebuah istana yang sangat megah dan sangat menjungjung tinggi nilai-nilai arsitektur khas daerah Sumatera Barat. Sebuah istana megah terletak di Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar Sumatra Barat. Istana ini merupakan obyek wisata budaya yang terkenal di Sumatera Barat. Istana Pagaruyung yang sekarang ada merupakan bentuk replika dari aslinya. Istana yang megah kokoh berdiri ini merupakan bentuk bangunan khas tradisi dari Sumatera.

 

Istana dibangun dengan bahan dasar kayu dan atapnya sendiri menggunakan bahan injuk. Istana dibangun sebagai tempat raja-raja Pagaruyung menjalankan roda pemerintahnya selama berkuasa. Istana sendiri merupakan sebuah simbol kebesaran dari sebuah kerajaan, bahkan samapi pada masa sekarang ini istana bagian symbol dari Negara, setiap kepala pemerintahan disediakan sebuah istana atau rumah khusus yang dibiayai oleh Negara, sebagai contoh Indonesia memiliki istana merdeka, istana bogor dll, Amerika Serikat memiliki istana White House (Gedung Putih) dan lain-lain.

 

Prasasti Adityawarman

 

Batu Basurek di Limo Kaum, memuat inskripsi dalam huruf Palawa dengan bahasa Sansekerta, yang menyatakan bahwa Aditiawarman adalah Raja Diraja di Kinikamedinindra (pulau emas) tahun 1347. Batu Basurek di Pagaruyung ditulis tahun 1347, Batu/Banda Bapahek di Saruaso dan beberapa batu bersurat lainnya yang semuanya merupakan peniggalan masa Aditiawarman.Dari keterangan ini kita atau peneliti bisa mengetahui tentang keberadaan Kerajaan Pagaruyung dan penguasanya Adityawarman.

 prasasti tinggalan adityawarman

Prasasti tinggalan Adityawarman

 

Batu Prasasti Adityawarman menunjukan Jejak kebesaran Majapahit yang Tersisa di Minangkabau Sejumlah prasasti tampak berdiri tegak di Kabupaten Batusangkar, Sumatera Barat. Prasasti Pagaruyung juga menjadi petunjuk jejak Majapahit di negeri Minangkabau pada abad 13-14 Masehi. Prasasti yang dibuat oleh Raja Adityawarman itu merupakan bukti untuk mengungkap perjalanan masyarakat Minangkabau. Kebiasaan Adityawarman membuat prasasti semasa memerintah menjadi raja Pagaruyung, sangat membantu generasi kini untuk mengetahui perjalanan masyarakat Minangkabau. Ukuran dari Prasasti Adityawarman adalah tinggi 2,06 meter, lebar 1,33 meter dan tebal 38 cm. Dalam prasasti itu menyebutkan kebesaran Adityawarman yang merupakan keluarga Dharmaraja.

 

Dalam catatan sejarah, Adityawarman sebagai raja Pagaruyung merupakan seorang raja yang paling banyak meninggalkan prasasti. Hampir dua puluh buah prasasti yang ditinggalkannya. Diantaranya yang telah dibaca seperti Prasasti Arca Amogapasa, Kuburajo, Saruaso I dan II, Pagaruyung, Kapalo Bukit Gambak I dan II, Banda Bapahek, dan masih banyak lagi yang belum dapat dibaca.

 

Di antara prasasti yang telah dapat dibaca itu, menyatakan kebesaran dan kemegahan kerajaan Pagaruyung. Barangkali diantara raja-raja yang pernah ada di Indonesia tidak ada seorang pun yang pernah meninggalkan prasasti sebanyak yang telah ditinggalkan oleh Adityawarman.

