Ali Moertopo, Arsitek Pemberangus Gerakan Islam Masa Orde Baru
Abad.id - Sosoknya dikenal sebagai tangan kanan Soeharto. Ia menggunakan siasat 'Pancing dan Jaring' untuk memberangus gerakan Islam. Umat Islam disusupi dan dipancing untuk bertindak ekstrem, setelah itu dijaring untuk diberangus atau dikendalikan.
Namanya Ali Moertopo. Meski Muslim, dalam karir intelijen dan militernya ia dikenal sebagai arsitek pemberangus gerakan Islam pada masa Orde Baru. Ia menjadikan umat Islam sebagai lawan, bukan kawan. Untuk memuluskan misinya, ia berkolaborasi dengan kelompok anti-Islam, di antaranya kelompok Serikat Jesuit, Kebatinan, dan para pengusaha naga yang menjadi pilar kekuatan Orde Baru.
Mengebiri dan Memarjinal Perekonomian
Mereka tak hanya mengebiri kekuatan Islam secara politik, tetapi juga memarjinalkan perekonomian umat Islam. Ali Moertopo yang dilahirkan di Blora, Jawa Tengah, 23 September 1924. Sebagai tangan kanan penguasa Orede Baru, Soeharto, beberapa jabatan mentereng di dunia militer, intelijen, dan pemerintahan pernah dipegangnya, yaitu; Deputi Kepala Operasi Khusus (1969-1974), Wakil Kepala Bidang Intelijen Negara (1974-1978), Penasihat Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Golkar, dan Menteri Penerangan RI (1978-1983). Hampir semua posisi dan karir yang didudukinya, berkaitan dengan upaya menyingkirkan peranan umat Islam dan memberangus gerakan Islam.
Pada pemilu tahun 1971, Moertopo memobilisasi kekuatan militer untuk menekan para mantan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk memilih Golkar. Sedangkan saat menjabat sebagai Kepala Operasi Khusus (Opsus), lembaga yang dikenal angker pada saat itu, Ali Moertopo banyak melakukan upaya-upaya penyusupan (desepsi, penggalangan dan pemberangusan gerakan Islam).
Siasat Pancing Jaring
Siasat 'Pancing dan Jaring' digunakan oleh Moertopo untuk menyusup ke kalangan Islam, melakukan pembusukan dengan berbagai upaya provokasi, kemudian memberangusnya. Operasi intelijen tersebut pada saat ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Densus 88, sebuah detasemen yang juga dikendalikan oleh musuh-musuh Islam, dengan tujuan yang sama.
Beberapa peristiwa seperti Komando Jihad, tragedi Haur Koneng, penyerangan Polsekta Cicendo, Jama'ah Imran, dan Tragedi pembajakan pesawat Woyla, tak lepas dari siasat licik Moertopo.
Stigma 'ekstrem kanan' yang ditujukan kepada umat Islam dan 'ekstrem kiri' yang ditujukan kepada anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI), juga hasil dari kerja intelijen Moertopo. Umat Islam dipancing, kemudian dijaring dan diberangus. Sebagian yang tak kuat iman, dikendalikan kemudian digalang untuk bekerjasama dengan penguasa.
Peristiwa Komando Jihad
Pada peristiwa Komando Jihad misalnya, simpatisan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII), dipropaganda dan dimobilisasi oleh Ali Moertopo untuk melakukan perlawanan terhadap ancaman Komunis dari Utara (Vietnam).
Ali Moertopo kemudian mendekati beberapa orang tokoh DI, yaitu Haji Ismail Pranoto, Haji Danu Muhammad Hassan, Adah Djaelani, dan Warman untuk menggalang kekuatan umat Islam, yang memang sangat memendam luka sejarah terhadap komunisme.
Setelah ribuan umat Islam termobilisasi di Jawa dan Sumatera, dengan siasat liciknya, Moertopo kemudian menuduh umat Islam akan melakukan tindakan subversif dengan mendirikan Dewan Revolusi Islam lewat sebuah organisasi 'Komando Jihad' (KOMJI).
Mereka kemudian digulung dan dicap sebagai 'ekstrem kanan'. Istilah 'Komando Jihad' muncul pada tahun 1976 sampai 1982. Selain KOMJI, rekayasa intelijen juga terlihat jelas dalam kasus Jamaah Imran, Cicendo, dan pembajakan pesawat DC-9 Woyla.
Jamaah Imran
Jamaah Imran adalah kumpulan anak-anak muda yang dipimpin oleh Imran bin Muhammad Zein, pria asal Medan. Aktivitas kelompok yang didirikan pada 7 Desember 1975 ini berpusat di Bandung, Jawa Barat.
Kelompok ini berobsesi ingin membangun sebuah komunitas Muslim yang melaksanakan syariat Islam secara murni. Untuk menjalankan misinya, menurut laporan intelijen, mereka mendirikan Dewan Revolusi Islam Indonesia (DRII).
Istilah Jama'ah Imran juga diberikan oleh aparat, bukan penamaan yang dibuat kelompok anak muda tersebut. Kasus Jamaah Imran mencuat ke publik saat terjadi penyerangan Polsek Cicendo, Bandung, pada 11 Maret 1981.
Peristiwa itu bermula ketika polisi menahan anggota jamaah tersebut karena kasus kecelakaan. Kemudian mereka berusaha membebaskan anggotanya dengan melakukan penyerangan bersenjata. Peristiwa berdarah itu menjadi legitimasi aparat untuk melakukan penangkapan anggota Jamaah tersebut.
Pembajakan Pesawat Woyla
Peristiwa Cicendo berlanjut dengan aksi pembajakan pesawat terbang DC 9 Woyla GA 208 dengan rute Jakarta-Palembang pada Sabtu, 28 Maret 1981. Pembajakan tersebut dilakukan oleh lima orang anggota Jamaah Imran dengan membelokkan pesawat menuju Bandara Don Muang, Thailand.
Drama pembajakan ini berhasil ditumpas oleh Pasukan Khusus TNI di bawah pimpinan LB Moerdani dan Sintong Pandjaitan. Mengapa sekelompok anak muda itu begitu radikal dan berani melakukan perlawanan terhadap pemerintah? Setelah diusut, sikap radikal kelompok itu ternyata diciptakan oleh seorang intel ABRI yang bernama Johny alias Najamuddin yang menyusup dalam Jamaah Imran.
Johny yang sudah diterima oleh jamaah tersebut kemudian melakukan beragam provokasi dengan menebar kebencian kepada ABRI. Johny kemudian ‘membeberkan rahasia’ ABRI yang dikatakan akan melakukan de-islamisasi di Indonesia.
Untuk itu, Johny merencanakan agenda besar: melakukan perlawanan terhadap ABRI. Di tengah sikap ABRI yang memang telah membuka “front” terhadap umat Islam, para anggota Jamaah Imran kemudian terbujuk dengan gagasan Johny.
Tanpa sepengetahuan para anggota jamaah lainnya, Johny membuat dokumentasi setiap aktivitas yang dilakukan jamaah tersebut. Dengan skenario licik, Johny kemudian membuat rencana untuk melakukan operasi pencurian senjata api di Pusat Pendidikan Perhubungan TNI AD pada 18 November 1980.
Senjata curian itulah yang kemudian dilakukan untuk menyerang Polsek Cicendo. Anehnya, Johny yang telah menghasut anggota Jamaah Imran untuk menyerang markas polisi tersebut, ternyata tak menampakkan batang hidungnya saat peristiwa terjadi. Bahkan saat polisi melakukan aksi besar-besaran untuk menangkap Jamaah Imran, Johny ‘lolos’ dari penangkapan.
Johny akhirnya tewas dieksekusi anggota Jamaah ini di suatu tempat. Saat persidangan kasus ini digelar di pengadilan, majelis hakim menolak untuk membuka identitas Johny. Selain itu, Jaksa penuntut umum juga selalu mementahkan usaha untuk mengorek identitas pria itu lebih dalam.
Jenderal Soemitro, seniornya Ali Moertopo di lingkungan militer, dalam biografinya menyebut kasus Jamaah Imran, peristiwa penyerangan terhadap Golkar di Lapangan Banteng, dan pembajakan Pesawat Woyla sebagai rekayasa Opsus (Operasi Khusus) Ali Moertopo yang menerapkan teori 'Pancing dan Jaring'.
Dalam kasus Jamaah Imran, kata Seomitro, Opsus memakai tokoh Imran yang bernama asli Amran. Selama lima tahun Imran dibiayai oleh Ali Moertopo belajar di Libya untuk mempelajari Islam dan ilmu terorisme. Imran Kemudian dimunculkan sebagai sosok yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia kembali.
Soemitro juga menceritakan, laporan intelijen menyebut tujuan operasi Woyla untuk menggulingkan pemerintahan Soeharto dan mendiskreditkan umat Islam. Operasi ini ingin memunculkan kesan bahwa kelompok Islam cenderung radikal dan masih memiliki keinginan untuk mendirikan negara Islam seperti halnya DI/TII.
Ali Moertopo menggunakan DI/TII untuk menumpas PKI
Inilah yang kata Soemitro disebut sebagai teori 'Pancing dan Jaring', di mana umat Islam dirangkul (dibina, pen) terlebih dahulu, lalu dikipasi untuk memberontak, baru kemudian ditumpas sendiri oleh Opsus.
Jenderal Soemitro menceritakan, “Kecurigaan saya terhadap kasus Woyla, mulai muncul, ketika ada laporan bahwa sebetulnya Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) Jenderal TNI M Jusuf akan membawa Awaloedin Djamin—yang notabene memiliki pasukan anti-teror untuk menyelasaikan kasus pembajakan tersebut. Namun, rencana itu tiba-tiba berubah tanpa sepengetahuan Jusuf, tidak tahu siapa yang mengubahnya. Akhirnya yang berangkat bukan lagi pasukan Awaloedin Djamin, melainkan pasukan RPKAD yang dipimpin Sintong Panjaitan."
Ini yang menjadi pertanyaan sampai sekarang, mengapa RPKAD yang berangkat, bukannya polisi. Dari situ saya bisa menganalisis bahwa ada dua komando, yakni yang langsungke jalur Pangab, dan satunya lagi: Jalur invisible hand!” (Lihat, biografi Jenderal Soemitro yang ditulis oleh Ramadhan KH, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994 dan buku Heru Cahyono, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari ’74, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998, Cetakan Ketiga).
Politik Islamphobia
Untuk memuluskan langkah-langkah politik Islamophobia, kelompok militer anti-Islam yang dikomandoi oleh Ali Moertopo, oknum pengusaha etnik Cina, Serikat Jesuit, dan pejabat sekular-kejawen, mendirikan sebuah lembaga think tank bernama Centre for Strategic and International Studies(CSIS Indonesia) pada 1 September 1971, bermarkas di Tanah Abang III, Jakarta Pusat.
Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani (penasihat kebatinan Soeharto) menjadi sosok yang berada di belakang CSIS. Lembaga ini kemudian membuat masterplan pembangunan Orde Baru yang sangat menguntungkan pemerintah, pengusaha etnik Cina dan kelompok Kristen.
Sementara umat Islam dianggap sebagai bahaya yang mengancam, yang bercita-cita mendirikan negara Islam. Mereka masih menjadikan isu 'Darul Islam' sebagai jualan untuk memberangus gerakan Islam. Selain pula mewaspadai kebangkitan Islam politik yang pada masa lalu direpresentasikan melalui kekuatan Partai Masyumi.
Kelompok Kristen dan oknum pengusaha etnik Cina yang merapat ke militer, meyakinkan pemerintah dan tentara, bahwa jika umat Islam berkuasa, maka akan terjadi diktator mayoritas, dimana penegakan syariat Islam akan diberlakukan.
Pemerintah yang ketika itu mabuk kekuasaan dan tentara yang diindoktrinasi untuk mewaspadai ancaman terhadap kebhinekaan Pancasila, kemudian termakan isu tersebut, sehingga memposisikan umat Islam sebagai bahaya.
Konglomerasi dan Gurita Bisnis
Agenda politik kelompok anti Islam ini berhasil menciptakan konglomerasi dan gurita bisnis antara penguasa dan pengusaha. Di antara jaringan bisnis tersebut adalah Pan Group milik Panlaykim dan Mochtar Riady, PT Tri Usaha Bakti milik Soedjono Hoemardani, Pakarti Grup milik Jusuf Wanandi dan Panlaykim, dan Berkat Grup milik Yap Swie Kie.
Masuknya kekuatan konglomerat dalam lingkaran Orde Baru membuat rezim tersebut semakin kuat. Karena itu, ada yang mengatakan bahwa Orde Baru dibangun oleh empat pilar kekuatan, yaitu ABRI, Birokrat, Golkar dan konglomerat.
Memotong Urat Nadi Muslim
Keempat pilar tersebut memainkan peran penting dalam memarjinalkan peran politik umat Islam saat itu. Kolaborasi rezim Orba dengan pengusaha Cina/ Katolik Indonesia di antaranya dengan membuat kebijakan yang memotong urat nadi ekonomi umat Islam dan menghidupkan kelompok kecil Cina keturunan.
Sentra-sentra ekonomi umat Islam seperti di Pekalongan, Solo, Pekajangan, Majalaya, dan lain-lain, dengan aneka kebijakan pemerintah dapat dikerdilkan. Jaringan perbankan dan sektor keuangan lainnya juga berhasil mereka kuasai. Karena itu, ketika Orba berkuasa, gurita bisnis kelompok ini begitu perkasa dan dapat memengaruhi kebijakan pemerintah.
Siapa Ali Moertopo sesungguhnya?
Mantan Pangkopkamtib Jenderal Soemitro mengatakan asal usul Ali Moertopo sangat gelap, sehingga banyak rumor yang beredar tentang sosoknya.
Kasman Singodimedjo, tokoh Islam yang pada zaman Soekarno aktif di militer mengatakan, Ali Moertopo adalah bekas intel tentara Angkatan Laut Belanda (Netherland Information Service) yang ditangkap Hizbullah di daerah Tegal, Jawa Tengah. Saat ditangkap, Ali Moertopo nyaris dibunuh. Ia kemudian dijadikan double agent oleh Hizbullah.
Versi lain, seperti diceritakan Adam Malik, Ali Moertopo adalah pendiri AKOMA (Angkatan Komunis Muda) yang berafiliasi pada partai Murba Alimin, yang berhaluan Sneevliet. Meski tidak percaya bahwa Moertopo bekas pentolan salah satu organisasi Komunis, Soemitro menceritakan kisah yang dikait-kaitkan dengan sosok Komunis Moertopo.
Saat ada seorang staf Moertopo ingin membuat tulisan tentang “Peristiwa Tiga Daerah” yang menyebutkan Komunis sebagai dalang dari peristwa itu, Moertopo membentaknya. “Mau Apa? Mau mendiskreditkan saya?”
Moertopo juga dikenal dekat dengan Kolonel Marsudi, salah seorang anggota PKI yang pernah menjadi Direktur Opsus. Selama di Opsus, Marsudi selalu berada di belakang layar dan sangat tertutup. Marsudi pun disebut-sebut sebagai pendiri Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), organisasi mahasiswa underbouw PKI. Cerita mengenai ini diungkap dalam buku biografi Jenderal Soemitro, senior Ali Moertopo di lingkungan militer, yang ditulis oleh Ramadhan KH.
CSIS Dan Opsus
Dalam catatan Jenderal Soemitro, jauh-jauh hari Ali Moertopo sudah merencanakan CSIS dan Opsus sebagai alat untuk memperkuat dan mengamankan rezim Orba. Ali Moertopo yang melihat kekuatan Islam sebagai gerakan yang bisa mengancam ‘gerak laju pembangunan’, mencari partner yang bisa diajak untuk sama-sama menjegal gerakan Islam. Dan partner tersebut adalah kelompok Katolik yang tergabung dalam Ordo Jesuit. Ali Moertopo didekati kelompok ini karena posisinya sebagai orang dekat Soeharto dan mempunyai pengaruh di ABRI. Kabarnya, Ali Moertopo sudah didekati kelompok ini sejak tahun 1960-an. Ali Moertopo sendiri sudah mengetahui bahaya dari kelompok Orde Jesuit ini, yang ia sebut lebih berbahaya dari komunisme karena terdiri dari para intelektual adventurir. Namun, kata Ali, kedekatannya dengan kelompok itu adalah untuk meredam gerakan mereka, atau dalam bahasanya 'untuk mengandangkannya ketimbang bergerak liar'.
Apakah dalam rangka 'mengandangkan' Orde Jesuit ini juga, kemudian Ali Moertopo menjadikan rumah Pater Joop Beek (tokoh Jesuit Indonesia) di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, sebagai markas Opsus?
Manuver Politik
Saat peristiwa 15 Januari 1974, Ali Moertopo diduga terlibat penunggangan aksi apel mahasiswa yang menolak kedatangan PM Jepang yang berujung pada kerusuhan di Jakarta. Tujuan manuver politik Moertopo adalah untuk menyingkirkan orang-orang yang mencoba mendekati Soeharto dan menjadi rival politiknya. Untuk menggambarkan bahwa dia orang yang bisa mengendalikan kebijakan politik Orde Baru, Leonardus Benjamin Moerdani, kadernya Moertopo, pernah mengatakan, ”Kuda boleh berganti, tapi saisnya tetap satu”. Artinya, siapapun bisa menggantikan Soeharto, asalkan tetap bisa dikendalikan oleh Moertopo dan kelompoknya.
Setelah peristiwa 15 Januari 1974, Ali Moertopo melakukan lobi politik kepada Presiden Soeharto untuk memanggil Benny ke Jakarta agar ditempatkan dalam jajaran penting di militer.
Keseriusan Ali Moertopo untuk menempatkan kadernya dalam posisi strategis di elit militer terlihat dengan menelepon langsung Benny yang saat itu berada di Korea Selatan. Kemudian, dengan diantar sendiri oleh Ali Moertopo, Benny menghadap langsung ke Soeharto. Oleh penguasa Orde Baru itu Benny diserahi jabatan sebagai Ketua G-I Asisten Intelijen Hankam yang bertugas mengendalikan seluruh intelijen di Angkatan Darat dan Polri. Selain itu, Benny juga ditugaskan untuk membantu Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN).
Sebagai kader Ali Moertopo, beberapa posisi penting itu tentu saja sudah direncanakan dengan matang. Apalagi kemudian Benny ikut pula menangani intelijen Kopkamtib dan menjadi Ketua Satuan Tugas Intelijen, serta kemudian menjabat sebagai Kepala Pusat Intelijen Strategis Hankam.
Karir intelijen Benny Moerdani terus melejit dan menjadi sorotan penting dalam hubungannya dengan umat Islam saat ia menggantikan Jenderal M Yusuf sebagaiPanglima ABRI pada tahun 1983.
Setelah Ali Moertopo, tongkat estafet permusuhan militer terhadap umat Islam dilanjutkan oleh Benny Moerdani, kader Jesuit yang juga kader Moertopo. Bagaimana kiprah Benny Moerdani dalam memberangus gerakan Islam?
LB Moerdani, Kader Jesuit yang Memusuhi Islam
Jika ‘Mengenal Sosok Intelijen Anti-Islam’ di bagian sebelumnya mengungkap sosok Ali Moertopo, di bagian ketiga ini menyingkap kader atau penerusnya Ali Moertopo, yaitu Benny Moerdani yang juga dikenal sangat memusuhi umat Islam.
Benny diduga berada di balik tragedi berdarah Tanjung Priok, 1984. Pada masanya, militer Indonesia pernah dilatih di Israel. Raut wajahnya keras dan kaku. Terkesan angker dan tak bersahabat. Itulah Benny Moerdani, sosok jenderal militer pada masa Orde Baru yang dikenal sangat benci Islam dan kaum Muslimin.
Benny Moerdani adalah orang kepercayaan Ali Moertopo. Benny sudah dipersiapkan jauh-jauh hari oleh Moertopo untuk menggantikannya dalam menjalankan tugas mengawasi bahaya 'ekstrem kanan', yang tak lain adalah gerakan Islam.
Benny Moerdani lahir di Cepu, 2 Oktober 1932. Di kalangan Katolik, jenderal yang dikenal ahli intelijen ini sangat dibangga-banggakan. Benny bisa dibilang sebagai representasi kelompok Katolik yang mempunyai posisi penting dalam lingkaran militer dan kekuasaan Orde Baru pada masa lalu.
Sebagai kader Moertopo, Benny pernah diangkat menjadi wakilnya ketika terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia. Ia juga termasuk sosok yang terlibat dalam pembentukan CSIS, sebuah lembaga think-tank yang sangat dekat dengan Orde Baru, didukung oleh para birokrat Kejawen dan pengusaha etnik Cina yang saat itu membangun gurita dalam lingkar elit kekuasaan Orde Baru.
Di kalangan tentara Muslim, Benny Moerdani dikenal sangat tidak aspiratif terhadap kelompok Islam. Almarhum mantan Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Ka-BAKIN), Letjend TNI ZA Maulani pernah mengatakan, pada masa Benny Moerdani menjadi panglima ABRI, sangat sulit mendapatkan masjid atau mushalla di komplek dan barak-barak militer. Keberadaan tempat ibadah umat Islam tersebut dikontrol begitu ketat. Bahkan, pada masa itu banyak tentara Muslim yang tidak berani mengucapkan “Asssalamu’alaikum” ketika berada di lingkungan militer.
Benny pernah melontarkan pernyataan kontroversial yang melarang umat Islam mengucapkan salam. Dalam sebuah rapat kabinet bidang Polkam, Jaksa Agung Ali Said pernah dibentak oleh Benny karena mengucapkan 'salam' dalam rapat tersebut. “Indonesia bukan negara Islam, tak perlu ucapkan salam,” bentaknya saat itu.
Peristiwa pembajakan pesawat yang disebut-sebut sebagai bagian dari operasi kelompok jihad, juga digagalkan atas peran Moerdani. Ia terlibat dalam aksi pembebasan para sandera dan penangkapan orang-orang yang dianggap sebagai “teroris” atau “ekstrem kanan” ketika itu.
Pasca Peristiwa 15 Januari 1974 (Malari) yang diduga kuat melibatkan operasi intelijen Ali Moertopo, Presiden Soeharto memanggil Moerdani yang ketika itu sedang bertugas sebagai konsulat di KBRI Korea Selatan untuk datang menghadap. Belakangan diketahui, pemanggilan Moerdani ke Jakarta oleh Presiden Soeharto adalah hasil lobi-lobi Ali Moertopo untuk menempatkan kader pentingnya di lingkaran presiden.
Dengan diantar oleh Moertopo, Moerdani kemudian bertemu Pak Harto. Setelah pertemuan, Moerdani kemudian diangkat oleh Soeharto sebagai Ketua G-1 Intelijen Hankam yang bertugas mengendalikan seluruh intelijen di Angkatan Darat dan kepolisian. Selain itu Moerdani juga diperbantukan untuk BAKIN.
Karir militer Benny Moerdani terus melesat, meskipun ketika itu umat Islam mulai mencurigai sepak terjangnya yang sangat antipati terhadap aspirasi Islam. Benny Moerdani dilibatkan dalam menangani intelijen Kopkambtib dan diangkat menjadi Ketua Satuan Tugas Intelijen, sebuah lembaga yang dikenal sangat angker dan ditakuti pada masa Orde Baru.
Para ulama, khatib, mubaligh dan aktivis Islam pernah merasakan bagaimana bengisnya lembaga ini dalam memosisikan Islam sebagai ancaman dan lawan. Moerdani bahkan diduga berada di balik perpecahan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sehingga terbentuklah dua HMI: HMI Dipo dan HMI MPO.
Tahun 1983, ketika Benny Moerdani diangkat sebagai Panglima ABRI menggantikan Jenderal M. Yusuf, umat Islam makin khawatir dengan sepak terjangnya. Moerdani kemudian melakukan berbagai upaya restrukturisasi secara drastis, dengan menempatkan tentara-tentara yang Nasrani dalam jajaran penting di militer.
Benny Moerdani juga dicurigai dalam menjegal karir para perwira ABRI Muslim. Tak heran, jika ada yang menyebut telah terjadi kristenisasi di tubuh ABRI di bawah kepemimpinan Benny Moerdani. Dalam persepsi Benny Moerdani, semua gerakan Islam adalah ancaman, sebagaimana DI/TII pada masa lalu yang kemudian ditumpas. Benny Moerdani yang pernah terlibat dalam operasi menumpas DI/TII dan PRRI/Permesta tidak bisa membuang persepsi negatif terhadap gerakan Islam, sehingga menjadikan Islam sebagai ancaman yang membahayakan keutuhan NKRI.
Berbeda dengan Ali Moertopo yang kerap pamer kekuasaan, Benny justru dikenal sebagai sosok yang misterius dan penuh rahasia. Meski sama-sama haus kekuasaan, Benny bermain 'cantik' untuk menjalankan obesesinya tersebut. Sebagai orang yang malang melintang di dunia intelijen, segala tindakan ia perhitungkan dengan matang dan sangat tertutup. Bahkan ihwal tentara yang sering kali di latih di Israel pun, pada masa Benny Moerdani tidak terungkap, tertutup rapat.
Di kalangan tentara Muslim, isu tentang militer yang dilatih di Israel pada masa Benny Moerdani sudah santer terdengar. Benny menyadari posisinya sebagai bagian dari kelompok minoritas di Indonesia. Itu membuanya sulit untuk menggapai puncak kekuasaan di republik ini. Karena itu, dengan kelihaiannya ia berperan sebagai king maker, orang yang mempengaruhi pihak yang berkuasa. Kepada perwira kopassus di akhir tahun 1980-an Benny pernah berseloroh, “Buat apa jadi orang yang berkuasa, jika bisa dengan tanpa risiko kita mengontrol orang yang berkuasa.” Maka Benny membuat strategi agar orang yang berkuasa nanti, meskipun berasal dari kalangan Islam, namun bisa dengan leluasa ia atur.
Itulah yang menyebabkan ia menjegal habis-habisan langkah Soedharmono untuk menjadi wakil presiden, karena Sudharmono bukan sosok yang bisa ia atur, di samping, menurutnya, Soedharmono dekat dengan kalangan santri. Benny kemudian menjadikan Naro sebagai calon wakil presiden yang ia gadang.
Benny juga dikenal lihai dalam mendekati kelompok Islam yang pernah memendam kekecewaan dengan Masyumi. Ia melakukan politik belah bambu dengan mendekati kiai dari kelompok Nahdlatul Ulama (NU), dan menginjak kelompok lain yang berseberangan dengan NU.
Pertentangan antara NU sebagai kelompok tradisionalis Islam dengan kelompok Masyumi sebagai santri modernis ia pertajam. Karenanya, Benny kerap bersafari dari pesantren ke pesantren NU dengan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur untuk melakukan politik pecah belah tersebut.
Safari bersama dilakukan Benny dan Gus Dur di tengah kecaman umat Islam yang menuntut Benny bertanggung jawab dalam tragedy pembantaian umat Islam Tanjung Priok, di Jakarta pada 12 September 1984. Saat peristiwa Priok, Benny sedang berada di Jakarta. Bahkan pada tengah malam usai tragedi pembantantaian, Benny sudah berada di lokasi kejadian.
Pada dini harinya ia langsung meluncur ke rumah sakit dan sempat menghitung jumlah mayat yang tergeletak di rumah sakit. Anehnya, sampai akhir hayatnya, Benny Moerdani sama sekali tidak tersentuh hukum dalam tragedi berdarah ini.
Leonardus Benny Moerdani meninggal di Jakarta, pada 29 Agustus 2004 dalam usia 72 tahun, karena menderita stroke. Kepergiannya mendapatkan penghormatan yang luar biasa di kalangan militer. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Bendera setengah tiang selama tujuh hari dikibarkan di lingkungan militer.
Susilo Bambang Yudoyono, AM Hendropriyono dan Sintong Panjaitan
Pertanyaannya, sepeninggal Ali Moertopo dan LB Moerdani lalu siapa yang melanjutkan tongkat estafet permusuhan terhadap umat Islam?
Jawabannya adalah murid-muridnya, yaitu yang dikenal dengan kelompok jenderal merah, AMHP, LBP, GM, SBY dan kawan-kawan, serta lembaga CSIS yang hingga hari ini masih tetap eksis.
Source : https://www.salam-online.com/.../mengenal-sosok-intelijen...
Lie Tjeng Lok selama masih muda
abad.id- Lelaki tua itu, Lie Tjeng Lok, nanar memperhatikan 2 pria bermata sipit yang berjajar dengannya dalam barisan tujuh terpidana hukuman mati sidang pengadilan ekstra kilat pemerintahan pendudukan angkatan laut Jepang di Manado. Dia masih begitu terpukul, dan tak mampu menyembunyikan duka hatinya.
Tentu saja, hati siapa yang tak memendam lara berkepanjangan, karena dua pria lain itu adalah putranya sendiri, Lie Goan Oan dan Lie Tek Djien. Maka, tanpa disadarinya air matanya telah merebak. Beberapa jenak kemudian kepasrahan meliputinya. Ia sangat bangga melihat ketenangan luar biasa dari putra-putranya. Apalagi Lie Goan Oan melempar senyum menenangkan dirinya.
Memang, kepasrahan dari ketidakberdayaan telah beberapa waktu menggilas ketakutan dan rasa ngeri menunggu ajal mereka. Lie Tjeng Lok, Lie Goan Oan, Lie Tek Djien, Thung Kiem Ka, Frans Rindengan, Jusop Mait dan C.Been. Mereka telah mengetahui nasib mereka telah berakhir, sehingga tidak berekspresi berlebihan ketika diarak berkeliling kota Manado, dan juga diam seribu bahasa saat di suruh menggali liang lahat di Gunung Wenang, tempat mereka berdiri menanti. Kini, seakan memperoleh kekuatan, Lie Tjeng Lok menegakkan badannya yang telah uzur. Usianya beranjak ke-71 tahun, sudah kenyang makan asam-garam pengalaman.
Justru melintas dibenaknya rupa ayahnya, Lie Boen Yat yang telah mangkat tahun 1897. Jiwa dan semangat bisnis sang ayah telah mengantarkannya menjadi bukan sekedar tokoh masyarakat Tionghoa di Manado, tapi juga seorang pengusaha kaya-raya. Dia bangga mengenang perjalanan hidupnya. Berawal dari bisnis kecil-kecilan, menjual tembakau, kue, pakaian bekas, beras dan menjahit, lalu membuka toko di Kampung Cina (depan TKB).
