Epilog Sejarah
abad.id- Sukarno pindah ke Surabaya untuk melanjutkan sekolah di HBS. Sekolah tersebut terletak di seberang alun-alun dan menempati bekas rumah Bupati Surabaya di Jalan Regentenstraat. Jarak antara tempat tingga di rumah HOS Cokroaminoto dengan sekolah sekitar 1 kilometer ditempuh dengan jalan kaki. HBS sering juga dikenal dengan sebutan sekolah raja. Siapapun yang menjadi siswa akan bangga saat memakai peci berbintang emas dan berpita. Menurut Hermen Kartowisastra salah satu siswa HBS satu angkatan dengan Sukarno, jika sudah berstatus pelajar HBS pasti akan merasa lebih tinggi dari orang lain.
Pada tahun 1916 telah terjadi perang di Eropa. Dampak dari krisis perang tersebut banyak warga Belanda memilih menunda pulang dan terpaksa menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah di Hindia Belanda. Salah satunya HBS. Maka tahun ajaran tersebut jumlah siswa menjadi sangat banyak hingga 7 kelas setingkat.
Aturan di HBS Surabaya sangat ketat bagi murid Belanda dan pribumi. Pasal 2 dari peraturan sekolah menetapkan bahwa seorang murid yang berkelakuan baik dan menonjol karena kerajinan yang luar biasa kalau orang tuanya kurang mampu boleh mengikuti pendidikan tanpa membayar. Jika melihat prestasi Sukarno yang sangat menonjol maka sebenarnya dia memenuhi syarat menjadi siswa yang belajaar tanpa membayar. Namun karena pihak sekolah sangat mengenal R Sukemi ayah kandung, maka keputusan tersebut tidak berlaku bagi Sukarno.
Tahun ajaran dimulai hari Senin pertama di bulan Juni. Jumlah mata pelajaran 36 per minggu. Semua murid harus mengikuti pelajaran secara dispilin mulai pukul 07.00 pagi hingga pukul 13.00 siang selama enam hari selama seminggu. Disamping aljabar, murid HBS mendapat pelajaran ilmu ukur, ilmu alam, ilmu kimia, ilmu bumi, sejarah dan Bahasa Belanda, Jerman Inggris. Untuk kelas teratas akan mendapatkan pelajaran tambahan ilmu tata negara, ilmu pesawat, kosmografi dan geneometri. Sistim pendidikan HBS sangat berkualitas dan harus disamakan dengan negeri Belanda.
Ada pelajaran yang sangat disukai Sukarno, namun ada juga pelajaran yang dianggap meragukan bagi pemuda pribumi. Misalnya pelajaran sejarah Hindia Belanda. Buku yang menjadi pegangan karangan W van Gelder yang isinya sama sekali bertolak belakang dengan fakta sejarah perjuangan kaum pribumi mengusir Belanda. Misalnya tentang sejaraah tanah jawa. Bagaimana perang Diponegoro dianggap tidak berbudi oleh Belanda dan berhasil ditundukan oleh KNIL. Serta perang di Bali yang dianggap sebagai langkah hukuman atas politik tawan karang. Serta perang Aceh yang isinya memuji van Heutz tokoh Belanda yang berhasil menyusup dan merusak mental warga Aceh.
Soal pergaulan antara warga pribumi dan warga Belanda serta orang indo keturunan, Sukarno punya catatan sendiri yang sangat berkesan. Kepada Cindy Adam penulis Biografi Sukarno, seakan-akan digambarkan diskriminasi ras sangat kejam di sekolah HBS. Sebagai contoh waktu seorang anak Belanda menghapus papan tulis, debu kapur berterbangan kemana-mana. Seorang guru yang melihat itu langsung marah dan menghardik “ Aah kau ini seperti orang Jawa saja”.
Namun tidak semua praktek diskriminasi ini diterapkan di sekolah HBS. Sukarno punya pengalaman khusus yaitu beberapa guru justru bersifat anti kolonial, atau istilahnya pendukung politik etis. Salah satunya guru Bahasa Belanda ayah dari van Mook. Suatu pengarahan yang tidak tertulis namun sangat dipatuhi di HBS, yaitu para murid dilarang memberi perintah kepada pembantu (pribumi). Namun jika di rumah suasana antara pribumi dan watak kolonial tersebut bisa jadi berbeda.
Selama di HBS Sukarno dikenal lebih suka menghindari dansa, namun suka mengejar perempuan. Khususnya anak-anak perempuan Belanda di HBS. Ada alasan Sukarno ingin menguasai orang Belanda. Menurutnya menundukan seorang gadis kulit putih membuatnya bisa ditentukan harga dirinya. Namun siapa yang berhasil ditundukan oleh Sukarno masih diagukan. Sumbangan dari keterangan teman-teman Sukarno untuk buku yubelium membenarkan, bahwa pemuda pendiam dan kutu buku ini senang mendekati gadis gadi cantik seperti Paulien Gobee, putri salah seorang guru. Serta kakak beradik berdarah Indo bernama de Raat. Akan tetapi Wim Voll bercerita bahwa perhatian Sukarno kepada gadis gadis Belanda hilang sama sekali, saat dia jatuh cinta kepada Mientje. “Ia selalu dicegat Sukarno dengan mencuri curi perhatian saat mau naik atau turun dari trem,” kata Wim Voll.
Namun melalui buku Bung Karno Masa Muda, kakak Sukarno yakni Wardoyo mengisahkan kelakuan adiknya. Tak terhitung jumlah gadis Belanda yang dikejar Sukarno. Apalagi sang Ayah mendukung agar kemampuan Bahasa Belanda Sukarno meningkat. “Sebut saja Paulina Gobee, Laura, putri keluarga Raat, dan Mien Hessels. Mien Hessels inilah yang paling digilai Sukarno di usia 18 tahun,” tulis buku tersebut.
Rasanya Sukarno bersedia mati untuk Mien Hessels. Tidak ada yang diharapkan selain percintaan yang serius dan berani. Sukarno menyebut Mien dengan sebutan Si Gadis Belanda yang anggun, kulitnya putih lembut bagai kapas, rambutnya kuning ikal, dan pipinya merah mawar. Sukarno begitu tergila-gila kepada Mien. Kemana Sukarno pergi Mien selalu diajak, dan dibonceng dengan sepeda. Saking cintanya dengan dengan Mien Hessels, Sukarno nekad melamar noni Belanda tersebut. “Mien Hessels nilainya lebih dari segala harta bagiku. Akhirnya aku memberanikan diri untuk berbicara kepada bapaknya,” katanya dalam buku otobiografinya.
Sukarno pun mengenakan pakaian yang terbaik dan memakai sepatu. Ia duduk di kamarnya yang gelap, lalu memikirkan kata-kata apa yang hendak diucapkan kepada ayah Hessels. Tibalah waktu Sukarno datang ke rumah Hessels yang bagus. Rumah dengan pekarangan penuh pohon hijau. Sukarno agak grogi begitu melangkahkan kakinya ke teras rumah gadis pujaannya itu.
“Aku tidak punya topi untuk dipegang, karena itu sebagai gantinya aku memegang hatiku,” katanya mengenang peristiwa menegangkan tersebut.
Di teras rumah Hessels sudah berdiri seorang tinggi besar. Dialah ayahanda Mien Hessels. Ia memandang Sukarno dengan muka tidak senang. Tapi Sukarno tetap nekat menghampiri. Dengan badan bergetar serta sangat gugup, Sukarno menyampaikan permintaan meminang Mien sambil terbata-bata.
“Tuan, kalau tuan tidak berkeberatan, saya ingin minta anak tuan.” Kata Sukarno
Ayah Mien Hessels sangat terkejut dengan ucapan Sukarno. Sudah diduga, ayah Hessels membentak Sukarno. “Kamu apakah sudah gila, kau pribumi mesum semacam kau ?” kata ayah Mien Hessels dengan nada sangat tinggi.
Perasaan Sukarno seketika seperti dicambuk-cambuk. Peristiwa penolakan ini menyisakan traumatis bagi Sukarno. Ia keluar dari pekarangan rumah Mien Hessels dengan membawa hati yang perih. Ayah Mien Hessels menolak Sukarno dengan alasan pribumi dilarang memadu kasih dengan seorang anak Belanda.
Hal ini sangat menyakitkan bagi Sukarno sekaligus menjadi landasan semangat dirinya untuk cepat merdeka dan bebas dari belenggu penjajahan Belanda. Sakit Hati Sukarno Dilampiaskan pada Klub Diskusi Kemerdekaan di HBS
Seperti dikutip dari Walentina Waluyanti De Jonge dalam bukunya yang berjudul “Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen” Sorkarno sangat tersinggung akan menjadi “tanda” bahwa dirinya kelak bisa “membalas dendam” keluarga Mien yang merendahkan pribumi.
