images/images-1680244863.jpeg
Tokoh

Selama di Paris, Raden Saleh Dikenal Pangeran Tampan Dari Timur

Pulung Ciptoaji

Mar 31, 2023

497 views

24 Comments

Save

Lukisan wajah Raden Saleh (1865)

 

abad.id- Raden Saleh mengunjungi Belanda dan meneruskan belajar seni lukis selama 10 tahun di sebuah negara yang memiliki komunitas seniman yang menyenangkan. Pada tahun 1839, dia mulai menjelajahi di seluruh Eropa. Negara yang pertama dikunjungi adalah Kekaisaran Prusia atau republik Jerman. Di sana dia bersahabat dengan Ernest ll August Herzog von Sachsen Sachsen-Coburg und Gotha seorang bangsawan. Selama di Prusia raden Saleh tinggal di sebuah kastil milik sang bangsawan. Desain rumah tersebut kelak menjadi inspirasi rumah Raden Saleh di Cikini.

 

Raden Saleh juga mengunjungi Prancis pada tahun 1845 di usia 34 tahun. Dia menjalin hubungan dekat dengan artis-artis Prancis. Relasi yang akrab dengan para selebrity Paris ini berkat kedekannya dengan tokoh-tokoh Belanda yang tinggal di Prancis. Serta anggota keluarga Sachsen-Coburg und Gotha yang ada di Paris.

 

Hari itu kota paris tahun 1845, cuaca lebih bersahabat daripada di Belanda. Pada musim panas di Prancis jauh lebih sejuk dibanding di Belanda yang sangat menyengat. Raden Saleh yang tinggal di keluarga Sachsen-Coburg und Gotha sudah dianggap seperti anggota keluarga. Tidak jarang keluarga tersebut mengajak Raden Saleh berpesta-pesta kalangan atas. Kehadiran di tengah komunitas kelas atas ini tidak menjadikan derajat Raden Saleh lebih rendah dibanding warga bangsawan lain. Sebab jauh sebelumnya, raden saleh sudah banyak mengenal mantan pejabat tinggi dari Hindia-Belanda tinggal secara permanen di Paris. Misalnya Baron Fagel, Baron Van der Capellen mantan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Baron Le Bron de Vexela. Mereka sering mengisi  waktu luang di pesta yang meriah di Paris.

 

Kelas menengah atas Belanda ini menyambut Raden Saleh dengan antusias tanpa membedakan kelas sosial.  Sebagai seniman Jawa keturunan bangsawan yang mempunyai banyak aset, ganteng, muda, berasal dari negeri yang misterius dan eksotis. Mereka sering ngobrol dan bernostalgia tentang masa-masa indah di tanah Hindia-Belanda. Raden Saleh menguasai bahasa Belanda dengan baik, dan tahu betul cara tata krama pergaulan masyarakat kelas atas di Eropa.

 

Raden Saleh

Raja Willem I dari Belanda memakai jubah kebesaran.

 

Selain itu berkat Ernst II yang memberi kesempatan tinggal lama di Eropa, Raden Saleh juga berani berhubungan dengan golongan kelas atas warga Prancis. Raden Saleh memproklamasikan diri sebagai Pangeran, karena memang dia masih keturunan bangsawan Jawa kelahiran Semarang. Selama di Paris, dia sering disapa “Pangeran”, seorang bangsawan kecil tanah Hindia Belanda.

 

 

Raden Saleh

 

Istana Raden Saleh (1865) dalam buku Scott Merrillees Batavia in Nineteenth Century Photography.

 

Raden Saleh dengan cepat menjadi orang yang sangat dikenal di lingkungan yang egaliter di Paris. Sapaan pangeran dari timur lebih enak didengar dan mejadi sapaan bersahabat tanpa batas ras dan kepentingan poltik. Bahkan di dunia sosialita Paris yang penuh payet dan hiasan, Raden saleh mudah beradaptasi dalam pergaulan. Kehadirannya menimbulkan sensasi, seperti yang dilaporkan di teks Prancis sebagai berikut: “Semua orang memandang seorang Hindia yang cakap, ganteng, dan muda. Dia berpakaian busana indah, serban ditumpangkan di atasnya oleh jambul dan permata. Dia berpakai semacam mantel pendek hijau muda penuh bordiran emas dan ikatnya dan krissnya (yang dimaksud adalah Keris) dihiasi dengan banyak macam batu berharga (...)

 

Ketika semua orang sedang berdansa, Raden Saleh justru asyik berdiskusi mengenai lukisan karya Théodore Gericault, Rakit kapal Medusa (1819). Dalam lukisan itu diceritakan kapal Frigate Medusa pernah mengangkut Herman Willem Daendels menuju Jawa. Kapal itu tenggelam di lepas pantai Dakar Senegal, dan menjadi salah satu bencana maritim terburuk di abad ke-19. Karena analisanya yang penuh rasa dan humanis, pangeran Raden Saleh mendapat sambutan luar biasa.