Usahanya berkembang dengan jasa perdagangan dan membeli tanah milik orang Belanda serta penduduk. Dari situ ia membangun rumah tinggal yang disewakan, sampai belasan wisma, dan salah satunya yang paling megah dan dibanggakannya adalah Wisma Eldorado (kini di Sario Tumpaan), karena menjadi rumah termegah di kota Manado. Bisnisnya berkembang dengan pertokoan di pusat kota (di depan bioskop Plaza dan depan TKB). Puncaknya didirikannya perusahaan swasta Tionghoa pertama, yakni NV Handel Maatschappij Lie Boen Yat&Co tanggal 24 Maret 1919, bersama 2 anaknya Lie Goan Tjoan dan Lie Goan Oan; dengan percetakan (Tjeng Lak), tanah dan bangunan bersebaran di Manado, Minahasa dan banyak tempat lainnya. Firmanya berkembang sangat pesat, sehingga tanggal 20 Agustus 1929 mampu mengambilalih NV Celebes Molukken Cultuur Maatschappij yang bergerak dalam bidang perkebunan besar dengan aset erfpak-erfpak Pandu, Talawaan Besar, Talawaan Kecil dan Wusa.
Tahun 1930-an kerajaan bisnis Lie Tjeng Lok jaya-jayanya, bergerak dalam bidang ekspor menguasai sebagian besar pasar ekspor di Amerika Serikat dan benua Eropa, dengan mengirim kopra dan hasil bumi lain. Pasar impor pun dikuasai di wilayah Keresidenan Manado dan Maluku, khusus untuk obat-obatan, parfum dan minuman. Melebarkan usaha, tanggal 1 Agustus 1938 bersama anaknya Lie Goan Oan didirikannya NV Bouw Maatschappij Noord Celebes. Dia telah menjadi salah seorang konglomerat besar di Hindia Belanda yang sangat disegani.
Semua pencapaiannya mendatangkan rasa puas dan bangga, meski kini semua usahanya dibeslah dan diambil-alih pemerintahan baru. Menerawang ke arah kota ia seakan mencari sesuatu. Seakan di sana membayang Eldorado kecintaannya. Secuil kepedihan kembali menghinggapinya. Sebab, bisa jadi, rumah itulah penyebab utama keluarganya ditangkap dan ia dikejar serta diciduk di Kayawu Tomohon. Ia mengetahui Minoru Yanai dibalik semua petaka itu. Yanai yang belakangan menjadi Sitjo (walikota) Manado menaruh dendam kepadanya.
Di akhir tahun 1930-an, ketika menyamar sebagai pengusaha di Manado, Yanai ditolaknya menyewa Wisma Eldorado untuk kantor konsulat Jepang di Manado. Mengingat Yanai ada rasa puas telah menolaknya. Mungkin juga dendam Yanai karena kesulitan yang ditimbulkan terhadap pedagang Jepang, sebab ia memegang ‘monopoli’ perdagangan. Tuduhan resmi bagi dirinya adalah karena ikut membiayai pemerintah Tiongkok dibawah Jenderal Tjiang Kai Shek berperang melawan Jepang di daratan Cina. Semestinya ia menuruti saran teman-temannya untuk mengungsi ke Australia saat Jepang baru menduduki Tiongkok dan menyerang Hawai. Terawangnya kini melayang ke istri pertamanya Sie Djok Loe yang telah meninggal sejak 1919.
Wanita yang telah mendampinginya dari saat usahanya belum apa-apa, yang telah mengaruniakannya delapan anak, salah satunya Lie Goan Oan. Lalu membayang wajah istri keduanya Anthoinetta Lopis, ibu Lie Tek Djien. Satu persatu ke-12 anaknya seakan membanjar di matanya. Lie Eng Giem, Lie Goan Tjoan, Lie Eng Tioe, Lie Eng Kiauw, Lie Goan Soei, Lie Goan Tek, Lie Tek Hok, Lie Anna dan Lie Toeti. Syukur mereka selamat. Lie Tjeng Lok didampingi anaknya Lie Goan Oan tak lama sebelum dieksekusi. Berbeda dengan ayahnya, Lie Goan Oan sangat tenang dan berdiri tetap tegak.
Dia adalah Kapitein Der Chinezen (Kapitein China) Manado. Jabatan yang mulai disandangnya sejak tanggal 18 November 1935 setelah dilantik oleh Residen Manado, sebagai pemimpin kaum Tionghoa Manado yang jumlahnya ribuan orang. Ia tidak memperdulikan dirinya, tapi justru mengkhawatirkan adik tirinya Lie Tek Djien. Namun kekhawatirannya tidak berkepanjangan. Lie Tek Djien yang diperhatikan itu, pria kelahiran 21 Juli 1909 yang sebelumnya menjabat sebagai anggota Gementeraad (Dewan Kota) Manado periode 1934-1942 itu justru terlihat sangat tabah. Nyong Lie, sapaan Lie Goan Oan jadi bersyukur adiknya akan mampu melalui cobaan berat tersebut. Justru yang sedikit kesal adalah Jusop Mait. Ia sempat melihat Hideo Yamada, sang algojo. Lelaki brewokan persis monyet yang memegang samurai yang menanti membisu di bagian belakang. Jusop Mait menaksir-naksir lalu berkhayal, bila di arena terbuka di pasanggrahan Kuranga Tomohon, tempat biasanya ia bermain anggar dengan pejabat Belanda atau rekan seangkatannya, dia diberikan pedang, maka seyakin-yakinnya dirinya, ia masih bisa menusuk dengan kecepatan mencengangkan leher Yamada, si gendut komandan kamp tawanan perang sipil warga Belanda di tangsi Teling Putih dan kamp tawanan perang tentara KNIL di tangsi Teling Hitam itu. Meski usianya menjelang 61 tahun, Jusop Mait yang pensiunan sersan KNIL kelas satu itu merasa pasti ia bisa merobohkannya dalam dua-tiga gebrakan saja.
Tentu saja, karena ia terkenal dimana-mana sebagai jagoan anggar. Tak tertandingi ketika masih berdinas di militer mau pun setelah pensiun dan kemudian dipilih masyarakat Talete Tomohon menjadi Hukum Tua. Hingga sebelum ditangkap pun ia selalu mengasah ketrampilannya bermain anggar. Sayang suasana kali ini tidak fair. Ia jadi tawanan pemenang perang Pasifik itu, dan tentu saja dirinya tidak akan diberi kesempatan bertanding dengan ksatria. Tuduhan kepada dirinya sederhana, antek Belanda dan keblanda-blandaan. Namun yang dirasakannya tidak adil, karena anaknya Leendert Philips Mongdong Mait yang juga pensiunan staf jurutulis bagian personalia KNIL, ikut ditangkap dan diinterogasi di kantor Kempetai (polisi militer) Tomohon di Kuranga Talete. Entah bagaimana nanti nasib sang putra, keluhnya. Bersebelahan dengannya, Frans Rindengan, rekan sesama Hukum Tua di Tinoor Tomohon.
Ia pun semena-mena diciduk tentara Jepang, karena dituduh memberikan bantuan kepada peleton Reserve Corps pimpinan Letnan Satu W.G.van de Laar yang sempat memberikan perlawanan sengit selama hampir 3 jam terhadap pasukan Jepang yang mencoba mengambilalih Tomohon 11 Januari 1941 lalu. Akibat tembakan senjata otomatis KM dan pohon besar yang ditumbangkan dari bukit di pinggiran ruas jalan raya Manado-Tomohon di Tinoor itu, sebanyak delapan anggota tentara Jepang tewas. Sampai sekarang tubuhnya masih sakit akibat siksaan ketika ditangkap serdadu Jepang dari rumahnya, dilemparkan ke truk dan dihajar habis-habisan.
Pusara di Menteng Pulo
Pada hari itu, tanggal 13 Februari 1942, sebulan setelah pemerintah Hindia Belanda dibawah pimpinan Residen Manado F.Ch.Hirschmann dan Komandan KNIL Mayor B.F.A.Schilmoller takluk kepada Jepang, di Gunung Wenang Manado, Lie Tjeng Lok bersama dua anaknya Lie Goan Oan dan Lie Tek Djien, serta Thung Kiem Ka, Frans Rindengan, Jusop Mait dan C.Been dieksekusi dengan cara dipancung. Kuburan ketujuh korban kekejaman Jepang tersebut digali kembali tahun 1946, lalu dipindahkan ke taman makam pahlawan Belanda di Menteng Pulo Jakarta. Pusara bersama mereka itu sederhana. Sekedar dipatri: C.Been (21 September 1888-13 Februari 1942), Lie Goan Oan (26 Juli 1894-13 Februari 1942), Lie Tek Djien (21 Juli 1909-13 Februari 1942), Lie Tjeng Lok (21 Juli 1871-13 Februari 1942), J.Mait (25 November 1881-13 Februari 1942). F.Rindangan (mestinya Rindengan), serta Thung Kiem Ka (30 September 1894-13 Februari 1942). Akan hal anak Jusop Mait, Leendert Mait yang ditahan di Tomohon, ternyata ikut dieksekusi berselang enam hari setelah ayahnya tewas dibunuh. (pul)
Penulis : Adrianus Kojongian
*Foto koleksi keluarga keturunan Lie Tjeng Lok
SUMBER : Leonardi Tonggowasito dan Frits Mayer, ‘Mini Biografi Lie Tjeng Lok dan Perusahaan-perusahaannya’, 2001. Adrianus Kojongian dkk, ‘Ensiklopedia Tou Manado’. Adrianus Kojongian,’Tomohon Dulu dan Kini’.
Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id-Jika mengenal benteng Marlborough di Bengkulu tentu selalu ingat pula tentang tempat penahanan tokoh panglima perang tanah Jawa Sentot Ali Basyah. Di dalam benteng buatan Inggris kokoh tanpa beton bertulang dan dinding yang dingin itu dibuat tahun 1713. Terdapat sebuah ruangan sang legenda Sentot tinggal selama masa pembuangan. Benteng Marlborough merupakan benteng kedua setelah Benteng York yang dibangun Inggris selama menguasai Bengkulu. Inggris masuk ke Indonesia karena tertarik dengan rempah-rempah, dan hanya menguasai sebagian Sumatra tahun 1685.
Sebenarnya sangat lama Inggris menguasai Bengkulu dan sempat terjadi perselisihan dengan penduduk setempat. Huru-hara itu berupa aksi protes penduduk Bengkulu karena monopoli hasil bumi. Sebagian benteng dirusak dan dibakar. Aksi anarkis ini membuat banyak warga inggris kabur meninggalkan Bengkulu menuju Batavia. Baru lima tahun kemudan pada 1724, Inggris masuk kembali ke tanah Bengkulu. Semua perjanjian dengan raja-raja di Bengkulu diperbaiki dan sama-sama menguntungkan. Hingga akhirnya Inggris meninggalkan Bengkulu tahun 1825 melaui perjanjian dengan Belanda. Yaitu Bengkulu ditukar dengan kerajaan Tamasek ( Singapura) yang sebelumnya dikuasai Belanda.
Sementara itu di tanah jawa, di periode tahun 1825-1830 itu terjadi letusan perang yang dasyat. Perang Diponegoro ini merupakan salah satu babak terbesar yang dihadapi Belanda. Pada saat itu, Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan secara gerilya. Begitu pula dengan para pengikutnya yang melakukan hal serupa di daerah-daerah perlawanan yang berbeda.
Dari banyak tokoh pengikut Pangeran Diponegoro itu ada nama Sentot Ali Basyah. Sentot Alibasyah Abdulmustopo Prawirodirdjo dilahirkan pada tahun 1809 putra dari Raden Ronggo Prawirodirdjo, Bupati Montjonegoro Timur dengan salah seorang selir. Ibu dari Raden Ronggo puteri dari Hamengku Buwono I. Jadi hubungannya sama dengan Pangeran Diponegoro, yaitu buyut dari Hamengku Buwono I. Setelah Raden Ronggo Prawirodirdjo yang sangat keras terhadap Belanda itu wafat, Sentot muda diboyong ke kraton Yogjakarta. Pertama kali bergabung dengan pasukan Diponegoro di Gua Selarong pada Agustus 1825 di usia 17 tahun.
Awalnya Pangeran Diponegoro hendak mendidik Sentot menjadi seorang santri. Namun Sentot rupanya tidak minat dan lebih memilih ikut bergerilya. Atas kemampuan dan kepemimpinan Sentot ini, Diponegoro mempercayakan jabatan sebagai Panglima perang. Setelah tiga tahun mengikuti bergerilya pada tahun 1828. Sentot dipilih setelah Gusti Basyah, salah seorang panglima Diponegoro gugur di medan perang.
Tak lama setelah diangkat jadi panglima perang, Sentot Ali Basyah langsung menunjukkan kemampuannya. Pada 5 September 1828, dia dikirim ke Progo Timur dan berhasil memukul mundur tentara Belanda di bawah pimpinan Sollewijn. Beberapa minggu kemudian, dia juga berhasil mengatasi perlawanan Belanda di wilayah Banyumas dan Bagelen. Saat peperangan Sentot sering menggunakan penggerebekan sebagai taktik perang. Sentot menunjukan ketangkasan berperang bersama pasukan penggempur yang dinamakan Bulkijo.
Berkhianat Atau Strategi Perang
Kepandaian Sentot dalam urusan menyusun taktik perang gerilya membuat tak hanya dihormati oleh pasukannya, namun juga oleh lawan. Namun tekanan pasukan Belanda yang mempunyai senjata dan jumlah logistik yang lebih besar, menyebabkan pasukan Diponegoro tepojok. Pangeran Diponegoro dan Sentot terpaksa berjuang secara terpisah. Ketika keadaan pertahanan dan logistik sudah hampir habis, Sentot memutuskan meninggalkan perlawannanya dan masuk kota. Sentot memiluh menyerah sebelum perang Diponegoro berakhir pada 16 Oktober 1829.
Ada beberapa sumber yang menyatakan alasan kenapa Sentot menyerah. Pertama menyebut kalau ia mengambil keuntungan pribadi, ada pula yang menyebut kalau dia sudah tak sanggup melihat kondisi pasukan menderita dan perekonomian rakyat yang miskin akibat perang. Namun ada juga yang menyebut aksi Sentot itu bagian dari taktik perang tanpa akhir.
Sentot ditangkap dan diadili di Batavia. Ia kemudian dibebaskan kembali karena bersedia diajak kerjasama dengan Belanda. Jaminannya mendapat fasilitas dan gaji sebagai tentara dengan pangkat Letnan Kolonel. Sentot juga berhak memilih pasukan dan mengurus logistik perang untuk kepentingan Belanda. Tugas yang diberikan Belanda pertama kali yaitu menumpas pemberontakan Cina di Karawang. setelah tumpas dan sukses, Sentot mendapat tugas pindah menumpas pemberontakan di Salatiga. hasil gemilang ini membuat Sentot kembali dipanggil ke Batavia untuk mendapat penghargaan. Sentot juga harus mendapaat tugas lebih berat, sebagai komandan Belanda menumpas perang Padri di Sumatera Barat.
Sentot menerima tugas itu. pasukan Sentot berangkat menggunakan kapal dan mendarat di Teluk Bayur. Setelah itu pasukan menempuh jalur darat menuju kantong-kantong pasukan padri. Namun sesampai di tujuan, niat Sentot berubah. Sentot sadar bahwa membunuh sesama pemeluk agama Islam sangat tidak diajarkan. Apalagi semangat pasukan Padri ini sama dengan pasukan Diponegoro yang pernah dia pimpin dulu. Yaitu mengusir Belanda dan menuntut keadilan warga jajahan.
Di Sumatera ini diam-diam Sentot justru sering meninggalkan pasukan. Sentot malah melakukan siasat kerja sama dengan Imam Bonjol dan pasukannya, Dengan cara mensuplay kebutuhan logistik serta mengajak pasukan yang dibawa dari Jawa untuk berkhianat bersama. Rupanya akal bulus Sentot ini diketahui Belanda melalui anak buah Sentot yang tidak ikut berkhianat. Bahkan Belanda mengetahui perjanjian Sentot dengan para Imam yang isinya akan membantu mengusir penjajah dari tanah melayu. Tentu kabar ini membuat Belanda sangat marah, Lalu memanggil Sentot ke Batavia. Kembali Sentot disidang lagi dengan dakwaan penghianat. Hasilnya Sentot divonis harus menjalani pembuangan di Bengkulu.
Kondisi makam Sentot pada tahun 1980an yang bercampur dengan makam warga. Foto ist
Namun Belanda masih menghargai jasa-jasa Sentot selama pernah membantu beberapa penumpasan pemberontak. Sebelum menjalani masa hukuman di pembuangan Bengkulu, pemerintah Belanda masih memberi kesempatan Sentot untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah tahun 1833. Setelah pulang haji, Sentot langsung menuju Benteng Marlborough dan menempati salah satu ruang dingin di dalamnya. Selama di Bengkulu ini, Sentot masih mengajarkan ilmu-ilmu dan kaidah-kaidah agama Islam kepada masyarakat. Sentot meninggal dunia pada 17 April 1955 dan dimakamkan di TPU. (pul)
abad.id-Nama Kurt Cobain masih membekas di hati penggemar fanatiknya. Bahkan hingga kini, Kurt Cobain masih dicintai di seluruh dunia. Bersama band Nirvana, Kurt Cobain pernah membius jutaan penggemar fanatik di seluruh dunia lewat karya-karya besarnya.
Kurt Donald Cobain atau yang lebih dikenal dengan nama Kurt Cobain lahir tanggal 20 Februari 1967 merupakan penyanyi dan musisi dari Amerika Serikat yang lahir di Aberdeen, Washington, AS. Ia seorang gitaris sekaligus vokalis yang pembentuk grup band grunge, Nirvana.
Kurt Cobain dikenal sosok yang pendiam, tempramen dan juga emosional. Rasa frustrasi dan depresi sering ia alami-lah yang membuat dia terjun ke dunia musik. Kurt Cobain sangat membenci hidupnya dan selalu merasa frustrasi.
Kisah Kurt Cobain dan Courtney Love, pertama kali bertemu di klub malam kota Portland pada tahun 1990. Courtney Love pernah sekali menonton pertunjukan Nirvana tahun 1989 dan langsung menyimpan perasaan terhadap Kurt Cobain. Tidak lama mereka berpacaran, Courtney Love kemudian hamil, mengandung anaknya Kurt Cobain. Foto dok net
Dia pernah mengatakan, “I hate myself and I want to die”. Rasa kebencian dan frustrasinya-lah yang membuat dia masuk ke dunia musik. Dia ingin menuangkan ungkapan rasa frustrasi tersebut ke dalam lagu dan musik yang keras dan kemudian dikenal dengan musik grunge.
“Ada yang bilang lirik-lirik lagu ciptaanku bermuatan rujukan gay yang provokatif. Namun aku tidak akan mengatakan bahwa lirik-lirik itu merupakan refleksi pada waktu itu. aku hanya menciptakannya dengan keyakinanku sekarang. Aku kira lirik-lirik itu provokatif secara komersial berdasarkan seberapa banyak album kami yang terjual,” kata Kurt Cobain di catatan Berotak Bukan Tanpa Sebab.
Dunia Keras Kurt Cobain
Sejak usia balita, Kurt Cobain sudah mulai memainkan alat musik. Di umur 4 tahun ia mulai menyanyikan lagu-lagu buatannya secara spontan setelah berkunjung di taman-taman sekitar tempat tinggalnya. Di usia 9 tahun, orang tua Kurt Cobain cerai. Perceraian tersebut membuatnya merasakan hal yang sangat memalukan dalam perjalanan hidupnya. Bahkan selalu malu dengan teman-temannya di sekolah, karena keluarganya hancur. Hal tersebut yang membuat masa kecilnya menjadi suram.
Di usia remaja dia mulai bertingkah seperti orang dewasa. Dia mulai melakukan kekerasan terhadap teman-teman sekolahnya. Kegematannya bermusik dipengaruhi lagu-lagu The Ramones dan The Beatles sejak kecil. Sebab sang bibi sering memutarkan lagu ‘Hey Jude’ saat Kurt Cobain masih kecil. Selain itu, Kurt Cobain tergila-gila dengan musik rock klasik era 70-an seperti Queen, Led Zeppelin, Aerosmith, Black Sabbath, Kiss, AC/DC, dan sebagainya. Seiring waktu, pemahaman musik dan favoritnya mulai berganti.
Bakat seninya memang sudah terlihat sejak muda. Ia pernah menghabiskan waktu di masa sekolah untuk melukis. Dia pernah melukis karikatur Michael Jackson dan presiden AS saat itu, Ronald Reagen. Tidak puas dengan melukis, Kurt Cobain kemudian mempelajari gitar saat di bangku sekolah.
Dalam pengakuannya, Kurt Cobain mulai menulis sekitar umur 14 atau usia anak SMP. Awalnya tidak pernah menganggap serius hasil tulisannya. Bahkan tidak pernah menyimpannya dalam jurnal pribadi. Kurt Cobain tidak pernah menulis buku harian, bait bait puisi dan sajak-sajaknya juga selalu abstrak.
“Sejak awal aku bercita-cita ingin menjadi seniman komersial. Ibu sangat mendukung gagasan itu dan menyarankan dengan memulaai dengan lukisana-lukisan. Maka aku berusaha membangun seperti itu. ketika aku sudah di tingkat 9 aku mengikuti kelas seni komersial sekaligus, dan guruku sering mengikutkan aku dalam lomba-lomba melukis,” kata Kurt Cobain.
Kurt Cobain pernah menjadi fan fanatik musik punk rock. Ia sangat mengidolakan band asal Britania Raya, Sex Pistols. Hingga pada akhirnya mengambil jalan lain dengan membangun gagasan alternative rock, yang memadukan berbagai aliran ke dalam musik rock sebagai musik dasar.
Di masa-masa ia duduk di bangku sekolah, ia mencari-cari teman yang bisa diajak bermain musik bersama. Ia sering pindah tempat tongkrongan hanya untuk menyalurkan bakat musiknya. Hingga suatu saat bertemu dengan Krist Novoselic, yang merupakan penggemar berat punk rock. Ibu Krist memiliki salon kecantikan, dan mereka sering bermusik bersama di lantai atas salon tersebut.
Hingga angkirnya mereka menemukan kecocokan musik satu sama lain. Kurt Cobain menawarkan Krist untuk membentuk grup band, dan mengajukan lagunya sebagai demo. Setelah tawaran berbulan-bulan, Krist Novoselic akhirnya setuju. Mereka berdua kemudian bergabung untuk membentuk band yang disebut ‘Nirvana’.
Kurt Cobain yakin dalam konsep Buddha puncak tertinggi tujuan hidup adalah ‘Nirvana’. Juga memiliki arti bebas dari segala rasa sakit dan tempat merasakan kebahagiaan. Nirvana sepanjang karirnya sering sekali berganti drummer, hingga akhirnya menemukan Dave Grohl di tahun 1990.
Di awal karir Nirvana, memakai jasa lokal untuk memproduseri album debut mereka, Bleach. Album tersebut dipengaruhi oleh musik-musik heavy metal dan juga punk. Hingga pada akhirnya mulai dikenal dan digemari oleh pecinta musik sejak dirilisnya album Nevermind tahun 1991. Di album ini satu kebanggaan besar bagi Kurt Cobain karena dapat menggeser album Dangerous Michael Jackson di tangga lagu Billboard Amerika Serikat.
Keberhasilan ini diluapkan dalam album “Smells Like Teen Spirit”. Dalam album tersebut ada lagu yang selalu dikenang sepanjang masa berjudul Come As You Are dan juga Breed. Kata “Smells Like Teen Spirit” terinspirasi dari tulisan temannya bernama Kathleen Hanna yang sedang berdiskusi tentang anarki, punk rock dan topik-topik yang serupa. bernama Kathleen Hanna merupakan penyanyi dari band punk Bikini Kill.
Dia mencoret dinding tempat tinggal Kurt Cobain dengan tulisan “Kurt Smells Like Teen Spirit.” Teen Spirit merupakan nama sebuah merek deodoran, dan bernama Kathleen Hanna berkata bahwa Kurt Cobain baunya seperti deodoran Teen Spirit tersebut.
Bagi Kurt Cobain, menganggap kalimat tersebut memiliki arti revolusioner, dan terinspirasi mengungkapkan perasaannya dengan lagu “Smells Like Teen Spirit.”
Kesuksesan besar berikutnya mengikuti Nirvana. Penggemar beratnya ada dimana-mana termasuk di Indonesia. Kurt Cobain dan Nirvana dianggap sebagai bentuk revolusi musik dengan grunge-nya yang saat itu masih baru.
Kurt Cobain pernah berseteru dengan pentolan grup band rock legendaris Guns N’ Roses, Axl Rose. Perseteruan mencapai puncaknya di belakang panggung MTV Video Music Award. Foto dok net
Sampai Nirvana bubar tahun 1994, mereka berhasil merilis 3 album yaitu Bleach (1989), Nevermind (1991), In Utero (1993). Sejak terbentuknya mereka telah berhasil menjual 50 juta keping album di seluruh dunia, dan lebih dari 20 juta keping di Amerika Serikat. Penghargaan pernah mereka raih sebagai album nomor 1, single nomor satu juga MTV Music Awards.
Kisah Kematian Kurt Cobain
Saat tur Nirvana di Jerman tahun 1994, Kurt Cobain didiagnosa mengidap bronkhitis dan juga laringitis. Keesokan harinya Kurt Cobain diterbangkan ke Roma untuk terapi medis, dan disusul oleh istrinya. Saat mereka menginap setelah bangun Courtney Love menemukan Kurt Cobain dalam kondisi overdosis sampanye dan campuran Rohypnol.
Dalam sebuah pengakuannya dalam buku berontak bukan tanpa sebab, Kurt Cobain mengaku sebagai pemakai heroin selama lebih setahun. Alasannya punya masalah dengan perut selama 5 tahun terakhir. Ada kalanya selama atur, Kurt Cobain merasa sangat butuh dengan bahan terlarang itu. Kurt Cobain mengaku tidak adaa yang salah dengan memakai zaat tersebut.
“Aku memutuskan bahwa jika aku akan merasa seperti seorang pecandu setiap pagi sehingga aku bisa menemukan subtansi yang membunuh rasa sakit itu,” kata Kurt Cobain.
Beberapa waktu kemudian saat Kurt Cobain berada dalam sebuah rumah sakit untuk penyembuhan, ia diketahui kabur dari rumah sakit dan kembali ke kota Seattle. Usaha pencarian dilakukan di sekitar kota Seattle, hingga akhirnya Kurt Cobain ditemukan tekah tewas di tempat tinggalnya. Jenasah pertama kali ditemukan pada 8 April 1994 oleh seorang Ahli listrik yang hendak memperbaiki sistem keamanan di apartemen Kurt Cobain.
Di sekitar jenasah juga ditemukan shotgun mengarah ke dagunya dan heroin, serta jenis narkoba lain di dekat tubuhnya. Catatan kecil juga ditemukan di dekat jenazah Kurt Cobain. Darah berceceran dimana-mana, termasuk mengalir dari telinganya. Kurt Cobain diketahui bunuh diri dengan menembakkan shotgun ke dalam mulutnya.
Menurut identifikasi forensik, Kurt Cobain diketahui telah meninggal beberapa hari sebelum mayatnya ditemukan. Ada kemungkinan tewas tanggal 5 April 1994, atau 3 hari sebelum jenasah ditemukan. Diduga Kurt Cobain sudah tidak sadarkan diri karena obat-obatan saat melakukan aksi bunuh diri.
Konspirasi kematiannya masih menjadi cerita menarik. Sebab karena pengaruh halusinasi maka Kurt Cobain menjadi berani mengarahkan shotgun ke arah mulutnya. Lalu ada juga yang bilang Kurt Cobain sengaja dibunuh oleh istrinya sendiri yang sebelumnya sering bertengkar.
Courtney Love takut diceraikan oleh Kurt Cobain, dan jika mereka cerai harta Kurt Cobain akan diwariskan dengan anaknya. Oleh karena itu ada kecurigaan Courtney Love menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisi Kurt Cobain agar hartanya jatuh ke tanggannya. Terbukti, setelah kematian Kurt Cobain banyak uang hasil kerja keras Kurt Cobain telah menjadi milik Courtney Love. (pul)
Caleg muda DPR RI Dapil Jambi, Ahmad Fathul Bari dari PKS, Paizal Kadni dari PKB, Harrifar Syafar dari partai Gerindra, Ade Mardhan dari PPP, .Ela Nofita Sari dari PSI.
abad.id- Sejak masa kemerdekaan, peranan pemuda sangatlah besar dalam dinamika pembangunan Jambi. Sejarah mencatat bahwa berdirinya keresidenan Jambi menjadi daerah Tingkat I Provinsi tidak lepas dari Pernyataan Bersama Himpunan Pemuda Merangin Batanghari (HP.MERBAHARI) dengan Front Pemuda Jambi (FROPEJA) Tanggal 10 April 1954. Pernyataan sikap itu diserahkan langsung Kepada Bung Hatta Wakil Presiden di Bangko, yang saat itu sedang melakukan kunjungan kerja. Keinginan menjadi provinsi didukung jumlah penduduk Jambi kurang lebih 500 ribu jiwa.
Keinginan tersebut diwujudkan kembali dalam Kongres Pemuda se-Daerah Jambi 30 April – 3 Mei 1954 dengan mengutus tiga delegasi yaitu Rd. Abdullah, AT Hanafiah dan H. Said serta penasehat delegasi Syamsu Bahrun menghadap Mendagri Prof. DR.MR Hazairin.
Berbagai kebulatan tekad bermunculan baik oleh gabungan parpol, Dewan Pemerintahan Marga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Merangin, Batanghari. Puncaknya pada kongres rakyat Jambi 14-18 Juni 1955 di gedung bioskop Murni terbentuklah wadah perjuangan Rakyat Jambi bernama Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD) untuk mengupayakan dan memperjuangkan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi Jambi.
Pada Kongres Pemuda se-daerah Jambi tanggal 2-5 Januari 1957 mendesak BKRD menyatakan Keresidenan Jambi secara de facto menjadi Provinsi selambat-lambatnya tanggal 9 Januari 1957. Atas desakan kuat dai daerah, maka BKRD menggelar sidang pleno tanggal 6 Januari 1957 hingga pukul 02.00 dini hari, dengan resmi menetapkan keresidenan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi keluar dari Provinsi Sumatera Tengah.
Mempertegas kedudukan provinsi Jambi ini, 9 Agustus 1957 Presiden Soekarno menandatangani UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi.