Hingga suatu masa yang berubah pada tahun 1942 masa pendudukan Jepang, rupanya Sukarno dipertemukan kembali dengan Mien Hessels. Saat itu Bung Karno baru tiba dari pengasingan Bengkulu tengah jalan-jalan di Jakarta. Tiba-tiba disapa oleh sosok wanita Belanda gemuk, tua, dan tidak rupawan. "Dapatkah kau menebak siapa aku?" tanya wanita itu pada Bung Karno.
"Aku Mie Hessels," katanya. Tentu saja Sukarno terkejut seraya melakukan reaksi kocak.
"Ratuku yang cantik seperti bidadari itu sudah berubah jadi wanita sihir” kata Sukarno spontan.
Dengan cepat Sukarno membalas salam dan terus berjalan sembari mengucap syukur, karena caci-maki yang telah dilontarkan ayahnya dulu sesungguhnya adalah rahmat yang terselubung. “Aku berterima kasih atas perlindungan Tuhan,” kata Sukarno dalam hati
Sukarno menemui Mien Hessels di Surabaya. Foto Isstimewa
Setelah Sukarno memproklamasikan kemerdekaan, dan menjadi Presiden RI pertama, membuat dirinya sibuk mengunjungi berbagai tempat di Indonesia guna mengetahui kondisi rakyatnya. Salah satu tempat yang dikunjungi yaitu Kota Surabaya kota kelahirannya. Di tempat itu Sukarno sengaja menemui Mien si gadis Belanda yang pernah ditaksir semasa remaja. Ternyata selama pendudukan Jepang dan jaman agresi militer Belanda, Mien Hessels akif melelola rumah perawatan anak cacat yang bernama Jajasan Pertolongan kepada Anak Tjatjat (JPAT). Pertemuana tersebut berlangsung hangat dan jauh lebih dewasa. Sukarno sempat memeluk Mien Hessels, seorang wanita yang pernah menjadi bagian sejarah hidupnya. Sementara itu menurut catatan Walentina, saat keduanya bertemu di Surabaya itu, Sukarno menyebut Mien sebagai perempuan tua, jelek dan badannya tidak terpelihara.
Namun belakangan Sukarno menyadari bahwa perkataannya bisa menyakitkan hati Mien Hessels. Hingga akhir hayatnya nama Mien Hessels selau dikenang dan menyampaikan permintaan maaf atas kejadian masa lalu. (pul)
Pulung Ciptoaji
01.02.23
Kusni Kasdut, sosoknya hidup pada era 70 an. Dia salah satu pejahat yang namanya melegenda. Dia bahkan dijuluki Robin Hood Indonesia. Sebab hasil rampokannya selalu dibagikan kepada orang-orang miskin. Kusni Kasdut menghembuskan nafas terakhir di depan regu tembak.
Abad.id Hidup Kusni Kasdut berakhir di depan regu tembak. Tepatnya menjelang fajar pertengahan Februari. Tepatnya di sebuah tempat dekat Kota Gresik, Jawa Timur, pada 16 Februari 1980.
Pria bertubuh kecil itu kelahiran Blitar, Jawa Timur, Desember 1929. Kusni memiliki nama asli Waluyo. Di dalam buku ‘Kusni Kasdut’ karya Parakitri Simbolon pada 1979, Kusni atau Waluyo merupakan anak Wonomejo dan Mbok Cilik. Kusni ditinggal mati ayahnya sejak berumur 5 tahun. Kusni tinggal bersama ibunya dengan hidup yang sangat miskin. Ketika Jepang menjajah Indonesia, Kusni muda bergabung dengan heiho (tentara pembantu).
Kusni ditempatkan di Batalion Matsamura, Kota Malang. Ia dilatih sangat keras oleh tentara Jepang. Salah sedikit, kepala ditempeleng. Tak lama, Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Dua hari kemudian, tepatnya 19 Agustus, Kusni bergabung dengan laskar yang tergabung Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Rampal, Malang.
Kusni bersama pasukan laskar itu bergerilya hingga Surabaya menghadapi pasukan Sekutu dan Inggris. Setelah pasukan Inggris mundur, rakyat membuat kelompok-kelompok sendiri. Kusni memutuskan pergi ke Yogyakarta untuk bergabung dengan laskar Barisan Bambu Runcing. Laskar ini rencananya akan merebut Kota Bandung.
Namun, ketika sampai Madiun, Kusni justru bergabung dengan laskar Brigade Teratai. Anggota laskar itu, selain dari TNI, kebanyakan berasal dari kalangan dunia hitam, seperti copet, rampok, germo, dan wanita panggilan. Di sana Kusni ditugaskan sebagai staf pertempuran ekonomi. Banyak bergaul dengan pelacur dan berandalan kecil yang menjadi mata-mata.
Tugasnya pernah mengambil emas dan berlian milik warga keturunan Tionghoa yang akan digunakan untuk modal perang. Kusni merasa bangga atas apa yang ia lakukan. Saat berada di Yogyakarta, 19 Desember 1948, Kusni menemukan meriam tentara Belanda. Ia dan warga mendorong meriam itu sejauh 20 kilometer untuk diserahkan kepada segerombolan prajurit untuk modal melawan Belanda.
Semua usahanya selama empat tahun ikut berjuang membuatnya bangga. Apalagi ia sering menyumbang harta hasil rampasan dalam operasinya untuk kepentingan perjuangan. Beberapa kali ditangkap pasukan Belanda, dipukuli, dan dijebloskan ke penjara. Kusni dikenal seperti belut yang licin dan dijuluki ‘Kancil’ karena selalu berhasil meloloskan diri.
Kisah Kusni berakhir pada usia 51 tahun. Dia dihukum mati akibat beberapa ulahnya yang dianggap tak bisa diampuni. Ia merampok dan tak segan-segan membunuh korbannya. Seorang polisi, sepasang suami-istri, dan seorang pengusaha tewas di tangannya.
Selain sosoknya yang melegenda, di sisi lain, ternyata ia adalah mantan anggota laskar pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia.
Nama Kusni Kasdut sangat melegenda pada waktu itu. Orang-orang jaman dulu pasti mengenal sosok yang satu ini. Dia tertangkap, melarikan diri, dan tertangkap lagi. Setidaknya sudah lima kali Kusni Kasdut melarikan diri. Dan terakhir, dia pun harus menjalani vonis hukuman mati atas segala perbuatannya. Namun pada saat-saat akhir hayatnya, ia bertobat dan dengan tegar menghadapi hukumannya.
Terlahir dari keluarga petani miskin, tidak lantas menghantuinya. Ia terus berjuang. Ya, tanpa revolusi, mustahil dapat beristrikan seorang gadis indo dari keluarga menengah, sekali pun telah diindonesiakan sebagai Sri Sumarah Rahayu Edhiningsih.
Istri yang ia cintai, ia kagumi, bahkan ia puja itu melahirkan tekad untuk memperbaiki kehidupannya.
Ia mencoba mencari pekerjaan yang sepadan dengan martabatnya yang baru, dan kegagalan demi kegagalan yang ia dapat.
Untuk kesekian kalinya, berbekal pengalaman semasa revolusi 45, Kusni berusaha masuk anggota TNI, tetapi ditolak.
Penolakan ini disebabkan sebelumnya ia tak resmi terdaftar dalam kesatuan. Selain itu, pada kaki kirinya terdapat bekas tembakan yang ia dapat semasa perang fisik melawan Belanda. Akibatnya, ia cacat secara fisik. Akhirnya ia memutuskan kembali ke Rampal, Malang.
Selama satu tahun di Rampal, ia mengurus surat pernyataan bekas pejuang. Di tempat itu juga, ia mengumpulkan uang. Uang itu dibagikan kepada keluarganya di Blitar. Sisanya digunakan Kusni untuk biaya berangkat menuju kantor Biro Rekonstruksi Nasional di Jakarta. Biro itu tempat mengurus penempatan bekas pejuang. Kembali Kusni kecewa, ia tak mendapat pekerjaan.
Kegagalan-kegagalan tersebut membentuknya ia seolah diperlakukan tidak adil oleh penguasa waktu itu, seperti ‘habis manis sepah dibuang’. Ada satu kesamaan antara Kusni Kasdut, Mat Pelor, dan Mat Peci. Mereka dulunya adalah para pejuang '45, memilih jalan pintas untuk menyambung hidup. Mereka kecewa atas penguasa jaman itu karena kurang diperhatikan masa depannya
Hal itu menimbulkan obsesi untuk merebut keadilan dengan sepucuk pistol, membenarkan diri memperoleh rejeki yang tak halal. Terlebih lagi membiarkan anak dan istrinya terlantar. Bersama teman senasip dan seperjuangan yang tak ada harapan untuk menyambung hidup, Kusni akhirnya merampok.
Memanjat Monas
Pada masanya, Kusni Kasdut dikenal sebagai penjahat spesialis “barang antik”. Dia, juga tergolong bengis dalam merampok korban-korbannya. Jika ada yang melawan, akan dibunuhnya.
