images/images-1681886510.jpg
Tokoh

Agus Salim Menjadi Menusia Merdeka

Pulung Ciptoaji

Apr 19, 2023

516 views

24 Comments

Save

H Agus Salim di bandara Maguwo sebelum diterbangkan ke Parapat Sumatra Utara untuk diasingkan tahun 1948. Sumber Pinterest

 

abad.id- Meskipun Agus Salim seorang poliglot yang mahir banyak bahasa, ternyata pertama kalinya  saat berpidato sidang Dewan Rakyat (Volksraad) menggunakan bahasa Indonesia. Tentu saja  cara Agus Salim ini sangat menyinggung anggota  (Volksraad) lain yang berkewarganegaraan Belanda. Kemampuan berkomunikasi dan kemahiran menguasahi 9 bahasa asing ini, diperoleh melalui jalan panjang sebagai diplomat. Salim keluar dari dewan tersebut tahun 1923. Ia menamakan Volksraad sebagai "komedi omong”.

 

Agus Salim pahlawan nasional lahir di Kota Gadang Bukittinggi tahun 1884 dan walat di Jakarta tahun 1954. Ketika kecil bernama Masyudul Haq, nama seorang tokoh dari sebuah buku yang dibaca ayahnya Sutan Mohammad Salim. Nama adalah doa, dalam pemberian nama itu terkandung harapan agar sang putra kelak menjadi "pembela kebenaran. Ketika Masyudul kecil, la diasuh oleh seorang pembantu asal Jawa yang memanggil anak majikannya "den bagus", yang kemudian dipendek jadi "gus". Kemudian teman sekolah dan guru-gurunya pun memanggilnya"Agus”.

 

Agus Salim diterima pada sekolah dasar Belanda ELS (Europeese Lager School). Setelah lulus dikirim ke Batavia untuk belajar di HBS  (Hogere Burger School). Ia lulus dengan angka tertinggi di sekolahnya, serta seluruh sekolah HBS lain (Bandung dan Surabaya). Namanya menjadi terkenal di seantero Hindia Belanda di kalangan kaum kolonial dan terpelajar. Agus sangat minat mendapatkan beasiswa untuk belajar kedokteran di negeri Belanda. Namun permohonan ini ditolak.

 

Sebenarnya dalam korespondensi antara Kartini dan Nyonya Abendanon, nama Agus Salim sering disebut. Sebenarnya Kartini yang menerima pemberian beasiswa pendidikan sebesar 4.800 gulden untuk belajar di Belanda tahun 1903. Namun orangtua Kartini melarang pergi, dan justru dimasukan dalam gerbang perkawinan. Kemudian salah satu suratnya Kartini mengusulkan kepada Nyonya Abendanon, agar beasiswa tersebut diberikan kepada pemuda Agus Salim sang juara HBS.

 

Namun kenyataannya tidak pernah ada beasiswa. Pada tahun 1905, Souck Hungronye mengusulkan kepada Pemerintah Belanda menempatkan tenaga pribumi di perwakilan Belanda di luar negeri. Agus mendapat tawaran bekerja di kosulat Belanda di Jeddah sebagai penerjemah urusan haji. Di kota ini pula, dia mendapat kesempatan memperdalam ilmu agama.

 

Sepulang dari tanah suci, Salim bekerja di Dinas Pekerjaan Umum. Namun ia keluar dari birokrasi Belanda dan mendirikan sekolah swasta di kampungnya di Kota Gadang. Hanya sebentar, ia kemudian berangkat kembali ke Jawa dan terjun ke dunia politik melalui SI (Syarikat Islam). Semasa penjajahan Belanda, ia memang tidak pernah ditangkap Belanda. Baru setelah Indonesia merdeka, justru beberapa kali diasingkan.

 

Pada Maret 1945, Agus Salim ditunjuk sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Ia juga menjadi anggota Panitia Sembilan, yang bertugas untuk menyusun dasar negara.  Karier politik Agus Salim terus berkembang, di mana ia sempat dipercaya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sampai Maret 1946.

 

haji agus salim

Sutan Syahrir, Soekarno dan H Agus Salim dalam tahanan Belanda 9 Pebruari 1948 di Prapat Simalungun Sumatra Utara. Sumber Manchoe Za.IVT

 

Pada masa Kabinet Sjahrir, Agus Salim menjadi Wakil Menteri Luar Negeri, yang memiliki misi diplomatik Indonesia di luar negeri. Ia memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Hubungan Asia di New Delhi, India, sejak Maret hingga April 1947. Setelah itu, Agus Salim memegang jabatan sebagai Menteri Luar Negeri untuk beberapa kabinet di Indonesia. Selama menjadi menteri luar negeri, Agus Salim pernah menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB di New York dan menjadi salah satu tokoh yang terlibat dalam proses Perjanjian Renville.

 

Pada Desember 1948, Agus Salim menjabat Menteri Luar Negeri dalam kabinet Hatta I. Ia pun menjadi salah satu pemimpin yang diasingkan bersama Sjahrir dan Soekarno ke Berastagi, Sumatera Utara. Sekembalinya dari pengasingan, Agus Salim kembali bertugas menjadi Menteri Luar Negeri untuk Kabinet Hatta II. Tugas diplomatik terakhir yang dijalankannya adalah sebagai delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, pada akhir 1949.

 

Agus Salim dikenal sangat pandai dan jenius dalam bidang bahasa, mampu berbicara dan menulis dengan sempurna dalam paling sedikit sembilan bahasa. Namun  mempunyai hanya satu kelemahan, yaitu selama hidupnya melarat. Demikian penilaian Prof. Schermerhorn yang ditulis dalam catatan hariannya Senin malam tanggal 14 Oktober 1946.

