images/images-1688979950.png
Data
Indonesiana

Kisah Sum Kuning, Hukum Sangat Runcing Kepada Orang Miskin

Pulung Ciptoaji

Jul 10, 2023

639 views

24 Comments

Save

Kisah film Perawan Desa, yang dibintangi Yatti Surachman dan skenarionya digarap Putu Wijaya dan sutradara Frank Rorompandey, mengabadikan kasus Sumarijem yang berujung sebagai misteri. film Perawan Desa dalam layar lebar berhasil menyabet empat Piala Citra, yakni untuk film, skenario, sutradara, dan editing terbaik pada tahun 1980. Foto Youtube

 

abad.id-Di Film Perawan Desa ini, sang sutradara berusaha mengingatkan kasus Sum Kuning agar tidak hilang sepenuhnya dalam relung jauh sejarah. Melalui media film, hingga sekarang masih menyisakan pertanyaan tak terjawab. Siapa pemerkosa Sumarijem?

 

Dalam film ini sang sutrada mencoba merekonstruksi peristiwa nyata pemerkosaan Sum Kuning yang terjadi sepuluh tahun sebelumnya. Niat utamanya menyampaikan masalah keadilan dan pengadilan di Indonesia yang sangat tajam ke bawah namun tumpul ke atas.

 

Baca Juga : Cerita Artis Film Panas Nurnaningsih, Menggiurkan Tapi Mudah Tenggelam

 

Adapun kisah yang ditulis Aris Santoso dalam buku Hoegeng Oase Menyejukan di Tengah Perilaku KJoruptif Para Pemimpin Bangsa, kasus yang juga dikenal “Sum Kuning” ini berawal dari seorang penjual telur ayam bernama Sumarijem. Dengan baju lusuh dan compang camping,  Sum mengadu ke polisi. Saat itu September 1970, Sumarijem mengaku dirinya telah diperkosa 4 pria gondrong di sebuah mobil.

 

Hasil visum dokter menyebut alat kelaminnya mengalami pendarahan hebat, selaput daranya robek dan paha kanan dan kirinya luka. Memang benar Sum telah digagahi paksa. Empat hari ia terpaksa harus menginap di rumah sakit. Namun bukannya dibantu, perempuan berusia 17 tahun yang sehari-harinya menjajakan telur itu malah disudutkan polisi, dan memperlakukan dia bukan sebagai pesakitan. Melainkan sebagai tersangka.

 

Sumanijem juga bercerita kepada wartawan Slamet Djabarudi. Ia menyebut dirinya telah ditahan polisi setelah pengaduan itu. Bahkan ruang geraknya dibatasi. Di ruang tahanan ia tak bebas bergerak. Mendekati jendela dilarang keras. Polisi mengancam akan menyetrum kalau ia tidak mau mengakui versi lain dari kisah yang sesungguhnya.

 

Baca Juga : Panas Dingin Industri Film Panas Jaman Orba

 

Entah mengapa polisi begitu bernafsu menyakiti Sum. Mereka membuat teror perempuan berpotongan ramping berkulit kuning bersih, berambut hitam panjang dan bermata besar itu dengan rupa-rupa cara. Misalnya mereka bilang ada indikasi bahwa ia terlibat "kegiatan ilegaPKI. Perkataan ini pun berbuntut.

 

Pada suatu malam polisi mendatangi Sum. Mereka menyuruh ia menanggalkan pakaian.Alasannya, akan mencari kalau-kalau di tubuhnya ada tanda palu arit. Tentu saja tak ada tanda atau gambar itu di sana.

 

Media Pelopor Jogja semain gencar memberitakan pengakuan Sum. Nestapa segera menarik perhatian berbagai kalangan di kota pelajar tersebut. Tanggapan untuk kasus “Sum Kuning” bermunculan. Terusik, polisi kemudian mangadukan Sum ke pengadilan. Tuduhannya, seperti pernyataan Komandan Daerah Inspeksi Kepolisian (Dandin) 096 Yogyakarta, Komandan Besar Indajoto, Sum telah membeni keterangan palsu. Pengadilan Negeri Yogyakarta menyidangkan kasus ini.

