Anak muda dan celana Jeans menjadi kesatuan kepribadian dan busana. Foto dok ist
Selain menjadi mode terbaru dalam fashion dunia, celana Jeans dan rok mini yang tren di Indonesia sejak 1970 menjadi simbul anak muda melakukan perlawanan kepada kemapanan.
Surabaya, Dia bernama Hariman Siregar. Tokoh yang dianggap paling bertanggungjawab atas peristiwa Malari 15 Januari 1974. Saat itu Hariman sedang diperiksa di pengadilan negeri Jakarta Pusat tanggal 2 Agustus 1974, atau 8 bulan setelah meletusnya peristiwa Malari. Hariman tidak sendiri, ada beberapa tokoh yang ikut diperiksa yaitu drs syahrir. Ada yang istimewa setiap gerak gerik mereka, yaitu stelan celana jeans dan berkemeja warna putih. Celana dengan bahana denim ini dianggap simbol perlawanan di zaman Orde Baru (Orba) atau rejim kemapanan.
Hariman Siregar diperiksa atas tindakan aksi Malari. Mode androgini menjadi menarik dan ditiru anak muda tahun 1970an. Foto 30 tahun Indonesia Merdeka
Mode androgini mulai nyaman dengan remaja di Indonesia karena terpengaruh budaya Barat. Menurut Helen Reynolds dalam bukunya berjudul “Mode dalam Sejarah: Jaket dan Celana”, banyak remaja yang berpikiran androgini karena terinspirasi dari idola baratnya seperti, Elvis Presley, James Dean, dan Marlon Brando.
Baca Juga : Dua Jendral Bertarung di Peristiwa Malari 1974
Hariman dan Syahrir juga tidak sendiri mengenakan mode androgini seperti itu. Hampir semua aktifis pergerakan yang terlibat aksi demontrasi malari menyukainya. Selain karena sedang tren fashion dunia, celana jeans juga dianggap lebih fleksibel dan nyaman digunakan untuk bergerak saat aksi. Bahan Celana ini dianggap bisa beradaptasi dengan suhu udara jakarta yang tropis serta panasnya jalan.
Pembangkangan dalam berbusana ini bukan tanpa sebab. Pada zaman Orde lama memang banyak aturan yang mengatur perkembangan anak muda dalam mencari jati diri. Salah satu aturan yang tidak disukai orde sukarno ini mengatur mode pakaian dan rambut. hal hal yang berbau dengan kebarat-baratan sangat tidak disukai Sukarno. Bahkan kelompok band yang digemari anak muda juga penah disidang karena menyanyikan lagu berbahasa inggris berjudul “Whay do you love me”.
Menggunakan celana Jeans diyakini lebih mudah dan fleksimel. Celana ini dirancang bisa beradaptasi dengan iklim tropis di Indonesia. Foto 30 Tahun Indonesia Merdeka.
Saat Presiden Suharto berkuasa, justru mengizinkan kebudayaan Barat (Westernisasi) berkembang. Namun Pemerintah Orde Baru tidak menyangka jika kebijakan Westernisasi itu justru menjadi penyebab buruk bagi perubahan sosial. Bahkan menjadi mode perlawanan untuk kelas sosial yang memisahkan pakaian sesuai dengan status gender dan kekayaan. Oleh sebab itu celana Jeans pada zaman ini menjadi simbol munculnya mode androgini tersebut. Salah satunya sebuah mode telah meleburkan feminitas dan maskulinitas. Sebab antara pria dan wanita punya hak yang sama untuk mengenakan celana jeans.
Baca Juga : Orang Hebat Perlu Kumis
Stigmatisasi maskulinitas seseorang ketika memakai celana Jeans tahun 1970 juga tercipta karena celana ini pernah dipakai pakai oleh para pemberontak di Sulawesi pada tahun 50’an. Para aktifis mahasiswa ini terinspirasi oleh segala bentuk perlawanan, sekalipun itu “Pemberontakan”. Perlawanan dimulai dari hal kecil, tidak mau terkekang atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengatur hak privasi.
Makin Belel Makin Keren
Kebangkitan menggunakan celana Jeans membawa celana asal Amerika ini booming di Indonesia. Celana Jeans semakin populer seiring dengan berkembangnya model fashion show yang hadir dalam berbagai ajang festival skala nasional maupun internasional.
Baca Juga : Jojon dan Cerita Kumis Minimalis
Denim merupakan istilah bahan yang dipakai untuk membuat celana Jeans yang tidak pernah hilang dari dunia busana. Denim berasal dari kata serge de nimes, yaniu bahan yang dibuat nimes sebuah kota asal prancis. Ada merk terkenal di pasar indonesia sejak tahun 70an. Merk terenal itu selalu mempunyai kuwalitas lebih baik dan dirancang tahan lama untuk dipakai bertahun-tahun. Namun juga banyak beredar celana jeans buatan lokal dengan tanpa label atau merek yang tidak populer.