Sayangnya, peran pemuda Jambi dalam mewarnai arah kemajuan daerahnya agak berkurang belakangan ini. Salah satunya disebabkan kurangnya pemuda diberikan kesempatan untuk memimpin dan mewakili Jambi di kancah nasional.
Calon Wakil Rakyat Berusia Muda Pembawa Aspirasi Rakyat Jambi
Pesta demokrasi Pemilu tahun 2024 akan menjadi momentum bagi masyarakat Jambi untuk memilih wakil rakyat di tingkat daerah dan pusat. Warga Jambi akan mendapatkan kesempatan untuk menentukan nasibnya, dengan memilih wakil rakyat yang memperjuangkan kepentingan rakyat.
Menurut Direktur Eksekutif Poligov, Muh Tri Andika, ada tren yang menarik di senayan, dimana para anggota DPR-RI yang berusia muda cenderung lebih vokal dalam memperjuangkan kepentingan daerah asal pemilihannya. Semangat para legislator muda ini dibuktikan dengan kemampuan lebih baik daripara anggota parlemen senior. Para legislator seperti Andre Rosiade dari Sumbar, Meutya Hafid dari Sumut dan Puteri Komaruddin dari Jabar menjadi ujung tombak partainya untuk membantu memutuskan agenda besar bagi bangsa Indonesia.
Poligov menemukan bahwa memperjuangkan kepentingan daerah menjadi salah satu faktor utama yang digunakan pemilih untuk menentukan caleg yang ingin dicoblosnya. Hal ini termasuk juga terjadi di Jambi. Warga provinsi ini menginginkan para wakil rakyat di pusat lebih vokal menyuarakan kepentingan daerahnya. “ Poligov melihat ada minimal lima Caleg DPR-RI Dapil Jambi yang berpotensi bisa all out memperjuangkan daerah dengan cara-cara yang inovatif jika nanti terpilih,” kata Andika.
Caleg DPR RI asal Jambi Harrifar Syafar dari partai Gerindra
Nama moncer Caleg muda Harrifar Syafar asal partai Gerindra. Caleg ini dikenal sebagai salah satu ajudan Menhan Prabowo. Pria yang akrab disapa Bang Harrifar kelahiran Kota Muarabungo, Provinsi Jambi. Meskipun sibuk menjalankan aktivitas sebagai ajudan dan Wasekjen DPP Partai Gerindra, Harrifar mengaku kalau dirinya tetap terus memonitor situasi terkini perkembangan Provinsi Jambi.
Caleg DPR RI asal Jambi Ahmad Fathul Bari dari PKS
Nama Caleg muda lainnya yakni Ahmad Fathul Bari. Fathul merupakan Wasekjen sekaligus Juru Bicara DPP PKS. Ia pernah mengenyam pendidikan S1 dan memperoleh gelar Sarjana dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), serta melanjutkan S2 dan memperoleh gelar Magister dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Fathul pernah menjabat beberapa posisi strategis di UI, yakni sebagai Ketua Umum Senat Mahasiswa FIB UI dan Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), serta menjadi salah satu Ketua Ikatan Alumni UI (ILUNI UI). Di dunia politik, selain menduduki posisi strategis di DPP PKS, dalam Pilpres di tahun 2019, ia juga menjadi salah satu Juru Bicara pasangan Capres/ Cawapres Prabowo-Sandi. Saat ini publikasinya banyak beredar di Kota Jambi dan 10 Kabupaten/ Kota lainnya se-Provinsi Jambi sebagai sarana sosialisasi, selain sosialisasi langsung dan menyerap aspirasi masyarakat.
Caleg DPR RI asal Jambi Ade Mardhan dari PPP
Caleg lain asal Jambi Ade Mardhan, kelahiran 1989 ini dikenal sebagai pengusaha.Sejak tahun 2011 sewaktu menjadi Mahasiswa, sudah aktif mengikuti kegiatan di BEM. Sejak lulus kuliah memutuskan bergabung PPP pada 2013, aktif menjasi ketua pemuda Kabah. Aktifis PMII ini ingin megemban amanah masyarakat serta mampu memberi solusi ditengah dimasyarakat dengan menjadi anggota DPR RI.
Caleg DPR RI asal Jambi Paizal Kadni dari PKB
Caleg muda potensial dari kalangan pengusaha yaitu Paizal Kadni dari PKB. Putra Asli Kerinci ini lahir 5 Mei 1975 pada 2019 lalu pernah mencalonkan diri sebagai Caleg DPR RI dari partai PSI.
Caleg DPR RI asal Jambi Ela Nofita Sari dari PSI
Serta Caleg perempuan Ela Nofita Sari dari PSI, juga sama-sama asli Desa Sekungkung Kecamatan Depati Tujuh. Lahir tanggal 12 Januari 1991 lulusan pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Muhammadiyah Prof.DR. HAMKA. Aktifis pendidikan ini pernah menjadi sekretaris Umum PC.IMM Kerinci dan Sekretaris Hubungan Luar Negeri DPP KNPI (2014-2016). Serta pada 2019 Ia pernah mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI dapil Jambi dari Partai Solidaritas Indonesia.
“Tokoh politisi muda sangat diperlukan oleh Jambi untuk memberikan penyegaran dan regenerasi di senayan,” tambah Andika.
Poligov memberi argumen bahwa potensi provinsi Jambi sangat besar, namun belum bisa dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat. Diharapkan para tokoh muda ini dapat menggunakan saluran dan strategi yang lebih inovatif dalam mengangkat nama daerah di tingkat pusat, agar perhatian dari pemerintah pusat dan investor menjadi lebih baik di masa mendatang. (pul)
Salah satu tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 adalah Letnan Kolonel Untung Samsuri.
Dengan kepala benjol setelah menabrak tiang listrik, Letkol Untung diserahkan ke CPM Tegal. Foto infotegal.com
abad.id- Letkol Untung sama sekali tidak menyangka aksi penculikan akan membawa petaka bagi banyak orang. Sebelumnya keterlibatan Untung dalam kelompok komunis bukan orang baru. Komandan Pengawal Presiden ini sudah lama menjadi pembinaan Syam Kamaruzzaman, Ketua Biro Khusus PKI yang disusupkan dalam tubuh Cakrabirawa.
Bahkan menurut Soeharto, Untung sudah dekat dengan Komunis sejak sebelum bertugas di Resimen Solo, pada 1950. Soeharto yang saat itu menjadi Komandan Resimen Solo tahu bahwa Untung merupakan perwira binaan Alimin, seorang tokoh senior PKI.
Baca Juga : Sukarno Hendak Dipidana Dengan Tuduhan Terlibat Gestapu
Tugas Untung malam 30 September 1965 mendapat perintah memanggil paksa para Jendral untuk dibawa ke hadapan Sukarno. Tidak ada bukti atau saksi siapa yang memerinta Untung. Hanya saja dirinya pernah dijanjikan oleh Syam Kamaruzzaman, akan mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa jika berhasil dalam misi tersebut. Sebagai kader PKI, Untung rupanya sangat tergiur dengan garis perjuangan menculik pimpinannya sendiri dalam tubuh TNI AD.
Namun perintah itu menjadi salah arti. Tugas malam itu melakukan aksi daulat menjadi pembunuhan sangat keji. Dalam sidang Mahmillub, analisis sejumlah pakar serta sejumlah buku catatan pengalaman para pelaku, hampir semua satu pengertian. Bahwa Sukarno dan Soeharto, serta Kolonel Latif, Brigjen Supardjo, D.N.Aidit, sekaligus Omar Dani berpendapat bahwa penculikan tersebut direncanakan bukan untuk pembantaian. Bukan seharusnya 6 jendral tersebut dibunuh di Lubang Buaya, melainkan hanya penculikan untuk pendaulatan.
Dalam argumen Salim Sahid mengatakan, Jendral A Yani beserta para pembantunya ini harus diculik untuk dihadapkan kepada Sukarno. Mungkin tuduhannya tidak loyal menjalankan kebijakan Panglima Tertinggi, terutama dalam soal Konfrontasi dengan Malaysia dan serta pembangkangan terhadap Nasakom. Dengan alasan itu Jenderal A Yani akan didaulat untuk selanjutnya digantikan oleh jenderal pilihan Sukarno.
Itu pula yang seharusnya dilakukan Letkol Untung bersama pasukan Cakrabirawa, namun perjalanan tindakan diluar kendali. Salim Sahid sangat yakin D.N.Aidit juga mengerti rencana Gestapu hanya pendaulatan atas pimpinan. Aidit sangat berharap pimpinan Angkatan Darat pengganti Yani lebih mudah diatur oleh Sukarno. Namun pada tingkat pelaksanaannya, rencana pendaulatan yang "didukung" Biro Khusus PKI itu kemudian berubah menjadi “pesta" pembantaian para jenderal di Lubang Buaya.
Pasukan Elit Tunduk di Tangan Hansip
Pasca peristiwa 1 Oktober kelompok Letkol Untung dan Syam Kamaruzzaman, Ketua Biro Khusus PKI memilih kabur meninggalkan Jakarta. Kawasan lubang buaya dan halim perdana kusuma yang disiapkan sebagai markas komando gerakan, ditinggalkan begitu saja. Langkah Umar Wirahadi Kusuma menenangkan kondisi Jakarta membuat kelompok ini ketakutan. Apalagi desakan untuk pembubaran PKI dan ancaman hukum yang menunggu, membuat letkol Untung memilih kabur ke arah Semarang.
Baca Juga : Sukarno Marah Atas Tragedi Cikini, Yakin Kartosuwiryo Terlibat
Perhitungan Untung lagi-lagi tidak semujur namanya. Kisah tertangkapnya Letkol Untung yang dikenal sangat ganas ternyata bernyali ciut menjadi bahan ketawaan warga Tegal. Saat itu tanggal 11 Oktober 196, sang Pimpinan Gerakan Letkol Untung sudah berusaha melarikan diri dan berpindah tempat tanpa tujuan, untuk menghindari kejaran Aparat. Saat itu sedang menuju arah Semarang menumpang kendaraan Bus. Di dalam Bus terdapat dua anggota tentara yang kebetulan sama-sama sedang menumpang bus. Dua TNI ini sebenarnya hanya memperhatikan pemuda lusuh yang tampak gelisah. Namun saat melihat dirinya sedang diperhatikan, sang buronan justru gusar dan berusaha menghindar. Perhitungan Untung dengan melompat keluar bus semakin menambah kecurigaan kedua tentara tersebut. Untung akhirnya dikejar ramai-ramai.
Setiba di jalan Kemandungan, Untung yang sudah kelelahan dan pusing kepala karena menabrak tiang listrik, memilih masuk kampung Kripikan. Karena merasa banyak orang yang memperhatikan, maka Untung masuk ke salah satu rumah warga dan bersembunyi di bawah tempat tidur. Pemilik rumah seorang nenek, merasa ada pencuri yang masuk rumahnya langsung berteriak minta tolong. Penduduk sekitar berdatangan termasuk Tarmo seorang Hansip di kampung. Tarno dengan percaya diri menyeret orang yang mencurigakan tersebut dari kolong tempat tidur. Karena merasa bersalah dan seolah-olah sudah kalah, sang buronan mengikuti perintah Tarmo.
“Ayo keluar, atau sampeyan pilih mati dihajar massa,” perintah Hansip Tarmo
Menurut Salim Aziz saksi warga, sang buronan saat itu benar-benar sudah loyo, mengikuti perintah Hansip Tarmo. Tampak dihadapaan warga yang mengepung seorang pria setengah baya dengan tubuh lusuh.
Baca Juga : Demontrasi Buruh Pimpinan Semaun Merugikan Belanda
“Lalu hansip Tarmo membawa sang buronan ke Polresta dengan dibonceng sepeda. Saat itu penduduk Kripikan hanya mengenalnya sebagai maling biasa, yang tidak jelas apa yang dicuri dan siapa korbannya,” cerita Salim Aziz seperti yang dikutip infotegal.com
Setiba di kantor polisi, Untung sebenanya hanya dianggap sebagai maling biasa, sekalipun saat intrograsi sudah mengaku bernama Untung. Rupanya petugas polisi juga belum yakin tentang pengakuan nama tersebut, sebab masih sibuk menelusuri kronologi penangkapan dan motif pelaku. Namun tiba-tiba muncul radiogram dari Kepolisian Pusat mengenai pelarian Untung Komamdan Cakrabirawa ke arah Jateng. Saat itu juga komandan Polresta Tegal menjadi curiga. Segera maling Untung diperiksa lagi secara mendetail. Akhirnya dihadapan polisi, sang buronan tersebut mengaku memang dirinya adalah Untung Komandan Tjakrabirawan.
Saat itu pula Polresta tegal geger. Kantor Kodim dan CPM yang diberi kabar penangkapan Untung juga ikut gempar. Segera Pangdam VII Diponegoro dikabari. Kantor Polresta yang sebelumnya sepi menjadi ramai warga yang penasaran. Jalan utama kota Tegal juga ditutup untuk menghindari massa yang ingin melihat sang buronan.
Sore itu juga Letkol Untung diboyong ke CPM untuk diserahkan ke Pangdam pada malam hari. Setelah itu buroan berbahaya itu dibawa diserahkan ke Kodam Siliwangi di perbatasan Jawa Barat. Pemindahan dilakukan secara rahasia dengan gonta-ganti mobil tahanan.
Letkol Untung sempat diberi makan oleh Kapten Isa kemandan CPM Tegal. Foto infotegal.com
Penangkapan ini sebenarnya akibat ketakutannya Letkol Untung yang melihat 2 anggota TNI. Andaikata Untung pintar bermain peran, denganpura-pur a tidak terjadi apapun, mungkin 2 anggota TNI ini tidak curiga. Sebab saat itu wajah sang Letkol tidak banyak dikenal, hanya namanya yang membahana sebagai tokoh pimpinan gerakan 30 September.
Kisah Untung yang sering salah berhitung juga selalu dikenang mantan rekannya dalam Operasi Trikora, Alex W. Korompis. Alex merupakan sukarelawan berpangkat kapten pernah memaparkan sisi lain Untung dalam sebuah wawancara yang dimuat Kompas 28 Desember 1965. Menurut Alex, Untung yang dia kenal pribadi yang ambisius. Bahkan Untung sempat menolak terjun dari pesawat ke Irian Barat sebelum mengenakan tanda pangkat mayor.
Baca Juga : Begini Kronologis Tewasnya Muso Tokoh PKI Madiun
Alhasil, seorang mayor yang juga berada di pesawat terpaksa melepas tanda pangkatnya buat diberikan kepada Untung. Alex juga menyebut Untung sebagai seorang atheis yang bersikap eksklusif dan tidak senang bergaul.
Untung, kata dia, sempat melarang anak buahnya membeli radio transistor ketika berada di tengah operasi militer itu. Namun, kata Alex, diam-diam Untung membawa pulang lebih dari 1 buat radio yang disebut diperoleh dari hasil memeras etnis Tionghoa.
Selain itu, kata Alex, Untung dikenal berkepribadian kejam. Dia menceritakan, Untung pernah meninggalkan anak buahnya di tengah hutan yang kesulitan berjalan karena kakinya terkilir. “Saat itu rekan-rekan prajurit sudah bersedia membawa rekan mereka. Namun, Untung menolak usulan itu. Lebih baik mati satu orang, daripada menyulitkan semua anggota kesatuan," kata Alex menirukan perkataan Untung.
Akan tetapi, salah satu hal terpuji dari Untung adalah dia bersikap menghormati perempuan. Menurut Alex, pada suatu waktu Untung jatuh hati dengan seorang perempuan asal Magelang. Namun, hubungan asmara itu kandas. Untung kemudian lebih memilik mencurahkan isi hati dan pikirannya dengan menulis melalui buku harian.
Namun negara juga pernah memberi sebuah penghargaan besar atas jasa Untung. Sebab pernah berjasa dalam operasi pembebasan Irian Barat (kini Papua) atau Operasi Trikora. Untung pernah menerima Bintang Sakti, tanda penghormatan kepada atas keberanian dan ketabahan tekad soserang prajurit dalam operasi militer dan mendapat kenaikan pangkat istimewa dari mayor menjadi letkol. Sejak saat itulah, Letkol Untung menjadi dekan dalam ring 1 istana sebagai pengawal presiden
Baca Juga : Sejarah Perlawanan Kartosoewirjo Sampai Akhir Hayat
Gebrakan Letkol Untung yang tidak beruntung berhasil berhasil dipatahkan oleh TNI Angkatan Darat. Untung dan sejumlah anak buahnya kemudian ditangkap. Majelis Mahkamah Militer Luar Biasa menjatuhkan hukuman mati kepada Untung. Untung sempat mengajukan grasi tetapi ditolak. Sang perwira kemudian menemui ajal di hadapan regu tembak di Cimahi satu tahun kemudian pada tahun 1966. (pul)
Ki Joko Bodo dan Sostrokartono, Dua Orang Pintar Langganan Pejabat
Ki Joko Bodo meninggal dunia pada Selasa (22/11/2022) lalu pukul 09.75 WIB. Dari informasi anak perempuannya, Ayda Prasasti, tokoh yang selalu perhatian mendalami ilmu-ilmu paranormal ini diketahui telah hijrah dan memperdalam ilmu agama. "Tiba-tiba pada awal 2021, Ki Joko Bodo muncul ke publik dengan penampilan baru. Rambut gondrongnya sudah dipangkas dan ia juga tak lagi memakai pakaian serba hitam. Penampilan lebih bersahaja. Rambutnya sudah pendek cepat dan memakai kain sarung serta peci," kenang Ayda Prasasti.
Nama aslinya Agus Yulianto ini telah meninggalkan rutinitas sebagai paranormal dan memutuskan untuk hijrah mendekatkan diri pada Allah. Bahkan ketika dengar adzan aja langsung wudhu dan segera sholat. Padahal dulu saat menjadi paranormal, Ki Joko Bodo dikenal memiliki ilmu andalan yaitu Ilmu Gendam Putih. Ilmu ini diklaim dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dan bisa berkomunikasi dengan makhluk halus.
Ki Joko Bodo juga pernah viral karena mengerahkan ribuan jin untuk menolong pasien mempercepat proses meraih keberuntungan, meraih pangkat dan jabatan, jodoh dengan suami kaya, atau istri cantik. Peristiwa lain yang penuh kontroversi terjadi pada tahun 2001, saat Joko Bodo membantu polisi mengungkap kasus rencana peledakan bom di TMII.
Ceritanya Ki Joko Bodo mengenal wanita bernama Elize Maria Tuwahatu yang akhirnya tertangkap membawa tiga buah bom di TMII pada awal bulan puasa. "Saya tidak tahu apakah rangkaian teror bom dilakukan mereka (kelompok Tommy) atau bukan. Sebab setelah itu saya pergi ke Belanda. Pulang dari Belanda saya kembali bertemu dengan Elize yang mengaku memberi order dari Tommy, namun tetap saya tolak," jelas Ki Joko Bodo dalam sebuah wawancara dengan Radio FM El Shinta, Selasa (23/1) pagi.
Sejak kasus wanita pembawa bom dari Tommy itu diungkapkan ke polisi, saat itu pula hidup Ki Joko Bodo harus berpindah-pindah tempat. Perpindahan dilakukan dalam hitungan jam dari satu tempat ke tempat lain. Ki Joko Bodo juga harus dikawal 12 anggota polisi, sebagian dari Brimob dan petugas polisi khusus lainnya.
Dalam misi lain, Ki Joko Bodo merasa tertantang membantu menangkap sang buronan Tomy Suharto dengan mengerahkan pasukan jin. " Sampai saat ini, buronan kasus tukar guling Tommy Soeharto masih berada di Jakarta dan berkeliaran dari satu tempat ke tempat lainnya," kata Joko Bodo waktu itu. Namun ketika diminta menunjukkan di mana persisnya tempat persembunyian Tommy Soeharto, Ki Joko Bodo hanya menjawab bahwa itu menjadi tugas polisi untuk mencarinya.
Ndoro Sostro Dan Ilmu Banyu Putih
Orang pintar lain dalam dunia paranormal bernama Ndoro Sostro atau Eyang RMP Sostrokartono, lebih dikenal kakak kandung RA Kartini. Dua sosok ini mengharumkan nama generasi ke 3 Pangeran Ario Tjondronegoro ke IV. Jika sang kakek dikenal sebagai bupati di Jawa Tengah sebagai pendobrak adat, maka Ndroro Sostro dikenal pecinta pendidikan keilmuwan dan berakhir menjadi "orang pintar".
Kartono muda dijenal sosok yang genius. Semula berniat melanjutkan di sekolah tehnik tinggi di Delft, namun berikutnya minatnya berubah di bidang bahasa. Ia akhirnya belajar di Fakultas Sastra di Universitas Leiden dan berhasil menguasahi 26 bahasa dunia. Yaitu 17 bahasa Timur dan 9 bahasa Barat. Berkat kemampuannya ini dirinya masuk sebagai Talenwonder atau orang dengan bakat luar biasa. Pada tahun 1908 dia menyelesaikan pendidikan dan mulai bekerja sebagai korespondensi perang di New York Herald Tribune. Kejutan muncul saat PD I saat Prancis dan Jerman menggelar perundingan rahasia di tengah hutan dengan sangat rahasia. Namun toh tetap menyebar berkat ada wartawan Ndoro Sostro dengan kode bintang 3, RMP. Pers dunia gempar dan dia dijuluki wartawan agung.
Bakat lain yang penuh keajaiban pada diri Ndoro Sostro tatkala di Geneva Swiss. Saat itu pekerjaanya sebagai penerjemah harus tinggal di markas besar Lembaga Bangsa Bangsa yang berkedudukan di kota itu. pada suatu hari dia berhasil menyembuhkan anak seorang sahabatnya yang menurut perhitungan medis tak ada lagi harapan untuk hidup. Seketika kejadian diluar dugaan ini menarik perhatian banyak orang, salah satunya seorang dokter asal Prancis dan mengajaknya ke Sorbonne Paris.
Di tempat ini, Ndoro Sostro menjadi mahasiswa pendengar untuk mata kuliah Psychotehnik dan Psychometri yang kelak ilmu ini bermanfaat untuk membantu banyak menyembuhkan orang. Sebenarnya kelebihan bisa menyembuhkan orang suatu hal lumrah bagi keluarga Ndoro Sostro. Sebab sang kakek juga bisa menyembuhkan orang sakit dengan kemampuan doa dan berhubungan dengan roh goib.
Kartono kecil saat tinggal di Mayong penah meramalkan tidak lama berada ditempat itu. serta Kartini sang adik di salah satu suratnya menyatakan hidupnya tidak lama dan tidak lebih umur 25 tahun. Semua itu terbukti benar terjadi. Maka semua pengalaman tersebut membuka hati nuraninya untuk berbuat kebaikan kepada sesamanya. Niat tersebut dibuktikan dengan memilih kembali ke negaranya Indonesia setelah lama merantau di Eropa. Ndoro Sostro memilih menetap di sebuah rumah bernama Darusallam Jalan Pungkur nomor 17 Bandung.
Di temat ini tidak pernah sepi dari pengunjung. Mereka datang untuk meminta bantuan berkah, kesembuhan. Para tamu dari semua golongan, baik kaya, miskin pejabat dan orang yang tidak punya apapun. Cara pengobatannya memang unik, orang yang datang biasanya membawa sebotol air putih. Kemudian Ndoro Sostro memberi doa dengan perantara air. Terbukti banyak orang tertolong dengan doa ini. Jika lain waktu, Ndoro Sostro juga melakukan perjalanan mengunjungi Medan, Binjai kedah Selangor Johor untuk mengobati pasien.
Sepanjang tahun Ndoro Sostro melakukan Laku topo brata atau tirakat. Terlebih saat hendak membantu orang dalam kesulitan besar, maka dia hanya makan cabai dan tidak pernah tidur berbaring. Cukup duduk di kursi dalam waktu yang sangat terbatas." Sejak hari Proklamasi 1945, kebiasaan topo berdiri telah berganti topo duduk," kata sebuah sumber.
Karena usia dan kesehatan mulai menurun, Ndoro Sostro yang dikenal dengan sebutan dokter ajaib ini mulai menerima tamu pukul 20.00 Wib malam hingga subuh. Setiap tamu datang pasti melihat Ndoro Sostro sedang duduk bersemadi hingga akhir hayatnya 8 Februari 1952 di usia 75 tahun. (pul)
Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id-Ketika itu awal tahun 1943 ketika masa pendudukan Jepang di Bandung. Keluarga Mr Sartono seorang aktifis pergerakan nasional sedang menerima tamu beberapa kolega. Mereka menyambut kedatangan tokoh nasionalis Sukarno dan Hatta dari tepat pengasingan. Belanda mengasingkan Sukarno di Bengkulu dan Muhammad Hatta diasingkan di pulau banda maluku. Beberapa tokoh nasionalis hadir di rumah Mr Sartono.
Beberapa anak muda juga ikut membantu menyambut tamu yang sudah dinantikan itu. salah satu remaja yang begitu bersemangat yaitu Rahmi dan Raharty. Keduanya putri dari Rachim seorang aktifis kepanduan Bangsa Indonesia yang sangat dekat dengan Sukarno. Kedua remaja ini mengaku mengagumi Sukarno Hatta atas gagasan dan idealisme terhadap berdirinya negara Indonesia. Maka tidak akan menyia-nyiakan momen kehadiran sang idola di rumah aktifis Mr Sartono. “ Saya mengagumi tokoh Sukarno dan Hatta, seperti para pemuda lainnya pada masa itu, maka saya ingin melihat leih dekat seperti apa wajah dua insan yang menginspirasi kaum muda itu, “ alasa Rahmi.
Saat pertemuan berlangsung hangat, semua hadirin ikut bersalaman dengan Sukarno dan hatta. Terasuk Rahmi bersama adiknya ikut bangga bisa mensukseskan acara tersebut. Tidak ada benih-benih cinta saat bertemu Hatta. Hanya punya kesan bahwa sang tokoh sangat dingin dan serius, sementara Sukarno begitu bersemangat dan hangat. “Mungkin karena saya baru berumur 17 tahun sehingga tidak diajak berbincang-bincang oleh beliau,” kenang Rahmi.
Seperti yang ditulis di buku "Seratus Tahun Bung Hatta" oleh Meutia Farida Hatta, disebutkan Bung Hatta sudah menjadi aktifis pergerakan nasionalis sejak usia muda. Karena kepeduliannya yang besar inilah, Bung Hatta bersumpah tidak akan menikah selama Indonesia belum merdeka.
Sebenarrnya perkenalan Bung Hatta dengan perempuan juga lebih dari satu. Namun tidak ada satupun yang begitu dekat di hati. Salah satu perempuan yang dekat bernama Nelly, putri Mak Eteb Ayub seorang pengusaha Minang yang sudah seperti ayah angkat oleh Bung Hatta. Meski banyak didukung, Hatta tak tergoda. Usaha teman-temannya untuk menjodohkan dirinya dengan wanita yang rupawan lain juga tidak ada hasilnya. Selama di Belanda beberapa kawan sempat mencomblangkannya dengan seorang gadis Polandia. Namun apa yang terjadi, ternyata Hatta tak tergoda dan selalu berlaku sopan dengan gadis tersebut.
Ceritanya dibuatlah semacam "jebakan" untuk Bung Hatta karena kawan-kawannya penasaran dengan sikap dinginnya. Selagi kencan romantis diatur, pria kelahiran Bukittingi ini dipertemukan dengan gadis Polandia. Konon, gadis ini sanggup memesona dan menggetarkan hati setiap laki-laki. Sebelum bertemu, teman-temannya meminta si gadis menggoda Bung Hatta. Namun hasilnya, godaan tersebut tetap tidak manjur. Bung Hatta tetap memperlakukan si gadis dengan sopan dan menghabiskan waktu dengan makan malam. Setelahnya mereka berpisah Si gadis hanya memberi laporan kalau Bung Hatta seperti pendeta.
Sama seperti kesan pertama Rahmi yang bertemu Hatta masa itu, Beliau memang pemalu dan dingin di hadapan wanita. Namun sebenarnya Bung Hatta memendam rasa kepada Rahmi saat pertama kali bertemu. Beberapa kali dia memperhatikan Rahmi dengan sekedar mencuri-curi pandang di momen penyambutan rumah Mr Sartono. Rupanya Bung Hatta jatuh cinta pada pandangan pertama tapi tak sanggup berkenalan. Bung Hatta melihat wajah Rahmi, dan merasa sudah sangat tidak asing. Rupanya ada alasan Bung Hatta begitu tidak menikmati dekat dengan perempuan. Ia selalu ingat ikrarnya tak menikah sebelum Indonesia merdeka.
Pertemuan Yang Berkesan Bagi Rahmi
Kehidupan Rahmi sejak anak-anak termasuk mapan dan tercukupi. Rahmi anak dari Rachim seorang pegawai Gubernemen di Bandung. Nama lengkapnya Siti Rahmiati Meutia, dibesarkan bersama sang adik bernama Raharty. Rachim ayah Rahmi pria asal suku Jawa sedangkan ibunya berdarah Aceh. Rahmi dilahirkan di Bandung pada 16 Perbruari 1926. Sejak kecil selalu mendapat pendidikan yang baik dan bersekolah berbahasa Belanda. Rahmi lulusan Christelijke Lyceum ayau setingkat SMA. Namun Rahmi tidak sempat menyelesaikannya karena keburu Jepang masuk ke Nusantara. Saat Jepang menjajah Indonesia, Rahmi bekerja di Lembaga Pasteur sebagai pustakawati.
Sebenarnya dua gadis Rahmi dan Raharaty punya banyak teman di Bandung. Selain teman sekolah, juga terdapat teman di klub berenang dan kepanduan. Namun Rahmi lebih terkesan tertutup dan jarang keluar rumah sehingga tidak banyak teman. Rahmi juga dikenal selalu menjaga jarak dalam pertemanan, terutama teman laki-laki. "Pernah suatu hari say keluar dengan kakak, pada sore itu saya mendadak menjadi pusat perhatian. Tiba-tiba semua menjadi sangat ramah kepada saya. Mereka menyapa dan mengajak bercakap-cakap. Padahal biasanya tidak begitu, dan akhirnya saya tahu mereka hanya bermaksud tertentu ingin berkenalan dengan kakak saya Rahmi. Tapi saya pura-pura tidak mengerti dan tidak satupun yang berhasil berkenalan dengan mbakyu," cerita Raharty tentang kakaknya.
