images/images-1678074035.jpg
Sejarah
Indonesiana

Majapahit Pindah Ibukota ke Demak

Malika D. Ana

Mar 06, 2023

681 views

24 Comments

Save

Majapahit Pindah Ibukota ke Demak

 

 

Abad.id – Tidak selamanya kekuasaan itu mengalami kejayaan, pasang dan surut itu sebagai hal yang lumrah. Mungkin benar bahwa Majapahit pernah Jaya tapi jangan lupa Majapahit juga pernah terpuruk. Salah satunya pada saat Paregreg.

 

Nagarakretagama dan Pararaton menyebutkan akar munculnya perang Paregreg. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa perselisihan antara Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi dikarenakan Bhre Wirabhumi tidak terima Wikramawardhana yang hanya seorang menantu menjadi raja di Majapahit, sedangkan Bhre Wirabhumi putra langsung dari Hayam Wuruk meski dari seorang selir. Bisa jadi rasa keberatan ini hanya dipendam saja oleh Wirabhumi.

 

Dikisahkan dimasa itu bertepatan dengan kedatangan Cheng Ho dalam rangka menagih hutang ke Majapahit, ini yang dicatat oleh Dokumen Ming Shilu 1407 Masehi, bahwa pada saat Cheng Ho melabuhkan kapal ke Jawa, pada saat itulah di Jawa sedang terjadi huru-hara perang Paregreg yakni perang saudara antara Kedaton Wetan dan Kedaton Kulon.

 

Asal muasal disebut hutang tersebut berhubungan dengan perang saudara antara Kedaton Kulon dan Kedaton Wetan Majapahit yang disebut perang Paregreg. Konflik dua Kedaton ini bermula dari masalah penetapan Bhre Lasem, Bhre Wirabhumi yang menggantikan Wijayarajasa sebagai penguasa Blambangan mengangkat istrinya, Nagarawardhani menjadi Bhre Lasem ( Bhre Lasem sang Halemu ) sepeninggal Indudewi, yakni Bhre Lasem sebelumnya. Di saat yang sama Wikramawardhana, suami Kusumawardhani putri Hayam Wuruk mengangkat istrinya sebagai Bhre Lasem juga yang disebut Bhre Lasem sang Ahayu.

 

Cheng Ho dan rombongannya menginjakkan kaki ke tanah Jawa (Majapahit) disambut dengan pedang hingga menewaskan 170 Orang dari rombongan Cheng Ho. Pasukan Kedaton Kulon Mengira Cheng Ho dan rombongannya membantu Kedaton Wetan, padahal Cheng Ho datang untuk menjalin persahabatan dan hubungan dagang internasional menurut versi ini.

 

Atas kejadian itu Cheng Ho melapor ke Kaisar Yong Le. Dan kemudian Kaisar Cina itu marah dan mengutus Cheng Ho untuk menagih denda ke Majapahit sebesar 60 ribu tael emas. Jika tidak dibayar Jawa diancam akan diluluh lantahkan oleh Cina.

 

Namun raja Wikramawardhana hanya bisa membayar 10 ribu tael emas dan permohonan maaf ke Cina. Karena Majapahit mengalami kekosongan kas paska perang Paregreg. Kaisar Yong Le merasa kasihan dan ia memaafkan serta memberi peringatan kepada Majapahit.

 

Akibat peristiwa itu banyak wilayah hegemoni Majapahit memerdekakan diri dari Majapahit dengan meminta perlindungan ke Cina.

 

Jadi awal kehancuran Majapahit itu karena perang Paregreg dan kecerobohan yang terjadi. Bukan karena invasi Demak, itu mitos dan bohong yang merupakan sejarah bentukan Belanda. Faktanya, Majapahit telah tertipu oleh para pendatang yang datang dengan membawa oleh-oleh, dan bahkan pendatang itu menunjukkan sikap yang baik untuk bisa dilindungi di wilayah pesisir. Sebagai informasi, sejak Perang Paregreg (1401 – 1406) ratu-ratu Majapahit mendapatkan upeti perempuan dari Negeri Utara untuk dijadikan selir. Hal ini yang nampaknya kini juga dilestarikan oleh pengusaha-pengusaha keturunan sebagai kebiasaanl; “menyogok aparat pejabat dengan perempuan.”

 

Disituasi perang, tentusaja ekonomi rakyat sangat terganggu. Rakyat jelata tidak bisa bekerja dengan tenang karena stabilitas dan keamanan negara yang kacau. Yang seharusnya bercocok tanam, melut dan berdagang terganggu oleh perang berkepanjangan.

 

Ma Huan mencatat bahwa pribumi Jawa itu kotor dan Jelek, berpergian dengan rambut yang tak disisir serta bertelanjang kaki. Pribumi Jawa juga melihara anjing, mereka makan dan tidur bersama anjing dan mereka tidak risih.

 

Selain karena faktor pembagian kelompok sosial (kasta), juga akibat perang membuat rakyat terouruk dalam kemiskinan, sehingga penampilan pribumi Jawa di jaman Majapahit sangatlah kusut seperti gambaran Ma Huan. Perang dimana-mana tidak menghasilkan kestabilan ekonomi dan politik. Akibat perang saudara berkepanjangan, Majapahit tidak sempat membangun konstruksi sosial dan rakyatnya hidup dalam kemiskinan dimasa-masa surutnya kerajaan.

 

Dalam catatan Ma Huan di Jawa, masyarakat dibagi menjadi 3 golongan :

-          Golongan pertama Pengikut Muhammad, yakni orang-orang pendatang dari Arab, mereka berdagang dan menggunakan pakaian yang bersih dan bagus.

