images/images-1687761111.jfif
Sejarah
Riset

Sejarah Kolonialisme Belanda Berawal Dari Tebu

Pulung Ciptoaji

Jun 26, 2023

884 views

24 Comments

Save

 

Pabrik Gula Sempalwadak di Malang. Foto dok net

 

pabrik gula sidoarjo

 

abad.id-Memasuki pertengahan abad ke-19, produksi gula di Jawa menyumbang sepertiga dari pendapatan pemerintah Belanda dan 4 persen dari PDB Belanda. Pada tahun 1870 Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan Undang-Undang Agraria untuk menghapus kerja paksa dan memberi kesempatan perusahaan swasta untuk menyewa tanah di daerah yang jarang penduduknya.

 

Sejak saat itulah mulai muncul mobilitas penduduk pribumi dari menjadi tenaga kerja kontrak. Kemudahan peraturan menyebabkan investasi semakin meluas. Banyak pengusaha asal Belanda mencoba peruntungan membuka perkebunan atau melakukan ekspansi ke Jawa dan Sumatra. Tercatat terdapat 94 pabrik gula Belanda bertenaga air, yang mengolah tebu mentah menjadi gula rafinasi.

 

Baca Juga : Asal Mula Pabrik Senjata di Indonesia

 

Salah satu gambaran perusahaan swasta milik Van Nelle. Keluaga asal Belanda ini sukses membangun kerajaan bisnis di di Semarang. Kisah perusahaan Van Nelle bermula saat Johannes dan Hendrica van Nelle. Mula-mula mendirikan sebuah toko di Rotterdam yang menjual kopi, teh, dan tembakau. Usahanya lantas berkembang dan melakukan migrasi di tanah kolonial, dan membangun industri perkebunan tebu terbesar di Jawa.

 

Terhitung sejak abad ke-19, usaha keluarga Johannes dan Hendrica van Nelle terus berkembang menjadi usaha berbasis pabrik pengolahan bahan baku. Mereka memperoleh bahan baku dengan membuka perkebunan tebu sendiri di Jawa. Seiring berkembangnya perkebunan tebu dan usaha keluarga Van Nelle, maka toko mereka di Rotterdam disulap menjadi sebuah perusahaan besar. Van Nelle mengembangkan kantor industrinya di Semarang, lengkap dengan perkebunannya.

 

Mereka juga memikirkan untuk dapat menjual komoditas perkebunannya kepada orang-orang di Hindia Belanda. Pauline K.M van Roosmalen menyebut bahwa Van Nelle merupakan perusahaan di Rotterdam yang menganggap koloni penting. Wilayah koloni mereka di Jawa di satu sisi berperan penting sebagai pemasok bahan mentah, seperti halnya tebu, dan di sisi lain sebagai target pasar untuk produk akhir yang dibuat dengan bahan mentah tersebut.

 

Baca Juga : Sejarah PT PAL, di Jaman Jepang Juga Memproduksi Senjata

 

Semakin besar kemampuan Van Nelle melebarkan kawasan perkebunannya, serta meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya, maka akan semakin mudahnya mereka menjelma menjadi raksasa industri pengolahan tebu menjadi gula di Eropa. Tak heran, "Jawa disebut-sebut menjadi salah satu koloni yang paling menguntungkan secara finansial di dunia," ungkap James Hancock dalam tulisan World History pada artikelnya yang berjudul "Sugar & the Rise of the Plantation System".

 

Manisnya tebu ini menjadi awal sejarah kolonialisme Belanda di Indonesia. Dalam buku Perburuhan dari Masa ke Masa: Jaman Kolonial Hindia Belanda sampai Orde Baru tulisan Sugiri DS dan Edi Cahyono menyebutkan, kekayaan keluarga Van Nelle hanya satu dari banyak figur  pengusaha Belanda yang sukses di tanah kolonial. Sejak konsep negara kolonial Hindia Belanda yang digagas Herman Willem Daendels (1808-1811), di tanah jajahan sudah muncul lembaga keuangan Nederlansche Handels Maaatschapij (NHM) dan Javasche Bank. Dua bank tersebut untuk memfasilitasi kebutuhan pengusaha Eropa yang terlibat dalam industri perkebunan gula.

 

Pada Mei 1842, pengusaha belanda melakukan rotasi dan perluasan lahan tebu di kabupaten Batang Karesidenan Pekalongan di desa-desa Kaliepoetjang Koelon, Karanganjar dan Wates Ageng. Residen meminta tanah-tanah baru yang berkondisi baik untuk dipakai menanam tebu dalam jangka dua tahun. Perintah gubernemen disampaikan langsung kepada bupati Batang, lalu dilanjutkan kepada para kepala desa. Pada 22 Oktober 1842, kontrolir Batang melaporkan 46 desa yang penduduknya melakukan cultuurdienst tebu atau tanam paksa belum dilunasi upahnya sejak musim kerja hingga panen. Maka mereka menganggap perintah gubernemen dianggap tidak berlaku selama belum dapat haknya.

 

Baca Juga : Orde Baru Benturkan Buruh Jadi Lawan Keras Militer

 

Namun segelintir persolan ini selalu bisa diselesaikan oleh pengusaha Belanda yang dibantu pemerintah kolonial. Persoalan tanah dan buruh tetap tidak mempengarui banjir investasi Belanda di bisnis perkebunan tebu. Pada tahun 1870 perkembangan industri menjadi demikian pesat. Jaman yang dikenal sebagai Jaman Liberal juga direspon kalangan swasta Eropa lainnya untuk bersama-sama membangun kerajaan bisnis di tanah kolonial.

 

 

Beberapa perusahaan perdagangan swasta yang sebelumnya didominasi NHM, mulai bermunculan group bisnis lain. Seperti Maclaine Watson (telah berdiri sejak 1820), George Wehry (1862), Borneo Sumatra Maatschappij (Borsumij) (1894). Serta beroperasi bank-bank swasta seperti Nederlandsch-Indisch Escompto Maatschappij (1857), Nederlandsch Indisch Handelsbank (1863), Rotterdamsche Bank (1863), Internationale Credit-en Handelsvereeniging Rotterdam (Internatio) (1863), Handelsvereeniging Amsterdam (HVA) (1878), dan Koloniale Bank (1881).

 

Baca Juga : Aksi Mogok Buruh dan Petisi Sutarjo Menjadi Ancaman Pemerintah Belanda

 

Aktifitas bank ini untuk mendukung dana industri pertanian/perkebunan, atau yang sering disebut cultuurbanken. Keuntungan para investor perkebunan bisa melakukan penyewaan tanah jangka panjang, selama 75 tahun kepada pemerintah kolonial yang disebut erfpacht.

 

 

Banjir kedatangan investasi ke tanah kolonial Belanda ini semua karena ambisi manisnya tebu. Besarnya permintaan gula yang meningkat di dunia, mendorong kolonisasi dunia baru bangsa Eropa ke wilayah lain. Bahkan membawa jaman perbudakan dan revolusi politik dan peperangan yang brutal. (pul)

Artikel lainnya

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Menjelajah Tempat Industri Gerabah Era Majapahit

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023