Rahmi Dilamar Sukarno Untuk Hatta
Berbeda dengan Bung Karno yang piawai berbicara, Bung Hatta dikenal sosok pemalu. Di luar kegiatannya mewujudkan kemerdekaan, ia banyak mengisi waktu dengan membaca buku. Mau tak mau, Bung Kano gelisah melihat dirinya yang masih melajang di usia 40 tahunan. Bahkan setelah Indonesia merdeka, ia masih tetap melajang. Sebagai sahabat, Bung Karno melakukan berbagai cara agar Bung Hatta bisa menikah. Saat ditanya sosok perempuan yang memikat hatinya, nama Rahmi anak tiba-tiba Rachim muncul.
Saat itu bulan Oktober 1945, sekitar 2 bulan setelah proklamasi kemerdekaan. Maka, bergegaslah Sukarno menemui Rachim ayah dari Rahmi. Sangat mudah bagi Sukarno mendatangi rumah sahabatnya itu di Bandung. sukarno mengenal Rachim bukan setahun dua tahun, namun sejak menjadi mahasiswa dan sama-sama orang Jawa yang merantau di Bandung. keduanya juga terlibat dalam aktifitas pergerakan kebangsaan di Bandung.
Tentu saja kehadiran Sukarno di rumah Rachim membuat terkejut Rahmi putrinya. Sebab sudah dua tahun sejak pertemuan sebentar itu, ternyata Bung Hatta tidak pernah lupa. Apalagi kehadiran Bung Karno untuk melamar Rahmi untuk sahabat karibnya Hatta. “Menjadi istri Bung hatta tokoh pemimpin bangsa tidak pernah saya impikan, dan saya takut sebenarnya. Sebab Bung Hatta begitu pandai sementara apalah saya” kenang Rahmi.
Namun lamaran tersebut diterima pula oleh Rahmi. Kesannya saat itu, Bung Hatta orangnya serius, maka jika hendak melamar gadis tentu sudah memikirkannya baik buruknya. Bagi Rahmi tidak akan menyesal telah mengambil keputusan itu.
Akhirnya mereka menikah tanggal 18 November 1945 di Megamendung Bogor dalam suasana revolusi. Kecintaan Bung Hatta pada buku telah menelurkan sebuah karya berjudul "Alam Pikiran Yunani". Buku inilah yang ia jadikan mas kawin saat mempersunting Rahmi. Jarak umur juga sangat jauh, saat itu Hatta sudah berusia 40 tahun sementara Rahmi baru berusia 19 tahun. Mulai saat itu, Rahmi menjadi istri Wakil Presiden pertama di sebuah negara yang baru diproklamasikan.
Mungkin agak aneh jika meminang seorang gadis dengan mas kawin sebuah buku. Sebab juga akan meragukan keseriusan pernikahan tersebut. Mas kawin sebuah buku tersebut sebenarnya tidak disetujui oleh Ibunda Hatta. Wajar saja, pada lazimnya orang menghadiahkan uang atau emas di hari pernikahan. Dalam buku Hatta: Jejak Yang Melampaui Zaman, diceritakan ketika Ibunda Bung Hatta jengkel terhadap putranya itu. Penyebabnya, pada hari perkawinannya dengan Rahmi Rachim, Hatta menghadiahkan buku.
Namun makna dari peristiwa ini, ternyata Bung Hatta begitu mencintai ilmu pengetahuan dan telah membuahkan hasil kemerdekaan Indonesia. Buah pemikirannya tertuang di buku tersebut dan lebih berharga daripada harta benda seperti uang atau perhiasan. Buku Alam Pikiran Yunani ditulisnya pada masa pembuangan di Digul tahun 1934. Ketika itu Hatta memboyong 16 peti buku. Masa pembuangan tidak menghentikannya untuk tetap menulis. Bahkan di surat kabar sekalipun, antara lain Adil, Pandji Islam, dan Pedoman Masjarakat.
Tidak sekedar berumah tangga, sejak awal pernikahannya Bung Hatta menjadikan istrinya sebagai mitra diskusi yang menyenangkan. Banyak sekali hal yang mereka bicarakan. Kadang mereka berdiskusi dala bahasa Belanda. Topik perbincangannya luas. Keputusan apapun yang diambil Bung Hatta dalam pengabdiannya kepada rakyat tidak pernah disanggah oleh Rahmi. Bahkan Rahmi tidak pernah mengeluh sedikitpun atas keputusan Hatta.
Bung Hatta sosok yang jauh dari kemewahan dan kegairahan akan perempuan. Kekasihnya adalah buku, buku, dan buku. Maka dari itu, tidak mengherankan bila ada sebuah anekdot yang menyatakan 'istri utama Hatta adalah buku, istri kedua Hatta adalah buku, dan istrinya yang ketiga adalah Rahmi Hatta.' Foto istimewa
Bung Hatta juga dikenal sangat memegang prinsip agama dan kesetiaan. Banyak sekali orang-orang yang berusaha mencari celah dalam kehidupannya. Tapi ini sulit karena Bung Hatta sangatlah bersih baik secara politik dan asmara. Selain "ngemong", ia mencintai anak dan istrinya sepenuh hati. Rahmi tetap setia pada suaminya itu. Ia selalu menemani hari-hari Bung Hatta yang banyak dihabiskan dengan urusan politik. Semuanya dijalankan dengan toleransi dan tanpa banyak menuntut. Terbukti, kisah cinta keduanya hanya mampu dipisahkan oleh maut. Bung Hatta wafat pada 14 Maret 1980 dan disusul Rahmi 19 tahun kemudian. (pu)
Letjen TNI (Purn) Syarwan Hamid
abad.id Hal yang menonjol mengevaluasi Syarwan Hamid di pemerintahan Orde Baru, ia menduduki posisi di bidang politik. Syarwan selalu membuat pernyataan yang terkesan datar namun punya standar ganda. Sangat berbeda apa yang disampaikan para menteri lain pada masa itu.
Sosok Letjen TNI (Purn) Syarwan Hamid adalah anak nomor empat dari lima bersaudara, lahir di dusun Pusake, kecamatan Sri Indrapura, Kabupaten Bengkalis Riau, 10 November 1943. Dari orang tua pasangan Abdul Hamid dan Cik Mas. Ia punya kisah romantik masa kecil yang biasa dialami anak-anak Dusun Pusake, yaitu berkelahi, berenang di sungai Siak. Kadang juga ikut ramai-ramai adu ayam seperti sebuaha kenikmatan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari dunia anak-anak.
Syarwan Hamid ketika menjadi Taruna AMN. Foto Istimewa
Dalam buku Biografi Politik Dari Orde Baru ke Orde Reformasi tulisan Syarwan Hamid, mengaku penyebab menjadi sangat percaya diri dalam berpolitik dan birokrasi karena terlalu lama menjabat di bidang dinas penerangan ABRI. Pola bergaul dengan wartawan, intelektual dan kelompok sipil telah menempanya menjadi pribadi seorang pembelajar. Syarwan Hamid harus selalu sering berdiskusi, membaca, untuk menerangkan hasil keputusan ABRI kepada media secara tepat.
Wartawan selalu mengenal Syarwan dengan istilah-istilah yang baru setiap kali jumpa pers. Istilah tersebut berupa bermacam-macam idiom bahasa dan akan selalu menjadi Headline di surat kabar. Meskipun seringkali tidak mengenakan bagi pihak lain yang menjadi sasaran. Seperti istilah Organisasi Tanpa Bentuk (OTB), Kiri Kuno, Kiri Baru (New Left), kelompok radikal, kelas menengah, dan ekstrem kanan. Istilah-istilah ini tidak terlepas dari kekhasan sebagai orang militer yang selalu bersikap waspada, walau terkadang berlebihan dan cenderung tendensius.
Definisi dari istilah-istilah ini memang perlu penjelasan lebih jauh guna menghindari arti ganda dan penerapannya sering membingungkan masyarakat. Contoh pernyataan Syarwan seperti ini,
“Kassospol ABRI Letjen TNI Syarwan Hamid mewaspadai kelompok menengah baru, kelompok radikal, dan kelompok mengarah pada standar ganda dalam proses demokratisasi yang mempunyai potensi kerawanan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa,”.
“Kelompok terkecil dari masyarakat yang belum puas pada sistem yang ada serta ingin mengubah secara radikal dan revolusioner dengan sistem baru. Kelompok ini dapat bergerak sendiri secara perorangan dan dapat pula berlindung dalam suatu wadah NGO,”.
“Contohnya Forum Demokrasi, Komite Independen Pemantau Pemilu, dan partai baru seperti Partai Uni Demokrasi Indonesia, Partai Rakyat Demokratik, dan lain-lain yang cenderung anti kemapanan dan bersikap asal beda,”.
Pernah juga Syarwan Hamid melontarkan istilah dengan nada insinuasi yang lebih spesifik, misalnya mengenai keberadaan komunisme di Indonesia sebagai sebuah gerakan politik. Dimana Syarwan menyatakan,
“Setelah gagal mereka beralih ke tesis Gerakan komunis menitikberatkan gerakannya di desa perjuangan bersenjata, menurut pengalaman Sovyet, RRC, dan Indonesia. Setelah berhasil ditumpas mereka beralih ke Organisasi Tanpa Bentuk (OTB)”.
Mungkin pernyataan Syarwan ada benarnya benar. Bahwa gerakan komunis Indonesia saat itu masih survive, bahkan sedang menunjukkan gejala kebangkitannya. Namun ketika Syarwan memilih istilah OTB sebagai idiom indikator kebangkitan gerakan komunis, justru membuat kelompok lain yang tersinggung. Terutama kalangan organisasi keagamaan.
Ketika dia dikritik karena telah mempergunakan istilah-istilah politik secara tidak tepat dan cenderung mengaburkan sasaran audiens dari lontaran yang diajukannya, Syarwan menjawab dengan serius,
“ABRI bukan mencari kambing hitam, tetapi OTB benar-benar ada," tandas Assospol Kassospol ABRI Mayjen TNI Syarwan Hamid pada “Dialog VII”Fosko 66 di Jakarta (14/10).
Hingga akhirnya penggunaan istilah OTB dan ekstrim kanan benar-benar menjadi isu nasional yang kian melebar dan tidak jelas ujung pangkalnya. Terpaksa Ketua Tanfidziyah PWNU Jabar, Syarif Muhammad, ikut tersinggung dengan pernyataan bahwa NU dikategorikan sebagai ekstrim kanan.
Setelah kewalahan karena dikritik oleh banyak pihak, akhimya Syarwan menjadi defensif. Sebagai Assospol Kassospol ABRI Mayjen TNI Syarwan Hamid menegaskan, pembicaraan organisasi tanpa bentuk (OTB) sudah berkembang di luar substansi. “Karena itu kita stop dulu bicara OTB," ujar Syarwan.
Istilah OTB sebenarnya merupakan konsep politik bukan konsep bahasa, atau konsep organisasi lazimnya. Karena itu, tidak dapat didekati dari segi bahasa atau organisasi secara murni. Dengan demikian sulit dimengerti jika ada tuntutan agar meninjau kembali kebenaran istilah OTB ini, sebab tuntutan itu harus dialamatkan pada PKI bukan, pada ABRI.
Maka logis banyak orang cukup risih mendengar istilah-istilah yang Syarwan lontarkan. Misalnya Ridwan Saidi dengan halus mengatakan, Langkah urgen harus diambil (oleh Syarwan,ed.) adalah menjernihkan semua idiom yang dilontarkan, seperti Organisasi Tanpa Bentuk (OTB).
“Perlu ungkapan berupa konsep politik ini merupakan konsekuensi logis keberadaan Syarwan dalam lingkaran kekuasaan Orde Baru yang membangun loyalitas melalui pengkooptasian elemen-elemen masyarakat. Istilah akademiknya disebut koorporatisme negara,” kata Ridwan Saidi.
Sementara itu pilihan untuk melakukan intervensi politik di semua aspek organisasi tidak lepas dari kepentingan politik Orde Baru saat itu. Dimana jika tidak ikut terlibat dalam proses politik sebagaimana yang dikehendaki penguasa Orde Baru, maka berakibat terhambatnya perjalanan karir seseorang. Sedangkan sosok Syarwan Hamid perlu dipertahankan oleh Orde Baru, karena salah satunya dikenal sangat piawai dalam menjawab pertanyaan wartawan yang kritis terkait tuduhan ABRI terlihat dalam upaya menjinakan Partai Demokrasi Indonesia.
"ABRI tidak pernah membeking PDI tandingan yang muncul di beberapa daerah. Munculnya kepengurusan tandingan, karena proses sebab akibat, yang harus diselesaikan sendiri oleh Orsospol bersangkutan."
“Kalau ada yang ngomong dibeking ABRI, karena dia merasa tidak mendapat tempat, sehingga ngomongnya begitu."
“Munculnya persoalan intern suatu organisasi biasanya karena tidak terakomodasinya aspirasi. Hal yang sama juga terjadi di tubuh Nahdlatul Ulama, sehingga membuat persoalan berlarut-larut.”
"Kongres PDI yang sebentar lagi bakal digelar merupakan solusi akhir dari konflik berkepanjangan di tubuh banteng itu, karena selama ini mereka tidak menjalankan musyawarah. ABRI siap mengamankan jalannya kongres, di manapun kongres itu diselenggarakan."
abad.id- Raden Saleh salah satu pelukis maestro Indonesia yang diakui sebagai pelukis kelas dunia dengan aliran romantisme. Karya-karya lukisnya merupakan saksi sejarah, menceritakan tentang situasi pada zaman perjuangan dan kehidupan khususnya Jawa. Raden Saleh Syarif Bustaman lahir dari keluarga ningrat di Terbaya, Semarang pada tahun 1807. Ayahnya bernama Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja, seorang keturunan Arab. Sedangkan ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen.
Saat berusia sepuluh tahun, Raden Saleh dirawat oleh pamannya yang menjabat sebagai bupati di Semarang pada masa Hindia Belanda. Sejak belia, Raden Saleh sudah memperlihatkan kegemarannya dalam menggambar. Bakatnya mulai menonjol saat di sekolah rakyat atau volks-school. Tak jarang pada saat guru sedang mengajar, beliau malah asyik menggambar sketsa. Meski begitu, gurunya tak pernah marah, karena kagum melihat hasil karya muridnya ini.
Selain memiliki kepekaan terhadap seni yang tinggi, Raden Saleh juga dikenal sosok yang ramah dan mudah bergaul. Karena sifatnya yang hangat dan supel, Raden Saleh tidak menemui kesulitan untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan orang Belanda, meskipun dirinya seorang pribumi.
Dengan sifat yang dimilikinya, Prof Caspar Reinwardt, yang merupakan pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan memberikan kesempatan Raden Saleh mendapatkan ikatan dinas bekerja di departemennya. Saat bertugas ini, Raden Saleh berkenalan dengan seorang pelukis keturunan Belgia bernama AAJ Payen yang secara kebetulan didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor Departement van Kolonieen di Belanda. Melihat bakat yang dimiliki Raden Saleh di usia 12 tahun, membuat Payen tertarik untuk memberikan bimbingan prifat.
Sejak saat itu Raden Saleh mulai diperkenalkan teknik melukis dengan cat minyak. Pada masa itu, teknik melukis ini hanya bisa dipelajari dengan berguru langsung kepada seniman Barat. Selain itu, Payen juga mengajak Raden Saleh muda untuk ikut dalam perjalanan dinas keliling Jawa untuk mencari model dan pemandangan untuk lukis. Sembari memberi pelajaran tentang melukis dan menggambar kepada Raden Saleh.
Hingga suatu saat Raden Saleh dinilai Payen sudah semakin matang. Maka ia mengusulkan agar anak bimbingannya tersebut mendapatkan pendidikan yang lebih baik di Belanda. Usulan ini kemudian mendapatkan dukungan dari Gubernur GAG Ph van der Capellen. Setelah Gubernur Jenderal Hindia Belanda melihat karya Raden Saleh, Pada tahun 1829 bersamaan dengan semakin meudarnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Raden Saleh berangkat belajar ke Belanda.
Selain untuk belajar seni lukis, keberangkatannya juga mengemban misi lain yang tertulis dalam sebuah surat dari pejabat tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen. Dalam surat tersebut, Raden Saleh ditugaskan mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat istiadat dan kebiasaan orang Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu.
Dua tahun pertama di Belanda digunakan untuk belajar bahasa Belanda. Ia dibimbing oleh Cornelis Kruseman dan Schelfhout. Dalam seni lukis potret, ia belajar dari Cornelis Krueseman, sedangkan seni lukis tema pemandangan dari Andries Schelfhout. Raden Saleh semakin yakin menjadikan seni lukis sebagai jalur hidupnya. Tatkala namanya semakin dikenal luas ketika ia mempunyai kesempatan untuk mengikuti pameran lukisan di Den Haag dan Amsterdam. Saat melihat karya lukisan Raden Saleh, masyarakat Belanda tidak menyangka, bahwa seorang pelukis dari negri jajahan dapat menguasai teknik lukis Barat.
Seperti yang dilansir situs Kebudayaan Kemendikbud, pada tahun 1851 Raden Saleh mengakhiri petualangannya di Eropa dan kembali ke Batavia. Ia kemudian menikah dengan Raden Ayu Danudiredjo setelah mengakhiri pernikahannya dengan istri pertama warga Belanda.
Raden Saleh dan Lukisan Deanles
Pada tahun 1883 di Amsterdam, diselenggarakan pameran dunia yang bernama Exposition Universelle Coloniale at d'Exportation General. Dalam pameran ini terdapat Bangunan Kolonial khusus, di mana dipamerkan berbagai barang dan produk daerah-daerah jajahan Belanda. Di situ tergantung 19 lukisan karya Raden Saleh, yang menjadi koleksi Raja Willem III. Lukisan Raden Saleh yang paling dikagumi pengunjung berupa lukisan-lukisan perburuan banteng, pergulatan singa, dan Penangkapan Pangeran Diponegoro.
Dalam karyanya, Raden Saleh banyak menggambarkan romantisme yang berkembang di Eropa pada awal abad ke-19 Masehi. Ciri romantisme yang muncul mengandung paradoks. Misalnya, gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan dan ketidakpastian terhadap takdir.
Pada tahun 1838, Raden Saleh mendapat tugas dari pemerintah untuk membuat versi asli berukuran besar dari potret Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Lukisan itu dimaksudkan untuk koleksi Landsverzameling Schilderijen di Batavia dan kini menjadi milik Rijksmuseum di Amsterdam.
Raden Saleh melukis versi kecilnya sekitar tahun 1854, setelah ia diangkat sebagai kurator Landsverzameling Schilderijen. Tidak hanya Daendels, Semua potret gubernur jenderal dan mantan pimpinan VOC dibuat salinan berukuran kecil, yang selanjutnya dipasang pada rak dekoratif di Istana Buitenzorg.
Bagi Raden Shaleh, Daendels menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 1808-1811 yang sangat disegani. Daendels memerintah Hindia Belanda bertepatan dengan masa negara Belanda dipimpin oleh saudara laki-laki Napoléon, Lodewijk. Karena itu, Daendels merasa bangga mengenakan seragam Prancis, dan meminta dilukis secara detail dan cermat. Daendels memandang dirinya sebagai reformator yang berniat menerapkan bentuk pemerintahan baru yang modern. Namun, ia dikenang sebagai marsekal tanpa belas kasihan yang mengorbankan nyawa ribuan kuli Jawa dalam rangka pembangunan Jalan Raya Pos, jalur darat pertama yang menghubungkan Jawa Barat dan Jawa Timur.
Pada lukisan ini, digambarkan Herman Willem Daendels sebagai arsitek jalan tersebut. Telunjuk kirinya menempel pada peta Pulau Jawa yang memperlihatkan jalur De Groote Postweg, sementara tangan kanannya memegang teropong. Di latar belakang sebelah kiri, kita lihat pemandangan Megamendung (Puncak Pass) antara Bogor dan Cianjur. Daerah ini adalah bagian paling sulit dan paling mematikan bagi para kuli pembangun jalan.
Bagi Baden Saleh tentu sangat mengenal dengan baik jalan antara Buitenzorg dan Cianjur itu. Karena beberapa kali bepergian melalui jalan tersebut, sejak menjadi asisten pelukis AAJ Payen. Raden Saleh seolah melukis latar belakang pemandangan alam, bukan sebagai rincian simbolis, melainkan melihatnya sebagai sentral isi gambar tersebut. Sebagai tugu peringatan politik kolonial yang kejam. Yang pasti, ia kemudian juga sering melukis pemandangan alam yang sama (juga dengan susunan yang mirip) dalam ukuran besar.
Versi terakhir lukisan rampung tahun 1879 sebelum Daendels wafat. Raden Saleh memang bermaksud secara tegas memperlihatkan pembangunan Jalan Raya Pos dengan menunjukkan telunjuk kirinya menempel pada peta Pulau Jawa yang memperlihatkan jalur De Groote Postweg. Sementara tangan kanannya memegang teropong. Di latar belakang sebelah kiri, kita lihat pemandangan Megamendung (Puncak Pass) antara Bogor dan Cianjur. Daerah ini adalah bagian paling sulit dan paling mematikan bagi para kuli pembangun jalan.
Potret Herman Willem Daendels sebagai warga sipil dilukis oleh Raden Saleh untuk keluarga. Karena Daendels telah meninggal dunia 20 tahun sebelum lukisan potret ini dibuat. Raden Saleh terpaksa mencontoh potret mini yang disediakan oleh pihak keluarga. Lukisan mini dibuat oleh pelukis Prancis, SJ Rochard, pada 1815.
Di tahun 1836, Raden Saleh juga melukis potret Johannes van den Bosch, yang ketika itu telah kembali ke Den Haag, yang mungkin tidak ingin duduk untuk dilukis. Lukisan itu merupakan tiruan potret Bosch sebelumnya, yang dilukis oleh JC Miiller Kruseman pada 1829. Karena Bosch yang ketika itu berusia 56 tahun, maka hasil lukisan harus terkesan lebih muda. Van den Bosch bersandar pada patung setengah badan Raja Willem yang sangat berkuasa dan di sebelah kiri latar belakangnya terlihat Gunung Salak.
Begitu juga lukisan potret Jean Chrétien Baud, duduk dengan latar belakang pemandangan pulau Jawa, di depan kebun Istana Buitenzong. Lukisani itu jelas merupakan yang terindah di antara lukisan para gubemur jenderal yang dibuat Raden Saleh. Alasannya, Baud merupakan orang yang sangat dekat dengan Saleh.
Raden Saleh Wafat
Pada April 1880, Raden Ayu Danudiredjo, istri Raden Saleh sakit keras sehingga merasa akan meninggal dunia. Oleh sebab itu, Saleh membeli sebidang tanah untuk makam istrinya. Sungguh beruntung istrinya justru sembuh kembali. Namun, Raden Saleh sendiri yang sakit dan meninggal dunia pada 23 April 1880.
Raden Saleh meninggal dunia pada 23 April 1880.
Sesaat sebelum wafat, Raden Saleh merasa curiga bahwa dirinya telah diracun oleh seorang mantan pegawainya. Pelayan itu telah mencuri sederet lukisan sang maestro yang sangat berharga, dan ia tidak mau dan tidak mampu mengembalikannya walaupun sebenarnya masih mampu meminta maaf. Karena itu, Raden Saleh melapor ke polisi dan orang tersebut tekah dihukum. Setelah pembebasannya, Raden Saleh merasa takut akan dibalas oleh pelaku. Memang, sebenarnya Raden Saleh mengalami strok dan pendarahan di otak.
Berita wafatnya pelukis dilaporkan putra Ruja Ashanti, Aquasi Boachi, kepada gubermur jenderal. Aquasi Boachi menupakan seorang sahabat Raden Saleh sepanjang hayatnya. Surat kabar di Jawa memberitakan tentang wafatnya raden Saleh di halaman utama dan mengenangkan kembali riwayat kehidupannya. Iring-iringan pengantar jenazahnya menjadi peristiwa besar. Sejumlah pemuka agama Islam dan pejabat tinggi Hindia Belanda ikut mengantar jenazah pelukis itu.
Setelah kematian itu, banyak orang baru sadar bahwa ia hanya seseorang yang telah membuktikan kepada dunia tentang pentingnya kebudayaan Eropa di bidang seni lukis. Serta hanya seorang manusia Jawa telah meraih derajat yang sama dengan wakil kebudayaan Eropa melalui prestasi. (pul)
Penampilan Jojon dengan kumis minimalis. Foto dok net
abad.id- Jika pelihat foto Alrmahum pelawak Jojon, kumisnya masih segitu-gitu aja berbentuk kotak, menempel di bawah lubang hidung. Model celananya juga tidak berubah dari 20-an tahun lalu. Bagian pinggang ditarik sampai ke atas perut dan ujung bawah cuma sampai di bawah lutut. Yang membuat penampilannya berbeda adalah kacamata besar yang sekarang selalu ia kenakan untuk sebuah acara komedi di televisi.
Dalam perannya Jojon selalu memerankan tokoh yang sedikit bodoh. Padahal sebenarnya Jojon dikenal sosok religius. Hal tersebut diungkapkan sahabat dekat Jojon yang juga merupakan personel grup lawak Jayakarta. "Khusus Jojon, dia itu lulusan Ponpes Wanaraja. Dialah yang menjadi guru ngaji saya pada awal-awalnya," kata Cahyono.
Pelawak legendaris ini mempunyai nama asli Djuhri Masdjan lahir 5 Juni 1947 di Karawang. Sejak muda sudah terbiasa dengan menjadi pemain sandiwara keliling. Karirnya melejit tatkala bergabung bersama grup lawak bernama "Jayakarta Group" bersama U'uk, Esther, dan Cahyono pada era 70-an.
Jayakarta Group menjadi grup lawak paling fenomenal saat itu setelah tampil di berbagai acara TVRI salah satunya Aneka Ria Nusantara. Mereka juga kerap mendapat tawaran manggung dari berbagai daerah Indonesia. Penampilan Jojon sendiri yang selalu memakai kumis minimalis dan celana selutut tentunya menjadi daya tarik yang mengundang tawa.
Ketika disapa, Jojon selalu menarik ujung-ujung bibir, lalu mengajak tersenyum. Setiap ingat Jojon selalu ada panggilan khas dari Cahyono (salah satu pelawak senior sahabatnya), “Cahyonooo...”dengan meliuk-liukkan mirip anak kecil.
Di sebuah wawancara khusus di majalah Readers Diges Indonesia tahun 2019, Jojon salah satu pelawak nyentrik yang 'malas' disorot media ini mengaku, sebenarnya selalu serius. Setiap kali diajak ngobrol dengan tema diluar dunia haha hihi kaw kw kw ww, yang disampaikan justru filsafat hidup dan agama. “Saya ini orang-nya serius,” kata Jojon bapak enam anak yang sudah menekuni dunia lawak lebih 30 tahun.
Kumis minimalis sudah ada sejak jaman Hitler dan pelawak caplin. Konsep kumis minimalis Jojon dimulai ketika sedang merias diri di ruang ganti. Jojon berpikir, apa yang bisa membuat suatu yang serius menjadi lucu. Tiba-tiba iseng menggambar bentuk kumis kotak di bawah lubang hidung dengan pensil alis. Di depan cermin, Jojon tertawa sendiri. “Lucu juga kumis yang nggak jadi ini. Tapi pertanyaannya, berapa lama kumis itu akan mampu bertahan di wajah saya? Bisakah saya membawakan itu,” pikir Jojon
Setelah berdandan dengan kumis palsu model minimalis, ternyata disambut baik penonton. Bahkan kawan lain dalam group lawak Jayakarta menjadikan kumis minimalis menjadi bahan lawakan. Hingga akhirnya konsep kumis Jojon sudah melekat. “Jika saya tampil tanpa kumis, orang tidak akan mengenali saya,” kata Jojon.
Hitler dan Charlie Chaplin dengan kumis minimalisnya. Foto dok net
Munculnya ide kumis ini jauh dari sosok lain yang menginspirasi misalnya Charlie Chaplin atau Hitler. Jojon yakin bahwa idenya orisinil, tidak terbersit sosok Chaplin dan Hitler yang lebih dahulu memakai kumis minimalis. “Adolf Hitler dan Charlie Chaplin berkumis sama, tenar dengan cara yang berbeda,” kesan Jojon
Kumis Jojon sudah dianggap trade mark, selain celana aneh sampai ke perut. Soal konsep celana berawal dari gagasan banyak komedian memakai celana panjang yang mengecil di ujung bawahnya, lalu menggelembung di pinggang. Sedangkan celana yang dipakai Jojon berupa modifikasi dari celana itu. Bagian bawah dipotong sampai bawah lutut, lalu pada bagian pinggang di naikkan sampai ke perut.
Jojon orangnya serius. Di tengah keluarga hanya sesekali melucu dan bercanda. Jojon mengaku sebenarnya tidak punya bakat melawak. Bahkan darah seni juga nggak ada. “Bapak saya dulu seorang masinis kereta api,” kata Jojon.
Lalu , bagaimana bisa terjun ke dunia lawak. Saat itu tahun 1978 Jojon ikut kesenian Reog Jawa Barat yang main di Taman Ria Monas. Di situ, sudah ada Cahyono seorang pelawak tetap di kelompok kesenian itu. “Kami berkenalan, dan seminggu kemudian Mas Cahyono datang ke rumah saya mengajak gabung di Grup Jayakarta. Sejak itulah saya jadi pelawak,” cerita Jojon.
Membuat orang tertawa sebenarnya sangat susah. Harus ada trik khusus sedemikian rupa sehingga mengundang tawa. Mempertahankan eksistensi bagi pelawak yang sudah senior seperti Jojon sangat penting. Mengingat sudah banyak bintang-bintang baru yang masih muda. Menurut Jojon, untuk mempertahankan eksistensi dengan cara kerja tim. Dalam setiap permainan tidak boleh egois mau lucu sendiri, tapi harus memberi umpan juga ke lawan main. “Kita melucu untuk membuat orang tertawa, bukan untuk ditertawakan. Kalau untuk ditertawakan mah gampang. Kita terpeleset dan terjatuh orang akan tertawa, tapi mereka tertawa karena kekonyolan, bukan kelucuan kita,” kata Jojon.
Jojon juga punya cara menjadikan pertunjukan lawak menjadi lucu. Menurutnya tergantung kepada cerita, dan konsep bagaimana dan penontonnya siapa. Kalau itu sudah ditentukan, lalu segera dibuat garis besar ceritanya dan menjaga benang merahnya jangan sampai terputus. Selebihnya, improvisasi, baik sendiri maupun bareng-bareng. Dalam arti saling melempar umpan lawakan dengan lawan main.