Salah satu curian yang paling spektakuler ketika dia merampok Museum Nasional Jakarta. Dengan menggunakan jeep dan mengenakan seragam polisi (yang tentunya palsu), pada tanggal 31 Mei 1961, Kusni masuk ke Museum Nasional yang dikenal juga Gedung Gajah. Setelah melukai penjaga, dia lantas membawa lari 11 permata koleksi museum tersebut.
Kusni juga pernah membunuh. Bahkan, mungkin sering. Saat merampok seorang Arab kaya raya bernama Ali Badjened pada 1960-an. Ali Badjened dirampok sore hari ketika baru saja keluar dari kediamannya di kawasan, Awab Alhajiri.
Dia meninggal saat itu juga akibat peluru yang ditembak dari jeep yang dibawa oleh Kusni Kasdut. Itulah pembunuhan yang menggemparkan pada waktu itu. Tak lama kemudian disusul dengan pembunuhan lain.
Dalam melakukan aksinya, Kusni Kasdut selalu ditemani oleh Bir Ali. Dia adalah tangan kanan Kusni Kasdut, anak Cikini Kecil (sekarang ini letaknya di belakang Hotel Sofyan).
Bir Ali, yang juga menjadi pembunuh Ali Bajened bersama Kusni Kasdut di Jalan KH Wahid Hasyim, bernama lengkap Muhammad Ali. Dia mendapat gelar Bir Ali karena kesukaannya menenggak bir, ia tewas dalam tembak menembak dengan polisi.
Tak hanya itu, aksi fenomenal Kusni Kasdut adalah ketika dia memanjat monumen tugu Monas di Jakarta. Ceritanya, waktu itu dia ingin mengambil obor emas di monumen tersebut. Aksinya itu berhasil digagalkan petugas. Sewaktu Kusni memanjat, dia buru-buru ditangkap.
Namun demikian, Kusni Kasdut bukan sembarang pencuri. Sewaktu berada di tahanan, dia sering beberapa kali mengelabui polisi dan penjaga sipir. Kusni berhasil lolos sebanyak lima kali. Dia juga berkali-kali ditangkap. Ternyata hal itu tidak membuatnya kapok. Justru dia semakin berani saja.
Sekian tahun menjadi buronan, Kusni Kasdut tertangkap ketika mencoba menggadaikan permata hasil rampokannya di Semarang. Petugas pegadaian curiga karena ukurannya yang tidak lazim. Akhirnya ia ditangkap, dijebloskan ke penjara dan dihukum mati atas rangkaian tindak kejahatannya.
Terakhir, saat Kusni Kasdut menunggu keputusan atas permohonan grasinya karena dijatuhi hukuman mati, dia juga sempat melarikan diri. Tapi kemudian ditangkap kembali.
Eksekusi Mati
Meski perawakan Kusni kecil, tapi dia sangat disegani di kalangan penjahat. Malahan di kalangan masyarakat, Kusni sempat dijuluki “Robin Hood” Indonesia. Karena ternyata hasil rampokannya sering dibagi-bagikan kepada kaum miskin.
Barulah pada tanggal 16 Februari 1980, Kusni menjalani hukuman mati di depan regu tembak. Dan sebelum dieksekusi, itu merupakan malam panjang bagi Kusni Kasdut.
Dalam keterasingannya di penjara, yang jauh dari orang-orang dicintai, Kusni bertobat dan menyesali kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukannya. Ini terjadi ketika dalam penjara. Beberapa jam sebelum ajal itu datang, Kusni punya permintaan terakhir. Ia ingin duduk di tengah keluarganya. Kepala penjara Kalisosok Surabaya memenuhi permintaan itu.
Jam terus berputar. Sebelum eksekusi tiba, Kusni meminta ijin untuk melukis. Ia mencoba menuangkan sebuah karya lukisan dari gedebog (pohon pisang). Dalam lukisan tersebut tergambar dengan rinci Gereja Katedral lengkap dengan menara dan arsitektur bangunannya yang unik.
Sembilan jam sebelum dibawa pergi tim eksekutor, Kusni duduk di tengah anak, menantu, dan dua cucunya. Makan malam terakhir disajikan di atas meja: capcai, mie, dan ayam goreng kegemarannya.
Keluarga itu menangis kecuali Kusni. Ia hanya menitipkan pesan terakhir yang sederhana: agar honor dari kisahnya yang ditulis Parakitri Simbolon dan diterbitkan Gramedia diurus Bambang, anak dari istri pertamanya.
Sebelum berpisah dengan keluarganya, Kusni sempat memeluk Ninik sembari berkata, “Saya sebenarnya sudah tobat total sejak 1976. Situasilah yang membuat ayah jadi begini. Sebenarnya ayah ingin menghabiskan umur untuk mengabdi kepada Tuhan. Tapi waktu terlalu pendek.” Ninik dan yang lain menangis.
“Diamlah,” lanjutnya, “Ninik kan sudah tahu ayah sudah pasrah. Ayah yakin, Tuhan sudah menyediakan tempat bagi ayah. Maafkanlah ayah.”
Kusni lalu kembali ke selnya dan hanya duduk dekat terali besi, merokok kretek, mengobrol dengan sipir, dan sesekali bersembahyang. Ketika tim eksekutor menjemputnya pukul 3.00 pagi, ia menolak disuruh mandi. Kusni lalu menyalami petugas yang selama ini menjaganya.
Di depan penjara sebelum menuju lapangan tembak, telah menunggu dua perwira polisi yang menangkapnya ketika kabur dari Penjara Lowokwaru, Malang. Mereka memeluk Kusni. Tak lama terdengar deru 19 mobil polisi yang beriringan membawa pesakitan itu pergi. Sejak malam itu ia tinggal nama.
Tapi tiga peluru di jantung dan lima di perut Kusni pada subuh itu menghabisi petualangan hitamnya. Kusni Kasdut mati di depan algojo. Tubuh lelaki itu lunglai di tiang penyangga.@nov
*) diolah dari berbagai sumber
Author Abad
17.02.23
Peninggalan Kerajaan Pagaruyung
Abad.id - Kerajaan Pagaruyung adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di Provinsi Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah sekitarnya. Nama kerajaan ini berasal dari ibukotanya, yakni Nagari Pagaruyung. Kerajaan ini didirikan oleh seorang pangeran dari Majapahit bernama Adityawarman pada 1347. Kerajaan Pagaruyung menjadi Kesultanan Islam pada 1600-an.
Kerajaan Pagaruyung sendiri memiliki sebuah istana yang sangat megah dan sangat menjungjung tinggi nilai-nilai arsitektur khas daerah Sumatera Barat. Sebuah istana megah terletak di Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar Sumatra Barat. Istana ini merupakan obyek wisata budaya yang terkenal di Sumatera Barat. Istana Pagaruyung yang sekarang ada merupakan bentuk replika dari aslinya. Istana yang megah kokoh berdiri ini merupakan bentuk bangunan khas tradisi dari Sumatera.
Istana dibangun dengan bahan dasar kayu dan atapnya sendiri menggunakan bahan injuk. Istana dibangun sebagai tempat raja-raja Pagaruyung menjalankan roda pemerintahnya selama berkuasa. Istana sendiri merupakan sebuah simbol kebesaran dari sebuah kerajaan, bahkan samapi pada masa sekarang ini istana bagian symbol dari Negara, setiap kepala pemerintahan disediakan sebuah istana atau rumah khusus yang dibiayai oleh Negara, sebagai contoh Indonesia memiliki istana merdeka, istana bogor dll, Amerika Serikat memiliki istana White House (Gedung Putih) dan lain-lain.
Prasasti Adityawarman
Batu Basurek di Limo Kaum, memuat inskripsi dalam huruf Palawa dengan bahasa Sansekerta, yang menyatakan bahwa Aditiawarman adalah Raja Diraja di Kinikamedinindra (pulau emas) tahun 1347. Batu Basurek di Pagaruyung ditulis tahun 1347, Batu/Banda Bapahek di Saruaso dan beberapa batu bersurat lainnya yang semuanya merupakan peniggalan masa Aditiawarman.Dari keterangan ini kita atau peneliti bisa mengetahui tentang keberadaan Kerajaan Pagaruyung dan penguasanya Adityawarman.
Prasasti tinggalan Adityawarman
Batu Prasasti Adityawarman menunjukan Jejak kebesaran Majapahit yang Tersisa di Minangkabau Sejumlah prasasti tampak berdiri tegak di Kabupaten Batusangkar, Sumatera Barat. Prasasti Pagaruyung juga menjadi petunjuk jejak Majapahit di negeri Minangkabau pada abad 13-14 Masehi. Prasasti yang dibuat oleh Raja Adityawarman itu merupakan bukti untuk mengungkap perjalanan masyarakat Minangkabau. Kebiasaan Adityawarman membuat prasasti semasa memerintah menjadi raja Pagaruyung, sangat membantu generasi kini untuk mengetahui perjalanan masyarakat Minangkabau. Ukuran dari Prasasti Adityawarman adalah tinggi 2,06 meter, lebar 1,33 meter dan tebal 38 cm. Dalam prasasti itu menyebutkan kebesaran Adityawarman yang merupakan keluarga Dharmaraja.