 

Baca Juga : Ternyata Lagu Kebyar-Kebyar Gombloh Terinspirasi Saat Buang Air Besar

 

Persidangan menghadirkan seorang penjaja telur yang mestinya menjadi korban perkosaan dijadikan tersangka, langsung menjadi sorotan media massa. Pengadilan ternyata menyatakan sidang perdana terturup. Wartawan tidak boleh meliput di ruang sidang. Pers yang kecewa lalu menggaris bawahi apa yang mereka dapat sebagai sesuatu yang ganjil di persidangan awal. 

 

Dari perkembangan kasus Sum yang ditulis wartawan Pelopor Yogja Slamet Djsharudi semakin berpunjut panjang. Sang wartawan telah 2 kali dipanggil polisi. Namun Slamet tidak datang juga. Dalam tulisannya, saat semakin ditekan Slamet justru semakin keras menyudutkan polisi. Modusnya lewat pemberitaan. Kasus Sum juga memberitakan aksi saling bantah polisi telah meremas-remas buah dada Sumarijem selama dalam tahanan.

 

Protes terhadap penahanan Slamet Djabarudi merebak di Yogya dan Jakarta. Tak hanya sejawat wartawan, tetapi juga pegiat budaya. Sementara itu dalam persiangan pakara Sum berikutya, polisi memunculkan turang penjual bakso. Menurut polisi, orang itu Trimo yang memiliki hubungan gelap dengan Sum. Tetapi Trimo membantah keras tuduhan itu, malah mengatakan dirinya tidak kenal Sum.

 

Saat membacakan dakwaanya, Jaksa menyebut keterangan Sumarjem Janggal, sebab Sum mengatakan dirinya diperkosa 3 kali di dalam mobil. Padahal menurut Jaksa, ruang di mobil ini sangat sempit. Jaksa tetap bersikeras bahwa Sum bersalah membuat keterangan palsu dengan tuntutan penjara satu tahun.

 

Baca Juga : 50 Tahun Band God Bles dan Citra Anti Kemapanan

 

Tuntutan jaksa ini bagaikan percikan api yang menyambar bensin. Kontroveri semakin merebak sebab versi lain telanjur telah menyebar di masyarakat, yaitu versi dari seorang bernanma Budiono. Budidono ditangkap polisi setelah Sum mengaku telah diperkosa 4 pemuda gondrong. Kepada polisi yang memeriksa, makelar mobil yang sering minta cerai istrinya tersebut mengaku ikut memperkosa Sum. Dari mulutnya kemudian keluar pengakun yang mengejutkan bahwa 3 pemerkosa lainnya adalah anak pejabat. Pengakuan ini sempat bocor dan beredar di masyarakat.

 

Budiono, seperti yang ditulis Tempo dalam 2 Oktober 1971 bercerita, pada kejadian 21 Septereber 1970 itu sedang nongkrong di Malioboro. Ketika Mur putra mantan jendral polisi, datang naik mobil. Mur bertanya apakah acara mereka jadi. Kedua orang itu kemudian bertolak ke Pura Pakualaman menjemput Ang putra Paku Alam . Setelah itu, meeka menjemput Ism. Berempat mereka mencari mangsa. Kebetulan ada seorang berada di pinggir jalan adalah Sum penjual telor. Kemudian mereka masukan ke dalam mobil lalu diperkosa beramai-ramai.  

 

Nestapa Sumarijem diungkap juga dalam lembar- lembar putusan itu. Majelis hakim menyebut dalam keadaan sakit Sum telah ditahan polisi sebulan. Geraknya dibatasi. Keluarganya hanya 2-3 kali dibolehkan berkunjung. Selama ditahan ia tak pernah diberi obat meskipun sedang sakit. Ia diperiksa siang-malam, kadang sampai pagi, tanpa diberi makan dan minum. Karena tak mau mengakui telah bersebadan dengan Trimo, sang penjual bakso, ia kemudian dituduh sebagai anggota Gerwani. Kalau tetap tak mau menuruti kemauan polisi pemeriksa, ia diancam akan di-pres, ditahan 10 tahun, atau disetrum.

 

Penderitaan Trimo juga disebut hakim. Trimo ditahan polisi 10 hari. Lima kali ia dianiaya. Caranya, antara lain, jari tangannya dipilin dengan dua batang pensil.