Selain itu, hal-hal lain seperti sound system, lampu dan panggung juga berpengaruh. Apalagi bagi pelawak yang mengandalkan omongan, ekspresi dan gerak tubuh. Panggung yang pendek, misalnya, bisa menggagalkan pertunjukan lawak. Sebab, penonton yang di belakang tidak bisa melihat panggung, mereka lalu kecewa dan memilih untuk pulang saja.
Namun sosok Jojon yang selalu membuat senang orang di depan TV ini tinggal kenangan. Pelawak Jojon menghembuskan nafas terakhirnya akibat serangan jantung pukul 06:04 WIB tanggal 6 Maret 2014 di RS Ramsey Premier Jatinegara, Jakarta. Jojon meninggal dunia dalam usia ke-66 tahun. (pul)
“Bermimpilah seakan akan kau hidup selamanya. Hiduplah seakan akan kau akan mati hari ini” ungkapan James Dean aktor Amerika Serikat yang hidupnya sebentar namun sangat bernilai.
abad.id-Aktor tampan era 50-an, James Dean, sosok yang dikenal menyukai dunia roda empat. Bahkan, dirinya kerap tertangkap kamera sedang kebut-kebutan di jalan mengendarai mobil kencang Porsche 550 Spyder. Sialnya, hobinya tersebut membawa ke kematiannya. Tepatnya tanggal 30 September 1955, Dean mengalami kecelakaan hebat hingga membuatnya tewas di tempat. Mobilnya juga hancur setelah menabrak sedan Ford Tudor di sebuah persimpangan kota Cholame, California.
James Dean lahir di kota pertanian kecil Fairmount, Indiana, AS, pada tahun 1931. Dalam hidupnya yang singkat, dia berhasil menjelma sebagai salah satu tokoh paling ikonik dalam sejarah sinematik. Sejak kecil James Dean sudah mengasah hidupnya dengan seni dan kegiatan acting. “Walaupun aku terlibat dalam fungsi teaterikal atau lainnya sejak aku masih kecil, baik urusan sekolah, musik maupun olahraga, namun semuanya hanyalah kecelakaan. Bagiku aking adalah cara yang paling logis untuk neurosis orang-orang untuk mewujudkan diri mereka sendiri. Semua ini kita perlukan untuk mengekpresikan diri kita. Menurutku latihan untuk seorang aktor tersusun bahkan sebelum dia dalam buaian sang ibu,” kata James Dean dalam bukuberontak bukan tanpa sebab.
Memang, sejak berada di SMA, Dean sudah menjadi atlet bintang dan menunjukkan minat pada drama. Didorong oleh guru dramanya, Dean mendapat peran pertamanya sebagai bintang iklan Pepsi. Setelah itu, dia segera mendarat peran kecil dalam drama televisi.
James Dean kemudian pindah ke New York pada tahun 1951 dan mulai belajar serius di Actors Studio dengan guru legendaris Lee Strasberg. Dia segera mendapat peran di atas panggung dalam berbagai produksi seperti The Immoralist dan See the Jaguar, serta dalam banyak drama televisi lain. Hingga tahun 1954, Dean menandatangani kontrak dengan Warner Bros, salah satu studio terbesar pada saat itu.
Bagi James Dean, memahami signifikan kehidupan adalah tugas seorang aktor, menafsirkan dan menunjukkannya dalam dedikasinya. Menjadi seorang aktor adalah pilihan yang paling sunyi di dunia ini. “Kau sendiriaan dan konsentrasi dan imajinasimu dan hanya itulah yang kau miliki. Menjadi aktor yang baik itu sulit. Menjadi aktor itu lebih berat. aku ingin menjadi keduanya sebelum aku melakukannya,” tambah James Dean
Film pertama yang dibintangi James Dean adalah Elia Kazan’s East of Eden pada tahun 1955, yang diadaptasi dari buku karya John Steinbeck. Dean sempurna memerankan anak bermasalah, Cal Trask. Dia mampu mengekspresikan berbagai emosi seperti keterasingan, kecemasan, dan kecemburuan. Di film itu, Dean langsung mendapatkan nominasi Aktor Terbaik Oscar secara anumerta.
Banyak yang berspekulasi bahwa kehidupan Dean dipenuhi dengan kesepian seperti karakter yang dia mainkan. Kecintaannya pada mobil dan memacu dengan kecepatan tinggi akhirnya mengakhiri hidup singkat James Dean.
Pada tahun 1955, Dean tewas saat mengemudi mobil sport Porsche Spyder miliknya. Dia bertabrakan dengan mobil lain dan tewas seketika pada usia 24 tahun.
“Karena usiaku baru 24 tahun, aku kira aku punya wawasan ke dalam generasi yang muncul ini sebaik orang muda lainnya seusiaku. Dan aku tau bahwa banyak pemuda tidak berdiri seperti patung atau bicara seperti Demosthenes. Oleh karena itu, ketika aku berperan sebagai seorang pemuda, seperti dalam Rebel Without A Cause, aku berusaha meniru kehidupan,” kata James Dean dalam sebuah wawaancara sebelum ajal menjemput.
Kematian James Dean justru membuat dirinya melegenda. Pihak produser segera merillis sebuah film sebulan setelah kematiannya berjudul Rebel Without a Cause. Film tersebut langsung hits terutama di kalangan remaja.
Dalam pengakuan James Dean, film Rebel Without a Cause berkaitan dengan problem-problem anak muda modern. Inilah konsepsi romantis anak muda yang menyebabkan munculnya banyak kesulitan dengan kesalahan memahami kaum muda sekarang. Dalam pikiran James Dean, dalam film tersebut menunjukan dispoporsi psikologis dari permintaan anak muda terhadap orang tua. Para orang tua dianggap sering melakukan kesalahan, namun namun anak muda harus melakukan beberapa hal juga.
Dalam film Rebel Without a Cause tersebut, Dean mampu menggabungan sensitivitas Montgomery Clift dengan seksualitas dan ledakan kemarahan Marlon Brando. Sekali lagi, dia menggambarkan keterasingan, kebingungan, dan kecemasan yang mewakili suara generasinya.
James Dean mengenakan jeans, jaket merah, dan T-shirt putih menjadi salah satu gambar sinema paling ikonik. Foto istimewa
Film ketiga dan terakhir James Dean, Giant (1956) juga fenomenal. Perannya sebagai Jett Rink yang kesepian dan tersiksa membawanya mendapatkan nominasi Aktor Terbaik Academy Award.
Misteri Porsche Yang Terkutuk
Banyak pandangan James Dean tentang dunia peran di hidupnya yang sebentar. Terutama dalam panggung hiburan yang digelutinya di Holywood. Baginya, seorang aktor adalah kisah yang nyata dalam film sebenarnya yaitu hidup. Jika seorang aktor memainkan suatu adegan secara teat sesuai kehendak sutradara, maka ini bukanlah akting. Ini sekedar mengikuti intruksi. Siapapun dengan kualifikasi fisikal dapat melakukannya. “
Jadi tugas sutradara hanyalah menyutradarai sebagaimana aktig itu dikendalikannya. Kemudian aktor mengambil alih. Dia harus membiarkan ruang dan kebebasan mengepresikan dirinya dalam peran. Tanpa ruang itu, aktor tidak lebih daripada robot tanpa akal,” nasehat James Dean yang sangat melegenda.
Kata bijak ini selalu diingat oleh calon bintang di Holywood, bahwa hidup seorang superstar itu singkat. Begitu pula dengan kenikmatan dunia itu hanya sederhana, yaitu kepuasan dan ambisi.
Porsche 550 Spyder yang membawa maut. Foto dok net
Nah, ambisi dan kepuasan inilah yang menjadi malapetaka bagi Dean. Dirinya merasa bebas dan jantan jika sudah mengendarai mobil roda empat dengan kecepatan tinggi. Dean seing tertangkap kamera sedang melakukan aski kebut-kebutan di jalan mengendarai Porsche 550 Spyder. Sialnya, aksi yang dianggap prinsip hidup itu membawa ke kematiannya.
Tanggal 30 September 1955, dunia dikejutkan dengan peristiwa kecelakaan yang dialami idola muda Dean. Mobilnya yang dikendarainya hancur setelah menabrak sedan Ford Tudor di sebuah persimpangan kota Cholame, California. Selain Dean, ada dua orang lain yang terlibat dalam kecelakaan tersebut, yakni pemilik sedan Ford bernama Donald Turdnupseed yang mengalami shock berat, dan juga mekanik Rolf Wutherich yang mengalami luka di sekujur tubuhnya.
Penuh misteri, setelah peristiwa kecelakaan tersebut, mobil yang sudah dalam perbaikan kedapatan sering bergerak sendiri tanpa ada yang mengendalikan. Bahkan, Porsche yang ditupangi Dean tersebut pernah melaju mendekati montir yang berdiri di dekatnya. Kemudian menghantamnya keras-keras, hingga tulang kaki sang montir remuk.
Merasa ada tak beres, akhirnya montir memutuskan menghukum mobil tersebut dan mempreteli seluruh komponen mobil dan menjualnya ke siapapun yang berminat. Sialnya, misterius justru semakin tidak terkendali. Komponen-komponen yang terjual itu, rupanya membawa petaka bagi mereka yang menggunakannya.
Mobil yang menerima komponen mesin dan ban Porsche terlibat kecelakaan mematikan. Truk yang membawa sasis Spyder Porsche juga tergelincir di jalan tol dan membuat sopirnya tewas. Lalu bagian-bagian mobil Porsche lainnya lenyap, dan tak pernah diketahui keberadaannya.
Persis seperti kisah film penuh hantu, sang mekanik Wutherich juga turut dihantui rasa bersalah atas keputusan menjual komponen Porschetersebut. Wutherich sempat mencoba bunuh diri dua kali selama 1960-an namun gagal. Hingga akhirnya, pada 1967, Wutherich ditemui sudah gila dan menikam istrinya 14 kali menggunakan pisau. Tak berselang lama, Wutherich sang mekanik ditemukan tewas dalam keadaan mabuk saat mengemudi pada tahun 1981. Sedang pemilik sedan Ford bernama Donald Turdnupseed akhirnya ikut tewas karena kanker paru-paru tahun 1981.
Memang seperti sebuah kutukan dari arwah Dean. Sehingga penggemar cerita perjalanan aktor tampan ini selalu yakin bahwa film Rebel Without a Cause adalah sebuah pesan dari roh canayang. Di film tersebut akan selalu diingatkan orang-orang lain juga punya perasaan. Mungkin mereka akan berkata, apa yang kita butuhkan untuk semua itu. “ Jika suatu film termotifasi secara pshikologis, maka aku pikir film itu akan melakukannya dengan baik. Aku sungguh percaya Rebel Without a Cause adalah film seperti itu,” tutup Dean. (pul)
Munawar Muso atau nama lain Paul Musotte
abad.id- Muso dianggap bertanggung jawab atas Pemberontakan PKI Madiun 1948. Peristiwa 18 September 1948 itu telah merenggut sekitar 1.920 korban jiwa sejak PKI menduduki Kota Madiun selama 13 hari. Pemberontakan PKI Madiun 1948 dilatarbelakangi oleh kekecewaan Amir Syarifudin beserta kelompoknya kepada pemerintah atas hasil perjanjian Renville.
Madiun diserang oleh pasukan TNI dalam upaya merebut kembali kota tersebut dari tangan Front Nasional yang didukung oleh PKI. Hatta harus bertindak keras untuk menumpas pemberontakan Madiun. Alhasil kota tersebut bisa kembali direbut dan pentolan Front PKI lari kocar-kacir, termasuk Muso.
Dalam buku Madiun 1948 PKI bergerak tulisan ahli sejarah Harry A Poeze, dalam pelarian itu Muso kehilangan kontak dengan pasukan PKI di sekitar Pacitan, akibat keadaan yang tidak jelas. Satu batalyon dari Siliwangi berada di dekatnya siap menyerbu.
Baca Juga : Jejak Dua Walikota Surabaya Yang Terlibat PKI
Saat itu 15 Oktober 1948, Muso bersama beberapa pengawalnya hendak melanjutkan pelariannya ke arah utara jurusan Ponorogo. Tidak ada lagi yang tersisa, pasukan jumlahnya sudah kecil. Diperlukan dua minggu bagi kelompok kecil ini untuk pergi dari Pacitan ke Balong. Rombongan ini tidak lagi bergabung dengan induk pasukan PKI yang sudah kocar kacir.
Sejak penyerbuan Batalyon Siliwangi iliwangi ke Madiun, induk pasukan PKI dipecah menjadi dua kelompok besar. Abdoel Moentalip dalam pemeriksaan sesudah tertangkap mengaku, bahwa pasukan PKI dipecah di Tegalombo. Muso meninggalkan kawan-kawannya PKI dan FDR dan saling lempar tanggung jawab. Nasib mereka tidak dipedulikan asal cari selamat sendiri.
Baca Juga : Soekarno Berang PKI Dibubarkan Oleh Pengemban Supersemar
Dalam tulisan wartawan Sin Po, diberitakan pertentangan Muso dan Amir telah terjadi konflik besar. Perebutan kekuasaan di Madiun pekerjaan Amir, Setiadjit dan Wikana. Sementara Muso dihadapkan pada fait accompli. Ketika Amir membayangkan tentang dukungan militer, maka ia pun menyetujuinya. Muso menginginkan negara komunis dengan bendera palu dan arit. Namun atas kehendaknya sendiri, Amir mengalihkan haluan menjadi merah putih dikibarkan sebagai lambang negara. Maka Muso menjadi marah.
Dengan demikian PKI di Madiun terpecah dan menjadi lemah dengan sendiri. Muso menjadi kecewa dan ingin lari ke luar negeri. Ketika ia terlibat dalam pertempuran dengan TNI, ia memilih mati daripada menyerah.
Muso menghendaki ke selatan, dan Amir ke utara, Muso disalahkan terlalu cepat berkesimpulan, dan janji kosong saja mengenai bantuan dari Uni Soviet. Konfik antara Muso dan Amir berakibat pada persimpangan jalan. Muso merasa tubuhnya tidak memungkinkannya untuk memimpin gerakan gerilya, dan itulah sebabnya ia ditinggalkan oleh pasukannya.
Pada tanggal 31 Oktober Muso menemui akhir kisahnya dalam pelariannya. Dalam telegram tanggal 2 November dari Soengkono kepada Presiden Soekarno , disebutkan pada 31 Oktober sekitar pukul 11.00 Muso berhasil dibunuh di Sumanding, Sumoroto. Kantor berita Antara, yang menyiarkan berita ini terasa agak dilebih-lebihkan.
Baca Juga : Ini Alasan Sukarno Menolak Membubarkan PKI
“Kronologisnya para pengawal bercerai-berai saat dikejar TNI. Akibatnya Muso terkurung. Dalam rombongan Muso ini termasuk Kamo, yang kemudian tertangkap sesudah mengalami luka tembak di kaki. Sumber Antara memberitakan, pagi hari sekitar pukul 10.00, Muso yang bersenjata pistol, serta tiga pengawal bersenjata lengkap menolak perintah untuk angkat tangan. Akibatnya tembak-menembak pun berlanjut. Seorang prajurit TNI terkena peluru pada dagunya, dan seorang pengawal Muso tewas tertembak. Dua lainnya melarikan diri. Pemimpin pemberontak ikut tertembak. Mayatnya segera dibawa ke rumah sakit Ponorogo. Diduga ia seorang tokoh penting. Perwira-perwira TNI yang dipanggil kesana untuk identifikasi, memberi pernyataan bahwa yang mati itu ialah Muso,”.
Tentang pemberitaan ini menurut Harry A Poeze banyak kesalahannya. Satu-satunya yang benar pernyataan tentang tewasnya Muso dari Soewarno, seorang pegawai yang berdinas di daerah Jebeg. Dijelaskan pada pukul 8.00 pagi di depan pos kesehatan Balong, Soewarno sedang bersama seorang polisi berama Redjosudarmo. Keduanya melihat 3 orang mencurigakan, satu berbadan agak gemuk, dengan celana hitan dicincing dan berbaju kaos. Serta seorang berpakaian rapi dan tampak lebih bersih. Mereka juga menggunakan capil dengan membawa sarung dipundaknya. Soewarno memanggilnya agar berhenti. Tasnya diperiksa, ikat kepala, dan jas hujan, diminta memperlihatkan surat jalannya.
Saat Soewarno mengamat-amati surat jalan dan memeriksa tas bawaan, tiba-tiba dia diserang dengan tembakan. Beruntung peluru meleset, namun mengenai Redjosudarmo seorang mantri polisi sebanyak dua kali. Dengan respek, Soewarno lari sambil berteriak 'Awas, mata-mata!'.
Sejumlah pemuda yang sedang jaga di persimpangan jalan segera berdatangan. Beberapa orang membawa Redjosudarmo ke pos kesehatan, dan yang lain mengejar si penembak. Warga mengejar pria misterius itu dengan berlari dan bersepeda. Soewarno juga melaporkan aksi penembakan orang asing kepada pimpinan polisi di Ponorogo. “Namun pada malam harinya Redjosudarmo anggota polisi yang tertembak meninggal dunia,” Kata Harry.
Sementara itu keterangan Benu, anggota Dewan Pertahanan Masyumi (DPM) Ponorogo, yang tinggal di Balong, memang mendengar ada tiga orang mata-mata yang disinyalir ada di desa, dan salah seorang dari mereka menembak seorang polisi. Kemudian mereka bercerai-berai melarikan diri ke berbagai arah.
Benu segera menuju ke tempat lokasi penembakan bersama warga lain. Tidak lama kemudian, ada kabar seseorang membajak dokar, dengan menodongkan pistol kepada pemilik dokar. Benu mengejar dokar dan berteriak untuk menghentikannya. Jawaban yang diberikan berupa tembakan. Benu membalas menembak, dan kemudian baku tembak terjadi. Bersama anggota-anggota DPM lainnya, Benu berjalan kaki dan bersepeda, terus membuntutinya ke jurusan Sumoroto.
Di Desa Sumanding datang sebuah mobil dari arah yang berlawanan. Benu menghentikan mobil itu. Di dalam mobil ada lima orang perwira tentara. Salah seorang dari perwira-perwira kebetulan melihat sebuah dokar di Sumanding dengan kusirnya seorang laki-laki gemuk sedang dikejar dua pengendara sepeda. Mereka langsung bergegas ikut mengejar dokar tersebut.
Dari dalam mobil ikut menembaki dokar, namun dibalas tembakan tomigun. Beruntung perwira TNI ini berhasil menembak kuda hingga mati sehingga si kusir jatuh di jalan. Namun perwira-perwira TNI ini memilih mundur karena ancaman serangan tomigun musuh. Mereka menuju ke seksi TNI Sumoroto untuk melaporkan peristiwa ini. Sementara itu Muso lari menuju mobil yang mesinnya masih hidup. Saat hendak dijalankan tiba-tiba mesin mati dan Muso tidak bisa menghidupkannya lagi.
Ketika Muso hendak naik ke mobil, Benu dan kawan-kawannya berada pada jarak sangat dekat, dan siap untuk menembak ban mobil seandainya mobil itu bisa jalan. Tapi hal itu tidak terjadi, dan Muso pergi masuk ke sebuah warung, mengambil minuman.
Sementara itu anggota-anggota DPM masih memantau pergerakan pria misterius sambil berlindung di balik pohon asam. Saat itulah pria misterius itu menantang Benu dan warga yang mengejarnya.
“Ayo tembak, saya Muso tulen”
“Apakah betul anda Muso,” tanya Benu
“Ya, saya Muso yang sudah pernah merantau keluar negeri,”
“Jika Anda benar-benar Muso menyerahlah,” perintah Banu
“Lebih baik mati dari saja daripada tunduk angkat tangan,”
“Saja tidak akan menembak Pak,” kata Benu.
Awalnya hanya Benu saja yang berkeyakinan bahwa orang tersebut betul Muso yang dicari-cari pemerintah. Beberapa pemuda DPM punya usul sebaiknya Muso dibujuk agar bisa ditangkap hidup-hidup. Untuk menangkap Muso ini, Benu dan beberapa pemuda mencabut amblem DPM yang dipasang di lengan baju, dan dimasukkan dalam saku. Setelah itu Benu dan pemuda DPM memberikan 2 buah mangga kepada Muso dengan perantara anak kecil yang menggembala sapi di sekitar lokasi. Mangga itu diterima Muso dan dimakan. Kemudian Benu dan pemuda DPM melanjutkan negoisasi.
“Pak, kami ini anakmu sendiri dan kami pernah tahu pidato Bapak waktu di Madiun,”
“Lalu kenapa sejak tadi tidak menembak saya,” kata Muso
“Saja tidak mentolo (tidak tega) menembak Bapak, kasian Pak. Sekarang sudah jelas, maka hendaknya senjata bapak diletakkan, pun senjata saya, saya letakkan. Marilah bersama-sama, ini semua anakmu sendiri,” kata Banu.
Belum sampai tercapai maksud Banu menangkap Muso hidup-hidup, tiba-tiba dari sebelah utara datang pasukan Brigade Siliwangi dipimpin Sumadi bersenjata 3 alat berat menuju ke arah Muso. Namun sebelumnya salah satu pemuda DPM sudah memberi informasi kepada Brigade Siliwangi supaja tidak menembak karena masih ada negoisasi.
“ Kami dan pemuda DPM ada disebelah selatan hendak menangkap Muso yang membawa revolver, dengan harapan Muso dipegang hidup-hidup tanpa ditembak. Tetapi perintah itu tidak dituruti,” kenang Banu
Pemimpin Brigade Siliwangi bertanya kepada pemuda DPM dimana posisi orang yang mencurigakan tersebut. Lalu dijawab, Muso ada di sebelah timur rumah dan bersembunnyi di kamar mandi.
Kemudian muncul tembakan selama 10 menit. Banu berteriak agar pasukan Brigade Siliwangi menghentikan tembakan, sebab Muso yang bersembunyi hendak keluar dengan mendapat dekking tembak. Muso yang bediri menghadap ke utara kemudian terkena tembakan 2 kali. Satu mengenahi lengan atas kiri dan kemudian tembakan ke arah dada sebelah kiri.
Setelah dinyatakan aman, Banu dan pemuda DPM mendekati mayat. Pada saat itu tanggal 31 Oktober pukul 11 siang. “Pistol dari Muso saya ambil lantas kemudian diminta anak-anak Brigade Siliwangi, saat saya periksa saku yang diduga berisi dokumen, ternyata hanya membawa beberapa uang dan sapu tangan,” kata Banu.
Pasukan dan pemuda DPM semakin yakin bahwa orang asing tersebut benar-benar Muso. Kemudian mayat Muso dibawa pasukan Brigade Siliwangi. Peperiksaan dan pemotretan dilakukan oleh Commandant Militer Kabupaten Ponorogo Majoor Moediain. Dengan demikian habis riwayatnya Muso. (pul)
Caleg muda DPR RI Dapil Jambi, Ahmad Fathul Bari dari PKS, Paizal Kadni dari PKB, Harrifar Syafar dari partai Gerindra, Ade Mardhan dari PPP, .Ela Nofita Sari dari PSI.
abad.id- Sejak masa kemerdekaan, peranan pemuda sangatlah besar dalam dinamika pembangunan Jambi. Sejarah mencatat bahwa berdirinya keresidenan Jambi menjadi daerah Tingkat I Provinsi tidak lepas dari Pernyataan Bersama Himpunan Pemuda Merangin Batanghari (HP.MERBAHARI) dengan Front Pemuda Jambi (FROPEJA) Tanggal 10 April 1954. Pernyataan sikap itu diserahkan langsung Kepada Bung Hatta Wakil Presiden di Bangko, yang saat itu sedang melakukan kunjungan kerja. Keinginan menjadi provinsi didukung jumlah penduduk Jambi kurang lebih 500 ribu jiwa.
Keinginan tersebut diwujudkan kembali dalam Kongres Pemuda se-Daerah Jambi 30 April – 3 Mei 1954 dengan mengutus tiga delegasi yaitu Rd. Abdullah, AT Hanafiah dan H. Said serta penasehat delegasi Syamsu Bahrun menghadap Mendagri Prof. DR.MR Hazairin.
Berbagai kebulatan tekad bermunculan baik oleh gabungan parpol, Dewan Pemerintahan Marga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Merangin, Batanghari. Puncaknya pada kongres rakyat Jambi 14-18 Juni 1955 di gedung bioskop Murni terbentuklah wadah perjuangan Rakyat Jambi bernama Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD) untuk mengupayakan dan memperjuangkan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi Jambi.
Pada Kongres Pemuda se-daerah Jambi tanggal 2-5 Januari 1957 mendesak BKRD menyatakan Keresidenan Jambi secara de facto menjadi Provinsi selambat-lambatnya tanggal 9 Januari 1957. Atas desakan kuat dai daerah, maka BKRD menggelar sidang pleno tanggal 6 Januari 1957 hingga pukul 02.00 dini hari, dengan resmi menetapkan keresidenan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi keluar dari Provinsi Sumatera Tengah.
Mempertegas kedudukan provinsi Jambi ini, 9 Agustus 1957 Presiden Soekarno menandatangani UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi.
Sayangnya, peran pemuda Jambi dalam mewarnai arah kemajuan daerahnya agak berkurang belakangan ini. Salah satunya disebabkan kurangnya pemuda diberikan kesempatan untuk memimpin dan mewakili Jambi di kancah nasional.
Calon Wakil Rakyat Berusia Muda Pembawa Aspirasi Rakyat Jambi
Pesta demokrasi Pemilu tahun 2024 akan menjadi momentum bagi masyarakat Jambi untuk memilih wakil rakyat di tingkat daerah dan pusat. Warga Jambi akan mendapatkan kesempatan untuk menentukan nasibnya, dengan memilih wakil rakyat yang memperjuangkan kepentingan rakyat.
Menurut Direktur Eksekutif Poligov, Muh Tri Andika, ada tren yang menarik di senayan, dimana para anggota DPR-RI yang berusia muda cenderung lebih vokal dalam memperjuangkan kepentingan daerah asal pemilihannya. Semangat para legislator muda ini dibuktikan dengan kemampuan lebih baik daripara anggota parlemen senior. Para legislator seperti Andre Rosiade dari Sumbar, Meutya Hafid dari Sumut dan Puteri Komaruddin dari Jabar menjadi ujung tombak partainya untuk membantu memutuskan agenda besar bagi bangsa Indonesia.
Poligov menemukan bahwa memperjuangkan kepentingan daerah menjadi salah satu faktor utama yang digunakan pemilih untuk menentukan caleg yang ingin dicoblosnya. Hal ini termasuk juga terjadi di Jambi. Warga provinsi ini menginginkan para wakil rakyat di pusat lebih vokal menyuarakan kepentingan daerahnya. “ Poligov melihat ada minimal lima Caleg DPR-RI Dapil Jambi yang berpotensi bisa all out memperjuangkan daerah dengan cara-cara yang inovatif jika nanti terpilih,” kata Andika.
Caleg DPR RI asal Jambi Harrifar Syafar dari partai Gerindra
Nama moncer Caleg muda Harrifar Syafar asal partai Gerindra. Caleg ini dikenal sebagai salah satu ajudan Menhan Prabowo. Pria yang akrab disapa Bang Harrifar kelahiran Kota Muarabungo, Provinsi Jambi. Meskipun sibuk menjalankan aktivitas sebagai ajudan dan Wasekjen DPP Partai Gerindra, Harrifar mengaku kalau dirinya tetap terus memonitor situasi terkini perkembangan Provinsi Jambi.
Caleg DPR RI asal Jambi Ahmad Fathul Bari dari PKS
Nama Caleg muda lainnya yakni Ahmad Fathul Bari. Fathul merupakan Wasekjen sekaligus Juru Bicara DPP PKS. Ia pernah mengenyam pendidikan S1 dan memperoleh gelar Sarjana dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), serta melanjutkan S2 dan memperoleh gelar Magister dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Fathul pernah menjabat beberapa posisi strategis di UI, yakni sebagai Ketua Umum Senat Mahasiswa FIB UI dan Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), serta menjadi salah satu Ketua Ikatan Alumni UI (ILUNI UI). Di dunia politik, selain menduduki posisi strategis di DPP PKS, dalam Pilpres di tahun 2019, ia juga menjadi salah satu Juru Bicara pasangan Capres/ Cawapres Prabowo-Sandi. Saat ini publikasinya banyak beredar di Kota Jambi dan 10 Kabupaten/ Kota lainnya se-Provinsi Jambi sebagai sarana sosialisasi, selain sosialisasi langsung dan menyerap aspirasi masyarakat.
Caleg DPR RI asal Jambi Ade Mardhan dari PPP
Caleg lain asal Jambi Ade Mardhan, kelahiran 1989 ini dikenal sebagai pengusaha.Sejak tahun 2011 sewaktu menjadi Mahasiswa, sudah aktif mengikuti kegiatan di BEM. Sejak lulus kuliah memutuskan bergabung PPP pada 2013, aktif menjasi ketua pemuda Kabah. Aktifis PMII ini ingin megemban amanah masyarakat serta mampu memberi solusi ditengah dimasyarakat dengan menjadi anggota DPR RI.
Caleg DPR RI asal Jambi Paizal Kadni dari PKB
Caleg muda potensial dari kalangan pengusaha yaitu Paizal Kadni dari PKB. Putra Asli Kerinci ini lahir 5 Mei 1975 pada 2019 lalu pernah mencalonkan diri sebagai Caleg DPR RI dari partai PSI.
Caleg DPR RI asal Jambi Ela Nofita Sari dari PSI
Serta Caleg perempuan Ela Nofita Sari dari PSI, juga sama-sama asli Desa Sekungkung Kecamatan Depati Tujuh. Lahir tanggal 12 Januari 1991 lulusan pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Muhammadiyah Prof.DR. HAMKA. Aktifis pendidikan ini pernah menjadi sekretaris Umum PC.IMM Kerinci dan Sekretaris Hubungan Luar Negeri DPP KNPI (2014-2016). Serta pada 2019 Ia pernah mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI dapil Jambi dari Partai Solidaritas Indonesia.
“Tokoh politisi muda sangat diperlukan oleh Jambi untuk memberikan penyegaran dan regenerasi di senayan,” tambah Andika.