-          Golongan kedua Tangren atau orang-orang Tionghoa, mereka bersih dan menggunakan peralatan yang bagus. Golongan ini banyak yang belajar agama ke golongan pertama.

-          Golongan ketiga adalah pribumi atau penduduk asli yang jelek dan kotor.

Sedangkan perhiasan pakaian yang bagus hanya digunakan oleh mereka para kasta atas, yakni orang orang istana, bangsawan dan para punggawa kerajaan.

 

Disituasi konflik internal yakni sesama sodara hingga terjadi perang Paregreg, raja Hayam Wuruk dan Gajah Mada malah sibuk memperbesar kekuasannya. Mereka lupa satu hal penting yaitu regenerasi, selain juga rusaknya konstruksi sosial paska perang tersebut. 

 

Setelah keduanya meninggal dunia, terjadilah perang Paregreg antar saudara karena berebut tahta. Banyak terjadi kelaparan, banyak wilayah yang tidak puas dan lalu berusaha melepaskan diri dan berdiri sendiri.

 

Majapahit runtuh utamanya karena perang Paregreg. Kertabumi diserang Girindrawardhana, kemudian  Trowulan hancur. Girindrawardhana membangun ibukota kerajaan Majapahit yang baru di Daha. Sedang Demak melepaskan diri dan semakin kuat, akhirnya kerajaan Majapahit Daha pimpinan Girindrawardhana diserang Majapahit yang beribukota di Demak. Saat itu juga sudah tidak dipimpin oleh Girindrawardhana, tetapi oleh Patih Udara. Ini formulasi data menurut catatan Tom Pires, Pararaton dan prasasti Pethak.

 

Jika disebutkan bahwa kesultanan Demak yang menyebabkan keruntuhan Majapahit, bisa dibilang belum ada bukti sejarahnya. Demak lebih sebagai perpindahan kekuasaan dari era Majapahit ke putra Prabu Brawijaya yang lahir dari seorang selir berdarah Cina.

 

Disebutkan dalam Babad Tanah Jawi, bahwa Raden Patah, adalah putra Prabu Brawijaya dengan seorang putri berdarah Cina. Karena Ratu Dwarawati, istri terkasih raja yang berasal dari Campa tidak menyukai putri Cina itu dan mendesak raja untuk menceraikannya. Prabu Brawijaya memenuhi tuntutan permaisuri itu. Putri Cina asal Gresik yang sedang hamil muda itu dihadiahkan kepada Aria Damar, Adipati Palembang, yang juga putranya. Selir dari Cina itu kemudian melahirkan anak lelaki, dan diberi nama Raden Patah. Aria Damar-lah yang mengasuh dan mendidik Raden Patah bersama Raden Kusen. Nama terakhir, menurut babad tersebut, adalah putra Aria Damar dari putri Cina (yang juga ibu Raden Patah). Tome Pires menyebut Raden Patah dengan sebutan Pate (Patih). Mengutip P.J. Zoetmulder (1997), sebutan “Pate” yang digunakan Tome Pires, tidak bisa dimaknai lain yang lebih tepat kecuali dipungut dari kata Pati, Bhupati atau adipati, yaitu kosa kata Bahasa Jawa Kuno yang sama maknanya dengan Raja Bawahan, raja vassal dari kerajaan yang lebih besar yang dipimpin oleh Raja atau Maharaja.

 

Tetapi yang sering diberitakan oleh buku-buku sejarah sekolah adalah Demak ingin menjadi penguasa dengan menyerang Majapahit hingga luluh lantak kerajaannya tak tersisa kini. Hal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh bukti-bukti sejarah. Hoaks ini ditulis oleh penjajah Belanda dengan menyebutkan bahwa telah terjadi perang antara agama Hindu dan Islam kala itu, padahal bukan. Isu agama dijaman itu sudah menjadi konsumsi gorengan sebagai bahan bakar adu domba.

 

Demak adalah kelanjutan Majapahit, ini menurut kesaksian Tome Pires. Tome Pires merupakan seorang ahli obat-obatan dari Lisbon, Portugis. Ia menghabiskan waktunya di Malaka mulai 1512 hingga 1515. Selama kurun waktu itu, ia telah mengunjungi Jawa dan Sumatera. Ia menulis buku yang berjudul Suma Oriental. Buku tersebut berisi mengenai agama Islam di Indonesia. Ia dengan sangat giat mengumpulkan informasi-informasi dari orang-orang lain mengenai seluruh daerah Malaya-Indonesia. Menurut Tome Pires, pada zaman itu sebagian besar raja-raja Sumatera beragama Islam.

 

Masjid Agung Demak

Berdasarkan history pada masa itu, setelah kejatuhan Malaka, Tome Pires mengetahui bahwa Malaka ternyata masih bagian dari wilayah Majapahit. Tome Pires lalu datang ke Jawa dan menemukan fakta bahwa Majapahit telah pindah dari Mojokerto ke ibukota baru bernama Demak, yang kemudian dikenal dengan nama Demak Bintara. Kata Bin dalam bahasa Arab merujuk pada "anaknya si", jadi Demak Bintara, artinya Demak anak si Tara, atau si Toro, Patahilah artinya kemenangan putra Brawijaya dengan ratu berkulit pucat dan bermata sipit. Tom Pires juga melaporkan bahwa Majapahit dipimpin oleh Patah(Fatah) dan beragama Islam.(mda)

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

TNI Berumur 77 Tahun, Menjadi Dewasa Karena Tindakan

Author Abad

Oct 06, 2022

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

Begini Respon TACB Perihal Reklame di Lokasi Cagar Budaya

Author Abad

Feb 26, 2023