 

Hoegeng Bertindak

 

Sehari setelah putusan pengadilan ini, Kapolri Hoegeng meminta pertanggungjawaban polisi Yogya sehubungan kasus Sumarijem. Hoegeng memanggil ke Jakarta Dandin 096 Yogyakarta, Komandan Besar Indrajoto, dan Kepala Daerah Kepolisian IX Jawa Tengah KBP Suswono. Selain karena putusan pengadilan tadi, pemanggilannya berkait dengan sebuah radiogram. Sebelumnya kepolisian Yogya telah mengirim radiogram yang kemudian disiarkan kepada Markas Besar Angkatan Kepolisian (Mabak). Isinya, pemerkosaan guru Stella Duce dan Sum Kuning hanya laporan palsu.

 

hoegeng pahlawan nasional

Jendral Polisi Hoegeng Imam Santoso

 

Hanya berselang sehari setelah Kapolri memanggil, Humas Mabak KBP Sutarjo memberi keterangan pers. Ia mengatakan ada kemungkinan pengaitan nama sejumlah anak penggede dalam kasus Sum Kuning sebagai bagian dari perang psikologis yang sedang dijalankan pihak tertentu. “Kalau istilah sekarang tujuannya semacam character assas-sination, sebab yang dituding itu adalah putra-putra tokoh yang jelas-jelas memberantas PKI,” jelas Sutarjo.

 

Baca Juga : Cerita Pengasingan Sjahrir di Banda Naira

 

Dengan perkataan ini Sutarjo hendak mengatakan bahwa para pejabat itu difitnah karena mereka mengganyang PKI. Ihwal radiogram itu Sutarjo menjelaskan, laporan tersebut memang palsu dan sengaja disebarkan polisi. Tujuannya agar ibu-ibu di Yogya yang punya anak gadis tak resah.

 

Seperti hendak membantah Sutarjo, Kapolri Hoegeng mengeluarkan instruksi besoknya. Kepada Komandan Jenderal (Danjen) Komando Reserse Katik Suroso dan Direktur Humas Mabak Sutarjo Kapolri memerintahkan untuk menghubungi siapa saja yang memiliki fakta tentang Kasus Sum Kuning.

 

“Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orng gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi, walaupun keluarga sendiri kalau salah tetap kita tindak" tegas Hoegeng

 

Harian Kompas memuji sikap Hoegeng. Dalam tajuknya yang berjudul Hormat Pada Polri, pada 24 Desember 1970, disebutkan “Kita hendak memuji sikap pimpinan Polri setelah jatuhnya keputusan pengadilan terhadap Sum Kuning, lantas mau menyelidiki lagi kemungkinan penyelewengan yang terjadi dalam aparatnya sendiri...."

 

Baca Juga : Cerita Bandit Batavia Tinggal di Dunia Badut

 

Empat hari berselang adalah Kapoli Hoegeng memindahkan Dandin 096 Indrajoto ke Mabak Jakarta. Lalu ada apa dengan Indrajoto, apakah ada kaitannya dengan perkara Sumarijem ini? Begitu pertanyaan publik.

 

Setelah Indrajoto digusur, awal Januari 1971 Hoegeng memerintahkan pembentukan sebuah tim untuk menangani kasus Sumarijem. Namanya 'Tim Pemeriksa Sum Kuning'. Yang menjadi ketuanya Kadapol IX/Jateng Suwardjiono. Tim diperkuat oleh tiga anggota Team Chusus Mabak.

 

Direktur Humas Mabak Sutarjo kembali bersuara. Ia mengatakan tak benar menantunya terlibat dalam pemerkosaan Sum. Pejabat yang sebelumnya Dandin 096 itu menyebut saat kejadian keluarganya sudah tidak di Yogya, tetapi di Jakarta.

 

Baca Juga : Cerita Kostum Panggung Artis Lawas

 

Beberapa hari berselang giliran Paku Alam yang angkat bicara. Kepada wartawan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta itu menegaskan bahwa tak benar anak-anak penggede, termasuk putra-putranya sendiri, memerkosa Sum. “Berita itu sama sekali tidak nyata. Itu ocerbodig (berlebihan), sama sekali overbodig..." ucap dia (Kompas, 19 Januari 1971). Orang nomor dua di birokrasi DIY ini menyebut boleh saja putranya ditindak kalau memang benar bersalah.

 

Soeharto Campur Tangan

 

Kasus kasus “Sum Kuning” berpotensi menjadi bola salju besar yang akan terus menggelinding kalau saja Presiden Soeharto tidak menghentikannya. Di penghujung Januari 1971 Kapolri Hoegeng melaporkan kasus Sum ke Presiden Soeharto. Dalam pertemuan di istana itu Soeharto menginstruksikan agar perkara ini ditangani Teperpu (Team Pemeriksa Pusat)/Kopkamtib saja.

