images/images-1687159055.png
Tokoh

Begini Kronologis Tewasnya Muso Tokoh PKI Madiun

Pulung Ciptoaji

Jun 19, 2023

1535 views

24 Comments

Save

Munawar Muso atau nama lain Paul Musotte

 

Muso tewas

 

abad.id- Muso dianggap bertanggung jawab atas Pemberontakan PKI Madiun 1948. Peristiwa 18 September 1948 itu telah merenggut sekitar 1.920 korban jiwa sejak PKI menduduki Kota Madiun selama 13 hari. Pemberontakan PKI Madiun 1948 dilatarbelakangi oleh kekecewaan Amir Syarifudin beserta kelompoknya kepada pemerintah atas hasil perjanjian Renville.

 

Madiun diserang oleh pasukan TNI dalam upaya merebut kembali kota tersebut dari tangan Front Nasional yang didukung oleh PKI. Hatta harus bertindak keras untuk menumpas pemberontakan Madiun. Alhasil kota tersebut bisa kembali direbut dan pentolan Front PKI lari kocar-kacir, termasuk Muso.

 

Dalam buku Madiun 1948 PKI bergerak tulisan ahli sejarah Harry A Poeze, dalam pelarian itu Muso kehilangan kontak dengan pasukan PKI di sekitar Pacitan, akibat keadaan yang tidak jelas. Satu batalyon dari Siliwangi berada di dekatnya  siap menyerbu.

 

Baca Juga : Jejak Dua Walikota Surabaya Yang Terlibat PKI

 

Saat itu 15 Oktober 1948, Muso bersama beberapa pengawalnya hendak melanjutkan pelariannya ke arah utara jurusan Ponorogo. Tidak ada lagi yang tersisa, pasukan jumlahnya sudah kecil. Diperlukan dua minggu bagi kelompok kecil ini untuk pergi dari Pacitan ke Balong. Rombongan ini tidak lagi bergabung dengan induk pasukan PKI yang sudah kocar kacir.

 

Sejak penyerbuan Batalyon Siliwangi iliwangi ke Madiun, induk pasukan PKI dipecah menjadi dua kelompok besar. Abdoel Moentalip dalam pemeriksaan sesudah tertangkap mengaku, bahwa pasukan PKI dipecah di Tegalombo. Muso meninggalkan kawan-kawannya PKI dan FDR dan saling lempar tanggung jawab. Nasib mereka tidak dipedulikan asal cari selamat sendiri.

 

Baca Juga : Soekarno Berang PKI Dibubarkan Oleh Pengemban Supersemar

 

Dalam tulisan wartawan Sin Po, diberitakan pertentangan Muso dan Amir telah terjadi konflik besar. Perebutan kekuasaan di Madiun pekerjaan Amir, Setiadjit dan Wikana. Sementara Muso dihadapkan pada fait accompli. Ketika Amir membayangkan tentang dukungan militer, maka ia pun menyetujuinya. Muso menginginkan negara komunis dengan bendera palu dan arit. Namun atas kehendaknya sendiri, Amir mengalihkan haluan menjadi merah putih dikibarkan sebagai lambang negara. Maka Muso menjadi marah.

 

Dengan demikian PKI di Madiun terpecah dan menjadi lemah dengan sendiri. Muso menjadi kecewa dan ingin lari ke luar negeri. Ketika ia terlibat dalam pertempuran dengan TNI, ia memilih mati daripada menyerah.

 

Muso menghendaki ke selatan, dan Amir ke utara, Muso disalahkan terlalu cepat berkesimpulan, dan janji kosong saja mengenai bantuan dari Uni Soviet. Konfik antara Muso dan Amir berakibat pada persimpangan jalan. Muso merasa tubuhnya tidak memungkinkannya untuk memimpin gerakan gerilya, dan itulah sebabnya ia ditinggalkan oleh pasukannya.

 

Pada tanggal 31 Oktober Muso menemui akhir kisahnya dalam pelariannya. Dalam telegram tanggal 2 November dari Soengkono kepada Presiden Soekarno , disebutkan pada 31 Oktober sekitar pukul 11.00 Muso berhasil dibunuh di Sumanding, Sumoroto. Kantor berita Antara, yang menyiarkan berita ini terasa agak dilebih-lebihkan.

