Gayatri, Perempuan di Balik Kebesaran Majapahit
Abad.id – Apakah ide menyatukan Nusantara itu ide orisinil dari sang Maha Patih Gajah Mada? Ternyata Gajah Mada bukan orang pertama yang memiliki ambisi untuk menyatukan Nusantara.
Adalah Sri Maharaja Kertanegara, raja terakhir dari Singosari dianggap sebagai penguasa raja Jawa pertama yang memiliki cita-cita untuk menyatukan Nusantara. Ekspedisi Pamalayu adalah salah satu wujud eksekusi dari impiannya.
Bahwa konsep kesatuan Nusantara bukanlah pertama kali dicetuskan oleh Gajah Mada dalam Sumpah Palapa pada tahun 1336, melainkan dicetuskan lebih dari setengah abad lebih awal oleh Kertanegara pada tahun 1275. Konsep penyatuan Nusantara sebelumnya dikenal konsep Cakrawala Mandala Dwipantara yang dicetuskan oleh Kertanegara, raja Singhasari.
Dwipantara adalah kata dalam bahasa Sanskerta untuk menyebut "kepulauan antara", yang maknanya sama persis dengan Nusantara, karena "dwipa" adalah sinonim "nusa" yang bermakna "pulau".
Kertanegara memiliki wawasan persatuan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara di bawah kewibawaan Singhasari dalam menghadapi kemungkinan ancaman serangan Mongol yang membangun Dinasti Yuan di Tiongkok. Karena alasan itulah Kertanegara meluncurkan Ekspedisi Pamalayu untuk menjalin persatuan dan persekutuan politik dengan kerajaan Malayu Dharmasraya di Jambi.
Arca/relief Battari Camundi, sosok dewa dalam pantheon Buddha Mahayana. Di bagian belakangnya terdapat prasasti yang dikeluarkan atas perintah Sri Maharaja Kertanagara
Pada awalnya ekspedisi ini dianggap sebagai penaklukan militer, akan tetapi belakangan ini diduga ekspedisi ini lebih bersifat upaya diplomatik berupa unjuk kekuatan dan kewibawaan untuk menjalin persahabatan dan persekutuan dengan kerajaan Malayu Dharmasraya. Terbukti Kertanegara justru mempersembahkan Arca Amoghapasa sebagai hadiah untuk menyenangkan hati penguasa dan rakyat Malayu. Sebagai balasannya raja Melayu mengirimkan putrinya; Dara Jingga dan Dara Petak ke Jawa untuk dinikahkan dengan penguasa di Jawa.
Arca Amoghapāśa yang ditemukan di kampung Rambahan, sedangkan lapiknya ditemukan di Kampung Padangroco. Pada bagian lapik dipahatkan prasasti pada keempat sisinya, dikenal dengan nama Prasasti Dharmmasraya
Kertanegara juga memiliki empat orang anak perempuan, salah satunya adalah Gayatri. Praktis, Gayatri tumbuh bersama cita-cita besar ayahnya.
Namun sayang, serangan Jayakatwang, keturunan dari Kediri, memporak-porandakan impian tersebut. Kedua orang tua Gayatri dibunuh, lalu dirinya menjadi tawanan Jayakatwang sedang Raden Wijaya, suaminya pergi melarikan diri untuk mecari bala bantuan Adipati Arya Wiraraja.
Raden Wijaya mengatur siasat untuk merebut kembali kekuasaan mertuanya. Dengan berkongsi dengan pasukan Mongolia, Raden Wijaya kembali dan memukul telak pasukan Jayakatwang. Meski endingnya, pasukan Mongol juga tumpas termakan muslihat Raden Wijaya.
Dari Raden Wijaya inilah dimulailah pemerintahan Majapahit. Raden Wijaya memiliki lima orang istri, keempat anak dari Kertanegara dan satu lagi berasal dari Melayu yang bernama Dara Petak.
Dari kelima istri Raden Wijaya, hanya Gayatri dan Dara Petak yang memiliki keturunan. Gayatri melahirkan Tribuana Tunggadewi dan Rajadewi, sementara Dara Petak melahirkan Jayanegara.
Setelah Raden Wijaya meninggal, praktis kekuasaan diteruskan oleh Jayanegara. Namun Jayanegara bukanlah pemimpin yang cakap, suka berfoya-foya dan gemar main perempuan. Ide paling gila dari Jayanegara adalah hendak menikahi saudara satu ayah tapi lain ibu, mungkin maksudnya untuk menghindari perebutan kekuasaan. Tentu saja hal ini meresahkan hati Gayatri sebagai ibu.
Selama memerintah, Jayanegara kerap merayu istri dari para pejabat istana. Salah satu skandalnya dengan istri tabib istana yang bernama Ra Tanca.
Pada suatu hari Jayanegara sakit dan dipanggilah Ra Tanca. Karena dorongan dendam, Ra Tanca bukan mengobati Jayanegara namun langsung menikamnya hingga tewas. Gajah Mada yang saat itu mengetahui langsung membunuh Ra Tanca.
Nah, sampai di sini adakah yang melihat kejanggalan-kejanggalan yang secara otomatis menimbulkan banyak pertanyaan.
- Kenapa justru Ra Tanca yang dipanggil untuk mengobati Jayanegara, sementara saat itu isu perselingkuhan istri sang tabib sedang santer?
- Kenapa Ra Tanca langsung dibunuh di tempat, bukan diseret ke pengadilan untuk di dengar kesaksiannya. Bukankah ini cara yang sama saat Ken Arok mengesekusi Kebo Ijo atas kematian Tunggul Ametung?
- Kubu siapa sih yang paling diuntungkan dari terbunuhnya Jayanegara?
- Setelah kematiannya, siapa yang akan meneruskan tahta?
Jawabnya adalah Gayatri.
Jika dirunut, maka semua simpul akan mengarah kepada Gayatri. Sebagai seorang ibu, Gayatri tidak rela menyerahkan kedua putrinya untuk dinikahi oleh Jayanegara, saudara sedarah dengan putr-putrinya. Maka dengan kematian Jayanegara sama artinya membebaskan kedua putrinya dari cengkeraman Jayanegara.
Sebagai salah satu putri Kertanegara, Gayatri juga tidak rela jika Majapahit jatuh ke tangan keturunan Melayu. Apa lagi Jayanegara tidak punya kompetensi memimpin kerajaan.
Dengan dalih sudah menjauh dari kehidupan duniawi dengan menjadi bhiksuni, maka tampuk pimpinan dilanjutkan oleh Tribuana Tunggadewi, dan Gayatri mengambil posisi sebagai penasehat dan berperan di balik layar.
Di pundak Tribuana Tunggadewi lah cita-cita sang Kakek (Kertanegara) digantungkan dan Gajah Mada dipilih sebagai eksekutornya.
"Adalah watak Rajapatni Gayatri yang agung, sehingga mereka menjelma pemimpin besar sedunia, yang tiada tandingannya. Putri, menantu, dan cucunya menjadi raja dan ratu. Dialah yang menjadikan mereka penguasa dan mengawasi semua tindak tanduk mereka." (Negarakertagama, Bab 48)
Perjanjian diplomatik antara Singhasari dengan Tuban seperti kala itu saat Mahisa Anabrang yang bertugas dan memimpin melakukan misi ekspedisi Pamalayu.. keberangkatan ekspedisi tersebut melalui jalur pelabuhan tuban yang saat itu menjadi pangkalan angkatan laut Singhasari, guna melakukan kontak kerjasama dengan Swarnabhumi.(mda)