Denim yang pudar malah paling dilirik dan disukai. Bahkan trens busana milineial, jeans yang berlubang secara natural banyak yang dipakai. Padahal denim yang warna pudar ini mungkin terlalu lama dan sering dipakai. Sehingga saat pencucian warna asli mulai luntur. Namun ada beberapa perusahaan yang sengaja memudarkan warnanya sejak diproduksi. Tujuannya memberi kesenangan bagi konsumen yang menyukai warna pudar atau belel.
Di Indonesia sendiri festival fashion Show menggunakan celana Jeans pernah ada tahun 1980-an. Festival ini bertujuan untuk memperkenalkan celana jeans dengan berbagai mode. Tujuannya untuk mempopulerkan busana Jeans sekaligus mendukung terbentuknya industri Jeans demi memenuhi kebutuhan mode remaja yang modern di Indonesia.
Baca Juga : Warga Belanda Tolak Uskup Soegijapranoto Karena Pribumi
Perempuan dan Kebebasan Berbusana
Bagi Andri Arianto Sosiolog UINSA, busana juga berhubungan dengan citra diri bagi seorang perempuan. Penggunaan celana Jeans misalnya, bagi perempuan merupakan simbol perlawanan. Pada era tertentu dalam sejarah kita, menganggap seorang perempuan menggunakan celana panjang saja adalah suatu yang asing. Saat itu perempuan hanya berada di wilayah domestik, sehingga tidak membutuhkan ruang gerak pribadi yang lebih bebas.
Perempuan sudah terbiasa dengan busana celana Jeans. Busana ini lebih leluasa digunakan untuk bergerak di tempat yang dinamis dibandingkan baju tradisonal kebaya. Foto 30 Tahun Indonesia Merdeka.
Namun perlahan dan pasti, beberapa foto revolusi kemerdekaan memperlihatkan perempuan menggunakan celana panjang. “Ini bukan tidak hanya sebagai simbol maskulinitas, namun juga kebutuhan gerak yang lebih leluasa jika menggunakan celana panjang,” kata Andri.
Baca Juga : Mengukur Kekuatan Pangeran Mangkubumi Melawan VOC
Pasca tahun 1970an kaum perempuan mulai menuntut persamaan hak sosial dengan tampil lebih dinamis. Dipilihnya celana Jeans dianggap simbol representasi kaum muda yang memiliki banyak makna bagi pemakaiannya. Apalagi saat itu faktor ikon selebriti internasional juga sangat berpengaruhi.
Beberapa kaum terpelajar dengan penuh percaya diri, mulai menjajaki menggunakan celana jeans. Tubuhnya disebut tidak teratur, antara terlalu tinggi atau terlalu lebar karena postur orang asia. Namun para perempuan berusaha ikut arus gejolak jaman dalam berbusana untuk menutupi kurangan tubuhnya.
Rok Mini Dipercaya Makin ke Atas
Sementara itu era tahun 1950an warna dunia mulai dimeriahkan mode rok mini. Munculnya mode dengan bahan minimalis ini berhasil menjadi pemecah kegelisahan situasi global pasca perang dunia ke 2. Nama Mary Quant seorang warga Inggris yang ingin bergaya santai, elegan bebas dan penuh percaya diri. Ide keatifnya yang penuh revolusioer tersebut membuat Paris tidak berkutik dan semuanya menggunakan rok mini gaya Mary Quant.
Busana karya Mary Quant awal muncul diramal tidak panjang umur. Namun ternyata semua meleset. Rok mini masih menghiasi mode dan tidak pernah lekang oleh jaman. Foto Ist
Sosok Mary sebenanya tidak asing di kalangan komuntas desainer di Eropa. Wanita muda ini dibesarkan di sebuah kota kecil Wales Inggris. Kedua orang tuanya guru dengan hidup sederhana di pinggir kota. Namun keluaga ini sangat gembira dalam bekerja. “ Kadang-kadang kami hanya punya makanan sedikit sekali,” kenang Mary tentang masa kecilnya.