 

Arca Amogapasha dan Arca Bhairawa (Aditiyawarman)

 

 

Arca Bhairawa di Sungei Langsat

Arca Bhairawa di Sungei Langsat

 

Arca Bhairawa Museum Nasional di Jakarta ditemukan di kawasan persawahan di tepi sungai di Padang Roco, Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat. Arca Bhairawa dengan tinggi hampir 3 meter ini merupakan jenis arca Tantrayana. Arca Bhairawa tidak dalam kondisi utuh lagi, terutama sandarannya. Arca ini tidak banyak dijumpai di Jawa, karena berasal dari Sumatera. Sebelum ditemukan hanya sebagian saja dari arca ini yang menyeruak dari dalam tanah.

 

Sungai Langsat terletak di tepi utara Batang Hari, Karesidenan pantai barat Sumatera. Pada tahun 1935 di sebelah barat desa ini ditemukan Arca besar yang kemudian diangkut ke Fort de Kock. Kemungkinan besar Arca tersebut adalah gambaran dari potret raja Menangkabau Adityawarman .

 

Raja menghabiskan masa mudanya di Istana Majapahit dan berkenalan dengan sekte bhairawa disana. Pada tahun 1370, dirinya diinisiasi sebagai bhairawa dengan nama Ksetrajna-wicesadharani. Posisi awal berdirinya Arca ini tidak dapat ditentukan; pastinya bukan di tepi sungai yang tinggi namun beberapa ratus meter arah barat laut dari tempat ini dimana terdapat bebatuan teras, yang digali pada bulan Oktober 1935.

 

Bangunan seluas 20 meter persegi, dengan tangga di ke empat kuarter. Survei yang cermat mengungkapkan bahwa 85 cm di dalam dinding luar terdapat rangkaian dinding kedua.

 

Di Sungei Langsat juga ditemukan alas patung, dengan tulisan pada keempat sisinya. Tulisan ini menerangkan bahwa pada tahun 1286 raja Jawa Kertanagara mengirim Arca Amoghapca ke Sumatra sebagai hadiah untuk Sri Maharaja crimat Tribhuwanaraja Mauliwarmmadewa, di mana semuanya bersukacita atas kiriman tersebut ke Bhumi Malayu.

 

Pada arca Amoghapasa, kepala dikelilingi oleh lingkaran halo, di kiri dan kanan matahari dan bulan. Di bahu muncul kepala makara dengan mata bulat. Sebelah kiri berdiri Hayagriwa dan Bhrkuti, di sebelah kanannya berdiri Sudhanakumara dan Qyatara. Delapan gambar Buddha dan Tara duduk di atas bantal teratai. Di kaki Arca utama ada beberapa guratan atau naskah usang. Di bawahnya, pada batas vertikal, muncul apa yang disebut tujuh permata (saptaratnani): kuda, piringan lempar, ratu, permata, menteri, geneca, dan gajah.

 

Arca Amoghapasa itu sendiri (tinggi 1,63) adalah produk indah dari seni Singhasari (Timur Jawa).  Prasasti dan sekaligus arca Amoghapāśa ini merupakan artefak yang merupakan bukti adanya hubungan baik antara kerajaan Singhasari dan kerajaan Melayu Kuno di masa silam. Prasasti Amoghapāśa dipahatkan di beberapa bagian dari sebuah arca Amoghapāśa Lokeśwara, yaitu di bagian alas persegi empat yang terpisah dari arca; di bagian belakang sandaran arca, dan di alas arca yang berbentuk setengah lingkaran. Arca Amoghapāśa Lokeśwara ini merupakan hadiah yang diberikan oleh Kĕrtanagara, raja Singhasari kepada Śrimat Tribhūwanarāja Mauliwarmadewa, raja Malayu di Dharmāśraya pada tahun 1208 Śaka (= 1286 Masehi). Amoghapaca bersama para pengikutnya sebenarnya adalah potret raja Jawa Wisnuwardhana (p 1268) beserta anggota keluarganya.