Dalam catatan sejarah, Adityawarman sebagai raja Pagaruyung merupakan seorang raja yang paling banyak meninggalkan prasasti. Hampir dua puluh buah prasasti yang ditinggalkannya. Diantaranya yang telah dibaca seperti Prasasti Arca Amogapasa, Kuburajo, Saruaso I dan II, Pagaruyung, Kapalo Bukit Gambak I dan II, Banda Bapahek, dan masih banyak lagi yang belum dapat dibaca.
Di antara prasasti yang telah dapat dibaca itu, menyatakan kebesaran dan kemegahan kerajaan Pagaruyung. Barangkali diantara raja-raja yang pernah ada di Indonesia tidak ada seorang pun yang pernah meninggalkan prasasti sebanyak yang telah ditinggalkan oleh Adityawarman.
Arca Amogapasha dan Arca Bhairawa (Aditiyawarman)
Arca Bhairawa di Sungei Langsat
Arca Bhairawa Museum Nasional di Jakarta ditemukan di kawasan persawahan di tepi sungai di Padang Roco, Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat. Arca Bhairawa dengan tinggi hampir 3 meter ini merupakan jenis arca Tantrayana. Arca Bhairawa tidak dalam kondisi utuh lagi, terutama sandarannya. Arca ini tidak banyak dijumpai di Jawa, karena berasal dari Sumatera. Sebelum ditemukan hanya sebagian saja dari arca ini yang menyeruak dari dalam tanah.
Sungai Langsat terletak di tepi utara Batang Hari, Karesidenan pantai barat Sumatera. Pada tahun 1935 di sebelah barat desa ini ditemukan Arca besar yang kemudian diangkut ke Fort de Kock. Kemungkinan besar Arca tersebut adalah gambaran dari potret raja Menangkabau Adityawarman .
Raja menghabiskan masa mudanya di Istana Majapahit dan berkenalan dengan sekte bhairawa disana. Pada tahun 1370, dirinya diinisiasi sebagai bhairawa dengan nama Ksetrajna-wicesadharani. Posisi awal berdirinya Arca ini tidak dapat ditentukan; pastinya bukan di tepi sungai yang tinggi namun beberapa ratus meter arah barat laut dari tempat ini dimana terdapat bebatuan teras, yang digali pada bulan Oktober 1935.
Bangunan seluas 20 meter persegi, dengan tangga di ke empat kuarter. Survei yang cermat mengungkapkan bahwa 85 cm di dalam dinding luar terdapat rangkaian dinding kedua.
Di Sungei Langsat juga ditemukan alas patung, dengan tulisan pada keempat sisinya. Tulisan ini menerangkan bahwa pada tahun 1286 raja Jawa Kertanagara mengirim Arca Amoghapca ke Sumatra sebagai hadiah untuk Sri Maharaja crimat Tribhuwanaraja Mauliwarmmadewa, di mana semuanya bersukacita atas kiriman tersebut ke Bhumi Malayu.
Pada arca Amoghapasa, kepala dikelilingi oleh lingkaran halo, di kiri dan kanan matahari dan bulan. Di bahu muncul kepala makara dengan mata bulat. Sebelah kiri berdiri Hayagriwa dan Bhrkuti, di sebelah kanannya berdiri Sudhanakumara dan Qyatara. Delapan gambar Buddha dan Tara duduk di atas bantal teratai. Di kaki Arca utama ada beberapa guratan atau naskah usang. Di bawahnya, pada batas vertikal, muncul apa yang disebut tujuh permata (saptaratnani): kuda, piringan lempar, ratu, permata, menteri, geneca, dan gajah.
Arca Amoghapasa itu sendiri (tinggi 1,63) adalah produk indah dari seni Singhasari (Timur Jawa). Prasasti dan sekaligus arca Amoghapāśa ini merupakan artefak yang merupakan bukti adanya hubungan baik antara kerajaan Singhasari dan kerajaan Melayu Kuno di masa silam. Prasasti Amoghapāśa dipahatkan di beberapa bagian dari sebuah arca Amoghapāśa Lokeśwara, yaitu di bagian alas persegi empat yang terpisah dari arca; di bagian belakang sandaran arca, dan di alas arca yang berbentuk setengah lingkaran. Arca Amoghapāśa Lokeśwara ini merupakan hadiah yang diberikan oleh Kĕrtanagara, raja Singhasari kepada Śrimat Tribhūwanarāja Mauliwarmadewa, raja Malayu di Dharmāśraya pada tahun 1208 Śaka (= 1286 Masehi). Amoghapaca bersama para pengikutnya sebenarnya adalah potret raja Jawa Wisnuwardhana (p 1268) beserta anggota keluarganya.
Arca Bhairawa, tangannya ada yang dua dan ada yang empat. Namun arca di sini hanya memiliki dua tangan. Tangan kiri memegang mangkuk berisi darah manusia dan tangan kanan membawa pisau belati. Jika tangannya ada empat, maka biasanya dua tangan lainnya memegang tasbih dan gendang kecil yang bisa dikaitkan di pinggang, untuk menari di lapangan mayat damaru/ ksetra. Penggambaran Bhairawa membawa pisau konon untuk upacara ritual Matsya atau Mamsa. Membawa mangkuk itu untuk menampung darah untuk upacara minum darah. Sementara tangan yang satu lagi membawa tasbih. Wahana atau kendaraan Syiwa dalam perwujudan sebagi Syiwa Bhairawa adalah serigala karena upacara dilakukan di lapangan mayat dan serigala merupakan hewan pemakan mayat.
Walaupun banyak di Sumatera, beberapa ditemukan juga di Jawa Timur dan Bali. Bhairawa merupakan Dewa Siwa dalam salah satu aspek perwujudannya. Bhairawa digambarkan bersifat ganas, memiliki taring, dan sangat besar seperti raksasa. Bhairawa yang berkategori ugra (ganas).
Perwujudan Raja Adithyawarman, pendiri Kerajaan Pagaruyung di Sumatra Barat pada tahun 1347. Nama Adityawarman sendiri berasal dari kata bahasa Sansekerta, yang artinya kurang lebih ialah Yang berperisai matahari (adhitya: matahari, varman: perisai). Adithyawarman adalah seorang panglima Kerajaan Majapahit yang berdarah Melayu. Ia adalah anak dari Adwaya Brahman atau Mahesa Anabrang, seorang senopati Kerajaan Singasari yang diutus dalam Ekspedisi Pamalayu dan Dara Jingga, seorang puteri dari raja Sri Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa dari Kerajaan Dharmasraya.Kitab Pararaton menyebutkan bahwa Raden Wijaya memperistri seorang putri Sumatera bernama Dara Petak dan memiliki anak yang bernama Kalagemet. Seorang kerabat raja bergelar dewa (bangsawan) memperistri putri lainnya bernama Dara Jingga, dan memiliki anak yang bernama Tuhan Janaka, yang lebih dikenal sebagai Adityawarman.
Di dekat Istano Basa, Batusangkar, ada sekelompok batu prasasti yang menceritakan tidak saja sejarah Minang, tapi sepenggal sejarah Nusantara secara utuh. Dari buku panduan disebutkan bahwa batu-batu prasasti yang disebut Prasasti Adityawarman itu menghubungkan Nusantara secara keseluruhan berkaitan dengan Kerajaan Majapahit.
Di dalam beberapa babad di Jawa dan Bali, Adityawarman juga dikenal dengan nama Arya Damar dan merupakan sepupu sedarah dari pihak ibu dengan Raja Majapahit kedua, yaitu Sri Jayanegara atau Raden Kala Gemet. Diperkirakan Adityawarman dibesarkan di lingkungan istana Majapahit, yang kemudian membuatnya memainkan peranan penting dalam politik dan ekspansi Majapahit. Saat dewasa ia diangkat menjadi Wrddhamantri atau menteri senior, bergelar Arrya Dewaraja Pu Aditya. Demikian pula dengan adanya prasasti pada Candi Jago di Malang (bertarikh 1265 Saka atau 1343 M), yang menyebutkan bahwa Adityawarman menempatkan arca Manjusri? (salah satu sosok bodhisattva) di tempat pendarmaan Jina (Buddha) dan membangun candi Buddha di Bumi Jawa untuk menghormati orang tua dan para kerabatnya.(mda)
Sumber :
- Amran, Rusli (1981). Sumatra Barat hingga Plakat Panjang. Penerbit Sinar Harapan.