 

Baca Juga : Ini Alasan Sukarno Menolak Membubarkan PKI

 

“Kronologisnya para pengawal bercerai-berai saat dikejar TNI. Akibatnya Muso terkurung. Dalam rombongan Muso ini termasuk Kamo, yang kemudian tertangkap sesudah mengalami luka tembak di kaki. Sumber Antara memberitakan, pagi hari sekitar pukul 10.00, Muso yang bersenjata pistol, serta tiga pengawal bersenjata lengkap menolak perintah untuk angkat tangan. Akibatnya tembak-menembak pun berlanjut. Seorang prajurit TNI terkena peluru pada dagunya,  dan seorang pengawal Muso tewas tertembak. Dua lainnya melarikan diri. Pemimpin pemberontak ikut tertembak. Mayatnya segera dibawa ke rumah sakit Ponorogo. Diduga ia seorang tokoh penting. Perwira-perwira TNI yang dipanggil kesana untuk identifikasi, memberi pernyataan bahwa yang mati itu ialah Muso,”.

 

Tentang pemberitaan ini menurut Harry A Poeze banyak kesalahannya. Satu-satunya yang benar pernyataan tentang tewasnya Muso dari  Soewarno, seorang pegawai yang berdinas di daerah Jebeg.  Dijelaskan pada pukul 8.00 pagi di depan pos kesehatan Balong, Soewarno sedang bersama seorang polisi berama Redjosudarmo. Keduanya melihat 3 orang mencurigakan, satu berbadan agak gemuk, dengan celana hitan dicincing dan berbaju kaos. Serta seorang berpakaian rapi dan tampak lebih bersih. Mereka juga menggunakan capil dengan membawa sarung dipundaknya. Soewarno memanggilnya agar berhenti. Tasnya diperiksa, ikat kepala, dan jas hujan, diminta memperlihatkan surat jalannya.

 

Saat Soewarno mengamat-amati surat jalan dan memeriksa tas bawaan, tiba-tiba dia diserang dengan tembakan. Beruntung peluru meleset, namun mengenai Redjosudarmo seorang mantri polisi sebanyak dua kali. Dengan respek, Soewarno lari sambil berteriak 'Awas, mata-mata!'.

 

Sejumlah pemuda yang sedang jaga di persimpangan jalan segera berdatangan. Beberapa orang membawa Redjosudarmo ke pos kesehatan, dan yang lain mengejar si penembak. Warga mengejar pria misterius itu dengan berlari dan bersepeda. Soewarno juga melaporkan aksi penembakan orang asing kepada pimpinan polisi di Ponorogo. “Namun pada malam harinya Redjosudarmo anggota polisi yang tertembak meninggal dunia,” Kata Harry.

 

Sementara itu keterangan Benu, anggota Dewan Pertahanan Masyumi (DPM) Ponorogo, yang tinggal di Balong, memang mendengar ada tiga orang mata-mata yang disinyalir ada di desa, dan salah seorang dari mereka menembak seorang polisi. Kemudian mereka bercerai-berai melarikan diri ke berbagai arah.

Benu segera menuju ke tempat lokasi penembakan bersama warga lain. Tidak lama kemudian, ada kabar seseorang membajak dokar, dengan menodongkan pistol kepada pemilik dokar. Benu mengejar dokar dan berteriak untuk menghentikannya. Jawaban yang diberikan berupa tembakan. Benu membalas menembak, dan kemudian baku tembak terjadi. Bersama anggota-anggota DPM lainnya, Benu berjalan kaki dan bersepeda, terus membuntutinya ke jurusan Sumoroto.

 

Di Desa Sumanding datang sebuah mobil dari arah yang berlawanan. Benu menghentikan mobil itu. Di dalam mobil ada lima orang perwira tentara. Salah seorang dari perwira-perwira kebetulan melihat sebuah dokar di Sumanding dengan kusirnya seorang laki-laki gemuk sedang dikejar dua pengendara sepeda. Mereka langsung bergegas ikut mengejar dokar tersebut.

 

Dari dalam mobil ikut menembaki dokar, namun dibalas tembakan tomigun. Beruntung perwira TNI ini berhasil menembak kuda hingga mati sehingga si kusir jatuh di jalan.  Namun perwira-perwira TNI ini memilih mundur karena ancaman serangan tomigun musuh. Mereka menuju ke seksi TNI Sumoroto untuk melaporkan peristiwa ini. Sementara itu Muso lari menuju mobil yang mesinnya masih hidup. Saat hendak dijalankan tiba-tiba mesin mati dan Muso tidak bisa menghidupkannya lagi.

