abad.id-Beruntung bangsa indonesia pernah memiliki presiden yang memperhatikan budaya sendiri. Sebagai bagian dari semangat dan ajaran tentang nasionalisme yaitu cinta tanah air, kemandirian dan budaya bangsa sendiri. Sukarno sering menunjukan semangat menentang budaya asing yang dianggap ancaman.
Dari segi musik misalnya, ketahanan budaya bangsa dapat dibangun dari sana. Soekarno telah mendedikasikan diri sepenuhnya. Bahkan Sukarno pernah menahan kelompok musik legendaris karena dianggap menanamkan paham kebarat-baratan. Memang, saat itu globalisasi sudah mulai muncul dan menganggu budaya lokal nusantara. Pengaruh westernisasi membawa gelombang musik Barat ke dalam industri musik nasional.
Soekarno menerbitkan larangan terhadap musik ala Barat, sebagaimana disampaikan dalam pidato Penemuan Kembali Revolusi Kita pada tahun 1959: "…kenapa di kalangan engkau tidak banyak yang menentang imperialisme kebudayaan?"
"Kenapa di kalangan engkau banyak yang masih rock and roll - rock and roll-an, dansi-dansian ala cha cha cha, musik musikan ala ngak ngik ngok gila-gilaan dan sebagiannya lagi […] Pemerintah akan melindungi kebudayaan nasional dan membantu berkembangnya kebudayaan nasional," kata Sukarno yang tengah memikirkan cara untuk dapat membangun ketahanan budaya bangsa lewat musik yang tetap digemari para kawula muda.
Sukarno perlu diskusi menghadapi perang budaya ini. Pertemuannya dengan Ki Hajar Dewantara di tahun 1965 membuahkan hasil. Sukarno mendapat pencerahan dari Guru Bangsa yang mengatakan perlunya diadakan pengganti musik yang digandrungi kawula muda. Dari proses perenungan ini, Sukarno menggali nilai-nilai kebangsaan menjadi bait-bait lagu. Ternyata pengalamannya sebagai ahli propaganda saat jaman jepang sangat membantu menjadi sebuah lagu yang berjudul Bersuka Ria. Sebuah karya fenomenal dari tangan Soekarno ini melejit pertama kali pada 14 April 1965.
Mari kita bergembira sukaria bersama
hilangkan sedih dan duka mari nyanyi bersama
lenyapkan duka lara bergembira semua
lalalaalaa laaaa la mari bersuka ria
siapa bilang bapak dari blitar
bapak kita dari prambanan
siapa bilang rakyat kita lapar
indonesia banyak makanan
mari kita bergembira sukaria bersama
hilangkan sedih dan duka mari nyanyi bersama
lenyapkan duka lara bergembira semua
lalalaa lalala lalaaaala mari bersuka ria
tukang sayur nama si salim
menjualnya ke jalan lembang
Indonesia anti nekolim
para seniman turut berjuang
mari kita bergembira suka ria bersama
hilangkan sedih dan duka mari nyanyi bersama
lenyapkan duka lara bergembira semua
lalalalala lalaaala mari bersuka ria
Bait syair dalam lagu Mari Bersuka Ria itu seolah menjadi alat bagi Soekarno untuk hegemoni kekuasaan melalui seni. Tiap bait memiliki arti penting dalam sejarah panjang Bangsa Indonesia. Misalnya Sukarno menyebut Indonesia anti nekolim. Artinya bahwa sejak menyatakan diri sebagai negara merdeka, Indonesia selalu menolak bentuk kolonialisme baru atau penjajahan baru. Sebab penjajahan model baru nanti bukan berupa ekspansi wilayah, namun berupa ketergantungan terhadap negara lain. Penjajahan baru bisa berupa ekonomi, budaya, diplomasi politik hingga kekuatan militer.