Baca Juga : Gerakan Resistensi Dari Tokoh Pribumi Bikin Repot Belanda
Keterbatasan itu justru membuat kebebasan dan kegembiraan bagi keluarga Mary. Kebebasan pula untuk melakukan ekspresi dalam daya dan mencipta, termasuk mode pakaian. Mary selalu bahagia jika melihat model rancangannya tidak di toko besar. Dia lebih bahagia ketika melihat para gadis berjalan jalan memakai model rancangaannya. Mary jusru bangga jika mode yang hasil rancangannya itu diproduksi massal oleh perusahaan mode. “ Aku ingin baju bajuku berada di jalan dan bukan di butik-butik ekslusif untuk orang-orang kaya, dan aku ingin wanita bahagia mengenakannya,” kata Mary.
Setuju atau tidak, seorang perempuan yang menggunakan rok mini akan merasa lebih muda 20 tahun. Foto ist
Seperti gadis muda umumnya, Mary berusaha langsing supaya tampak lebih menarik. Usaha dietnya berhasil, namun bagaimana dengan wajahnya?. Mary belajar merias tetapi matanya yang besar dan hitam membuat orang lebih cepat melupakan ciri-ciri itu. Mary berteman akrab dengan kaum muda yang berpakaian khas dan berkumpul membicarakan masalah rakyat. Pria kenalannya bernama Alexander Plunket Greene berasal dari bangsawan Inggris, langsung terperangkap dengan apa adanya Mary .
Baca Juga : Kisah Perih Perbudakan Nusantara
Dengan cepat keduanya menjadi pusat perhatian kelompok pemuda yang terkenal dengan “Chelsea Set”. Prinsip mereka gaya hidup maju dan bebas. Prinsip ini juga terbawa pada gaya busana dan kepribadian masing masing anggotanya. Hingga pada tahun 1955, Alexander mengusulkan membuka sebuah usaha bersama Mary. Alexander membayangkan membuat konsep rumah mode yang menjual pakaian yang enak dipakai dan mencerminkan kebebasan dan flexibel.
Awalnya keduanya tidak pernah tahu tentang izin usaha dan syarat lain yang diberlakukan di Inggris. Yang penting asal membuat, termasuk tidak pernah memikirkan bagaimana mendapatkan bahannya. Padahal untuk mengisi sebuah butik, bahan baju harus dipesan khusus ke pedagang besar atau dibuat spesial di perusahaan tekstil. Bahkan untuk menjahit baju juga masih canggung, sehingga banyak penjahit yang enggan bekerja sama. Hanya saja usaha mereka diisi dengan semangat dan idialis besar bahwa akan tumbuh pada suatu saatnya.
Baca Juga : Si Pitung Pahlawan Betawi Tewas Diterjang Peluru
Hingga suatu saat salah satu rancangan Mary laku keras. Dalam waktu singkat tercapai penjualan sepuluh kali lipat dari perkiraan. Butik mereka bernama Bazaar juga menjadi pusat perhatian di London.
Lalu apa ciri desain yang diciptakan Mary, ternyata modenya sungguh sesuatu yang sangat ditunggu bagi kalangan muda. Karena memberi kebebasan untuk berkepribadian Houte Couture dari Paris. Dengan ciri-ciri khidmad dan menuntut. Khusus untuk kaum ibu kaya dan bukan untuk putri-putri mereka.
Dengan baju karya Mary, sang ibu tadi seakan-akan kembali muda seperti berumur 20 tahunan. Roknya begitu pendek, sehingga si pemakai harus duduk secara khusus jika mengenakannya. Sedangakn bagi wanita tua pasti akan segan untuk mengenakannya. Mary menambahkan dengan Maillot, sejenis kaus kaki pembalut dari tungkai ke tubuh. Sehingga si pemakai bisa leluasa duduk secara santai.
Baca Juga : Tragedi Kemanusiaan di Pondok Pesantren Tengku Bantaqiah
Kreasi Mary ini benar benar membangkitkan citra bahwa si pemakai itu kuat, berotot, langsing, muda, remaja dan kebebasan. “Aksen mode counture itu terletak pada tekanan pemakaian pinggang ke bawah dan bukan pada payudara, jika payudara kecil maka si pemakai rok mini ini akan tertutupi kekurangannya dengan menjadi langsing” tambah Mary.
Kesan muda dengan pakaian bergaya khusus, musik khusus, cara hidup yang penuh warna telah menghiasi wajah sosial anak muda masa tahun 1950an. Jika sebelumnya orang dewasa yang menenukan sebuah keinginan mode, kini sebaliknya orang muda yang punya pilihan untuk begaya. Demikian pula antara Mary dan Alexander, berkat sukses dengan rok mini ini membuat Bazaar membuka cabang dimana-mana. Omset mereka mencapai jutaan. Mereka bekerja dan menciptakan ide selama bertahun-tahun. Setidaknya ada 20 desain Mary yang sangat sukses dan menggemparkan peradaban berbusana. (pul)