 

Arca Bhairawa, tangannya ada yang dua dan ada yang empat. Namun arca di sini hanya memiliki dua tangan. Tangan kiri memegang mangkuk berisi darah manusia dan tangan kanan membawa pisau belati. Jika tangannya ada empat, maka biasanya dua tangan lainnya memegang tasbih dan gendang kecil yang bisa dikaitkan di pinggang, untuk menari di lapangan mayat damaru/ ksetra. Penggambaran Bhairawa membawa pisau konon untuk upacara ritual Matsya atau Mamsa. Membawa mangkuk itu untuk menampung darah untuk upacara minum darah. Sementara tangan yang satu lagi membawa tasbih. Wahana atau kendaraan Syiwa dalam perwujudan sebagi Syiwa Bhairawa adalah serigala karena upacara dilakukan di lapangan mayat dan serigala merupakan hewan pemakan mayat. 

 

Walaupun banyak di Sumatera, beberapa ditemukan juga di Jawa Timur dan Bali. Bhairawa merupakan Dewa Siwa dalam salah satu aspek perwujudannya. Bhairawa digambarkan bersifat ganas, memiliki taring, dan sangat besar seperti raksasa. Bhairawa yang berkategori ugra (ganas).

 

Perwujudan Raja Adithyawarman, pendiri Kerajaan Pagaruyung di Sumatra Barat pada tahun 1347. Nama Adityawarman sendiri berasal dari kata bahasa Sansekerta, yang artinya kurang lebih ialah Yang berperisai matahari (adhitya: matahari, varman: perisai). Adithyawarman adalah seorang panglima Kerajaan Majapahit yang berdarah Melayu. Ia adalah anak dari Adwaya Brahman atau Mahesa Anabrang, seorang senopati Kerajaan Singasari yang diutus dalam Ekspedisi Pamalayu dan Dara Jingga, seorang puteri dari raja Sri Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa dari Kerajaan Dharmasraya.Kitab Pararaton menyebutkan bahwa Raden Wijaya memperistri seorang putri Sumatera bernama Dara Petak dan memiliki anak yang bernama Kalagemet. Seorang kerabat raja bergelar dewa (bangsawan) memperistri putri lainnya bernama Dara Jingga, dan memiliki anak yang bernama Tuhan Janaka, yang lebih dikenal sebagai Adityawarman.

 

Di dekat Istano Basa, Batusangkar, ada sekelompok batu prasasti yang menceritakan tidak saja sejarah Minang, tapi sepenggal sejarah Nusantara secara utuh. Dari buku panduan disebutkan bahwa batu-batu prasasti yang disebut Prasasti Adityawarman itu menghubungkan Nusantara secara keseluruhan berkaitan dengan Kerajaan Majapahit.

 

Di dalam beberapa babad di Jawa dan Bali, Adityawarman juga dikenal dengan nama Arya Damar dan merupakan sepupu sedarah dari pihak ibu dengan Raja Majapahit kedua, yaitu Sri Jayanegara atau Raden Kala Gemet. Diperkirakan Adityawarman dibesarkan di lingkungan istana Majapahit, yang kemudian membuatnya memainkan peranan penting dalam politik dan ekspansi Majapahit. Saat dewasa ia diangkat menjadi Wrddhamantri atau menteri senior, bergelar Arrya Dewaraja Pu Aditya. Demikian pula dengan adanya prasasti pada Candi Jago di Malang (bertarikh 1265 Saka atau 1343 M), yang menyebutkan bahwa Adityawarman menempatkan arca Manjusri? (salah satu sosok bodhisattva) di tempat pendarmaan Jina (Buddha) dan membangun candi Buddha di Bumi Jawa untuk menghormati orang tua dan para kerabatnya.(mda)

 

 

Sumber :

- Amran, Rusli (1981). Sumatra Barat hingga Plakat Panjang. Penerbit Sinar Harapan.

- The Archeology Of Hindoo Sumatra - Leiden E. J. Brlel 1937

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Peradapan Kuno Dari Kepuhklagen Gresik

Author Abad

Oct 03, 2022

Hakikat Qurban dan Sejarahnya

Malika D. Ana

Jul 01, 2023

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

Kiai Mahfudz Termas, Pewaris Terakhir Hadist Bukhori #3

Author Abad

Mar 11, 2023