Umpak kuno di komplek makam Sedo Masjid di jalan Tembaan, Surabaya. Guide TP Wijoyo beri keterangan sejarah klasik Surabaya. Foto begandring
Penulis : Nanang Purwono
abad-id-Tidak kurang dari 50 orang manapaki jejak peninggalan dan bukti keberadaan kedaton Surabaya bersama Surabaya Urban Track (Subtrack), yang dikelola oleh Perkumpulan Begandring Soerabaia, pada Minggu sore, 25 Desember 2022. Subtrack ini mengambil tema Alun Alun Surabaya.
"Ini adalah alun alun yang sesungguhnya. Sejarah alun alun ini diceritakan kepada publik berdasarkan sumber sumber sejarah baik berupa buku buku maupun kartografi (red: peta peta kuno) yang didukung oleh fakta fakta lapangan yang masih ada hingga sekarang", jelas Nanang Purwono, Ketua Begandring Soerabaia ketika mengawali jelajah sejarah, Subtrack di halaman berumput Tugu Pahlawan.
Selain Nanang Purwono yang bertindak sebagai pemandu (guide), ada juga Tri Wijoyo, Taufan Hidayat dan Kuncarsono. Mereka, secara bergantian, memandu rombongan yang tidak hanya diikuti oleh warga Surabaya tapi juga datang dari Sidoarjo.
Jelajah sejarah Subtrack ini menapaki alun alun pertama Surabaya, yang kala itu lebih dikenal dengan nama Surapringga. Area bekas alun alun Surapringga ini adalah di lingkungan Tugu Pahlawan, kelurahan Alun Alun Contong, kecamatan Bubutan.
"Kita berangkat jelajah sejarah Alun Alun Surabaya ini dari titik keberadaan alun alun Surapringga. Yaitu dimana kita berdiri sekarang", terang Nanang di tengah tengah lapangan Tugu Pahlawan.
Dijelaskan Nanang berdasarkan sumber sumber sejarah yang dikumpulkan oleh tim melalui survey sebelum dilaksanakan Subtrack bahwa kawasan Alun Alun Surapringga ini sudah ada sebelum Laksamana Speelman masuk Surabaya pada kisaran tahun 1677 ketika menghadapi Trunonoyo. Dalam laporan Speelman atas penyerbuannya terhadap Trunojoyo yang berpangkal di Surabaya, ia menggambarkan bahwa di kawasan Tugu Pahlawan ini sudah ada paseban dan pusat pertahanan Trunojoyo yang bermarkas di pendopo Surapringga.
Setelah dari situs alun alun Surapringga, para Subtracker (julukan bagi para peserta Subtrack) diajak ke komplek pemakaman kuno di jalan Tembaan, yang letaknya di selatan Tugu Pahlawan. Tri Prio Wijoyo, anggota tim yang membidangi sejarah klasik, menjelaskan tentang kuburan kuno itu. Disana ada makam Kiai Sedo Masjid.
"Konon menurut cerita rakyat yang berkembang bahwa Kiai Sedo Masjid ini adalah seorang takmir Masjid yang tewas tertembak ketika mempertahankan Masjid yang ada di area alun alun", jelas Tri Prio Wijoyo
Masjid yang dimaksud Wijoyo adalah masjid alun alun yang bernama Raudlatul Musyawarah. Karena kawasan alun alun ini selanjutnya dipakai untuk pengembangan infrastruktur kota Surabaya oleh pemerintah Hindia Belanda, maka masjid alun alun ini dibongkar.
Cerita keberadaan masjid ini menjadi bagian dari riwayat alun alun Surapringga (Surabaya). Cerita lainnya yaitu keberadaan makam kuno yang secara struktur tata ruang makam tidak berbeda dengan makam kuno lainnya, seperti komplek makam Sunan Ampel, makam para bupati Surabaya di Bibis dan di Boto Putih Pegirian.
"Dulu, ruang lahan dimana makam Kiai Sedo Masjid ini berada di ruang bagian belakang atau selatan dari komplek makam. Pintu masuk dulu berada di selatan dengan melewati gapura paduraksa. Selanjutnya memasuki gapura paduraksa kedua. Terakhir harus melewati gapura ketiga untuk sampai di area dimana makam Kiai Sedo Masjid ini", jelas Wijoyo yang menjelaskan dengan berdiri di sisi makam Kiai Sedo Masjid.