- The Archeology Of Hindoo Sumatra - Leiden E. J. Brlel 1937
Malika D. Ana
30.04.23
Penanggalan Jawa Sebelum Akulturasi Budaya
Abad.id - Dari masa Sultan Agung berkuasa hingga sekarang, belum ada yang berani melakukan perubahan atau penyesuaian. Ada yang berpendapat kalau Penanggalan Jawa seharusnya setiap 75 atau 120 tahun sekali harus diadakan penyesuaian. Ada yang berpendapat, kalau sekarang dekade perhitungan tahun ABOGE sudah berakhir dan sudah seharusnya diganti dekade perhitungan tahun ASAPON.
Terlepas dari berbagai pendapat tersebut, lebih baik demi kembalinya sebuah Jati Diri bangsa, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang punya dan kuat Jati Diri-nya. lebih baik kita kembali pada Penanggalan Jawa asli yang diciptakan oleh Mpu Hubayun (911 SM) dan kita usahakan menjadi kalender nasional atau bahkan kalender internasional, karena Jawa adalah Global genius, bukan Local genius. Dengan pertimbangan :
1. Penanggalan Jawa Mpu Hubayun adalah Penanggalan Jawa asli dan yang pertama atau tertua (911 SM).
2. Kalender yang penuh dengan nilai-nilai filosofi tinggi, yang menandakan bangsa kita adalah bangsa yang besar. Sehingga kalau bisa Penanggalan Jawa diangkat menjadi Kalender Nasional Negara Indonesia. Karena tidak semua bangsa dan negara di dunia memiliki kalender sendiri.
3. Kalender yang mengarah pada keselarasan atau keharmonian alam semesta, karena berdasarkan proses awal terjadinya alam semesta (Sangkan Dumadining Bhawana).
4. Penanggalan Jawa yang selaras dengan aksara Jawa, Sangkan Dumadining Bhawana dan Sangkan paraning Dumadi.
5. Satu-satunya kalender di dunia yang mengakomodasi makrokosmos dan mikrokosmos, sehingga tidak sekedar kalender yang hanya memakai hitungan angka.
6. Penanggalan Jawa harus berdiri diatas semua golongan (agama, suku). Karena makna kata JAWA itu sendiri tidak bermakna sukuisme maupun kedaerahan (teritorial).
Sedangkan Penanggalan Jawa Sultan Agung, selain adanya polemik dengan berbagai pendapat yang berbeda juga terlalu banyak mengadopsi pengaruh Islam. Sehingga orang yang tidak memeluk agama Islam, muncul perasaan tidak merasa ikut memiliki, sedang pemeluk agama Islam sendiri juga banyak yang tidak merasa memiliki karena dianggapnya peninggalan agama Hindhu. Semua itu berakibat hilangnya nilai-nilai kebersamaan, gotong-royong, guyub-rukun, yang menjadi ciri-khas bangsa kita. Akibatnya sekarang ini banyak orang yang sudah tidak mengenal lagi atau sudah tidak peduli pada Penanggalan Jawa, aksara Jawa dan Budaya Jawa.
7. Kalender atau penanggalan adalah simbol kehidupan sehari-hari, sementara kalender yang ada sekarang ini dan menjadi kalender resmi nasional negara Indonesia, tercetak angka besar kalender Masehi dan angka kecil kalender Hijriah. Tanpa kita sadari sudah cukup lama ada kekuatan tertentu yang ingin menghancurkan Nusantara/Indonesia dengan berawal menghilangkan simbol kehidupan sehari-hari Nusantara/Jawa. Alhasil sekarang ini secara umum bangsa kita merasa malu, hina dan tidak bangga menggunakan simbol-simbol Nusantara dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga terpuruklah bangsa kita sekarang ini.
A. PENETAPAN HARI DALAM PENANGGALAN JAWA (Makrokosmos)
1. Hari ke-1 berdasarkan Surya disebut Radite atau Rawiwara sekarang Minggu (Dipengaruhi Planet Matahari), neptunya 5.
2. Hari ke-2 berdasarkan Rembulan disebut Suma atau Sumawara sekarang Senen (Dipengaruhi Planet Bulan), neptunya 4.
3. Hari ke-3 berdasarkan Kartika-I disebut Anggara atau Manggala sekarang Selasa (Dipengaruhi Planet Mars), neptunya 3.
4. Hari ke-4 berdasarkan Pertiwi disebut Buda atau Pertala sekarang Rebo (Dipengaruhi Planet Bumi), neptunya 6.
5. Hari ke-5 berdasarkan Kartika-II disebut Respati sekarang Kamis (Dipengaruhi Planet Jupiter), neptunya 8.
6. Hari ke-6 berdasarkan Kartika-IV disebut Sukra sekarang Jum’at (Dipengaruhi Planet Uranus dan Venus), neptunya 6.
7. Hari ke-7 berdasarkan Kartika-III disebut Tumpak sekarang Sabtu (Dipengaruhi Planet Saturnus), neptunya 9.
B. SIFAT – SIFAT MAKROKOSMOS
1. Matahari adalah bintang induk Tata Surya dan merupakan komponen utama sistem Tata Surya ini. Bintang ini berukuran 332.830 massa bumi. Massa yang besar ini menyebabkan kepadatan inti yang cukup besar untuk bisa mendukung kesinambungan fusi nuklir dan menyemburkan sejumlah energi yang dahsyat. Kebanyakan energi ini dipancarkan ke luar angkasa dalam bentuk radiasi eletromagnetik, termasuk spektrum optik.
2. Bulan adalah satu-satunya satelit alami Bumi, dan merupakan satelit alami terbesar ke-5 di tata surya. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya sendiri dan cahaya Bulan sebenarnya berasal dari pantulan cahaya Matahari.
3. Mars (1,5 SA dari matahari, SA : Satuan Astronomi = ± 150 juta kilo meter) berukuran lebih kecil dari bumi dan Venus (0,107 massa bumi). Planet ini memiliki atmosfer tipis yang kandungan utamanya adalah karbon dioksida. Permukaan Mars yang dipenuhi gunung berapi raksasa seperti Olympus Mons dan lembah retakan seperti Valles marineris, menunjukan aktivitas geologis yang terus terjadi sampai baru belakangan ini. Warna merahnya berasal dari warna karat tanahnya yang kaya besi. Mars mempunyai dua satelit alami kecil (Deimos dan Phobos) yang diduga merupakan asteroid yang terjebak gravitasi Mars.
4. Bumi (1 SA dari matahari) adalah planet bagian dalam yang terbesar dan terpadat, satu-satunya yang diketahui memiliki aktivitas geologi dan satu-satunya planet yang diketahui memiliki mahluk hidup. Hidrosfer-nya yang cair adalah khas di antara planet-planet kebumian dan juga merupakan satu-satunya planet yang diamati memiliki lempeng tektonik. Atmosfer bumi sangat berbeda dibandingkan planet-planet lainnya, karena dipengaruhi oleh keberadaan mahluk hidup yang menghasilkan 21% oksigen. Bumi memiliki satu satelit, bulan, satu-satunya satelit besar dari planet kebumian di dalam Tata Surya.
5. Yupiter (5,2 SA), dengan 318 kali massa bumi, adalah 2,5 kali massa dari gabungan seluruh planet lainnya. Kandungan utamanya adalah hidrogen dan helium. Sumber panas di dalam Yupiter menyebabkan timbulnya beberapa ciri semi-permanen pada atmosfernya, sebagai contoh pita pita awan dan Bintik Merah Raksasa. Sejauh yang diketahui Yupiter memiliki 63 satelit. Empat yang terbesar, Ganymede, Callisto, Io, dan Europa menampakan kemiripan dengan planet kebumian, seperti gunung berapi dan inti yang panas. Ganymede, yang merupakan satelit terbesar di tata surya, berukuran lebih besar dari Merkurius.
6. Uranus (19,6 SA) yang memiliki 14 kali massa bumi, adalah planet yang paling ringan di antara planet-planet luar. Planet ini memiliki kelainan ciri orbit. Uranus mengedari matahari dengan bujkuran poros 90 derajad pada ekliptika. Planet ini memiliki inti yang sangat dingin dibandingkan gas raksasa lainnya dan hanya sedikit memancarkan energi panas. Uranus memiliki 27 satelit yang diketahui, yang terbesar adalah Titania, Oberon, Umbriel, Ariel dan Miranda.
7. Venus (0,7 SA dari matahari) berukuran mirip bumi (0,815 massa bumi). Dan seperti bumi, planet ini memiliki selimut kulit silikat yang tebal dan berinti besi, atmosfernya juga tebal dan memiliki aktivitas geologi. Akan tetapi planet ini lebih kering dari bumi dan atmosfernya sembilan kali lebih padat dari bumi. Venus tidak memiliki satelit. Venus adalah planet terpanas dengan suhu permukaan mencapai 400 °C, kemungkinan besar disebabkan jumlah gas rumah kaca yang terkandung di dalam atmosfer. Sejauh ini aktivitas geologis Venus belum dideteksi, tetapi karena planet ini tidak memiliki medan magnet yang bisa mencegah habisnya atmosfer, diduga sumber atmosfer Venus berasal dari gunung berapi.
