images/images-1688876474.png
Indonesiana

Hikayat Pabrikan Mobil di Surabaya, Dari Demmo Hingga Holden

Pulung Ciptoaji

Jul 09, 2023

552 views

24 Comments

Save

Pasca kemerdekaan, tidak ada lagi kelanjutan dari pabrik atax .

 

abad.id-Surabaya sudah dianggap kawasan ekonomi yang sangat cepat berkembang sejak awal tahun 1900. Beberapa kawasan industri sudah dibangun, dengan akses menuju pelabuhan modern. Untuk memenuhi kegiatan industrialisasi, pemerintah membuka kesempan urbanisasi.  

 

Kota Surabaya yang sebelumnya hanya tumbuh dari kegiatan pelabuhan, kini juga telah semakin padat. Pada tahun 1930, pemerintah Hindia Belanda mulai melakukan pelebaran kawasan untuk pemukiman dan indutri. Sejak munculnya kawasan hunian baru tersebut, membutuhkan transportasi massal yang murah dan efesien menyesuaikan kondisi wilayah.

 

Baca Juga : Jangan Kaget, Orang Indonesia Sejak Dulu Sudah Gila Mobil

 

Waktu itu transportasi masih didominasi dokar, sado, delman, gerobak, cikar. Namun lambat laun mulai memudar karena dianggap tidak efesien dan lamban. Di saat yang sama permintaan kendaraan bermesin juga meningkat. Tercatat banyak merek mobil Eropa yang mengaspal jalanan Surabaya. Mobil dengan merek Ford, Chrysler, dan Dodge banyak berkeliaran.

 

Sampai pada akhirnya, kereta kuda yang masih melintas bersama dengan mobil mulai menimbulkan persoalan baru di Surabaya. Kecelakaan mobil dengan kereta kuda kerap terjadi dan mengakibatkan kuda-kuda mati. Hal ini diperparah dengan bau semerbak kotoran hewan ini yang menyelimuti penjuru kota. Dari situlah kemudian timbul wacana untuk membatasi kereta kuda dengan menghadirkan mobil murah.

 

Baca Juga : Aktor James Dean dan Kutukan Mobil Porsche

 

Satu-satunya alat transportasi massal yang bisa mengakses kawasan jalan yang sempit sebagai ciri khas jalan desa, berupa kendaraan Demmo dan Atax. Dua tipe kedaraan ini harganya sangat murah, sehingga cukup populer dipakai sebagai angkutan umum.

 

Menurut Kuncarsono Prasetyo, dai SAWOONG Soerabaia Poenja Gaia, karena semakin populernya Demmo, NV Demmo kemudian memindahkan pabriknya ke jalan Darmokali no. 7 Surabaya pada tanggal 11 Juni 1932 yang memiliki kapasitas produksi lebih besar. Peresmian pabrik tanggal 11 Juni 1932, yang dihadiri dan diresmikan langsung oleh Wali Kota Surabaya ketiga, H.I. Bussemaker.

 

Baca Juga : Usaha Rumit Dibuat Sederhana Oleh Om Bob

 

Untuk memenuhi kebutuhan akan buruh, NV Demmo juga mendatangkan banyak pemuda India karena kekurangan buruh lokal saat itu. Sekitar akhir 1930an, mesin Demmo yang berisik mendapat protes dari masyarakat. Demmo kemudian mengganti mesin kendaraannya ke mesin 2 tak, buatan Merkur asal Jerman setelah sebelumnya sempat akan menggunakan mesin buatan Ford.

 

Demmo kian menjamur di Surabaya dan Malang karena didukung iklannya dengan jargon “waktu berjalan cepat, menggunakannya dengan baik”. Bunyi tapak kuda pun makin tereduksi oleh suara mesin 2-tak Demmo yang beradu pacu. 

 

Baca Juga : Bob Marley, Menghisap Ganja Bersama Tuhan

 

Kebisingan kota dengan populasi Demmo yang terus meningkat tidak menyurutkan masyarakat untuk tetap memboyong mobil murah itu. Pabriknya terus menerima pesanan dari luar Jawa yang akhirnya tidak lagi menampung kapasitas produksi yang kian besar.