 

Sebagai bawahan Hoegeng tentu harus patuh kepada Presiden Soeharto. “Tetapi mengapa Teperpu? Toh badan ini biasanya menangani kasus-kasus berdimensi politik. Perkara PKI, misalnya. Apakah Soeharto mempersepsikan kasus Sum lebih dari sekadar perkara kriminal, yaitu perkosaan? Apakah ia menganggap gelinding bola salju perkara ini mulai mengancam keamanan negara?,” pikir Hoegeng

 

Baca Juga : Devi Dja, Artis Indonesia Yang Dipuji Hitler

 

Seperti hendak memecah perhatian masyarakat, kasus “Sum Kuning lain” kemudian muncul di media massa. Pers mewartakan bahwa seorang perempuan bernama Yenni telah menjadi korban perkosaan sekelompok pemuda berandalan di sebuah perumaan di bilangan Senayan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya pers memberitakan bahwa kasus ini hanyalah rekayasa. Yenny ternyata seorang pelacur.

 

Namjn kasus Sum Kuning tak langsung hilang bgitu saja. Di Yogya gaungnya kembai mengeras. Sebab ribuan buku tentang Sum yang disusun oleh Slamet Djabarudi dan penasehat hukum dilarang terbit oleh Kejaksaan Agung. Larangan ini mengundang banyak protes.

 

Sebuah versi lain Kasus Sum muncul. Kali ini das Dandin 096 Yogya, Kombes Soehardi Prodjotaroeno, pejabat yang mengganti Indrajoto megaku menemukan bukti baru. kepada pers mengatakan bahwa pemerkosa Sum bukanlah anak-anak penggede, melainkan anak-anak orang biasa. Meraka adalah pelajar, mahasiswa, serta bekas pelajar dan bekas mahasiswa. Lima dari sepuluh mereka, kata Soehardi, telah ditahan polisi.

 

Baca Juga : Hikayat Lalat Menjadi Artis Bom Sex

 

Kombes Soehardi menceritakan bahwa kesepuluh orang itu sedang melintas naik mobil saat Sum menunggu bus di pinggir jalan. Mereka kemudian berhenti dan memasukkan dengan paksa Sum ke sebuah mobil station wagon. Di tengah jalan penjual telur ayam itu dibius dan melaju ke Klaten. Di sebuah rumah sewaan yang kerap dipakai sebagai tempat mesum, Sum diperkosa raai-ramai.

 

Pada kesempatan ini Kombes Soehardi juga menyebut bahwa Trimo merupakan korban salah tangkap. Penjual baso itu ditangkap dan didakwa hanya karena ia pernah mengatakan "ingin mencobai gadis itu". Tak jelas gadis yang mana maksudnya. Tetapi karena ucapannya keluar saat peristiwa Sum terjadi maka ia pun ditahan. Demikian penjelasan Kombes Sochardi.

 

Teryata dalam persidangan ke-35 perkara Sum, mereka, yang menjadi terdakwa baru tersebut membantah versi Dandin 096 Soehardi Prodjotaroeno. Enam dari tujuh terdakwa malah menyatakan dalam sumpah tertulis bahwa mereka rela tumpes kelor dan punah seandainya benar memerkosa. Tak lama setelah sidang ini, terbetik berita bahwa dua orang lain yang ikut memerkosa Sum telah di-tangkap di Manado.

 

Baca Juga : Begini Cerita Asal Muasal Kertas Ditemukan

 

Pada pertengahan November 1971 Pangkowilhan II Letjen Soerono ikut berbicara ihwal kasus Sum. Bersama Dandim 096 Kombes Soehardi Prodjotaroeno ia memberi keterangan pers di Yogya. Pangkowilhan yang kelak menjadi menteri itu mengatakan masalah Sum bisa mengganggu ketertiban dan keamanan. Karena itu ia perlu memberi keterangan. Namun, ujar dia, campur tangan dirinya sebagai Pangkowilhan sekadar mengoordinasikan saja,di samping menjalankan tugas dari pimpinan Hankam.