8. Saturnus (9,5 SA) yang dikenal dengan sistem cincinnya, memiliki beberapa kesamaan dengan Yupiter, sebagai contoh komposisi atmosfernya. Meskipun Saturnus hanya sebesar 60% volume Yupiter, planet ini hanya seberat kurang dari sepertiga Yupiter atau 95 kali massa bumi, membuat planet ini sebuah planet yang paling tidak padat di Tata Surya. Saturnus memiliki 60 satelit yang diketahui sejauh ini (dan 3 yang belum dipastikan) dua di antaranya Titan dan Enceladus, menunjukan activitas geologis, meski hampir terdiri hanya dari es saja. Titan berukuran lebih besar dari Merkurius dan merupakan satu-satunya satelit di Tata Surya yang memiliki atmosfer yang cukup berarti.
C. PENETAPAN PASARAN DALAM PENANGGALAN JAWA (Mikrokosmos)
Dalam penanggalan Jawa terdapat Pasangan atau Sisihan Hari yang berdasarkan sedulur 4 kalima Pancer yang berupa cahaya :
1. Cahaya berwarna Putih disebut Pethakan sekarang disebut Manis/Legi, unsur Udara atau Oksigen. Neptunya 5
2. Cahaya berwarna Merah disebut Abritan sekarang disebut Jenar/Paing, unsur Api atau Nitrogen. Neptunya 9
3. Cahaya berwarna Kuning disebut Jene’an sekarang disebut Palguna/Pon, unsur Cahaya atau Foton. Neptunya 7
4. Cahaya berwarna Hitam disebut Cemengan sekarang disebut Langking/Wage, unsur Tanah atau Carbon. Neptunya 4
5. Cahaya berwarna Hijau disebut Gesang atau pancer disebut Kasih/Kliwon, unsur air atau Hidrogen. Neptunya 8
D. SIFAT – SIFAT MIKROKOSMOS
1. Udara :
a. Memiliki masa sehingga dapat menimbulkan tekanan
b. Transparan dalam beberapa bentuk radiasi
c. Tidak berwarna, tidak berbau dan tidak dapat dirasakan kecuali dalam bentuk angin.
d. Bersifat elastis dan dinamis, sehingga dapat mengembang dan mengkerut sehingga dapat bergerak dan berpindah
2. Api :
a. Api adalah oksidasi cepat terhadap suatu material dalam proses pembakaran kimiawi, yang menghasilkan panas, cahaya, dan berbagai hasil reaksi kimia lainnya.
b. Api berupa energi berintensitas yang bervariasi dan memiliki bentuk cahaya (dengan panjang gelombang juga di luar spektrum visual sehingga dapat tidak terlihat oleh mata manusia) dan panas yang juga dapat menimbulkan asap.
3. Cahaya :
a. Cahaya merambat lurus
b. Cahaya dapat menembus benda bening
c. Cahaya dapat dipantulkan
d. Cahaya dapat dibiaskan
4. Tanah :
a. Tanah berasal dari pelapukan batuan dengan bantuan organisme.
b. Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral.
5. Air :
a. air mengalir dari permukaan tinggi ke rendah, karena gaya gravitasi
b. air mengalami kapilaritas, yaitu meresapnya partikel air melalui celah2 kecil
c. permukaan air yang tenang adalah datar
d. air dapat memantulkan maupun membiaskan cahaya
e. bayangan benda yang dilihat di air pasti lebih kecil dari ukuran sebenarnya
E. PENETAPAN BULAN DALAM PENANGGALAN JAWA (CANDRA)
- Bulan ke-1 disebut Badra Warna sekarang disebut Sura, Neptunya 7
- Bulan ke-2 disebut Asuji sekarang disebut Sapar, Neptunya 2.
- Bulan ke-3 disebut Kartika sekarang disebut Mulud/Rabi’ulawal, Neptunya 3.
- Bulan ke-4 disebut Pusa sekarang disebut Bakda Mulud/Rabi’ulakhir, Neptunya 5 .
- Bulan ke-5 disebut Manggasri sekarang disebut Jumadilawal, Neptunya 6.
- Bulan ke-6 disebut Sitra sekarang disebut Jumadilakir, Neptunya 1.
- Bulan ke-7 disebut Manggalaka sekarang disebut Rejeb, Neptunya 2.
- Bulan ke-8 disebut Naya sekarang disebut Ruwah/Sadran, Neptunya 4.
- Bulan ke-9 disebut Palguna sekarang disebut Puasa, Neptunya 5.
- Bulan ke-10 disebut Wisaka sekarang disebut Syawal, Neptunya 7.
- Bulan ke-11 disebut Jita sekarang disebut Apit/Dulkaidah/Selo, Neptunya 1.
- Bulan ke-12 disebut Srawana sekarang disebut Besar/Dulhijah, Neptunya 3
F. PENETAPAN TAHUN ATAU WARSA DALAM PENANGGALAN JAWA
1. Tahun ke-1 disebut Sri/Harsa sekarang di sebut tahun Alip, Neptunya 1.
2. Tahun ke-2 disebut Endra/Heruwarsa sekarang di sebut tahun Ehe, Neptunya 5.
3. Tahun ke-3 disebut Guru/Jimantara sekarang di sebut tahun Jimawal, Neptunya 3.
4. Tahun ke-4 disebut Yama/Duryata sekarang di sebut tahun Je, Neptunya 7.
5. Tahun ke-5 disebut Ludra/Dhamma sekarang di sebut tahun Dal, Neptunya 4.
6. Tahun ke-6 disebut Brahma/Pitaka sekarang di sebut tahun Be, Neptunya 2.
7. Tahun ke-7 disebut Kala/Wahyu sekarang di sebut tahun Wawu, Neptunya 6.
8. Tahun ke-8 disebut Uma/Dirgawarsa sekarang di sebut tahun Jimakir, Neptunya 3.
G. PAWUKON ATAU SATUAN MINGGU DALAM PENANGGALAN JAWA
Menurut Wikipedia, Wuku adalah bagian dari suatu siklus dalam penanggalan Jawa dan Bali yang berumur tujuh hari (satu pekan). Siklus wuku berumur 30 pekan (210 hari), dan masing-masing wuku memiliki nama tersendiri. Perhitungan wuku (bahasa Jawa: pawukon) masih digunakan di Bali dan Jawa, terutama untuk menentukan "hari baik" dan "hari buruk" serta terkait dengan weton / nepton. Weton dalam bahasa Bali disebut oton/otonan. Seorang bayi yang berusia 1 siklus wuku (210 hari) disebut 1 oton.
Ide dasar perhitungan menurut wuku adalah bertemunya dua hari dalam sistem pancawara (pasaran) dan saptawara (pekan) menjadi satu. Sistem pancawara atau pasaran terdiri dari lima hari, sedangkan sistem saptawara terdiri dari tujuh hari. Dalam satu wuku, pertemuan antara hari pasaran dan hari pekan sudah pasti, misalkan hari Sabtu Pon terjadi dalam wuku Wugu. Menurut kepercayaan tradisional orang Bali dan Jawa, semua hari-hari ini memiliki makna khusus.
1. Sinta-Batara Yama (Ahad Pahing-Sabtu Pon)
2. Landep-Batara Mahadewa (Ahad Wage-Sabtu Kliwon)
3. Wukir, Ukir-Batara Mahayakti (Ahad Legi-Sabtu Pahing)
4. Kurantil, Kulantir-Batara Langsur (Ahad Pon-Sabtu Wage)
5. Tolu, Tulu-Batara Bayu (Ahad Kliwon-Sabtu Legi)
6. Gumbreg-Batara Candra (Ahad Pahing-Sabtu Pon)
7. Warigalit, Wariga-Batara Asmara (Ahad Wage-Sabtu Kliwon)
8. Warigagung, Warigadian-Batara Maharesi (Ahad Legi-Sabtu Pahing)
9. Julungwangi, Julangwangi-Batara Sambu (Ahad Pon-Sabtu Wage)
10. Sungsang-Batara Gana Ganesa (Ahad Kliwon-Sabtu Legi)
11. Galungan, Dungulan-Batara Kamajaya (Ahad Pahing-Sabtu Pon)
12. Kuningan-Batara Indra (Ahad Wagé-Sabtu Kliwon). Pada wuku ini Hari Raya Kuningan jatuh pada hari Sabtu-Kliwon.
13. Langkir-Batara Kala (Ahad Legi-Sabtu Pahing)
14. Mandasiya, Medangsia-Batara Brahma (Ahad Pon-Sabtu Wage)
15. Julungpujut, Pujut-Batara Guritna (Ahad Kliwon-Sabtu Legi)
16. Pahang-Batara Tantra (Ahad Pahing-Sabtu Pon)
17. Kuruwelut, Krulut-Batara Wisnu (Ahad Wagé-Sabtu
18. Marakèh, Merakih-Batara Suranggana (Ahad Legi-Sabtu Kliwon)
19. Tambir - Batara Siwa (Ahad Pon - Sabtu Wagé)
20. Medangkungan-Batara Basuki (Ahad Kliwon - Sabtu Legi)
21. Maktal - Batara Sakri (Ahad Pahing - Sabtu Pon)
22. Wuyé, Uye-Batara Kowera (Ahad Wagé-Sabtu Kliwon)
23. Manahil, Menail-Batara Citragotra (Ahad Legi-Sabtu Pahing)
24. Prangbakat-Batara Bisma (Ahad Pon-Sabtu Wagé)
25. Bala-Batara Durga (Ahad Kliwon-Sabtu Legi)
26. Wugu, Ugu-Batara Singajanma (Ahad Pahing-Sabtu Pon)
27. Wayang-Batara Sri (Ahad Wagé-Sabtu Kliwon)
28. Kulawu, Kelawu-Batara Sadana (Ahad Legi-Sabtu Pahing)
29. Dukut-Batara Sakri (Ahad Pon-Sabtu Wagé). Pada wuku ini Anggara Kasih pada hari Selasa Kliwon dianggap keramat oleh orang Jawa.