 

Karena produksinya meningkat, akhirnya Demmo bisa disitribusikan ke sejumlah kota di luar Pulau Jawa seperti Medan, Palembang, Banjarmasin, Balikpapan, dan Makassar.

 

Sedangkan pesaingnya yaitu kendaraan Atax yang juga berasal dari Surabaya. Perbedaan paling mencolok dari Demmo ada pada konstruksinya dimana Atax terlihat lebih seperti motor roda 3 jaman, dan mesinnya berada dibawah dengan penggerak roda belakang dengan rantai. Mesin Atax ini merupakan buatan Raleigh asal Inggris.

 

Baca Juga : Beken dan Keren Sepeda Kesayangan

 

Nasib Demmo dan Atax berakhir sekitar 1942 ketika Jepang datang. Pabrik Demmo dan Atax dirampas pasukan Jepang untuk difungsikan sebagai pabrik kendaraan militer. Bersamaan dengan itu, daya beli masyarakat terhadap dua transportasi ini juga turun drastis karena situasi politik dan ekonomi yang hancur. Kini bekas pabrik Demmo sudah berubah menjadi pemukiman penduduk.

 

 

Pabrik Mobil Holden di Tanjung Perak

 

Di Surabaya juga pernah memiliki sebuah industri petakitan mobil Holden pada tahun 1912. Pabrik mobil Holden tersebut berada di Tanjung Perak Surabaya. Di depan lokasi pabrik tertulis Holden UDATIN, berupa singkatan dari Usaha Dagang Teknik Indonesia yang didirikan oleh Fritz Eman. Kendaraan yang dirakit mulai jenis Holden sedan, station dan pick up.

 

Mobil ini tergolong mewah. Hasil rakitan di Surabaya seri Stateman de vile atau Torana seri 2850 yang sportif. Juga muncul tidak banyak seri kingswood, serta Torana menjelang akhir 1970. Bahkan Holden Gemini yang diperuntukan untuk takxi di jakarta merupakan anti klimaks keberadaan mobil asal Australia ini. Namun perusahaan yang didirikan Fritz Eman itu akhirnya tutup sekitar 1980 - 1990.

 

Sementara itu selama pendudukan Belanda, kebutuhan transportasi untuk mengangkut barang dagangan juga menjadi sangat penting. Di Indonesia, truk sudah masuk sejak zaman kolonial. Berdasar penelusuran Rudolf Mrazek dari surat kabar De Ingeniur in NI volume 6 nomor 2 (Februari 1939), seperti yang ditulisnya dalam Engineers of Happyland (2006), pada 1939 sudah terdapat 12.860 unit truk. Selain Depresi Ekonomi Dunia, bersama bis, truk ikut jadi penyebab turunnya pemasukan dari jawatan kereta api di Jawa sebesar 40 persen di tahun 1933.

 

Baca Juga : Tontonan Rakyat, Pilih Sandiwara Toneel atau Bioskop

 

Dari puluhan ribu truk yang ada di Hindia Belanda tersebut, sebagian di antaranya bermerek Chevrolet. Truk Chevrolet, punya penjualan yang cukup baik di Hindia Belanda pada 1930an. NV General Motors Java Handel Maatschappij, yang berdiri pada 3 Februari 1927, menjadi penyalurnya.

 

Pabrikan dari Chevrolet, yakni General Motors, membuat pabrik perakitan tahun 1938 di Tanjung Priok. Pabrik seluas 7 hektar itu, dianggap perakitan mobil pertama dan terbesar se-Asia Tenggara. Namun, pabrik tersebut sempat bernasib nahas. Sebelum balatentara Jepang menduduki Indonesia, perakitan tersebut dihancurkan sendiri oleh militer Belanda agar tak bisa dipakai Jepang.

 

Baca Juga : Ketika Si Bung Masih Miskin di Awal Merdeka

 

Setelah jatuh ke tangan Indonesia, perusahaan itu ganti nama sebagai PN Gaya Motor. Sisa kawasan komplek Gaya Motor dan masih bisa ditemukan di sekitar Cilincing. Pabrik perakitan itu mulai terlupakan oleh General Motors yang dulu digunakan merakit truk Chevrolet. (pul)

 

Artikel lainnya

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Menjelajah Tempat Industri Gerabah Era Majapahit

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023