Poligov memberi argumen bahwa potensi provinsi Jambi sangat besar, namun belum bisa dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat. Diharapkan para tokoh muda ini dapat menggunakan saluran dan strategi yang lebih inovatif dalam mengangkat nama daerah di tingkat pusat, agar perhatian dari pemerintah pusat dan investor menjadi lebih baik di masa mendatang. (pul)
Di kalangan penggemar novel di seluruh dunia, nama Barbara sangat dikenal sebagai novelis yang romantis dan produktif.
abad.id- Di kalangan penggemar novel di seluruh dunia, nama Barbara sangat dikenal sebagai novelis yang ro-mantis dan produktif. Karangan novelnya itu biasanya dikaitkan dengan sejarah dan negara-negara di Timur yang pernah dikunjunginya, atau kehidupan para bangsawan Inggris.
Barbara Cartland yang lahir pada tanggal 9 Juli 1901, dan meninggal pada tanggal 21 Mei 2000. Seorang tokoh penulis Inggris, salah satu penulis paling produktif sepanjang abad ke-20. Barbara Cartland terkenal karena novel-novel fiksi romantisnya.
Lahir dengan nama Mary Barbara Hamilton Cartland di Edgbaston, Birmingham, Inggris, satu-satunya anak perempuan dan anak tertua dari seorang perwira tentara inggris Mayor Betram Cartland. Meski dilahirkan dalam kelas kebangsawanan menengah yang nyaman, keluarganya tiba-tiba terguncang dengan kematian bunuh diri kakeknya James Cartland, seorang ahli keuangan yang mengalami kebangkrutan. Hal ini diikuti segera dengan kematian ayahnya di medan perang Flanders dalam Perang Dunia I.
Melihat kenyataan itu ibunya giat membuka toko baju di London untuk memenuhi kebutuhan Barbara dan kedua saudaranya, Anthony dan Ronald. Namun keduanya juga ikut tewas pada pertempuran pada tahun 1940.
Setelah selesai mengikuti sekolah di The Alice Ottley school, Marvelm Girls college, dan Abbey House sebuah lembaga pendidikan di Hampshire, Barbara segera menjadi sukses sebagai reporter masyarakat dan penulis fiksi romantis. Barbara mengaku ia terinspirasi pada pekerjaan awalnya dengan novel-novel dari penulis Edwardian Elinor Glyn, yang dia idolakan dan akhirnya menjadi teman.
Ada hal yang istimewa dari Barbara Cartland, yaitu setiap wanita yang ditokohkan dalam novelnya, banyak yang bertolak belakang dengan keadaan dirinya. Tokoh wanita itu biasa ditampilkannya dalam sifat pemalu, rendah hati dan penurut. Biasanya seputar tentang darah biru. la tidak usah kaya, yang penting ia cerdas dan bangga pada dirinya. Jika tokoh itu Pria, itu harus bisa menjadi pimpinan dalam rumah tangganya, yang berarti ia harus dapat bertanggung jawab atas kelangsungan hidup rumah tangganya. “Pria semacam itulah yang saya ketengahkan dalam novel-novel saja," kata Barbara.
Dengan tokoh-tokoh seperti itu akhirnya membangun jalan cerita yang mudah diikuti oleh pembacanya. Maka novel Barbara mendapatkan pasar yang besar di seluruh dunia. Novel-novel itu diterjemahkan dalam berbagai bahasa, dan laku sekitar 80 juta buah.
Tahun 1927 Barbara Cartland menikah dengan Alexander George McCorquodale, seorang perwira Angkatan Darat Inggris dari Skotlandia, dan pewaris kekayaan percetakan. Setahun kemudian setelah pernikahannya, Barbara melahirkan seorang putri yang dia beri nama Raine McCorquodale. Pada tahun 1933 Barbara bercerai, tiga tahun setelah itu menikah lagi dengan Hugh McCorquodale. Dari pernikahan ini mereka dikaruniai 2 orang putra yaitu Ian dan Glen McCorquodale.
Pembaca novel karya Barbara kebanyakan wanita, dan mereka mengatakan sangat bahagia bila sedang membaca. Walaupun begitu, tak sedikit pula yang meremeh. Mereka tidak menyenangi novel itu karena menganggap karangan Barbara terlalu ringan, kurang berbobot dan tokoh wanita yang diceritakannya selalu menggambarkan wanita yang lemah.
Terkait hal ini, Barbara mengaku novelnya memang bukan karya sastra, tetapi karangan untuk dibaca secara santai. Dan itulah yang disukai oleh sebagian besar pembaca. Bagaimana pun juga, para pembaca ingin lepas dari ketegangan pikiran yang mereka hadapi sehari-hari, sehingga pembaca lebih senang disuguhi dengan hal-hal yang menyenangkan. Apalagi pada dasarnya, banyak wanita yang menyenangi tokoh-tokoh dalam novel saya. Terutama tokoh wanita yang dapat mengatasi kesulitannya. “Selain itu, dalam novel-novel saya bukan seks yang diutamakan, melainkan hal-hal yang berbau romantis."
Apa pun kata orang, novel-novelnya tetap laris, bahkan beberapa di antaranya telah dipagelarkan dalam bentuk sandiwara yang mampu menyedot banyak pengunjung.
Barbara memang begitu menikmati setiap sisi dari kehidupan, "Saya baru menikah pada usia 25 tahun, karena saya sangat menikmati kehidupan di masa gadis. Waktu itu saya telah dilamar sampai 49 kali, tapi saya belum menentukan pilihan saya. Baru pada lamaran yang ke 50, saya mengatakan 'ya', tapi ... ternyata pilihan saya salah," kata Barbara sambil tertawa.
Suami Barbara yang pertama, Alexander McCorquodale. Dari perkawinan itu, mereka memperoleh seorang putri, bernama Raine. Tapi sayang, perkawinan itu hanya sempat bertahan selama enam tahun, dan akhirnya mereka berpisah.
Pada tahun 1936, Barbara menikah kembali dengan kemenakan Alexander, yaitu Hugh McCorquodale. Dari suaminya yang baru ini Barbara memperoleh dua orang putra.
Pada tahun 1976, Raine, putri Barbara, menikah dengan Lord Spencer, ayah Putri Diana. Nah, dari perkawinan inilah, Barbara Cartland menjadi nenek tiri Putri Diana putri Lord Spencer dari perkawinannya yang pertama. Ibu Putri Diana sendiri, kini menjadi nyonya Shand Kydd, dan bermukim di Australia.
Karena hubungannya dengan Putri Diana itu, maka Barbara Cartland sering dianggap mengetahui seluruh kehidupan Putri Diana oleh wartawan.
"Padahal saya baru mengenal Diana ketika ia ber-usia 16 tahun. Pada waktu itu saya diundang Raine untuk menginap di rumahnya. Kemudian, setiap kali saya menginap, saya selalu membawa novel saya yang terakhir. Diana biasanya langsung mengambil novel itu dan asyik membacanya. Yah, Diana memang sedap di pandang, sangat pemalu, dan cerdas,” cerita Barbara.
Sejak saat itu sudah 15 riwayat Diana hidup yang Barbara tulis. Bahkan kini sudah ada 25 buku tentang bayinya, yang tentu saja dibuat menarik karena merupakan bayi kerajaan. “Terlalu berlebih-lebihan sebenarnya, tetapi...yah, masih lebih baik daripada buku-buku porno yang diterbitkan," kata Barbara.
Kesehatan fisik dan mentalnya mulai terganggu pada usia pertengahan 90-an, tapi semangat dan keberaniannya tak berkurang, dia masih menjadi tokoh favorit bagi pers, selama bulan-bulan terakhir hidupnya dia selalu memberikan wawancara kepada kantor berita Internasional. Dua wawancara terakhirnya dengan BBC dan US, wartawan Randy Bryan Bigham.
Tahun 2000 barbara mulai meluncurkan websitenya dengan komputer merah muda miliknya. Saat itu penerbitnya memperkirakan bahwa sejak karier menulisnya dimulai tahun 1923, Barbara telah menghasilkan total keseluruhan 723 judul buku, hingga di umurnya yang ke-99 tahun ia meninggal pada 21 Mei 2000.
Galaknya Daendels Melawan Korupsi di Masa Kolonial
Abad.id - Di mata orang bumiputra, boleh jadi Marsekal Herman Willem Daendels adalah biangnya penjajah. meski berkuasa dalam waktu singkat 3 tahun saja, tapi di Nusantara ia dikenal sebagai pelopor kerja rodi membangun jalan menghubungkan jawa barat-jawa timur.meski demikian hanya sedikit orang yang tau bahwa Daendels tidak pernah bermaksud dengan sengaja mempelopori kerja rodi.korupsi yang ironisnya dilakukan pejabat bumiputra sendirilah yang menjadi pelopor kerja paksa ini.
Sejarawan Universitas Indonesia, Djoko Marihandono menulis :
“Untuk membangun jalan dari Cisarua, Bogor sampai Cirebon, Daendels menyediakan dana sebanyak 30.000 ringgit ditambah dengan uang kertas yang begitu besar.bikin jalan Anyer-Panarukan itu yang kerja dibayar. Daendels kasih duit 30 ribu ringgit lebih untuk gaji dan konsumsi yg kerja juga mandor, udah dikasih ke Bupati, nah dari Bupati ke pekerja ini gak nyampe duitnya. Akhirnya kita taunya itu kerjaan gak dibayar (kerja paksa)"
Ribuan tenaga kerja diberi upah karena medan yang harus ditempuh memang sangat berat, menembus bebatuan, gunung, dan hutan lebat. Belum diketahui pasti jumlah dana yang dikorupsi pejabat setempat kala itu.
“Sistem pembayarannya, pemerintah memberikan dana kepada para prefek (jabatan setingkat residen) lalu diberkan kepada para bupati. Ini buktinya ada. Sedangkan dari bupati ke para pekerja, tidak ada buktinya. Bisa jadi ada tapi belum saya temukan",-lanjut Djoko
Upah untuk para pekerja ini banyak diselewengkan oleh petinggi yang berujung pada banyaknya jumlah korban jiwa.
Diduga, hingga 30 ribu orang meninggal selama pembuatan jalan raya tersebut. Namun, pada akhirnya kerja paksa diberlakukan setelah pemerintah kolonial kehabisan anggaran, dan meminta bantuan para penguasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kembali ke Daendels, ia memodernisasi Hindia Belanda. Daendels membenahi carut marut pengelolaan negara bekas kongsi dagang VOC, utamanya soal korupsi yang ia perangi hingga menerapkan hukuman mati.
Mas Galak, demikian panggilan Daendels oleh orang-orang Melayu, memperoleh kekuasaan di Hindia Belanda berkat Napoleon Bonaparte, kaisar dari Prancis. Daendels, kata Napoleon dianggap sebagai kekuatan besar yang mampu mereformasi Nusantara.
Kiprah Mas Galak sebagai jenderal dalam memimpin legiun Batavia saat Revolusi Prancis jadi bukti. Lantaran itu, Napoleon memerintahkan adiknya, Louis (Lodewijk) Napoleon yang menjadi Raja Belanda untuk segera mengirim Daendels ke Jawa.
“Tinggal satu pilihan saja bagi saya dan itu telah saya laksanakan, yakni memilih prinsip-prinsip yang teguh, lalu menerapkannya sesuai keadaan. Saya melakukan itu sejak semula agar langsung dapat mencegah dan memperbaiki semua tindakan salah, tanpa mengacaukan seluruh keadaan,” ungkap Daendels saat diutus ke Hindia-Belanda.
Raja Louis kemudian mengangkatnya sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang baru pada 1808. Kepergian Daendels ke tanah harapan disusupi dua titah utama dari Raja Louis. Pertama, menyelamatkan Jawa dari serangan Inggris. Kedua, membenahi sistem administrasi di Jawa.
Sejarawan Ong Hok Ham dalam Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang (2018) mengungkapkan Daendels sejak awal sudah membuat gebarakan di Nusantara. Jejak VOC kemudian digantikan dengan negara modern bernama Hindia Belanda oleh Daendels.
“Daendels hendak menerapkan negara modern yang diciptakan napoleon di koloni Belanda. Negara modern ini mengenal batas-batas daerah, wilayah, hierarki kepegawaian, serta tindakan antikorupsi dan penyelewengan lain yang menjadi kezaliman pada zaman VOC. (Korupsi tidak hanya mewabah di pejabat bumiputra tapi jg di pejabat VOC).Korupsi di antara pejabat Belanda di koloni menjadi sasaran Daendels, yang lalu terkenal sebagai: Tuan Besar Guntur,” tulis Ong Hok Ham.
Dalam konsepsi Daendels, para bupati dinyatakan sebagai pegawai kolonial. Artinya, bagian dari aparat kekuasaan atau birokrasi Hindia Belanda. Namun Daendels mengerti keistimewaan bupati sebagai aparat tidak bisa disamakan dengan para pejabat Belanda.
Oleh karena itu, para bupati dan pangreh praja (pegawai bumiputra) dinyatakan sebagai Volkshoofden, para pemimpin rakyat. Mereka ditempatkan di bawah pejabat Belanda yang disebut “saudara tua.”
Gebrakan itu membuat Daendels menaikkan seluruh gaji semua pegawai pemerintah, termasuk para bupati dan stafnya. Langkah itu sebagai bentuk memutus mata rantai pungutan liar (pungli). Suatu praktek yang telah hadir dari zaman kerajaan nusantara sedari abad 13. Lebih lengkapnya terkait pungli kami telah mengulasnya dalam tulisan “Akar Sejarah Korupsi di Indonesia dan Betapa Kunonya Mereka yang Hari Ini Masih Korup.”
Tak hanya itu, gebrakan lain Daendels adalah menghapus posisi gubernur dan direktur Pantai Timur Laut Jawa, yang dilakukannya pada 13 Mei 1808 di Semarang. Sejarawan Peter Carey dalam buku Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia (2016), menyebut langkah ini sebagai jalan mulus komunikasi langsung antara gubernur jenderal dan para residen di keraton Jawa Tengah-Selatan. Disinyalir, inilah langkah pertama dalam rencana Daendels untuk memusatkan pemerintahan kolonial di Batavia.
Dalam pemerintahannya, sang marsekal juga melarang penyogokan pejabat, memainkan timbangan harga komoditas, dan menerima hadiah. Bila nekat korupsi, mereka akan dianggap melakukan tindak pidana dan mendapat hukuman berat. Sebagai gambaran, pegawai yang melakukan korupsi aset-aset negara sebanyak 3.000 ringgit akan divonis dengan hukuman mati.
"Selama masa jabatannya yang tiga tahun lebih sedikit itu, Daendels berhasil mengurangi korupsi. la menimbulkan rasa takut di kalbu para pejabat dan pegawai karena sifat tabiatnya, yaitu pada zamannya ia betul-betul bersedia mengeksekusi (menghukum mati) pejabat yang korup. la mengembangkan sistem kontrol yang bagus sehingga tidak ada kesempatan bagi pejabat membelokkan duit ke dalam kantong mereka,” ungkap Rosihan Anwar dalam buku Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia (2009).
Daendels tak segan-segan menghukum mati perwira andalannya sendiri Kolonel JPF Filz,meski yg dilakukan Filz bukanlah korupsi,tp kegagalan mempertahankan keuntungan ekonomi hindia belanda akibat kehilangan maluku,wilayah penghasil rempah rempah yang direbut inggris.
Ironisnya,Daendels sendiri lengser dari Hindia Belanda karena dituduh korupsi dan memperkaya diri sendiri. Ini akibat laporan dari pejabat pejabat Hindia Belanda yang terusik karena kehadirannya, banyak pejabat yang notabene orang Belanda sebenarnya tidak suka dipimpin orang Perancis yang saat itu mengalahkan negara Belanda di Eropa. Menurut Wikipedia, Perang Prancis-Belanda, sering kali disebut Perang Belanda (bahasa Prancis: La Guerre de Hollande) (1672–1678) adalah perang antara kerajaan Prancis, Münster, Köln dan Inggris melawan Republik Belanda, yang kemudian didukung oleh Brandenburg dan Spanyol. Prancis memimpin koalisi melawan Belanda. Raja Louis XIV kesal dengan penolakan Belanda untuk berkooperasi dalam penghancuran dan pembagian Belanda Spanyol. Namun, serangan Prancis ke Belanda terhambat oleh pertahanan air Belanda. Perang ini berakhir pada tahun 1678 melalui Traktat Nijmegen, yang memberikan wilayah Franche-Comté dan beberapa kota di Flanders dan Hainaut (semuanya sebelumnya dikuasai Spanyol) kepada Prancis.
Karena ketidaksukaan para pejabat Belanda dan tuduhan korupsi itu, akhirnya Daendels dipanggil pulang oleh Perancis dan kekuasaan harus diserahkan kepada Jan Willem Janssens, seperti diputuskan oleh Napoleon Bonaparte.Pemanggilan pulang ini dipertimbangkan oleh Napoleon sendiri. Dalam rangka penyerbuan ke Rusia, Napoleon memerlukan seorang jenderal yang handal dan pilihannya jatuh kepada Daendels.
Lalu setelah Napoelon kalah, Daendels menawarkan dirinya kepada Raja Willem I, tetapi Raja Belanda ini tidak terlalu suka terhadap mantan patriot dan tokoh revolusioner ini.
Tetapi biar bagaimanapun juga, pada tahun 1815 ia ditawari pekerjaan menjadi Gubernur-Jenderal di Ghana. Ia meninggal dunia disana akibat malaria pada tanggal 8 Mei 1818.(***)
Agus Sudono ketua Federasi Buruh Seluruh Indonesia 1973
abad.id- Pemerintah orde baru memberi perhatian khusus kepada kondisi buruh dengan membentuk Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI), tanggal 20 Pebruari 1973. Agus Sudono, mantan presiden Gasbiindo, dipilih sebagai ketua, sementara Soewarto mantan Opsus menjadi Sekretaris Umum. Pemerintah orde baru melalui Direktur Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja mengukuhkan FBSI tanggal 11 Maret 1974, sebagai satu-satunya serikat buruh tunggal,
Sebenarnya nama KRMH. Agus Sudono orang lama yang berkecumpung menjadi aktifis buruh sejak orde lama. Kiprahnya dikenal luas baik di dalam maupun di luar negeri. Agus Sudono lahir dari ibu R.A. Mujiatun, keluarga warga NU, sedangkan dari garis silsilah ayahnya cucu kelima dari Pangeran Sambernyowo, pahlawan nasional dan pendiri Dinasti Mangkunegaran. Sedangkan dari garis ibunya adalah cucu ke empat dari Pujangga Ronggowarsito.
Agus Sudono pernah menjabat sebagai Ketua Umum PB GASBIINDO (1964 – 2007) dan duduk sebagai Wakil Ketua IFPCW (International Federation of Petrolium & Chemical Workers) yang berpusat di Denver, Colorado USA (1960 – 1976). Agus Sudono sudah kenal Suharto terlibat dalam pergerakan Kemerdekaan. Pernah menjadi Anggota Mobilisasi Pelajar (1947 – 1950) di Klaten dan ikut bergerilya dibawah pimpinan Kolonel Dr. Wonoyudo.
Rupanya politik orde baru sengaja mempercepat berdirinya organisasi serikat buruh ini, sebab sudah ada sebelumnya peraturan Menteri Perburuhan No. 90 tahun 1955 tentang pendaftaran Serikat-serikat buruh. Dengan harapan pengakuan terhadap FBSI bisa merujuk menjadi organisasi tunggal buruh.
Dalam buku Gerakan Serikat Buruh tulisan Sugiri DS dan Edi Cahyono menyebutkan, ada kekhawatiran dengan banyak usulan pembentukan serikat buruh baru. Maka pemerintah akhirnya mencabut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Koperasi No. Per./01/Men/1975 Tentang Pendaftaran Serikat Buruh. Peraturan baru ini menegaskan bahwa organisasi buruh yang dapat mendaftar di Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi ialah Organisasi Buruh yang Berbentuk Gabungan Serikat Buruh yang mempunyai pengurus sekurang-kurangnya di 20 Daerah Tingkat I dan mempunyai anggota sekurang-kurangnya 15 Serikat Buruh. “Peraturan baru ini membuat orang tidak dapat secara mudah mendaftarkan organisasi buruh seperti terjadi di masa sebelumnya,” tulis Sugiri DS.
Orde baru juga mengenalkan konsep ideologi Hubungan Perburuhan Pancasila (HPP). Istilah ini sebenanya sudah ada tahun 1966 dan dilontarkan oleh Menteri Perburuhan. HPP merupakan reaksi terhadap situasi perburuhan sebelum 1966 yang dianggap terlalu radikal. Pada tanggal 7 Desember 1974 pada Seminar nasional tentang Hubungan Perburuhan Pancasila dirumuskan “hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (buruh, pengusaha dan pemerintah), didasarkan atas nilai yang merupakan manifestasi keseluruhan sila Pancasila dan UUD’45. Serta berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Tiga prinsip dasar atau tridharma yang mendasari HPP yaitu, prinsip rumongso handarbeni atau merasa ikut memiliki, prinsip melu harungkebi yaitu ikut mempertahankan dan memajukan serta prinsip mulat sarira hangroso wani berupa keberanian untuk mawas diri.
Namun tahun 1985, Soeharto merasakan Agus Sudono mulai tidak dapat dikontrol. Langkah-langkah Agus dinilai sering merugikan kalangan konglomerat pendukung Orde Baru. apalagi saat itu mulai muncul konglomerat baru yang masih didalam lingkungan keluarga Cendana, yaitu anak, istri, mantu dan bisnis militer. Tidak ada pilihan, Agus Sudono harus disingkirkan. Dengan cara merubah FBSI menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Orde baru memilih Imam Sudarwo sebagai ketua umum. HPP pun diubah menjadi Hubungan Industrial Pancasila (HIP). “Kata ‘buruh’ diperhalus dan diubah menjadi ‘pekerja’ atau ‘karyawan,” tulis Sugiri DS
Agar terlihat ada keberagaman, sejak 1990 di tubuh SPSI dibentuk Serikat Pekerja Sektor. Maksudnya akan menuju sistem industrial unionism. Ada 13 sektor yaitu Pekerjaan Umum dan Bangunan (PUB), Sektor Perkayuan dan Kehutanan (PK), Sektor Niaga, Bank, dan Asuransi (NIBA), Percetakan dan Penerbitan (Perpen), Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (RTMN), Pariwisata (PAR), Kimia, Energi, dan Pertambangan (KEP), Logam, Elektronik, dan Mesin (LEM), Tekstil, Sandang,
dan Kulit (TSK), Transportasi (TRANS), Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI), Pertanian dan Perkebunan (PP), Farmasi dan Kesehatan (FARKES), serta Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Pada dasarnya lembaga-lembaga yang dibentuk oleh Rejim Soeharto tidak berfungsi dengan baik. Untuk menyelesaikan kasus kasus perburuhan tetap menggunakan kekuasaan tangan besi. Militer masih diberi kekuasaan dalam mengkondisikan stabilitas politik.
Bentuk intervensi orde baru teradap buruh dimulai Kementrian Perburuhan menjadi Menteri Tenaga Kerja berasal dari militer, salah satunya Laksamana Sudomo. Berbagai aksi buruh, yang sebetulnya non kekerasan, dihadapi dengan laras senjata bukan pendekatan kekeluargaan, seperti cerminan dari Tridharma. Rupanya para pengusaha benar benar meminjam alat kuasa melalui tangan Militer, dan berhasil meredam berbagai gejolak yang dianggap mengancam stabilitas politik.
Sebuah kasus buruh Marsinah, buruh PT Catur Putra Surya (CPS), Porong, Sidoarjo-Surabaya tewas mengenaskan, dan tubuhnya ditemukan penuh lka pada 8 Mei 1993. Kematian Marsinah disebabkan penganiayaan yang dilakukan oleh aparat militer pasca pemogokan buruh di pabrik tersebut yang mengakibatkan 13 buruh di-PHK oleh Kodim Sidoarjo. Marsinah meninggal dalam keadaan vagina dan rahimnya hancur diterobos benda tajam serta tubuh memar oleh pukulan. Di era dekade ini, senjata buruh hanya hati nurani, dilawan dengan moncong kekuasaan peluru dan laras sepatu. (pul)
Panca Sila, Panca Rasa
(Konsep Pancasila Menurut Ki Ageng Suryomentaram)
Abad.id – Jauh sebelum Bung Karno merumuskan ide 5 sila Pancasila, ternyata sudah ada tulisan Ki Ageng Suryomentaram. Ki Ageng menelaahnya dari sudut rasa. Sehingga makalahnya sepanjang 13 halaman itu diberinya judul Raos Pancasila atau Rasa Pancasila.
Ki Ageng Suryamentaram bertemu Soekarno
Makalah dibuka Ki Ageng dengan penjelasan bahwa Pancasila adalah dasar negara kita, Indonesia, yang bersendikan atas Kedaulatan Rakyat, Kebangsaan, Prikemanusiaan, Keadilan Sosial, dan Ketuhanan. Lalu, Ki Ageng pun membahas rasa dari kelima sendi tersebut.
Pertama-tama, membangun kedaulatan rakyat, maka terlebih dahulu mesti jelas apakah yang dimaksud dengan kedaulatan. Berdaulat menurut Ki Ageng artinya tak bisa diganggu gugat (mboten wonten ingkang wani-wani ganggu gawe). Karena yang hendak dibangun adalah kedaulatan rakyat supaya tidak bisa diganggu gugat, maka terlebih dahulu juga harus jelas tentang apa itu yang disebut rakyat.
Rakyat Indonesia wujudnya bisa saja orang miskin atau orang kaya. Dan bisa sebagai kaum pekerja maupun yang belum atau tidak bekerja. Menariknya menurut Ki Ageng, seluruh warga negara Indonesia tidak secara otomatis bisa dikategorikan sebagai rakyat Indonesia. Karena jika di antara warga negara Indonesia ini ada orang-orang yang melakukan kejahatan seperti perampok, pencuri, koruptor, manipulator, pembunuh, dan lain-lain yang perbuatannya mengganggu ketertiban masyarakat, negara tidak berkewajiban menjaga kedaulatannya. Penegasan Ki Ageng, “Lho, pembela kados makaten punika rak malah ngrusak negari?!” (Bukankah membela orang-orang seperti itu justru merusak negara?!).
Sebelum lebih jauh membincang tentang rakyat dalam makalahnya, Ki Ageng menyisipkan pembahasan tentang apakah yang bisa disebut sebagai manusia. Tulis Ki Ageng, “Manusia adalah benda yang memiliki rasa. Untuk benda yang memiliki rasa, rasa adalah instrumen terpenting dan paling pokok. Sedangkan benda yang tidak memiliki rasa, tak ada bagiannya yang bisa dibilang penting atau tidak penting. Karenanya, orang dalam menghargai benda-benda hanya menurut kadar manfaat terhadap rasanya. Untuk benda-benda yang tidak bermanfaat buat rasanya, bagi orang ia akan dianggap sebagai benda tak berharga. Dengan demikian, maka bisa disimpulkan bahwa manusia adalah rasa. Karena itu jika ada tubuh yang memiliki kepala, perut, dan tangan, namun tidak memiliki rasa, maka sebutannya adalah bangkai.”
Tugas utama aparat negara adalah memberantas hama rakyat. Setelah jelas bahwa yang disebut rakyat pastilah manusia, dan semua manusia tentu memiliki rasa yang sama alias raos sami, selanjutnya adalah bagaimana harus menegakkan kedaulatannya. Menegakkan kedaulatan rakyat menurut Ki Ageng adalah memberantas hamanya.
Adapun yang disebut sebagai hama rakyat adalah para manusia yang menjadi pengganggu ketertiban hidup bermasyarakat dari mulai pengganggu keharmonisan orang dalam berumahtangga seperti para wanita tuna susila dan pria berhidung belang (ama laki rabi), hingga penghambat rakyat di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (ama pangupajiwa) seperti para pencuri, manipulator, koruptor, perampok, pembunuh, dan manusia lainnya yang sejenis dengan mereka.
Menurut Ki Ageng, karena baik manusia yang menjadi rakyat maupun yang menjadi hama rakyat sama-sama memiliki rasa, maka supaya efektif, cara yang digunakan untuk memberantas hama rakyat juga mesti menggunakan rasa. Dan rasa yang dapat digunakan untuk memberantas hama rakyat itu Ki Ageng istilahkan sebagai rasa kerakyatan.
Berikut ini adalah uraian singkatnya :
“Gerak hidup manusia selalu berdasarkan pemahaman. Rasanya, ‘Aku ini orang hidup, yang mau tidak mau harus beraktivitas. Artinya, aku harus mencukupi dua macam kebutuhan hidupku. Yakni kebutuhan lahir yang berupa makan minum semacamnya, serta kebutuhan batin yang terbingkai dalam hubungan rumahtangga. Aku juga membutuhkan kebebasan di dalam mencukupi kebutuhan hidupku dengan mandiri. Artinya, aku tidak bergantung kepada orang lain dalam mencukupi kebutuhan hidupku.’
Jika pemahaman yang seperti itu digunakan untuk merespon orang lain, maka yang terasa, ‘Orang lain juga sama sepertiku.’
Secara alamiah ia juga dipaksa agar beraktivitas demi mencukupi kebutuhan hidupnya sebagaimana aku. Ia juga membutuhkan kebebasan agar dalam mencukupi kebutuhan hidupnya tidak terganggu sepertiku. Jadi bagaimanapun juga, orang lain juga memiliki hak kebebasan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sebagaimana diriku. Artinya, batas kebebasanku adalah kebebasan orang lain. Dengan demikian, maka kehidupan bersama juga membutuhkan kebebasan bersama.’ Rasa mengakui hak kebebasan orang lain sama dengan kebebasan diri sendiri dalam mencukupi kebutuhan hidup itulah yang disebut rasa kerakyatan.”
Rasa kerakyatan, yang merupakan rasa pertama dari Pancasila, adalah salah satu budi luhur yang kemudian menjadi dasar untuk lahirnya budi luhur lainnya. Jika rasa kerakyatan ini dapat dipraktikkan, maka budi luhur yang lainnya pun akan mengikuti. Mempraktikkan budi luhur senantiasa melahirkan rasa nyaman. Sebaliknya, jika rasa kerakyatan ini tidak dapat dipraktikkan, maka pelbagai budi rendah lainnya pun akan menyusul. Dan mempraktikkan budi rendah rasanya selalu tidak nyaman.
Semua tindakan yang didasarkan atas pengakuan hak kebebasan orang lain, bisa dipastikan tidak akan pernah merugikan orang lain. Dan, rasa tidak merugikan orang lain adalah rasa kemanusiaan yang merupakan rasa kedua dari Pancasila. Jika rasa kemanusiaan ini dapat dipraktikkan, maka ia akan menjadi dasar untuk lahirnya rasa luhur berikutnya, yaitu rasa tanggungjawab.