30. Watugunung-Batara Anantaboga (Ahad Kliwon-Sabtu Legi). Pada wuku ini hari Jumat Kliwon dianggap keramat oleh orang Jawa dan sebagai hari Saraswati yang dianggap suci oleh orang Bali.
.
H. PARINGKELAN DALAM PENANGGALAN JAWA
1. Tungle atau Ujungan (Ron)
2. Aryang atau Tiyang (Wong)
3. Warungkung atau Sato (Kewan)
4. Paningron atau Ulam (Iwak)
5. Uwas atau Peksi (Manuk)
6. Mawulu (Wiji)
I. MANGSA DALAM PENANGGALAN JAWA
Mangsa adalah nama waktu sebulan (seperdua belas tahun) tetapi lamanya tidak sama, ada yang kurang dari 30 hari dan ada juga yang lebih dari 40 hari. Perhitungan mangsa dimulai dan matahari tampak di sebelah utara (bulan Juni). Mangsa juga merupakan penggambaran indikator birahi alam, sehingga mangsa banyak digunakan para petani untuk pedoman bercocok tanam.
Contoh : 1. birahinya anjing kawin itu mangsa 9, sehingga tidak akan kita temukan anjing kawin pada mangsa yang lain. 2. Adanya musim buah – buahan.
Nama mangsa pada umurnya sebagai berikut :
1. Kartika = Kasa = 22 Jun – 01 Agt = 41
2. Pusa = Karo = 02 Agt – 24 Agt = 23
3. Manggasari = Katelo = 25 Agt – 17 Sep = 24
4. Sitra = Kapapat = 18 Sep – 12 Okt = 25
5. Manggakala = Kalima = 13 Okt – 08 Nop = 27
6. Naya = Kaenem = 09 Nop – 21 Des = 43
7. Palguna = Kapitu = 22 Des – 02 Peb = 43
8. Wisaka = Kawolu = 03 Peb – 28 Pem = 26
9. Jita = Kasongo = 01 Mar – 25 Mar = 25
10. Srawana = Kasepuluh = 26 Mar – 18 Apr = 24
11. Badrawana = Kasewelas = 19 Apr – 11 Mei = 23
12. Asuji = Karolas = 12 Mei – 21 Jun = 41
Pranata mangsa dalam penanggalan Jawa
Mangsa Kasewelas disebut pula Dhestha.
Mangsa Karolas disebut pula Sadda.
J. HARI SENGKALA DALAM PENANGGALAN JAWA
Hari sengkala adalah hari wewenang jin untuk memusuhi (menggoda / mengganggu) manusia, oleh karena itu bagi manusia adalah sengkala artinya halangan atau gangguan.
Nama hari-hari sengkala adalah :
1. Sampar wangke = tersandung bangkai = tidak baik untuk punya hajat, bepergian jauh atau maju perang.
2. Tali wangke = tali bangkai = tidak baik untuk punya hajat, pergi jauh dan maju perang.
3. Sari Agung = larangan besar = tidak baik untuk punya hajat, pergi jauh dan maju perang.
4. Kala Renteng = kala hari berturut-turut, tidak baik untuk punya hajat, pergi jauh dan maju perang.
5. Aryang = ringkel jalma = nasib tidak baik untuk manusia, tidak baik untuk punya hajat, pergi jauh dan maju perang.
K. HARI BAIK DALAM PENANGGALAN JAWA
Menurut kepercayaan kuno ada dua hari baik untuk punya hajat dan berusaha :
1. Sri tumpuk, baik untuk meminang, menikah, mulai mananam segala macam tananam, mulai berusaha (berdagang atau mendirikan perusahaan)
2. Bulan atau wuku yang ada harinya Anggara Kasih, baik untuk meminang, menikah, khitanan, boyongan, dan segala macam usaha.
L. HARI KELAHIRAN
Hari kelahiran biasanya dianggap baik bagi yang orang lahir pada hari itu, oleh karena banayk orang yang memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa, bersemadi, bersedekah dan lain sebagainya. Bahkan pada hari kelahirannya dipergunakan segala macam hajat yang baik, misalnya pindah rumah, mendirikan rumah, mulai berusaha dan segala macam perbuatan baik. Biasanya yang dianggap tantangan bagi seseorang sesuai dengan kelahirannya ialah hari Puput Puser, ialah pang kal pusatnya sudah mengering lalu lepas dari perutnya.
M. DINA UWAS
Hari yang tidak pernah ditempati tahun baru Jawa disebut Dino Uwas (Dino tanpo tanggal) tidak baik untuk segala keperluan, hari tersebut antara lain :
1. Selasa Wage
2. Rabu `Legi
3. Kamis Pon
4. Sabtu Kliwon
5. Minggu Pahing
N. WATAK TAHUN KETIKA TAHUN BARUNYA (1 SURA) JATUH PADA HARI :
1. Radite (Minggu) : tahun kelabang atau date kenobo
2. Soma (Senen) : tahun cacing atau soma werjita
3. Anggara (Selasa) : tahun kepiting atau anggara rekata
4. Buda (Rabu) : tahun kerbau atau buda mahesa
5. Respati (Kamis) : tahun serangga atau respati mimi-mintuna
6. Sukra (Jum’at) : tahun udang atau sukra lengkara
7. Tumpak (Sabtu) : tahun kambing atau tumpak menda
Demikian sekilas tentang sejarah penanggalan Jawa. Semoga bisa mendatangkan manfaat dalam hidup dan kehidupan kita. Membangkitkan simbol simbol kehidupan Nusantara untuk menuju kebangkitan Nusantara Jaya.
Malika D. Ana
24.07.23
Kisah Para Desersi Ekspedisi Pamalayu
Abad.id - Setelah serangan pasukan Rajendra Chola dari Koromandel India ke Sriwijaya sekitar tahun 1025, dan berhasil menaklukan serta menawan Raja Sangrama Vijayatungavarman, Kerajaan Melayu di bawah pimpinan Srimat Trailokyabhusana Mauli Warmadewa pun bangkit kembali.
Pada tahun 1275 Kertanegara raja Singhasari, mengirimkan utusan untuk menjalin persahabatan dengan Kerajaan Dharmasraya di Sumatera. Pengiriman utusan ini terkenal dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu.Tetapi baik Nagarakretagama ataupun Pararaton sama sekali tidak menyebutkan siapa nama pemimpin ekspedisi ini. Berdasarkan beberapa sumber dari Jawa Kidung Panji Wijayakrama, sumber Batak dan Landak Kalimantan, pasukan ekspedisi Pamalayu dipimpin oleh tiga perwira Singasari yaitu: Indrawarman, Sang Nata Pulang Pali dan Mahesa Anabrang.
Setelah kerajaan Melayu di Dharmasraya dengan rajanya waktu itu Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa takluk dan menjadi kerajaan vasal Dingisari maka pada tahun 1286 Kertanagara mengirim Arca Amoghapasa untuk ditempatkan di Dharmasraya.
Prasasti Padangroco menyebutkan bahwa arca Amoghapasa diberangkatkan dari Jawa menuju Sumatra dengan diiringgi beberapa pejabat penting Singhasari di antaranya ialah Rakryan Mahamantri Dyah Adwayabrahma, Rakryan Sirikan Dyah Sugatabrahma, Payaman Hyang Dipangkaradasa, dan Rakryan Demung Mpu Wira.
Setelah penyerahkan arca tersebut, Raja Melayu kemudian menghadiahkan dua putrinya, Dara Jingga dan Dara Petak, untuk dinikahkan dengan Kertanagara di Singhasari.
Sementara itu dari China menurut catatan Dinasti Yuan, Kaisar Khubilai Khan mengirim pasukan Mongol untuk menyerang kerajaan Singhasari tahun 1292. Namun, Singhasari ternyata sudah runtuh akibat pemberontakan Jayakatwang. Pasukan Mongol kemudian bekerja sama dengan Raden Wijaya penguasa Majapahit untuk menghancurkan Jayakatwang.