Lagu ini bukan sekedar ajakan seorang pemimpin kepada rakyatnya untuk bergembira melupakan persoalan perut. Namun niat Sukarno memberi contoh bahwa sebagai anak bangsa harus optimis dan tidak egois berfikir mementingkan kebutuhan sesaat. Bahwa iming-iming materialisme yang digagas kapitalis barat merupakan bukan identitas atau kepribadian orang Indonesia. Siapa bilang rakyat kita lapar/ indonesia banyak makanan. Merupakan sebuah ajakan bahwa rakyat Indonesia harus bekerja keras agar bisa mendapatkan kemakmuran. Sebab rakyat Indonesia sudah diberi berkah tanah yang subur dan penuh ladang mineral, namun untuk mendapatkan keuntungan dan kemakmuran harus dikelola dengan baik dan kerja keras. Hasilnya tidak sesaat langsung bisa dinikmati, sebab kemakmuran itu sebenarnya sebuah proses dari waktu ke waktu.
Lalu Sukarno mengajak Orkes Irama, kelompok musik yang sangat populer pada masa itu pimpinan Jack Lesmana. Kemudian Jack menggubah musiknya menjadi Lenso. Lahirlah lagu: Bersuka Ria. Iramanya lenso, sebagai pengiring tarian kegemaran Bung Karno yang juga bernama sama dengan irama lagunya: lenso. Kemudian lagu tersebut dipopulerkan dengan suara Bing Slamet
Lagu Bersuka Ria dirilis bersama Euis (Bing Slamet dan Rita Zahara), Bengawan Solo (Bing Slamet dan Titiek Puspa), Malam Bainai (Rita Zahara dan Nien Lesmana), Gendjer Gendjer Gelang (Suara Bersama) di dalam album bertajuk"Mari Bersuka Ria Dengan Irama Lenso".
Album ini diproduksi dan diedarkan pada 1965 oleh The Indonesian Music Company Irama LTD, perusahaan rekaman milik pengusaha Soejoso Karsono, kakak kandung Nien-istri Jack Lesmana.
Dalam album piringan hitam yang kini sangat langka itu, di sampul belakang terdapat tulisan berwarna merah: “Dipersembahkan oleh para seniman Indonesia dan karyawan IRAMA bertalian dengan DASAWARSA KONFERENSI AFRIKA-ASIA. Pada bagian atas tulisan tersebut tertera kalimat persetujuan dan tanda tangan Sukarno yang berbunyi: Saja restui. Setudju diedarkan, Soekarno 14/4'65".
Seluruh lagu di album tersebut sangat populer pada masanya. Saking populernya, berdasarkan data tertulis koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), dua kali lagu Bersuka Ria bergumuruh dinyanyikan di Istora Senayan -kini Gelora Bung Karno, Jakarta.
Pertama, pada Kongres Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) di Istora Senayan, 29 September 1965. Kedua, pada saat Musyawarah Nasional Teknik (Munastek), juga di Istora Senayan, 30 September 1965. Di kedua perhelatan tersebut, Sukarno memulai pidatonya dengan menyanyikan Bersuka Ria, yang digubah sesuai tema musyawarah tersebut. Seluruh hadirin turut serta menyanyi bersama.
“Siapa bilang saya tidak suka opor bebek/kan bebek sama saja dengan itik/Siapa bilang saya tidak senang kepada Munastek/karena saya seorang orang teknik”
“Siapa bilang sukarelawati ini tidak berani bertempur/meskipun dia memakai kain batik/Siapa bilang masyarakat kita tidak akan jadi adil dan makmur/Revolusi kita kan didukung oleh kaum teknik”
Bahkan beberapa di antaranya lagu dalam album tersebut masih melekat dan sering terdengar sebagai backsound youtube dan media sosial. Khusus lau karya Sukarno, versi video juga diekam di depan sebuah bangunan istana. Tampak anak-anak sedang berkumpul dan menyanyikan lagu Bersuka Ria. Sukarno tampak bangga melihat undangan, dan membayangkan kelak bangsa Indonesia akan dipimpin dari mereka yang hadir ini. Tanpa jiwa nasionalisme dan penghargaan terhadap nilai nilai budaya sendiri, Bangsa Indonesia akan diabaikan sebagai warga negara kelas dunia. (pul)