Lebih lanjut Wijoyo menjelaskan ciri ciri orang yang dihormati dapat dilihat dari bentuk makamnya. Yakni makamnya dibuat jauh lebih tinggi dibandingkan denganmakan lainnya. Kontruksi makam ini untuk menggambarkan tanah tinggi atau yang biasa disebut Siti Hinggil.
Di area makam juga ditemukan sebuah umpak yang terbuat dari batu andesit. Umpak adalah alas atau landasan (padestal) untuk menaruh saka atau tiang rumah joglo atau gasebo yang terbuat dari batu asli (andesit).
Dari komplek makam kuno, kemudian perjalanan sejarah menyisir trotoar jalan Pahlawan sisi barat. Tepat di depan kantor Gubernur Jawa Timur, rombongan berhenti. Sambil memandang ke arah kantor Gubernur Jawa Timur, Kuncarsono (guide berikutnya) menjelaskan.
"Di sebelah utara gedung kantor gubernur ada penanda nol kilometer dan penanda ini dipasang pada tempat penting di suatu daerah. Tempat penting di Surabaya adalah dimana lokasi pemerintahan berada. Sebelum menjadi kantor gubernur Jawa Timur, di sinilah letak kedaton Surabaya. Menurut sumber sejarah, disinilah Eerst Regent Woning van Soerabaja (kediaman bupati Kasepuhan Surabaya) berada", jelas Kuncarsono.
Alun Alun Surapringga, yang berada di lingkungan Tugu Pahlawan sekarang, harus berpindah ke utaranya tugu Pahlawan karena area Tugu Pahlawan saat itu dialih fungsikan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Perpindahan itu ada di kawasan kemayoran, Krembangan, dimana di kawasan itu masih dikenali jejak peninggalan Kraton Surabaya. Salah satunya adalah di situs yang berdiri gedung Kantor Pos Besar Surabaya.
Kantor Pos ini dibangun pada 1928. Sebelum ada kantor pos, disana pernah berdiri kediaman Bupati Surabaya yang dibangun pada 1840-an. Gaya arsitektur bangunan adalah Indische yang memang menjadi tren pada abad 19.
Bupati Surabaya menempati kantor Kabupaten ini hingga 1881 karena bupati menempati rumah kediaman baru di ujung jalan Pregolan di kawasan Tegalsari. Sementara kediaman bupati Surabaya di Krembangan ditempati oleh sekolah Hogere Burger School (HBS) Surabaya dimana Presiden Soekarno belajar (1916-1921). Pada 1923 HBS pindah ke Ketabang. Dari 1923 gedung Kabupaten ditempati oleh polisi Surabaya sampai 1928. Di tahun 1928 inilah gedung dibongkar untuk didirikan kantor Pos Besar Surabaya, yang gedungnya masih berdiri hingga sekarang.
"Soekarno bersekolah menempati gedung kediaman bupati. Bukan gedung kantor pos, yang dibangun pada 1928. Soekarno lulus dari HBS tahun 1921", jelas Kuncarsono meluruskan informasi yang selama ini beredar bahwa kelas Soekarno di dalam gedung Kantor Pos yang dibnagun pada 1928.
Dari Kantor Pos, tracking berlnjut ke Masjid Kemayoran yang merupakan Masjid pengganti dari area Tugu Pahlawan. Berdasarkan data prasasti yang tertempel di dinding masjid bahwa masjid dibangun pada 1772-1776 tahun Jawa. Selisih tahun Jawa dengan masehi berkisar 72 tahun. Sehingga bila dikonversikan 1776 Tahun Jawa ke tahun Masehi maka ketemu 1848 Masehi.
Jadi masjid kemayoran ini dibangun pada 1848 M. Angka tahun ini diperkuat dengan penanda angka tahun yang menghiasi gawel masjid. Terpahat di sana angka 1935.
Surat kabar Soerabaiasche Handelsblad 1934 memberitakan tentang perluasan Masjid. Dikabarkan bahwa perluasan Masjid (1934) setelah 86 tahun pembangunan Masjid.