Rasa tanggungjawab sangat berkaitan erat dengan rasa memiliki. Rasa memiliki jika digunakan untuk merespon benda hidup, secara otomatis akan melahirkan tanggungjawab untuk mencukupi kebutuhannya. Contohnya adalah rasa memiliki anak, maka dengan sendirinya akan melahirkan tanggungjawab sebagai orangtua untuk mencukupi kebutuhan anaknya. Demikian juga jika rasa memiliki tadi digunakan kepada bangsa, maka ia juga akan melahirkan tanggungjawab untuk mewujudkan kemuliaan bangsanya. Tanggungjawab untuk mewujudkan kemuliaan bangsa ini adalah rasa kebangsaan yang merupakan rasa ketiga dari Pancasila.
Karena hidup berbangsa adalah berkoloni sebagaimana lebah, rayap, maupun semut, dan tidak sebagaimana hidupnya tokek atau gangsir, kata Ki Ageng, “Gesang gegrombolan kados makaten punika alap-ingalap paedah ing antawisipun satunggal-satunggal tiyang, lan dipun wastani gotongroyong inggih punika masyarakat.” (Hidup berkelompok adalah saling memberi dan menerima manfaat di antara orang per orang, dan hubungan yang saling menguntungkan itu sebutannya adalah gotongroyong alias masyarakat [musyarrakah]).
Jadi, masyarakat adalah hidupnya sebuah bangsa secara keseluruhan. Karena itu, setiap orang mesti memiliki kesadaran bahwa dirinya merupakan bagian dari masyarakat. Dengan demikian, jika ada keuntungan dalam masyarakat maka setiap orang di dalamnya juga mendapatkan keuntungan, begitu juga jika setiap orang mendapatkan keuntungan, maka yang demikian itu juga menjadi keuntungan buat masyarakat. Sebaliknya, kerugian masyarakat akan menjadi kerugian orang per orang di dalamnya, dan kerugian orang per orang juga akan menjadi kerugian bagi masyarakat.
Jika kehidupan sebuah bangsa telah dipahami, maka orang akan memiliki rasa tanggung jawab untuk memuliakan masyarakatnya. Jika keadaannya sendiri tidak selaras dengan keadaan masyarakat, maka ia pun akan merasa tidak adil). Jika rasa adil di dalam diri telah tumbuh subur, maka orang pun akan berusaha menyeleraskan dirinya dengan keadaan masyarakat. Artinya, orang akan berusaha memuliakan masyarakatnya. Tindakan yang seperti itulah yang disebut rasa kasih sayang. Rasa adil dan kasih sayang adalah rasa Pancasila yang keempat.
Rasa ketuhanan adalah rasa luhur. Rasa kerakyatan, rasa kemanusiaan, dan rasa kebangsaan, juga merupakan rasa yang luhur. Artinya, jika keempat rasa Pancasila (rasa kerakyatan, rasa kemanusiaan, rasa kebangsaan, rasa adil dan kasih sayang) dapat dipraktikkan dengan baik, maka dengan sendirinya rasa ketuhanan juga telah terpraktikkan.
Demikian Raos Pancasila atau Rasa Pancasila menurut Ki Ageng Suryomentaram.(mda)
Dibalik Kisah Kematian Ra Tanca
Abad.id - Salah satu kerajaan di Nusantara yang paling banyak dikisahkan diantaranya adalah kerajaan Majapahit. Sejak kemunculannya hingga kehancuranya, kerajaan ini sangat kental dengan intrik-intrik politik. Diawali dengan siasat politik “nabok nyileh tangan” (dalam episode kisah menghancurkan kerajaan Kediri Jayakatwang dengan memperdaya pasukan Mongol), hingga berakhir dengan perang saudara (Perang Paregreg).
Dalam perjalanannya, kualitas kepemimpinan dan kebijakan memiliki pengaruh terhadap dinamika internal kerajaan. Pasca maninggalnya Raden Wijaya (1309 M), kepemimpinan dilanjutkan oleh Jayanegara (1309-1328). Raja kedua Majapahit ini merupakan putra Raden Wijaya yang memiliki darah Melayu.
Pasca keberhasilannya mengusir pasukan Mongol dari Jawa, pasukan dari Sumatra dibawa pulang oleh Kebo Anabrang ke tanah Jawa dengan membawa 2 orang putri Raja Damasraya yakni Dara Petak dan Dara Jingga. Kebo Anabrang adalah panglima yang ditugaskan memimpin ekspedisi Pamalayu saat era Kertanegara (1275--1293). Putri yang pertama itulah yang kemudian dijodohkan kepada Raden Wijaya sebagai pewaris Kertanegara. Dari perjodohan itulah lahir seorang anak laki-laki yakni Jayanegara.
Dikisahkan dalam kitab Pararaton Jayanegara merupakan raja yang lemah dan amoral. Raja kedua ini kerap menggoda istri-istri elit bangsawan Majapahit. Bahkan saking bejatnya, Jayanegara berkeinginan mengawini saudara tirinya yakni Tribhuwana Wijaya Tunggadewi, dan Rajadewi agar tahta kerajaan tidak jatuh ke tangan orang lain.
Salah satu elit Majapahit yang tidak suka dengan perilaku Jayanegara adalah Ra Tanca. Ra Tanca merupakan seorang tabib kerajaan yang memiliki posisi istimewa. Ra Tanca merupakan salah satu dari tujuh anggota Dharmaputra yang diberi keistimewaan. Namun saat era Jayanegara, justru banyak terjadi gejolak diinternal kerajaan. Ketidaksukaan Dharmaputra terhadap perilaku Jayanegara yang amoral memicu munculnya gerakan pemberotakan. Ra Kuti dengan pasukannya berhasil mengusir Jayanegara hingga mengungsi ke Desa Bedander Bojonegoro.
Saat terjadi pemberontakan Ra Kuti, Gajah Mada merupakan tokoh yang berjasa memadamkan pemberontakan tersebut dan berhasil mengembalikan tahta Majapahit kepada Jayanegara. Semua anggota Dharmaputra diringkus kecuali Ra Tanca. Ra Tanca merupakan satu-satunya anggota Dharmaputra yang diberikan kesempatan untuk mengabdi kembali di Majapahit. Ra Tanca sejatinya adalah seorang tabib kerajaan, bukan prajurit sehingga Jayanegara memberikan kesempatan untuk tetap mengabdi di Majapahit. Meski telah diberikan kesempatan untuk mengabdi, ternyata Ra Tanca menyimpan dendam dan ketidaksukaan kepada perilaku raja.
Masih menurut Kitab Pararaton, Ra Tanca tidak menyukai perilaku Jayanegara karena kerap menggoda istri-istri para elit Majapahit, termasuk istrinya. Perilaku buruk Jayanegara ini sudah disampaikan kepada Gajah Mada yang pada waktu itu menjabat sebagai patih. Namun sayangnya Gajah Mada tidak menggubris laporan Ra Tanca. Melihat tidak adanya respon dari patih Gajah Mada membuat Ra Tanca semakin nekat untuk menghabisi Jayanegara. Ra Tanca akhirnya menemukan momentum untuk menghabisi Jayanegara. Saat itu Jayanegara dalam keadaan sakit parah, keluarga Jayanegara mempersilakan Ra Tanca untuk mempersiapkan pengobatan. Ra Tanca akhirnya mengambil keputusan untuk membedah bisul yang di derita raja.
Saat Ra Tanca ingin melakukan operasi, ternyata tubuh Jayanegara tidak bisa disayat oleh pisau karena memiliki ilmu kebal. Melihat hal itu Ra Tanca lalu meminta sang raja untuk melepaskan jimat yang sedang dikenakan. Dengan serta merta Jayanegara melepaskan zimat tersebut dan percaya kepada Ra Tanca. Inilah momentum bagi Ra Tanca untuk menghabisi nyawa sang raja. Ra Tanca kemudian menusukan pisau ke tubuh raja yang sedang terkapar tersebut. Peristiwa tersebut kemudian diketahui oleh Gajah Mada. Melihat raja telah bersimbah darah, Gajah Mada kemudian membunuh Ra Tanca dengan kerisnya.
Sebagian ahli sejarah menafsirkan bahwa sikap acuh tak acuh Gajah Mada sebenarnya merupakan suatu siasat. Sejatinya Gajah Mada pun tidak menyukai perilaku Jayanegara. Ia sedang menunggu momentum agar raja zalim tersebut mati tanpa menggunakan tangannya secara langsung. Konon Gajah Mada pun telah berkonspirasi dengan Gayatri untuk membunuhnya. Hal ini karena Kebencian Gayatri kepada perilaku amoral Jayanegara yang ingin menikahi kedua putrinya, yang juga merupakan saudara tiri Jayanegara. Selain itu juga sebagai upaya mengembalikan kemurnian tahta dinasti Rajasa. Jayanegara merupakan anak dari Dara Petak istri yang diistimewakan Raden Wijaya berdarah Melayu.
Demikianlah kisah intrik politik era Majapahit. Sejak awal berdirinya, pertumbuhannya, hingga kehancurannya kerajaan ini dipenuhi intrik politik. Dibalik kebesarannya yang terkenal sampai mancanegara, ternyata banyak konflik-konflik internal yang terjadi di dalamnya. Perebutan kekuasaan antar dinasti, persaingan antar elit, jatuh menjatuhkan, pengkhianatan, merupakan merupakan hal yang tak terpisahkan. Begitulah mungkin sifat manusia sepanjang sejarah peradaban. Begitu mahalnya ketulusan, kejujuran dan rela berkorban dari masa ke masa.
Dari sekian kisah yang terjadi pada masa kerajaan Majapahit, kita bisa mengambil pelajaran bahwa perilaku seorang pemimpin, kualitas kebijakan dan kematangan spiritualitasnya adalah faktor yang menentukan soliditas internal suatu negara. Jika pemimpinnya lemah dan tak bermartabat, maka negara tersebut akan dilanda konflik yang berkepanjangan.
(disarikan dari berbagai sumber)
Menteri Keuangan JB Sumarlin
abad.id- JB Sumarlin meninggal dunia pada Kamis (6/2/2020) pukul 14.00. Pria kelahiran Blitar 7 Desember 1932 ini semasa orde baru merupakan seorang tokoh penting. Hampir semua gebrakan JB Sumarlin sebuah kemajuan dan inovasi, sehingga dianggap ekonom handal yang pernah dimiliki Indonesia.
Sejumlah jabatan penting di pemerintahan pernah dipegangnya, mulai dari kepala BPK hingga sebagai Menteri Keuangan. JB Sumarlin juga pernah memimpin Otorita Batam (kini BP Batam) setelah masa kepemimpinan Ibnu Sutowo.
Tulisan Donald K Emmerson dalam buku Indonesia Beyond Soeharto menjelaskan, salah satu kebijakan tersebut dikenal dengan Gebrakan Sumarlin. Pada Gebrakan Sumarlin 1 lebih kepada kebijakan pengetatan moneter dengan cara menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Kebijakan diambilnya untuk mengatasi permasalahan ekonomi Indonesia yang tengah lesu. Gebrakan tersebut berhasil membawa Indonesia tumbuh 5,7 persen, melebihi rata-rata pertumbuhan 5 persen pada 1988.
Dia pun mengeluarkan kebijakan yang mendukung pengendalian inflasi dan memperkuat struktur perkreditan yaitu Paket Kebijakan Deregulasi di Bidang Moneter, Keuangan dan Perbankan (Pako 1988), Paket Maret 1989, dan Paket Januari 1990. Kebijakan ini menghasilkan ekspansi kredit perbankan yang berlebihan dan kurang selektif.
Pada Maret 1991 Gebrakan Sumarlin II dikeluarkan. Gebrakan II ini mampu mengekang laju inflasi hingga secara berangsur-angsur turun menjadi 4,9 persen pada 1992. Di era kepemimpinannya, ia juga dinilai berperan dalam memperbaiki Kementerian Keuangan dari sejumlah penyimpangan. “Banyak kebijakan sangat tidak populer yaitu meningkatkan pendapatan negara dari pajak dan menata perusahaan milik negara,” tulis Donald K Emmerson.
Pada era awal 1980an Indonesia diuntungkan dengan munculnya banyak konglomerat dan subur investasi. Perusahan besar ini sangat menikmati hubungan baik dengan pemerintah, seperti Liem dari Salim Group, Soerjadjaja di Astra, Rachman Halim dan pabrik rokok kretek Gudang Garam, dan banyak lagi yang dianggap amat menonjol kekayaannya.
Pada 1989 majalah Warta Ekonimi merangsang diskusi umum lebih lanjut tentang grup-grup bisnis dengan menyoroti sekaligus mengurut 40 konglomerat yang terbesar. Urutan nama ini diumumkan setiap tahun, pemberitaan periodik untuk membantu para konglomerat tersebut tetap diperhatikan khalayak ramai.
Sebagian besar diskusi yang ditimbulkan bernada mengecam konglomerat karena telah mendapat keuntungan pribadı berkat fasilıtas dan pemerintah yang memungkinkan mereka bertumbuh menjadi sebegitu besar.
Dilihat secara keseluruban, amat mencolok kehadiran kelompok bisnis terbesar dalam perekonomian Indonesia sebelum krisis 1997-98. Pada tahun fiskal 1991-92, anggaran negara diperkirakan meliputi hanya setengah dari pemasukan kotor hasil penjualan yang dınikmati 200 perusahaan terbesar pada 1990. “Dan nilai anggaran pemerintah itu kiranya cuma sepertiga lebih besar dari nilai total penjualan yang dicatat dari hanya 10 konglomerat terbesar. Dengan demikian, pemerintah harus benar-benar bekerja keras untuk mengasilkan pendapatan dari sektor pajak,” tulis Donald K Emmerson.
Warta Ekonomi berusaha mengurut 200 grup terbesar yang disebutkan menurut penghasilan pada tahun sebelumnya yang memungkinan bisa menjadi sumber penghasilan negara. Di antara hal-hal yang paling kontroversial 5 grup bisnis yang dimiliki anak-anak presiden. Pada 1997, konglomerat dan anak-anak Soeharto yang menguasainya Bimantara (Bambang Tribatmodjo), Citra Lamtoro Gung (Siti Bardiyanti ("Tutut"| Rukmana), Humpuss (Hutomo ("Tommy"]Mandala Putra), Arseto (Sigit Harjojudanto), dan Datam/Mabarani (Siti Hediati Harijadi["Titiek"] Prabowo).
Di samping grup ini, terdapat gejala keluarga pejabat ikut berbisnis pada dekade 1997. Mereka meliputi keluarga Habibie, ada juga Fajar Satrio, anak lelaki Wakil Presiden Try Sutrino, Garma di bawah anak-anak Menteri Koordinator bidang Produksi dan Ditribusi, Hartarto, Manggala di bawah Tantyo Sudharmono, anak mantan Wakil Presiden Soedharmono, Perwira Panagan Ratu di bawah anak-anak mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat A Ratu prawiranegara, Citra San Makmur di bawah anak-anak mantan Menteri Koperasi, Bustanil Anifin, Nugra Santana di bawah Pontjo Sutowo dan Aditarina di bawah Endang Utan Mokodompit, dan masih banyak lagi. Sampai pada pertengaban 1990-an, konglomerat di Indonesia memperoleh tinjauan penilaian yang berbeda-beda.
Sumarlin selanjutnya membuat gebrakan yang memberi keleluasan dan daya saing bagi perusahaan negara. Bagi perusahaan dengan kinerja buruk itu akan "direstrukturisasi " dengan salah satu di antara dua cara. Kalau tidak bisa bisnis, maka dilikuidasi. Cara ini berhasil memacu pensaingan dengan perusahaan swasta yang dikelola konglomerat. “Sebagaian masyarakat menyebutnya kegiatan "swastanisai", salah satu negara mereorganisasi perusahaan negara menjadi (PT). Mengabungkannya dengan PT yang memiiki kelompok usaha patungan bersama, dan menjual sahamnya di BEJ,” jelas Donald K Emmerson.
Langkah-langkah Sumarlin kelihatan radikal. Namun selama masa Orde Baru, tidak satu pun yang menolak pergeseran periodik menuju “pandangan berlandaskan pasar”. Begitu juga keadaan pada Oktober 1989, saat Sumarlin mengungkapkan rencananya mau merombak peran negara berbisnis.
Sumarlin menyatakan bahwa perusabaan-perusabaan umum yang bersangkutan tidak akan menerima pendanaan ekuitas baru dari kas negara selama tahun fiskal berikutnya. Namun ada pengecualian penting, yaitu tidak untuk 10 industri strategis.
Berdasarkan Keputusan Presiden No.44 tabun 1989, yang diterbitkan bulan Agustus sebelum prakarsa Sumarlin, 10 perusahaan negara yang akan dikecualikan di bawah naungan Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) dikepalai Menteri Riset dan Teknologi, B.J.Babibie. Kesepuluh perusabaan tersebut terdapat di industri yang berkaitan dengan mesin berat, teknologi maju, dan/atau pertabanan nasional, Perusabaan-perusabaan itu(serta produksi atau jasanya) ialah:PT IPTN (pesawar udara), PT PAL Indonesia(kapal), PT Pindad (senjata kecil dan amnunisi), Perum Dahana(bahan ledak),PT Krakatau Steel(baja),PT Barata Indo-nesia(pembangunan berat),PT Boma Bisma Indra (perlengkapan berat),PT INKA(material berjalan kereta api),PT Inti(perleng kapan elektronik dan komunikasi),dan Lembaga Elektronik Naso nal(riset elektronika). Semua fungsi perencanaan dan pengawasan yang berkaitan dengan perusabaan-perusabaan tersebut ditugaskan kepada Babibie. (pul)
Masa kecil mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama pernah yinggal di Bulak Sumur Blok D7 Yogjakarta. Bibi pengasuhnya menggendong bayi Maya Sutoro adik tiri Obama. Obama sering berkunjung ke Yogjakarta dan suka mengajar Bahasa Inggris kepada kerabat. Obama sangat terkesan dengan keluarga dan warga Yogjakarta yang ramah. Foto fb
abad.id- Di tengah kebesaran nama dan penampilan yang tegar, Obama adalah orang biasa yang merasakan pilu, kesedihan. Pencarian jati diri, kehilangan figur ayah, rasa terpinggirkan pernah menghantuinya. Hal ini kadang membuat dia berontak pada keadaan dengan berbuat hal buruk seperti mengonsumsi kokain. Namun, jalan hidupnya relatif terjaga, karena sentuhan tangan kakek nenek dan tentu peran ibunya.
Salah satu mentor politiknya Emil Jones, politisi kulit hitam Chicago mengatakan bahwa Obama adalah seorang dengan kegelisahan yang kronis. Namun, berkat peran besar nenek dari pihak ibu, juga pantauan ketat dan nasihat ibu kandung, Obama terhindar dari jalur yang merusak masa depannya.
Berbeda dengan teman-temannya yang lengkap keberadaan ibu dan ayah. Obama menjalani hidup dengan bertanya-tanya, seperti apa gerangan ayahnya. Obama Senior, ayahnya, melihat Obama untuk kali terakhir pada tahun 1971, ketika kembali ke Hawaii dalam sebuah kunjungan selama sebulan. Dia berbicara dengan Obama Junior di Punahou High School. Saat itu Obama tinggal dengan kakeknya karena ibunya memilih tinggal di Indonesia.
Dalam Buku Barack Obama Kisah Lengkap Perjalanan Hidup Dan Karier Politik Tulisan Simon Saragih dijelaskan, Obama bersama ibunya tanpa pernah mendapatkan dukungan dari ayahnya yang tinggal di Kenya dan punya anak pernah tergantung pada food stamps. Kenyataan ini membuat ibu Obama sempat dicerca. Masalahnya ia bisa sekolah dan ibunya adalah seorang mahasiswa di University of Hawaii.
Neneknya bekerja di sebuah bank dan kakeknya seorang pedagang mebel. Kenyataan ini membuat Chicago Tribune menuntut Obama meningkatkan kualitas moral dan meminta maaf pada publik AS, karena ibunya mengandalkan hidup dari dana jaring pengaman sosial atau Food Stamps.
Setiap tahun menjelang bulan syawal Barack Obama ikut keluarga besar Lolo Sutoro mudik ke Yogjakarta. Foto istimewa
Menurut harian itu, tak layak keluarga tersebut meraih dana jaring pengaman sosial mengingat keluarga mereka bukan tergolong sangat miskin. Namun, sama seperti era bangsa Indonesia saat ini, pada dekade 1960-an dan 1970-an, di AS terkenal tindakan warga yang memanipulasi pendapatan untuk mendapatkan dana jaring pengaman sosial.
Kenangan Obama Tinggal di Indonesia
Setelah lulus sarjana muda empat tahun kemudian (1967), janda Obama, Ann Dunham menikah dengan pria Indonesia, Lolo Soetoro yang juga mahasiswa di University of Hawaii. Lolo melamarnya pada tahun 1967. Setelah perkawinan itu, Ann dan Obama berangkat dan tinggal di Indonesia. Keadaan kehidupan yang kontras terjadi. Ann tertarik lebih menjadi berkarakter Indonesia ketimbang suaminya yang malah lebih berkarakter Barat, demikian ditulis di majalah Time.
Ann menjadi pengajar bahasa Inggris bagi eksekutif perusahaan Indonesia di Kedubes AS di Jakarta dan juga pengajar bahasa Inggris di Ford Foundation. Obama belajar di SD Katolik Fransiscus Asisi, Tebet, selama dua tahun dan pindah ke SD Negeri O1 di Menteng, Jakarta. Kepindahan Ann dengan membawa Obama ke Indonesia, juga turut membuat nama Indonesia disebut-sebut, sebagai salah satu negara yang pernah ditinggali Obama. "Anda dari Indonesia, Anda pasti bangga dengan terpilihnya Obama,” kata Roy Cooper di Boston pada saat hari pemilu 4 November pada wartawan Indonesia.
Rekan-rekan Obama sekelas ketika berada di Indonesia selama empat tahun masih memiliki kenangan soal Obama. Bahkan rekan-rekannya mengirimkan album yang diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, untuk diserahkan pada Obama dalam kunjungan Presiden ke Washington DC pada 14 November 2006.
Presiden Amerika Serikat ke-44 Barack Obama menegaskan kedekatannya secara emosi dengan Indonesia saat kunjungan dalam rangka berlibur 1 Juni 2017. Foto AFP
Sebagaimana pernah diberitakan kantor berita Reuters pada 23 Maret 2008, rekan-rekan sekelas Obama melakukan reuni untuk menyatakan dukungan penuh Obama. Widiyanto Hendro (48) yang duduk di samping Obama di kelas mengenang Obama kadang berjuang agar pernyataannya dalam bahasa Indonesia bisa dimengerti rekan-rekannya. Jika tidak bisa, dia menggunakan tangan untuk menegaskan apa yang hendak dia ucapkan.
Jika sedang dikerjain teman-temannya, Obama mengucapkan kata "curang". Hendro tidak melihat kelebihan Obama sebagai siswa, namun mengaku Obama memiliki talenta khusus. "Dia bisa menggambar bagus Spiderman, Batman dengan tangan kidal," kata Hendro.
Kawan lain bernama Citra Dewi (47) mengenang Obama yang sering mempermainkan rambut siswi sekelasnya. Obama tertawa saat media melukiskan Soetoro sebagai seorang Muslim radikal dan menyekolahkan Obama ke sekolah Muslim. "Kesukaannya yang paling besar adalah Johnny Walker Black, dan musiknya favoritnya adalah lagu-lagu Andy Williams. Saya masih ingat lagu Moon River kesukaannya. Dia bisa melantunkannya dan dia pintar berman tenis. Inilah dunianya. Saya kira ketidakcocokan mereka (Ann dan Lolo) berlangsung sangat cepat."
Obama juga mengenang pada awalnya ibunya merasa kesepian, tetapi tidak pernah mau bergabung dengan para istri warga asing yang ada di Indonesia. Ann suka membuat Soetoro jengkel karena sering menolak menghadiri acara makan malam yang diadakan perusahaan Union Oil, tempat Soetoro bekerja John McGlynn. Seorang sahabat dan teman lama Ann di Jakarta, mengenang Ann lebih menyukai nuansa lokal dan merasa bahagia ada di sekitar itu.
Namun di usia 10 tahun tahun 1971, Obama dikirim kembali ke Hawaii, tinggal dengan kakeknya dan bersekolah di Punahou dengan alasan demi kualitas pendidikan. Setahun kemudian Ann menyusul Obama ke Hawaii, membawa putrinya Maya Soetoro dan meninggalkan suami. Ann kembali mempelajari program master antropologi soal Indonesia di University of Hawaii, Honolulu. Kali ini kuliah Ann lancar.
Setelah tiga tahun tinggal bersama anak-anaknya di sebuah apartemen kecil di Honolulu, dengan bantuan beasiswa, Ann kembali ke Indonesia untuk riset doktor antropologi. Saat itu Obama sudah berusia 14 dan memilih tinggal di Hawaii karena capek dengan hal-hal dan lingkungan baru. Obama Junior pun menghargai kebebasan yang diberi kakeknya.
Lolo Soetoro, yang bekerja di Union Oil, perusahaan minyak AS di Jakarta, sering mengunjunginya di Hawaii, namun tak pernah lagi hidup bersama. Ann meminta cerai pada tahun 1980. Saat masih hidup Ann masih tetap melakukan kontak rutin dengan dua mantan suaminya, namun bukan minta dukungan untuk pengembangan anak. Maya Soetoro mengatakan ibunya tak terbenam pada masalah perceraian dan siap mengembangkan sendiri dua anaknya.
Obama sendiri mengenang ayah tirinya mengajarinya bertinju setelah dia dipukul rekan sekolah yang lebih tua dan memberi Obama makan eksotis dari daging ular dan belalang bakar. Kenangan lain Obama saat berada di Indonesia, adalah ketika terkejut tinggal di rumah dengan keberadaan binatang-binatang seperti monyet, burung-burung gereja, ayam berkeliaran di Indonesia. Serta ibunya pernah memberi uang kepada pengemis yang jumlahnya banyak.
"Ibu saya kemudian memberi uang secara selektif pada pengemis yang terlihat lebih menderita,” kata Obama, yang menyukai kemurahan hati ibunya yang kemudian dia tiru.
Ketika mencalonkan diri sebagai capres, Obama didera tuduhan yang langsung menyebar pesat, yakni dia belajar di sebuah sekolah militan di Indonesia. Padahal, Obama belajar di SD Katolik Fransiscus Asisi dan kemudian pindah SD Negeri 01 Menteng, Jakarta Pusat.
Tak ada yang lebih heran soal tuduhan itu ketimbang Julia Suryakusuma (53), rekan dekat ibunya hingga meninggal pada 1995 akibat kanker rahim. Julia seorang penulis, membela Obama dari sudut pandangnya tentang ibu Obama.
Sudah pasti Obama sangat jauh dari tuduhan telah dibesarkan sebagai radikalis. Surya kusuma melukiskan Ann Dunham sebagai seorang humanis dan liberal, yang ingin lancar berbahasa Indonesia dan menghargai budaya lokal. "Dia tertarik pada agama, namun tak memilih satu pun. Dia seorang pemikir bebas. Dia pionir dan ketika tiba di Indonesia dia kagum dan suka.”
Di meja tempat kopi di rumahnya yang modern dan indah di Jakarta, penuh dengan aksesori Indonesia yang menyenangkan rekan-rekannya. Di sana terletak foto keluarga di masa-masa bahagia. Ann berkulit pucat selalu berusaha tampil dengan senyuman. ”Ann Dunham sangat putih walau ada darah Indian Cherokee di tubuhnya. Saya kira dia mencintai orang dari mana saja,” kata Surya Kusuma.
Obama juga mengatakan salah satu kakek buyutnya adalah seorang berdarah Cherokee penuh. Ibunya Obama memiliki darah campuran Inggris, Irlandia, Jerman, dan Cherokee serta sepupu jauh dengan Wakil Presiden Dick Cheney, Presiden AS George W Bush, dan Harry Truman.
Ann dikabarkan peduli dengan násib wanita miskin. Ann terbiasa dengan dunia dengan budaya yang berbeda dan menghargai komunitasnya, seperti apa adanya. ”Saya kira saya mewarisi sifat itu,” kata Obama Junior.
Di Indonesia, Ann terbiasa dengan makanan, pakaian dan budaya Indonesia. Ia bahkan pernah bekerja sama dengan BRI dalam pengembangan program kredit mikro. Ann diberitakan betah tinggal di Indonesia, dan loyal pada pekerjaannya.
Pada tahun 1992, Ann menyelesaikan disertasi doktor setelah 20 tahun. Ann kembali ke Hawaii dan kemudian meninggal pada 7 November 1995 pada usia 52 tahun karena kanker rahim.
Maya Soetoro mengatakan, satu hal yang pasti ditinggalkan ibunya, yakni pemikiran yang terbuka pada apa saja termasuk kesediaan menghadapi tantangan.
Surya Kusuma mengenang Ann Dunham memanggil anaknya Barry. ”Kami berdua sama-sama sebagai ibu. Lami kadang bercerita soal sulitnya bagi seorang ibu berpisah dan mengirimkan anak jauh-jauh. Akan tetapi, ia benar-benar perhatian pada pendidikan Barry.”
Julia pertama kali bertemu Obama ketika mengunjungi ibunya di Jakarta. ”Dia begitu bangga pada Obama. Saya ingat dia sangat bahagia ketika Obama menjadi Presiden Harvard Law Review kulit hitam pertama,”kata Julia.