 

Bahkan oleh wartawan yang juga aktivis sosialis Belanda, Jef Last, dikatakan bahwa Agus Salim juga menguasai "bahasa kambing dan kuda”. Ceritanya dalam suatu pertemuan, setiap akhir kalimat yang disampaikan Agus Salim disambut oleh para pemuda dengan sahutan mbek, mbek, mbek. Itu untuk mengejek janggutnya yang panjang seperti janggut kambing. Salim menukas "Tunggu sebentar. Sungguh menyenangkan, kambing-kambing pun mendatangi ruangan ini untuk mendengar pidato saya. Sayang mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga menyela dengan cara yang kurang pantas. Saya sarankan kepada mereka agar keluar ruangan sekadar makan rumput di lapangan. Kalau pidato saya untuk manusia ini selesai, mereka akan disilakan masuk kembali dan saya akan berpidato dalam bahasa kambing untuk mereka". Keadaan menjadi terbalik, para pemuda itu tidak keluar tetapi diam karena malu.

 

Salim mendidik putra-putrinya sendiri di rumah, tidak disekolahkan di sekolah Belanda, Jef Last bertanya mengapa putra Agus Salim (yaitu Islam Salim) begitu fasih berbahasa Inggris, padahal tidak belajar di sekolah. Jawab Agus,"Apakah Anda pernah mendengar tentang sebuah sekolah tempat kuda belajar meringkik? Kuda-kuda tua meringkik sebelum kami dan anak-anak kuda ikut meringki”. Begitu pun saya, meringkik dalam bahasa Inggris dan putra saya Islam juga meringkik dalam bahasa Inggris".

 

agus salim

Soekarno dan H Agus Salim dalam tahanan Belanda di Bangka tahun 1948

 

Kemampuan bahasa dan keluasan ilmu pengetahuan menyebabkan Salim menguasai suatu diskusi atau percakapan. Suatu saat Agus Salim mendapat kesempatan menjadi dosen tamu di Cornell University. Prof. George Kahin yang mengajak Agus Salim melakukan pertemuan dengan Ngo Dinh Diem untuk makan siang di ruang dosen. Salim waktu itu sebagai pembicara tamu di Universitas tersebut sedangkan Ngo Dinh Diem saat itu sedang mengumpulkan dukungan bagi Vietnam Selatan. Tokoh yang terkenal jago omong itu suatu saat menjadi Perdana Menteri di Vietnam.

 

Saat pertemuan itulah, Prof Kahin terperangah, karena kedua tamunya ternyata sudah asyik berdebat dalam bahasa Perancis. Ternyata Salim dapat membuat Diem menjadi pendengar saja. Ketika mengajar di Cornell, Agus tidak melupakan kebiasaan mengisap rokok kretek, sehingga para muridnya menjadi tidak asing lagi dengan bau eksotik itu.

 

Meskipun penampilannya sangat sederhana, Salim tidak pernah minder dalam berhadapan tokoh asing. Ketika mewakili Presiden Sukarno menghadiri upacara penobatan Ratu Inggris Elisabeth tahun 1953, ia agak kesal dengan suami ratu yaitu Pangeran Philip yang kurang perhatian terhadap tamu asing dari negeri-negeri jauh. Salim menghampiri dan mengayun-ayunkan rokok kreteknya di sekitar hidung sang pangeran.

"Apakah Paduka mengenali aroma rokok ini ? Dengan ragu-ragu menghirup rokok itu, sang pangeran mengakui tidak mengenal aroma tersebut.

Agus Salim pun dengan tersenyum berujar,"Itulah sebabnya 300 atau 400 tahun yang lalu bangsa Paduka mengarungi lautan mendatangi negeri kami". Maka suasana pun menjadi mencair, sang pangeran mulai ramah meladeni tamunya.

 

Agus Salim sebetulnya tokoh sangat disiplin dalam mendidik dirinya dan keluarga. Setelah anaknya yang pertama lahir, selama 18 tahun Salim sekeluarga hanya makan sayur segar tanpa daging sama sekali. Padahal dalam keluarga Minang, makan daging seperti rendang adalah santapan utama. Ada dua alasan yang mendorongnya melakukan hal tersebut. Pertama, ambeien, oleh dokter dianjurkan untuk banyak makan sayur dan berpantang daging. Namun, ada pula sumber lain yang mengatakan bahwa Salim takut karena istrinya adalah saudara sepupunya sendiri. Kuatir hal itu menyebabkan anak-anaknya cacat. Oleh sebab itu, perlu dilakukan diet kesehatan yang sangat ketat agar putra-putrinya yang dilahirkan juga sehat.

 

Dalam buku Membongkar Manipulasi Sejarah tulisan Asvin Warman Adam disebutkan bahwa Agus Salim adalah manusia merdeka. Merdeka dalam berhadapan dengan penjajah, merdeka dalam berurusan dengan keluarga, kerabat dan bangsanya sendiri. Merdeka dalam memilih lapangan pekerjaan, merdeka dalam berbusana (yang baik), merdeka dalam bersuara. Merdeka dalam bidang pendidikan.

 

Setelah tidak lagi bertugas di pemerintahan, Agus Salim mengundurkan diri dari dunia politik pada 1953 dan kembali menulis. Pada 1953, ia menulis buku berjudul Bagaimana Takdir, Tawakal, dan Tauchid Harus Dipahamkan?, yang kemudian diubah menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal. Pada 4 November 1954, Agus Salim meninggal dunia di Jakarta dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. (pul)

 

 

 

 

 

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022