 

Tak dinyana, Raden Saleh akhirnya juga melukis tema yang sama Een overstorming op Java atau Banjir di Jawa dengan komposisi gambar mirip lukisan Rakit Kapal Medusa. Isinya menggambarkan orang-orang Jawa harus di atap rumah di tengah gelombang banjir. Lukisan ini sangat mirip dengan karya Theodore Gericault yang kini dipamerkan di Museum Louvre.

 

 

Karya Lukisan Raden Saleh Selama di Paris

 

Raden Saleh sudah menjadi pujaan dalam lingkungan elite Paris. Saat di Paris, dia lebih memilih menampilkan jati diri seperti bayangan publik, sebagai seorang pangeran dari Timur Jauh. Misalnya selalu bBerpakaian eksotis, dengan serban ditumpang kandi kepala yang dihiasi jambul dan permata seperti seorang pangeran yang muncul dari dongeng Seribu Satu Malam. Seperti lukisan potret karya Johan Karl Bährt selama dia di Jerman. Dia  terlihat menggunakan serban berjumbai-jumbai dan sebuah keris di ikat punggung, menunjukkan bahwa seperti anak nakal.

 

Sambil menempati bengkel lukisan di Rue de Tivoli, Raden Saleh menjalin persahabatan erat dengan murid Baudelaire, yang bernama Louis Auguste Dozon. Dia Lahir tahun 1822. Dozon waktu itu seorang penulis muda dan ahli bahasa yang mampu berbicara Melayu dan bahasa Jawa. Raden Saleh didorong oleh Dozon untuk selalu berbicara menggunakan bahasa Melayu atau Jawa. Kelak di Kemudian hari, dia menjadi konsul.

Dia juga bertemu Edouard Dulaurier, seorang guru yang mengajar untuk pertama kali bahasa Melayu dan Jawa di sekolah bahasa-bahasa Timur di Paris. Atas perkenalannya itu, Raden saleh sering diundang menghadiri pesta dansa dan mendapat banyak kesempatan untuk bertemu orang terkenal dan wanita cantik tentunya.

 

Di bidang lukisan, selama di Paris mulai banyak kemajuan, baik secara tehnik maupun ide. Dia bertemu dengan panutan seniman lukis Horace Vernet. Raden Saleh sangat mengagumi lukisan pertempuran yang penuh gerak dan gejolak. Pada pameran lukisan tahun 1847, Raden Saleh memamerkan karya Pemburuan rusa di pulau Jawa. Lukisan ini mendapat banyak kritik dan pujian. Pujian paling berkesan datang dari Théophile Gauthier di sebuah ajalah Salon de 1847, dalam rubrik "Lukisan potret, pemburuan dan binatang". Nama pelukis Berbau Timur Raden Saleh ini langsung terkenal dan karyanya dibeli Louis Philippe, Raja Prancis.

 

Raden Saleh akhirnya berkesempatan bertemu dan belajar ke pelukis kenamaan Horace Vernet.  Lukisan adegan perburuan sangat menginspirasinya. Dia tidak bisa meniru Vernet saat melukis adegan kolosal, di mana barisan tentara berhadapan dan saling bertempur. Oleh karena itu, dia lebih suka melukis orang Jawa yang gagah berani dengan tubuh separuh telanjang menunggang kuda atau orang Jawa menunggang kerbau raksasa.

 

Sosok orang Jawa, manusia Timur yang gagah berusaha menguasai binatang liar dalam perburuan, memukul mundur dengan lembingnya seekor harimau yang sudah melompat di atas kerbau dan orang yang menunggangnya. Komposisi lukisannya bagus, namun bagi penikmat seni di Eropa dinilai masih kurang realistis.

 

Walaupun Raden Saleh punya banyak teman dan melukis dengan penuh bakat, dia tidak menjual banyak lukisan selama di Paris. Kecuali lukisan yang dibeli raja Louis-Philippe. Banyak lukisan Raden Saleh dalam periode tersebut hilang, ada juga yang terbakar. Hanya tiga lukisan yang masih ditemukan dari 17 lukisan selama di Prancis.

 

Kerusuhan politik tahun 1848 mengakibatkan pelarian Raja Louis Philippe ke Inggris. Sejak saat itu Raden Saleh memilih keluar Prancis, dan berdiam beberapa tahun di Jerman. Setelah 20 tahun berkelana di Eropa, raden Saleh pulang ke Jawa. Kedatangannya didampingi istri pertama, seorang Indo-Eropa yang kaya, dan mereka tinggal di kawasan Menteng. (pul)

 

 

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Begini Pengaruh Marga Han di Jatim

Pulung Ciptoaji

Jan 09, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022