”Anda tahu, memiliki ibu kulit putih dan ayah kulit hitam dan datang ke Indonesia, saya melihat dia memiliki empati yang sama dengan ibunya. Dia pasti sangat bangga jika tahu Obama menjadi calon presiden AS kemudian bahkan menjadi kebersamaannya dengan Dunham," kata Julia yang masih bisa merasakan kehangatan keluarga Obama. (pul)
Para pemimpin TNI pada Juni 1947. Barisan depan dari kiri ke kanan Urip Sumoharjo,Sudirman, M Natsir,Djoko Sudjono. Barisan belakang dari kiri ke kanan Suryadarma, Sutomo (Bung Tomo) dan Sakirman. Foto IPPHOS
abad.id- Panglima Besar Jendral Sudirman wafat 29 Januari 1950, meninggalkan banyak kenangan bagi sang istri Alfiah dan 7 anaknya. Saat sang pahlawan meninggal dunia, anak-anak masih kecil. Paling besar masih kelas SD dan paling kecil berumur 9 bulan. “Bahkan, setiap saya kembali diingatkan tentang Mas Dirman, saya selalu merasa trenyuh," ujar Alfiah di sebuah wawancara Femina edisi tahun 1983
Kesan yang mendalam sosok Sudirman dirasakan hingga di usia senja. Matanya selalu membasah setiap kali mengingat suaminya. "Pernah, barang-barang yang mengingatkan saya pada Mas Dirman saya coba singkirkan jauh-jauh. Baju-bajunya, foto-fotonya, surat-suratnya. Tetapi ternyata saya tak dapat melupakan Mas Dirman, semudah saya menyingkirkan benda-benda itu dari penglihatan saya. Mas Dirman adalah suami yang setia, jujur, penuh tanggung jawab dan pantas dicintai. Bagaimana mungkin saya bisa melupakannya." Kata Alfiah
Alfiah Sudirman. Foto dok Femina 1983
Alfiah selalu ingat bahwa tanggal 24 Januari adalah tanggal kelahiran Sudirman. "Kami tak biasa merayakan ulang tahun. Untuk Mas Dirman, saya biasa memperingati hari wetonannya saja, Senin Pon. Pada hari itu saya adakan selamatan kecil diantar keluarga saja untuk berkah keselamatan."
Alfiah tak pernah membayangkan Mas Dirman akan jadi tentara. Tahun 1936 ketika menikah, Sudirman berprofesi sebagai guru agama di HIS Perguruan Wiworo Tomo, Almamater mereka berdua. Dari perkenalan 2 tahun, Alfiah bisa menilai bahwa anak tunggal mandor tebu yang diangkat anak oleh pamannya seorang camat, memiliki sifat-sifat terpuji sebagai calon suami. Alfiah memang tidak salah pilih. "Mas Dirman mencintai anak-anak. la selalu menunggui kelahiran mereka. Mau momong atau menyuapi anak-anak."
Bukan itu saja. Sudirman pun selalu memilihkan corak baju-baju bahkan juga bedak istrinya. Dengan caranya sendiri ia memuji masakan-masakan istrinya. "la selalu tahu bagaimana memberikan kebahagiaan dan kegembiraan untuk saya dan anak-anak."
Satu hal lagi yang disimpan Alfiah sebagai kenangan manis, yaitu tak boleh memanggilnya Pak. “Kalau saya panggil pak, Mas Dirman selalu bilang 'Ah, aku kan bukan bapakmu," ujar Alfiah sambil tersenyum kecil mengenang.
Hampir tiap tahun anak-anak dari pasangan muda itu bertambah. Sudirman selalu menyambut gembira. Kendati telah terikat dalam perkawinan, Sudirman tak meninggalkan dunia organisasi yang dicintainya. la tetap aktif dalam pergerakan Pemuda Muhammadiyah. Sang istri yang sama-sama pencinta organisasi, pernah nekad menyusul ketika Sudirman mengikuti Kongres Il Pemuda Muhammadiyah di Magelang. “Padahal, waktu itu saya sedang hamil tua. Mungkin karena jiwa muda dan semangat menyala-nyala, saya nekad mendaki gunung Tidar menuju tempat kongres. Untung kandungan saya tak apa-apa."
Mengenang peristiwa itu mereka memberi nama putra pertama Ahmad Tidarwana.
Hari-hari tenang tenteram itu tak abadi. Sewaktu pendudukan Jepang sekolah tempat mengajar Sudirman ditutup. Hidup keseharian pasangan muda ini berubah. Para guru harus masuk LBD (Lucht Bescherming Dienst Dinas Perlindungan Bahaya Udara dan Sudirman terpilih sebagai Komandan Sektor. Itulah awal karier Sudirman dalam bidang kemiliteran.
Tak pernah hirau meski TBC menggerogoti
Setelah tepilih sebagai Sangikai di Karesidenan Banyumas, Sudirman diangkat menjadi Daidancho di Kroya. Sejak itulah Mas Dirman menjadi jarang tinggal di rumah.
Pertemuan-pertemuan rahasia dengan anggota-anggota pergerakan republik sering diadakan. Malam-malam rumah mereka sering diketuk seseorang untuk mencari Sudirman untuk suatu rapat rahasia. la selalu berangkat. Padahal ia baru datang dari suatu tempat. “Mobil tak ada, jadi Mas Dirman terkadang berangkat pakai sepeda atau jalan kaki," tutur Alfiah Sudirman.
Alfiah cukup tahu posisi Sudirman yang berbahaya. Karena itu, Alfiah selalu sembahyang tahajjud untuk keselamatan semuanya.
Alfiah juga tidak berpangku tangan hanya melihat sepak terjang suaminya. Dengan caranya sendiri ia ikut berpartisipasi. Misalnya kalau dilihatnya suaminya termangu menghadapi sesuatu masalah pelik, dengan hati-hati ia akan menanyakan. Sudirman akan membentangkan masalahnya. Lalu Alfiah ikut menyampaikan pendapat. Biasanya. setelah berpikir, menimbang-nimbang sejenak, Sudirman akan punya keputusan dan bersemangat. “lyo ding, bener kowe, Jeng. Tak jarang, pendapat saya itulah yang dipakai Mas Dirman menyelesaikan persoalan."
Hal itu berlanjut terus, bahkan juga ketika Sudirman diangkat sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia.
Ditinggal Bergerilya
Alfiah Sudirman tak melupakan hari bersejarah 19 Desember 1948 itu. Sudirman beberapa hari terakhir sakit-sakitan masih harus istirahat. Sudah 3 bulan lamanya Panglima Besar tak meninggalkan tempat tidurnya. Namun ketika didengarnya deru pesawat terbang di atas kota Yogya disusul bom berjatuhan, Sudirman langsung bangkit. "Pagi itu juga Mas Dirman nekad ke istana untuk menemui Bung Karno. Saya tak bisa menghalangi lagi."
Itu awal kepergian Sudirman bergerilya. Alfiah saat itu sedang mengandung putranya ke-7. Lalu segera mengumpulkan ke-6 anak-anaknya yang masih kecil-kecil saat bebeapa kali bom mengepung kota Yogjakarta. “Bom terus berjatuhan dan tentara Belanda memasuki Yogyakarta. Saya hanya mendengar pemimpin-peminpin ditangkap Belanda, tetapi saya tak tahu pasti bagaimana keadaan Mas Dirman. Saya cemas dan khawatir dengan kesehatannya."
Menuruti saran Sri Sultan, Alfiah Sudirman dan sekeluarga harus mengungsi ke dalam benteng kesultanan. Alfiah sempat bertemu sejenak dengan suaminya dan ia merasa terharu "Wis, Jeng, niat slamet bali slamet," begitu Sudirman berpamit pada Alfiah.
Seluruh perhiasannya diserahkan untuk suaminya melalui kurir untuk membiayai gerilya. Bahkan Alfiah masih menerima tanggung jawab menghidupi 30 anggota keluarga anak buah Sudirman yang bergerilya. "Tak ada penghasilan apa pun. Jadi saya setiap hari menukarkan kain batik dan baju-baju milik saya dengan singkong untuk makan kami, ”.
Hedup prihatin ini masih ada juga yang tega memanfaatkan situasi. Alfiah ingat, baju-baju itu dihargai serendah-rendahnya, sedang singkongnya dijual dengan harga tinggi. “Saya tak bisa apa-apa kecuali menyetujui, daripada anak-anak serta keluarga yang saya tanggung tak makan."
Masih juga Alfiah direpotkan dengan datangnya tentara-tentara Belanda yang mencoba menginterogasinya. Waktu itu Belanda sangat gencar menguber Panglima Besar Indonesia itu. Demi keselamatan keluarga, ia terpaksa berbohong, "Saya katakan bahwa kami ini keluarga kesultanan. Mereka percaya dan tak mengusik lagi.
"Foto-foto dan album keluarga terpaksa saya tanam supaya tidak kepergok Belanda. Cuma sayang ketika keadaan telah aman dan bungkusan itu saya gali lagi, ternyata semuanya telah rusak karena air."
Dalam situasi yang demikian gawat, Panglima Besar toh masih menyisakan perhatiannya untuk istrinya. "Ada kurir yang membawa surat Mas Dirman. Kecuali mengabarkan keselamatan juga berjanji, sebisa-bisa akan menunggui kelahiran anaknya yang ke-7 nanti,”.
Sudirman juga berpesan kalau nanti lahir laki-laki ia ingin memberi nama Mohammad Teguh Bambang Tjahyadi. Kalau perempuan, ia ingin menamakannya Teja ningsih.
Niat tersebut ternyata tak sampai. Alfiah melahirkan kali ini tanpa ditunggui sang suami. Padahal usia kandungannya lebih lama dari yang sewajarnya. Hampir sepuluh bulan. “Mas Dirman bilang mungkin bayi itu sengaja memberi kesempatan ayahnya memenuhi janjinya. Sayang, situasi tetap tak mengijinkan, " kata Alfiah tersenyum mengenang.
Seperti pesan suaminya, ia memberi nama bayi laki-lakinya Mohammad teguh Bambang Tjahyadi.
Delapan bulan lebih Nyonya Alfiah mengalami berbagai kegetiran yang dalam. Kesehatan Sudirman makin memburuk, tetapi Alfiah sangat gembira ketika mendengar kabar Beliau selamat.
Usai penyerahan kedaulatan tahun 1949 dan Panglima Besar Sudirman kembai ke Yogvakarta, langsung dirawat di RS Panti Rapih. Lalu Sudirman memilih istirahat di Magelang. Peristirahatan tentara Badakan di Megelang tersebut letaknya memang sangat indah dan sejuk. Tepat menghadap Gunung Sumbing dengan panorama yang cantik.
Alfiah memboyong ke-7 putra-putrinya ke Magelang agar bisa menunggui suaminya."Tak ada yang percaya Mas Dirman itu sakit parah kalau tidak melihat fisiknya. Bicaranya tetap menggelegar dari luar kamar,”.
Pada kesempatan inilah Panglima Besar mengisahkan pengalamannya selama bergeriya. Bagaimana pasukannya harus menerobos bukit dan pedesaan di medan yang sulit. Pertempuran-pertempuran yang terjadi dan perbekalan yang minim. Bahkan juga obat-obatnya yang rusak dan tak dapat digunakan karena tersiram air hujan.
Pernah juga Mas Dirman malah dianggap kyai di salah satu pedesaan karena dapat menolong beberapa kesulitan rakyat kecil. Misalnya merukunkan pasangan suami istri yang mau cerai. Menyembuhkan penyakit seorang penduduk. Padahal, ia hanya mengambil air putih segelas dan membaca Bismillah untuk kesembuhan orang tersebut.
Di tengah keasyikannya berbincang itu terluncur ucapan Panglima Besar Sudirman bahwa kalau saat ia dipanggil menghadap Allah, ia rela lahir batin. Sebab dirasanya tugasnya telah selesai. "Saya tegur Mas Dirman, jangan bicara yang tidak-tidak. Mas harus menikmati hasil perjuangannya dulu. Dan lagi anak-anak masih butuh bimbingan, jangan bicara soal mati
Dan seakan-akan menenangkan hati dulu. Mas Dirman hanya tersenyum, “Jeng saya hanya bercanda saja kok bilang,”.
Firasat Panglima Besar Sudirman terbukti menjadi kenyataan. Tanggai 29 Januari 1950 pagi, ia menghembuskan nafas terakhir. "Saya tak mengira secepat itu Mas Dirman pergi” ucap Alfiah dengan tatapan sedih.
Ahmad Yani dan Gatot Subroto saat menghadiri pemakaman Sudirman tahun 1950. Foto dok net
Padahal, masih ada kenginannya yang belum terlaksana. Kalau sembuh nanti Sudirman ingin mengajak keluarga melewati rute perjalanannya sewaktu bergerilya. “Kalau pensiun nanti ingin tinggal di pegunungan, dikelilingi anak-anak cucunya. Niat itu ternyata tak sampai,”.
Jutaan rakyat Indonesia turut berdoa bersama Alfiah yang waktu itu berusia 30 tahun. "Tidar masih kelas 5 sekolah rendah, dan adiknya nomor dua masih kelas 3. Ia hanya bisa memandangi di depan keranda ayahnya, belum mengerti apa arti kepergian sang panglima besar,”.
Anaknya yang paling kecil mesih berusia 9 bulan, membuat Alfiah sempat ragu untuk berjuang menempuh perjalanan hidup tanpa didampingi suaminya. Tetapi ia berhasil memegang rasa tabah, sebab pernah pengalaman hidup sendiri semasa ditinggal suaminya bergerilya. (pul)
Ki Padmosusastro (kiri) dengan turunannya, semua anak laki-laki. Foto dibuat pada tahun 1921.
abad.id- Setiap tahun sebelum Lebaran, berkumpulah keluaga besar sang pemilik rumah di Jalan Ronggowarsito, Kelurahan Timuran, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo. Keluarga besar ini memang bukan sembarangan, total 500 orang berasal dari moyang yang sama, yaitu Ki Padmosusastro. Jika mereka ke Solo, tak lain karena mereka ingin nyekar, berziarah ke makam keluarga yang letaknya di kelurahan Penularan, Begalon, Solo.
Di jaman modern ini sukar sekali menemukan keluarga yang masih utuh secara turun temurun. Biasanya pada keturunan ketiga para cicit sudah tidak saling mengenal. Tapi keluarga Ki Padmosusastro memang beda. Berkat kerukunan dan keakraban di antara anggota keluarga, perkembangan keluarga bisa terkontrol dan guyup. Lihat saja, di akhir tahun 1981 tercatat keluarga besar Padmosusastro sudah memiliki 3 cucu, 47 cicit, 194 canggah, 102 wareng dan 11 udeg-udeg.
Keluarga besar ini sangat menarik perhatian karena ada beberapa anggota terkenal dan menjadi tokoh masyarakat. Sedangkan Ki Padmosusastro sendiri semasa hidupnya seorang pujangga Jawa yang salah satu karyanya sangat populer, yaitu Serat Kantjil. Buku ini diterbitkan oleh Balai Poestaka pada tahun 1909 dalam huruf dan bahasa Jawa. Pada 1921 terbit ter-jemahannya dalam huruf latin dan bahasa Indonesia yaitu Tieritera Kantjil yang Tjerdik.
Kulit luar dan halaman pertama Tjeritera Kantjil yang Tjerdik yang merupakan terjemahan dari Serat Kantjil. Ngabehi Wirapustaka adalah nama anugerah Ki Padmosusastro ketika menjabat pimpinan Perpustakaan Keraton Solo.
Siapakah Ki Padmosusastro?. Lahir di Solo pada tahun 1840 dengan nama kecil Soewardi, Ki Padmo susastro tidak pernah bersekolah. Pada usia 6 tahun ia diajar membaca dan menulis huruf Jawa oleh ayahnya dan pada usia yang dini 9 tahun, Soewardi bekerja sebagai abdi dalem di Kraton Surakarta. Karena pekerjaannya ini, ia mendapat gelar Ngabehi Kartodirono. Selanjutnya ia belajar sendiri membaca dan menulis huruf latin dan bahasa Belanda.
Ketika Mantri Gedong naik pangkat menjadi Kiwo, ia berganti gelar Mas Gusbehi. Sepuluh tahun kemudian ia menjadi Jaksa Anom, yang berarti ia bergerak di bidang pengadilan. Tidak lama kemudian ia naik pangkat menjadi panewu jaksa dengan gelar Karti Pradoto.
Perhatian Soewardi kepada sastra Jawa sangat besar, sehingga pada usia 43 tahun ia meletakkan jabatannya dan memperdalam kesusastraan. la menamakan dirinya Ki Padmosusastro. Selain menghasilkan banyak karya tulis ia juga bekerja sebagai wartawan koran Djawi Kondo di Solo. Sebagai anak zaman, Ki Padmosusastro merupakan orang Jawa yang memanfaatkan teknologi cetak untuk menerbitkan koran, bekerjasama dengan Tan Koen Swie dari Kediri. Karya-karyanya yang lugas dapat dilihat di koran tersebut yang tersimpan di perpustakaan nasional.
Ki Padmosusastro semasa muda pernah memperdalam ilmu ke Leiden, Negeri Belanda dan bergaul dengan banyak tokoh nasional, seperti dokter Tjipto Mangunkusumo. la juga banyak menterjemahkan karya-karya pujangga besar, Ronggowarsito dari bentuk puisi menjadi bentuk prosa. Hal yang sama dilakukannya juga terhadap karya-karya Mangkunegoro IV.
Ki Padmosusastro berbeda dengan sastrawan dan wartawan Jawa pada zamannya. Ia tidak banyak melakukan kritik menggunakan simbol-simbol, dan kata-kata lugas dan langsung. Bahkan, karya Ki Padmosusastro berbeda dengan karya gurunya, RNg Ronggowarsito yang banyak menggunakan simbol-simbol.
Pada tahun 1900, Ki Padmosusastro kembali diminta bekerja di Kraton. la diserahi memimpin Radyopustoko, Perpustakaan Kraton, dan mendapat gelar Mas Ngabehi Wiropustoko. Pada waktu inilah ia menulis Serat Kantjil yang diilhami oleh cerita anak-anak Reintje de Vos dari Negeri Belanda yang menceritakan pengalaman seekor ruba yang cerdik.
Berdasarkan catatan sejarawan Heri Priyatmoko, Ki Padmosusastro termasuk sosok yang produktif menerbitkan karyanya. Diantaranya karya-karya besarnya yang telah diterbitkan adalah Serat Woordenlijst, Urapsari, Piwulang Nulis, Carakan Basa, Layang Carakan, Serat Pathibasa, Serat Campurbawur, Layang Bausastra, Layang Bauwarna, Rangsang Tuban, dan Serat Prabangkara.
Di bawah pimpinannya Radyopustoko berhasil menerbitkan surat kabar Sosrodoro dan Tiondrokonto. Pada saat yang sama ia juga menerbitkan surat kabarnya sendiri Worodarmo. Pada tahun 1920, Ki Padmosusastro dianugerahi gelar Projopustoko yang disandangnya sampai ia wafat pada tahun 1926.
Menurut Dra. Wahyati D. Pradipta, dosen mata kuliah Jawa Kuna di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, karya Ki Padmosusastro yang paling terkenal kan oleh Balai Poestaka pada tahun 1907. Buku tersebut pada tahun 1981 dialihaksarakan dalam bahasa Indonesia oleh Kamanaka.
Isi buku itu adalah siklus kehidupan orang Jawa dan upacaranya, mulai dari kehamilan mitoni, tujuh bulanan, kelahiran, sunatan, perkawinan dan sebagainya sampai dengan kematian. Upacara adat tersebut sampai sekarang masih dipakai.
Untuk jasa-jasanya di bidang sastra daerah, Ki Padmosusastro diberi penghargaan oleh Pemerintah pada tanggal 29 Oktober 1982 oleh Menteri P & K Daoed Joesoef diwakili oleh cucunya Padmosawego. Guna mengenang jejak sejarah dan perjuangannya, petilasan Sastrawan dan Wartawan Jawa Ki Padmosusastro dihidupkan menjadi Rumah Budaya pada 24 November 2019. (pul)
Lie Tjeng Lok selama masih muda
abad.id- Lelaki tua itu, Lie Tjeng Lok, nanar memperhatikan 2 pria bermata sipit yang berjajar dengannya dalam barisan tujuh terpidana hukuman mati sidang pengadilan ekstra kilat pemerintahan pendudukan angkatan laut Jepang di Manado. Dia masih begitu terpukul, dan tak mampu menyembunyikan duka hatinya.
Tentu saja, hati siapa yang tak memendam lara berkepanjangan, karena dua pria lain itu adalah putranya sendiri, Lie Goan Oan dan Lie Tek Djien. Maka, tanpa disadarinya air matanya telah merebak. Beberapa jenak kemudian kepasrahan meliputinya. Ia sangat bangga melihat ketenangan luar biasa dari putra-putranya. Apalagi Lie Goan Oan melempar senyum menenangkan dirinya.
Memang, kepasrahan dari ketidakberdayaan telah beberapa waktu menggilas ketakutan dan rasa ngeri menunggu ajal mereka. Lie Tjeng Lok, Lie Goan Oan, Lie Tek Djien, Thung Kiem Ka, Frans Rindengan, Jusop Mait dan C.Been. Mereka telah mengetahui nasib mereka telah berakhir, sehingga tidak berekspresi berlebihan ketika diarak berkeliling kota Manado, dan juga diam seribu bahasa saat di suruh menggali liang lahat di Gunung Wenang, tempat mereka berdiri menanti. Kini, seakan memperoleh kekuatan, Lie Tjeng Lok menegakkan badannya yang telah uzur. Usianya beranjak ke-71 tahun, sudah kenyang makan asam-garam pengalaman.
Justru melintas dibenaknya rupa ayahnya, Lie Boen Yat yang telah mangkat tahun 1897. Jiwa dan semangat bisnis sang ayah telah mengantarkannya menjadi bukan sekedar tokoh masyarakat Tionghoa di Manado, tapi juga seorang pengusaha kaya-raya. Dia bangga mengenang perjalanan hidupnya. Berawal dari bisnis kecil-kecilan, menjual tembakau, kue, pakaian bekas, beras dan menjahit, lalu membuka toko di Kampung Cina (depan TKB).
Usahanya berkembang dengan jasa perdagangan dan membeli tanah milik orang Belanda serta penduduk. Dari situ ia membangun rumah tinggal yang disewakan, sampai belasan wisma, dan salah satunya yang paling megah dan dibanggakannya adalah Wisma Eldorado (kini di Sario Tumpaan), karena menjadi rumah termegah di kota Manado. Bisnisnya berkembang dengan pertokoan di pusat kota (di depan bioskop Plaza dan depan TKB). Puncaknya didirikannya perusahaan swasta Tionghoa pertama, yakni NV Handel Maatschappij Lie Boen Yat&Co tanggal 24 Maret 1919, bersama 2 anaknya Lie Goan Tjoan dan Lie Goan Oan; dengan percetakan (Tjeng Lak), tanah dan bangunan bersebaran di Manado, Minahasa dan banyak tempat lainnya. Firmanya berkembang sangat pesat, sehingga tanggal 20 Agustus 1929 mampu mengambilalih NV Celebes Molukken Cultuur Maatschappij yang bergerak dalam bidang perkebunan besar dengan aset erfpak-erfpak Pandu, Talawaan Besar, Talawaan Kecil dan Wusa.
Tahun 1930-an kerajaan bisnis Lie Tjeng Lok jaya-jayanya, bergerak dalam bidang ekspor menguasai sebagian besar pasar ekspor di Amerika Serikat dan benua Eropa, dengan mengirim kopra dan hasil bumi lain. Pasar impor pun dikuasai di wilayah Keresidenan Manado dan Maluku, khusus untuk obat-obatan, parfum dan minuman. Melebarkan usaha, tanggal 1 Agustus 1938 bersama anaknya Lie Goan Oan didirikannya NV Bouw Maatschappij Noord Celebes. Dia telah menjadi salah seorang konglomerat besar di Hindia Belanda yang sangat disegani.
Semua pencapaiannya mendatangkan rasa puas dan bangga, meski kini semua usahanya dibeslah dan diambil-alih pemerintahan baru. Menerawang ke arah kota ia seakan mencari sesuatu. Seakan di sana membayang Eldorado kecintaannya. Secuil kepedihan kembali menghinggapinya. Sebab, bisa jadi, rumah itulah penyebab utama keluarganya ditangkap dan ia dikejar serta diciduk di Kayawu Tomohon. Ia mengetahui Minoru Yanai dibalik semua petaka itu. Yanai yang belakangan menjadi Sitjo (walikota) Manado menaruh dendam kepadanya.
Di akhir tahun 1930-an, ketika menyamar sebagai pengusaha di Manado, Yanai ditolaknya menyewa Wisma Eldorado untuk kantor konsulat Jepang di Manado. Mengingat Yanai ada rasa puas telah menolaknya. Mungkin juga dendam Yanai karena kesulitan yang ditimbulkan terhadap pedagang Jepang, sebab ia memegang ‘monopoli’ perdagangan. Tuduhan resmi bagi dirinya adalah karena ikut membiayai pemerintah Tiongkok dibawah Jenderal Tjiang Kai Shek berperang melawan Jepang di daratan Cina. Semestinya ia menuruti saran teman-temannya untuk mengungsi ke Australia saat Jepang baru menduduki Tiongkok dan menyerang Hawai. Terawangnya kini melayang ke istri pertamanya Sie Djok Loe yang telah meninggal sejak 1919.
Wanita yang telah mendampinginya dari saat usahanya belum apa-apa, yang telah mengaruniakannya delapan anak, salah satunya Lie Goan Oan. Lalu membayang wajah istri keduanya Anthoinetta Lopis, ibu Lie Tek Djien. Satu persatu ke-12 anaknya seakan membanjar di matanya. Lie Eng Giem, Lie Goan Tjoan, Lie Eng Tioe, Lie Eng Kiauw, Lie Goan Soei, Lie Goan Tek, Lie Tek Hok, Lie Anna dan Lie Toeti. Syukur mereka selamat. Lie Tjeng Lok didampingi anaknya Lie Goan Oan tak lama sebelum dieksekusi. Berbeda dengan ayahnya, Lie Goan Oan sangat tenang dan berdiri tetap tegak.
Dia adalah Kapitein Der Chinezen (Kapitein China) Manado. Jabatan yang mulai disandangnya sejak tanggal 18 November 1935 setelah dilantik oleh Residen Manado, sebagai pemimpin kaum Tionghoa Manado yang jumlahnya ribuan orang. Ia tidak memperdulikan dirinya, tapi justru mengkhawatirkan adik tirinya Lie Tek Djien. Namun kekhawatirannya tidak berkepanjangan. Lie Tek Djien yang diperhatikan itu, pria kelahiran 21 Juli 1909 yang sebelumnya menjabat sebagai anggota Gementeraad (Dewan Kota) Manado periode 1934-1942 itu justru terlihat sangat tabah. Nyong Lie, sapaan Lie Goan Oan jadi bersyukur adiknya akan mampu melalui cobaan berat tersebut. Justru yang sedikit kesal adalah Jusop Mait. Ia sempat melihat Hideo Yamada, sang algojo. Lelaki brewokan persis monyet yang memegang samurai yang menanti membisu di bagian belakang. Jusop Mait menaksir-naksir lalu berkhayal, bila di arena terbuka di pasanggrahan Kuranga Tomohon, tempat biasanya ia bermain anggar dengan pejabat Belanda atau rekan seangkatannya, dia diberikan pedang, maka seyakin-yakinnya dirinya, ia masih bisa menusuk dengan kecepatan mencengangkan leher Yamada, si gendut komandan kamp tawanan perang sipil warga Belanda di tangsi Teling Putih dan kamp tawanan perang tentara KNIL di tangsi Teling Hitam itu. Meski usianya menjelang 61 tahun, Jusop Mait yang pensiunan sersan KNIL kelas satu itu merasa pasti ia bisa merobohkannya dalam dua-tiga gebrakan saja.
Tentu saja, karena ia terkenal dimana-mana sebagai jagoan anggar. Tak tertandingi ketika masih berdinas di militer mau pun setelah pensiun dan kemudian dipilih masyarakat Talete Tomohon menjadi Hukum Tua. Hingga sebelum ditangkap pun ia selalu mengasah ketrampilannya bermain anggar. Sayang suasana kali ini tidak fair. Ia jadi tawanan pemenang perang Pasifik itu, dan tentu saja dirinya tidak akan diberi kesempatan bertanding dengan ksatria. Tuduhan kepada dirinya sederhana, antek Belanda dan keblanda-blandaan. Namun yang dirasakannya tidak adil, karena anaknya Leendert Philips Mongdong Mait yang juga pensiunan staf jurutulis bagian personalia KNIL, ikut ditangkap dan diinterogasi di kantor Kempetai (polisi militer) Tomohon di Kuranga Talete. Entah bagaimana nanti nasib sang putra, keluhnya. Bersebelahan dengannya, Frans Rindengan, rekan sesama Hukum Tua di Tinoor Tomohon.
Ia pun semena-mena diciduk tentara Jepang, karena dituduh memberikan bantuan kepada peleton Reserve Corps pimpinan Letnan Satu W.G.van de Laar yang sempat memberikan perlawanan sengit selama hampir 3 jam terhadap pasukan Jepang yang mencoba mengambilalih Tomohon 11 Januari 1941 lalu. Akibat tembakan senjata otomatis KM dan pohon besar yang ditumbangkan dari bukit di pinggiran ruas jalan raya Manado-Tomohon di Tinoor itu, sebanyak delapan anggota tentara Jepang tewas. Sampai sekarang tubuhnya masih sakit akibat siksaan ketika ditangkap serdadu Jepang dari rumahnya, dilemparkan ke truk dan dihajar habis-habisan.
Pusara di Menteng Pulo
Pada hari itu, tanggal 13 Februari 1942, sebulan setelah pemerintah Hindia Belanda dibawah pimpinan Residen Manado F.Ch.Hirschmann dan Komandan KNIL Mayor B.F.A.Schilmoller takluk kepada Jepang, di Gunung Wenang Manado, Lie Tjeng Lok bersama dua anaknya Lie Goan Oan dan Lie Tek Djien, serta Thung Kiem Ka, Frans Rindengan, Jusop Mait dan C.Been dieksekusi dengan cara dipancung. Kuburan ketujuh korban kekejaman Jepang tersebut digali kembali tahun 1946, lalu dipindahkan ke taman makam pahlawan Belanda di Menteng Pulo Jakarta. Pusara bersama mereka itu sederhana. Sekedar dipatri: C.Been (21 September 1888-13 Februari 1942), Lie Goan Oan (26 Juli 1894-13 Februari 1942), Lie Tek Djien (21 Juli 1909-13 Februari 1942), Lie Tjeng Lok (21 Juli 1871-13 Februari 1942), J.Mait (25 November 1881-13 Februari 1942). F.Rindangan (mestinya Rindengan), serta Thung Kiem Ka (30 September 1894-13 Februari 1942). Akan hal anak Jusop Mait, Leendert Mait yang ditahan di Tomohon, ternyata ikut dieksekusi berselang enam hari setelah ayahnya tewas dibunuh. (pul)
Penulis : Adrianus Kojongian
*Foto koleksi keluarga keturunan Lie Tjeng Lok
SUMBER : Leonardi Tonggowasito dan Frits Mayer, ‘Mini Biografi Lie Tjeng Lok dan Perusahaan-perusahaannya’, 2001. Adrianus Kojongian dkk, ‘Ensiklopedia Tou Manado’. Adrianus Kojongian,’Tomohon Dulu dan Kini’.