 

Soerono menyebut ada empat versi kasus Sum. Pertama versi Sumarijem sendiri seperti yang dilansir media massa. Kedua, versi Godean yang menjadikan Trimo sebagai terdakwa. Ketiga, versi yang mengatakan sejumlah anak pejabat terlibat. Keempat, versi terakhir polisi, yaitu Sum diperkosa bukan olah anak-anak penggede.“Kita jangan melibatkan persoalan ini ke dalam masalah politik. Bahkan saya tak apriori bahwa versi ini atau itu yang salah atau benar,” ujar Pangkowilhan Soerono.

 

Tetapi ia juga mengatakan dirinya berharap versi keempat akan merupakan versi akhir. Artinya, itulah yang benar. Kasus Sum sudah bukan perkara kriminal belaka. Sejak semula sudah ditarik-tarik ke wilayah jauh, termasuk sebuah kekuatan besar telah membuat benang-benang masalah tak berkelindan. Itu sebabnya pada suata saat Hoegeng mengatakan kasus ini mungkin tak akan bisa di-singkap pada masa jabatannya. “Mungkin kalau saya sudah pensiun saja,” ujar Hoegeng.

 

Pada 2 Oktober 1971 Hoegeng dipensiunkan dengan alasan untuk peremajaan. Penggantinya adalah Inspektur Jenderal Polisi M. Hasan, seorang yang sebenarnya lebih tua dari dia. Karena telah bersemangat menangani kasus Sum Kuningkah Hoegeng dipensiunkan? Begitu tanda tanya di masyarakat.

 

Baca Juga : Merasa Hening di Tengah Keramaian MJ (2)

 

Sidang kasus Sum kembali digelar. Di pengadilan Yogyakarta versi keempat dimatangkan. Sebuah skenario yang dibuat sarjana psikologi yang juga polisi, Mayor Pol. Rukmini Sudjono dibacakan. Menurut skenario ini, 11 orang itu berangkat dengan dua mobil, station wagon dan Jip. Di Pathuk mereka menculik Sum dan memasukkannya ke mobil. Sum lalu dibius. Rombongan bergerak ke arah Prambanan. Di sebuah rumah di Klaten mereka berhenti. Di sana mereka bergantian memerkosa perempuan itu. Setelah itu, mereka kembali ke Yogya dan Sum, diturunkan di kitaran Gamping

 

Anehnya, di pengadilan Sum yang sudah akrab dengan Mayor Roekmini seperti dicucuk hidung Dengan lancar ia berkisah turut skenario. Misalnya ia fasih menceritakan rute perjalanan yang ditempuh pemerkosa. Padahal, karena dibius saat dibawa lari pemerkosa. Mengapa Sum berubah? Karena pengaruh kuat Mayor Roekmini? Itulah pertanyaan dari mereka yang rajin mengikuti persidangan kasus Sum Kuning.

 

Adapun para terdakwa yang telah disidang tetap membantah keras apa yang tertulis di Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Mereka mengatakan telah disiksa dalam pemeriksaan supaya mengikuti skenario yang dibuát Mayor Roekmini. Semua yang tertera di BAP, tegas mereka, Mayor Roekminilah yang mendiktenya. Dua terdakwa mengungkapkan Roekmini menjanjikan pekerjaan untuk mereka asal saja mereka menurut.

 

Skenario Mayor Roekmini yang menyasar 11 orang ini kemudian dibuyarkan jaksa dengan cara meminta pembebasan empat terdakwa. Majelis hakim ternyata setuju. Dengan begitu tinggal dua terdakwa yang akan disidang. Alhasil, setelah persidangan 39 kali selama 5 bulan hakim memvonis kedua terdakwa masing-masing 4 tahun penjara potong masa tahanan. Tetapi itu tidaklah menghilangkan tanda tanya besar di tengah masyarakat.

 

Baca Juga : Merasa Hening di Tengah Keramaian MJ (1)

 

Kasus Sum Kuning perlahan surut dari pangsung ingatan masyarakat seiring waktu. Sumarijem sendiri mencoba menutup lembar masa lalunya yang kelam. Tak jelas apakah ia berhasil. Yang pasti ia kemudian menjadi perawat di Rumah Sakit Tentara Semarang. Selanjutnya ia menikah dengan seorang yang ia kenal semasih dirinya dirawat di rumah sakit.  (pul)

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Begini Pengaruh Marga Han di Jatim

Pulung Ciptoaji

Jan 09, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022