 

Ketika Muso hendak naik ke mobil, Benu dan kawan-kawannya berada pada jarak sangat dekat, dan siap untuk menembak ban mobil seandainya mobil itu bisa jalan. Tapi hal itu tidak terjadi, dan Muso pergi masuk ke sebuah warung, mengambil minuman.

 

Sementara itu anggota-anggota DPM masih memantau pergerakan pria misterius sambil berlindung di balik pohon asam. Saat itulah pria misterius itu menantang Benu dan warga yang mengejarnya.

“Ayo tembak, saya Muso tulen”

“Apakah betul anda Muso,” tanya Benu

“Ya, saya Muso yang sudah pernah merantau keluar negeri,”

“Jika Anda benar-benar Muso menyerahlah,” perintah Banu

“Lebih baik mati dari saja daripada tunduk angkat tangan,”

“Saja tidak akan menembak Pak,” kata Benu.

 

Awalnya hanya Benu saja yang berkeyakinan bahwa orang tersebut betul Muso yang dicari-cari pemerintah. Beberapa pemuda DPM punya usul sebaiknya Muso dibujuk agar bisa ditangkap hidup-hidup. Untuk menangkap Muso ini,  Benu dan beberapa pemuda  mencabut amblem DPM yang dipasang di lengan baju, dan dimasukkan dalam saku. Setelah itu Benu dan pemuda DPM memberikan 2 buah mangga kepada Muso dengan perantara anak kecil yang menggembala sapi di sekitar lokasi. Mangga itu diterima Muso dan dimakan. Kemudian Benu dan pemuda DPM melanjutkan negoisasi.

“Pak, kami ini anakmu sendiri dan kami pernah tahu pidato Bapak waktu di Madiun,”

“Lalu  kenapa sejak tadi tidak menembak saya,” kata Muso

“Saja tidak mentolo (tidak tega) menembak Bapak, kasian Pak. Sekarang sudah jelas, maka hendaknya senjata bapak diletakkan, pun senjata saya, saya letakkan. Marilah bersama-sama, ini semua anakmu sendiri,” kata Banu.

 

Belum sampai tercapai maksud Banu menangkap Muso hidup-hidup, tiba-tiba dari sebelah utara datang pasukan Brigade Siliwangi dipimpin Sumadi bersenjata 3 alat berat menuju ke arah Muso. Namun sebelumnya salah satu pemuda DPM sudah memberi informasi kepada Brigade Siliwangi supaja tidak menembak karena masih ada negoisasi.

 

“ Kami dan pemuda DPM ada disebelah selatan hendak menangkap Muso yang membawa revolver, dengan harapan Muso dipegang hidup-hidup tanpa ditembak. Tetapi perintah itu tidak dituruti,” kenang Banu

 

Pemimpin Brigade Siliwangi bertanya kepada pemuda DPM dimana posisi orang yang mencurigakan tersebut. Lalu dijawab, Muso ada di sebelah timur rumah dan bersembunnyi di kamar mandi.

 

Kemudian muncul tembakan selama 10 menit. Banu berteriak agar pasukan Brigade Siliwangi menghentikan tembakan, sebab Muso yang bersembunyi hendak keluar dengan mendapat dekking tembak. Muso yang bediri menghadap ke utara kemudian terkena tembakan 2 kali. Satu mengenahi lengan atas kiri dan kemudian tembakan ke arah dada sebelah kiri.

 

Setelah dinyatakan aman, Banu dan pemuda DPM mendekati mayat. Pada saat itu tanggal 31 Oktober pukul 11 siang. “Pistol dari Muso saya ambil lantas kemudian diminta anak-anak Brigade Siliwangi, saat saya periksa saku yang diduga berisi dokumen, ternyata hanya membawa beberapa uang dan sapu tangan,” kata Banu.

 

Pasukan dan pemuda DPM semakin yakin bahwa orang asing tersebut benar-benar Muso. Kemudian mayat Muso dibawa pasukan Brigade Siliwangi. Peperiksaan dan pemotretan dilakukan oleh Commandant Militer Kabupaten Ponorogo Majoor Moediain. Dengan demikian habis riwayatnya Muso. (pul)

Artikel lainnya

Reruntuhan St Paul's College Makau Sangat Memukau

Pulung Ciptoaji

Dec 27, 2022

Surabaya Sambut Kapal Pesiar MS Viking Mars

Author Abad

Dec 20, 2022

Jugun Ianfu Dipaksa Melayani Seks 10 Orang Sehari

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022

Dari Kolaborasi ke Nominasi

Author Abad

Oct 26, 2022