"Jadi jika dihitung mundur 86 tahun dari tahun 1934, maka akan ketemu angka 1848. Angka ini (1848) sesuai dengan konversi Tahun Jawa 1772-1776 sebagai mana tertulis pada prasasti masjid", jelas Nanang.
Melihat penanggalan angka tahun pembangunan Masjid Raudlatul Musyawarah Kemayoran pada 1848 terhitung sejaman dengan angka tahun pembangunan kediaman Bupati Surabaya pada 1840-an.
"Ini menunjukkan bahwa pembanghnan alun alun baru di utara Tugu Pahlawan ini dilakukan terpaket", tambah Nanang.
Lantas dimanakah alun alun nya? Alun alun Surabaya di kemayoran ini berada di lahan di antara Masjid dan Kantor Pos. Di lahan yang sekarang telah berdiri sekolahan Ta'muriyah dan SMPN 2 Kepanjen.
Penanda berikutnya bahwa alun alun Surabaya pernah ada di wilayah kelurahan Kemayoran, kecamatan Krembangan adalah adanya Kampung Kauman. Kampung ini persis di barat Masjid. Namanya Kemayoran Kauman. Kampungnya kecil dan ada dua gang yang menyandang nama Kemayoran Kauman. Di kampung, yang dulu tempat bermukim kaum Islam dalam memakmurkan Masjid, jelajah sejarah Subtrack berakhir.
Busana Klasik
Subtrack selalu unik dan menarik. Bukan hanya tema tema yang dihadirkan yang merupakan hasil penelusuran sejarah, tapi dalam aksi Subtrack, para awak Subtrack mengenakan busana busana yang tematik.
Kali ini dengan tema klasik Alun Alun Surabaya, para awak Subtrack mengenakan busana ala Jawa. Bawahan memakai kain batik (sewek), atasan baju lurik dengan mahkota kepala berupa kain ikat atau udeng.
Apa yang dikenakan para awak Subtrack ini untuk menambah atmosfir kegiatan jelajah sejarah sesuai temanya. Busana Jawa dikenakan karena tema yang diangkat adalah cerita klasik Surabaya. Yakni ketika Surabaya masih dalam bentuk pemerintahan tradisional Kabupaten.
Adalah pengaruh Mataram ketika sistim pemerintahan lokal mengacu kepada pemerintahan di atasnya. Mataram dengan sistim monarki mempengaruhi sistim pemerintahan di bawahnya. Surabaya adalah salah satu pemerintahan bawahan Mataram.
Sejak 1625, ketika Surabaya jatuh ke tangan Sultan Agung Mataram, sistim pemerintahan nya langsung dikendalikan Mataram. Tidak hanya sistim pemerintahan saja yang dibawah pengaruh Mataram, tata sosial dan budaya Surabaya juga dalam pengaruh Mataram. Administrasi pemerintahan klasik hingga tata ruang pusat pemerintahan Surabaya meniru pola dan ala Mataram.
Maka ketika menyuguhkan narasi sejarah klasik Surabaya melalui program Subtrack, krew Subtrack mengenakan busana tradisional Jawa untuk mendukung narasi.
Di situs komplek kediaman Bupati Surabaya (Kabupaten Surabaya) di jalan Kebon Rojo, Surabaya.
Foto begandring
"Kami mengenakan busana Jawa seperti ini untuk memberi visualisasi sejarah Surabaya di era kekadipatenan dan kekabupatenan. Kami mengajak peserta Subtrack memahami sejarah kota yang kala itu masih berbentuk kadipaten dan kabupaten", terang Manajer Subtrack, Taufan Hidayat di sela sela jelajah Alun Alun Surabaya.
Sementara itu di tempat terpisah, tokoh penggerak kebudayaan Kota Surabaya, yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, A Hermas Thony mengapresiasi pegiat sejarah Begandring Soerabaia yang mau memperkenalkan busana tradisional di tengah tengah aktivitas moderen Kota Surabaya.
"Saya salut dengan kawan kawan yang konsisten dalam menggali dan memperkenalkan sejarah dan budaya Surabaya melalui aktivitas nya. Mereka mau mengenakan busana tradisional sebagai upaya memperkenalkan busana klasik orang orang Surabaya di era moderen. Yang dilakukan kawan kawan ini sebagai wujud dan aktualisasi Raperda Pemajuan Kebudayaan dan Nilai Nilai Kepahlawanan Kota Surabaya yang sekarang masuk dalam mekanisme proses pembahasan", terang AH Thony.
Thony menambahkan aksi nyata pemajuan kebudayaan dan proses pembentukan Raperda pemajuan kebudayaan sudah berjalan beriringan.
"Dengan demikian, ketika saatnya Raperda berubah menjadi Perda, masyarakat tidak gagap mengikuti Perda yang ada", tambah Thony.
Apa Kata Subtracker?
Berikut ini apa kata peserta jelajah sejarah Subtrack yang mengambil tema Alun Alun Surabaya:
Yuska Harimurti, Penggerak GUSDURian Jawa Timur
Saya selalu takjub dengan temuan temuan yang ditunjukkan oleh tim Subtrack yang dimotori oleh kawan kawan Begandring Soerabaia seperti Mas Kuncar, mas Nanang dkk . Saya sudah ikut beberapa kali.
Pertama kali saya ikut Subtrack dengan menyusuri kawasan Ampel. Pada Subtrack berikutnya, saya selalu berusaha untuk ikut. Namun ada jadwal yang saya gagal ikut karena kendala waktu. Saya gagal ikut untuk ikut tracking di kawasan Gubeng dan Pasar Pabean.
Kali ini dengan tracking rute Alun Alun Surabaya, alhamdulillah saya gak ketinggalan.
Ini rute luar biasa. Ini sejarah kebesaran Surabaya, tapi gak banyak orang Surabaya mengetahui sejarah ini.
Menurut saya, apa yang diupayakan oleh teman teman tentang sejarah kota ini adalah sebuah upaya yang sangat penting dan tak ternilai harganya dalam menjaga sebuah peradaban. Kota boleh maju, tapi jangan melupakan dan bahkan hancurkan sejarahnya.
Prasasti bukti pembangunan masjid kemayoran 1772-1776 (1844-1848 M).
Foto begandring
Karena dari sejarah inilah kita akan semakin paham bagaimana sebuah peradaban ini berawal dan menuju kemana. Kita tinggal melihat dan mengkomparasi dengan kondisi yang ada saat ini.
Subtrack dengan segala kapasitas para guide sekaligus sejarahwan yang sangat mumpuni memungkinkan kita menjadikan sebuah pelajaran sejarah menjadi hal yang menyenangkan. Semoga akan semakin banyak yang tertarik dan mendukung kerja kerja tim Subtrack di masa yang akan datang.
Saya tunggu etape Subtrack berikutnya.
Fifin Maidarina, penulis
Surabaya punya banyak titik sebagai wisata sejarah dan ini terbukti dengan track yang ditawarkan oleh Begandring dan Subtracknya. Selalu ada rute rute menarik yang menjadi temuan temuan mereka.
Tracking wisata yang kali ini menawarkan wisata jejak Alun alun Surabaya memberikan pemahaman tentang posisi dan sejarah alun-alun Surabaya yang sebenarnya. Bahkan ada sejarah pemindahan lokasi alun-alun dari kawasan Tugu Pahlawan (keluraghan Aalun alun Contong) ke kawasan kelurahan Kemayoran, yang sebelumnya saya benar benar tidak tahu. Saya yakin banyak orang seperti saya yang belum tau sejarah Alun Alun Surabaya ini.
dr Moenik
Baru kali ini saya ikut jelajah sejarah Subtrack. Ternyata sangat edukatif dan menyenangkan. Saya berharap program edukatif ini disosialisasikan kepada sekolah sekolah dan pemerintah yang memegang kebijakan.
Untuk pemasyarakatan kegiatan edukasi ini, kiranya bisa dilakukan semacam lomba lomba yang bertema sejarah pada momen momen seperti Hari Jadi Kota Surabaya. Pemerintah Kota bisa bekerja sama dengan Begandring Soerabaia melelui programnya Jelajah Sejarah Subtrack. (Tim)
. .