Sesudah itu, Raden Wijaya ganti mengusir pasukan Mongol dari Pulau Jawa. Kepergian pasukan yang dipimpin Ike Mese itu terjadi pada tanggal 23 April 1293.
Setelah mendengar berita jatuhnya Singasari oleh pasukan Jayakatwang dan jatuhnya Kediri oleh pasukan Mongol serta berdirinya kerajaan baru yaitu Majapahit, pasukan Mahesa Anabrang pulang ke Majapahit dengan menyerahkan dua putri Melayu, yaitu Dara Jingga yang dinikahi oleh Rakyan Mahamantri Adwayabrahma dan melahirkan Tuhan Janaka atau Adityawarman dan Dara Petak yang dinikahi oleh Raden Wijaya dan melahirkan Kalagemet atau Jayanegara.
Sementara itu sumber dari Batak, pasukan Indrawarman yang telah berhasil menguasai daerah-daerah penghasil lada di Sungai Dareh Minangkabau, Jambi dan Sumatra Utara berusaha mengamankan daerah tersebut dengan menetap di daetah Asahan dan Simalungun untuk menghambat ekspansi kerajaan Samudra Pasai dari utara.
Tokoh Indrawarman ini tidak pernah kembali ke Jawa, melainkan menetap di Sumatra dan menolak mengakui kekuasaan Majapahit sebagai kelanjutan dari Singhasari.
Dikisahkan bahwa Indrawarman bermarkas di tepi Sungai Asahan. Ia menolak mengakui kedaulatan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya sebagai ahli waris Kertanagara. Namun, ia juga tidak mampu mempertahankan daerah Kuntu–Kampar yang akhirnya direbut oleh Kesultanan Aru–Barumun pada tahun 1299.
Ia meninggalkan Asahan dan mendirikan kerajaan Silo di Simalungun dengan bantuan marga Siregar Silo. Pada waktu itu, daerah antara Sungai Silo dan Bah Bolon didiami oleh marga Siregar Silo yang datang dari Lontung/Samosir (diduga keluarga O.Tuan Nakhoda, Datu Bira dan Datu Mangambe, karena O. Si Lima Lombu diduga menyebrang ke pulau Nias dan memakai marga Zega).
Pelabuhannya di muara sungai Bah Bolon yang bernama Indrapura sesuai dengan nama Indrawarman dan ibukotanya di Dolok Sinumbah. Pengikut Indrawarman dari suku Jawa memasuki marga-marga yang telah ada di daerah tersebut seperti Silo, Damanik, Girsang, Purba. Sedangkan Indrawarman sendiri memakai marga Siregar Silo.
Empat puluh enam tahun kemudian pada tahun 1339, barulah datang pasukan tentara Majapahit dibawah pimpinan patih Gajahmada dan Adityawarman menyerang kerajaan Silo. Raja Indrawarman gugur dalam pertempuran dengan pasukan Majapahit. Dolok Sinumbah, Perdagangan, Keraksaan dan Indrapura hancur dibumihanguskan tentara Majapahit.
Kerajaan Silo berantakan, keturunan raja bersembunyi di Haranggaol. Para Keturunan Indrawarman kembali ke kerajaan dan mendirikan kerajaan baru bernama Kerajaan Dolok Silo dan Kerajaan Raya Kahean.
Sementara itu, Kerajaan Dolok Silo dan Raya Kahean berakulturasi menjadi kerajaan Batak Simalungun, namun tetap berciri khas Hindu Jawa absolut. Konon kerajaan ini mampu berdiri selama 600 tahun.
Pada saat yang sama dua kerajaan lain muncul kepermukaan; Kerajaan Siantar dan Kerajaan Tanah Jawa. Raja di Kerajaan Siantar merupakan keturunan Indrawarman, sementara Kerajaan Tanah Jawa, dipimpin oleh Raja Marga Sinaga dari Samosir. Penamaan tanah Jawa untuk mengenang Indrawarman, Panglima perang Singosari dari Jawa.
Dikisahkan setelah menghancurkan Simalungun pasukan Majapahit di bawah komando Mahapatiih Gajah Mada, mengamuk dan menghancurkan beberapa kerajaan lain; Kerajaan Haru Wampu serta Kesyahbandaran Tamiang (sekarang Aceh Tamiang) yang saat itu merupakan wilayah kedaulatan Samudra Pasai.
Tetapi naas pasukan Samudra Pasai, di bawah komando Panglima Mula Setia, turun ke lokasi dan berhasil menyergap tentara Majapahit di rawa-rawa sungai Tamiang dimana kapal-kapal jung Majapahit sulit betgerak. Gajah Mada bersama pengawalnya berhasil meloloskan diri ke Jawa setelah bersandar di teluk Aru, sementara tentaranya masih terkepung oleh pasukan musuh.
Semenatara itu dikisahkan Ratu Sang Nata Pulang Pali, pemimpin salah satu rombongan pasukan Singosari lainnya justru membelokkan armada pasukannya menuju Nusa Tanjungpura, yang kini dikenal sebagai Borneo atau Pulau Kalimantan.
Di pulau yang terkenal sebagai salah satu paru-paru dunia itu, perjalanan rombongan Ratu Sang Nata Pulang Pali diawali ketika mereka singgah di daerah Padang Tikar, kemudian diteruskan menyusuri Sungai Tenganap yang kala itu dikisahkan sedang meluap, hingga akhirnya berlabuh di daerah Sekilap atau yang kini disebut Sepatah.
Sementara, terdapat sumber lain yang menyebutkan bahwa beliau bersama rombongan berjalan melewati Ketapang dan menyusuri Sungai Kapuas hingga berbelok melalui Sungai Landak Kecil (anak sungai Kapuas) dan berhenti di Kuala Mandor (kini merupakan sebuah daerah di Kabupanten Landak, Kalimantan Barat).
Di tempat inilah Ratu Sang Nata Pulang Pali mendirikan Kerajaan Landak, dan nama daerah Sekilap kemudian diganti menjadi Ningrat Batur atau Angrat (Anggerat) Batur.
Konon, untuk membangun sebuah kerajaan, Ratu Sang Nata Pulang Pali I ‘menaklukkan‘ masyarakat setempat dengan cara membagi-bagikan garam. Pembagian garam inilah yang membuat masyarakat setempat respek pada kedatangan Ratu Sang Nata Pulang Pali beserta rombongannya.
Masyarakat lantas bersedia membantu beliau mendirikan sebuah bangunan yang dalam perkembangannya kemudian menjadi istana Kerajaan Landak. Sayangnya, tidak terdapat satupun sumber yang menjelaskan mengapa pendekatan membagikan garam secara cuma-cuma tersebut dipilih.
Berbeda dengan kerajaan Indrawarman, Silo Simalungun yang dihancurkan oleh Mahapatih Gajahmada dari Majapahit dan Adityawarman, kerajaan Landak ini tak tersentuh sama sekali oleh kekuatan militer Majapahit.
Dalam buku Lontar Kerajaan Landak disebutkan bahwa setelah Kerajaan Landak berdiri di Ningrat Batur (yang kini dikenal dengan nama Tembawang Ambator), periode pertama pemerintahan kerajaan ini bergulir cukup lama, yakni selama 180 tahun (1292—1472 M).
Pada periode pertama pemerintahan Landak, negeri ini dipimpin oleh tujuh raja, yaitu Ratu Sang Nata Pulang Pali I hingga Raden Kusuma Sumantri Indera Ningrat dengan gelar kebangsawan Abhiseka Ratu Brawijaya Angkawijaya Ratu Sang Nata Pulang Pali VII.
Selama masa kepemimpinan Ratu Sang Nata Pulang Pali I hingga VI, kerajaan ini tidak memiliki istana selayaknya sebuah kerajaan. Sampai pada akhinya tiba masa pemerintahan Ratu Sang Nata Pulang Pali VII di mana Kerajaan Landak memiliki kompleks istana terpadu untuk kali pertama.
Kemungkinan hal ini sengaja dilakukan dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan invansi Majapahit sebagaimana menimpa pada kerajaan Indrawarman, Silo Simalungun.
Disebutkan dalam Indoek Lontar Keradjaan Landak (1942, dalam Usman, 2007: 5) Ratu Sang Nata Pulang Pali VII menikahi Putri Dara Hitam, putri dari Patih Tegak Temula, yang kemudian menjadi permaisuri kerajaan. Dari perkawinan tersebut, Ratu Sang Nata Pulang Pali VII memiliki keturunan bernama Abhiseka Sultan Dipati Karang Tanjung yang sekaligus merupakan putera mahkota. Setelah raja Landak terakhir di Ningrat Batur tersebut mangkat, sang putera mahkota kemudian naik tahta dengan gelar Pangeran Ismahayana.
Berikut kutipan dari tulisan Gusti Sulung Lelanang di dalam Indoek Lontar Keradjaan Landak mengenai proses ini:
“ ... adapun sebagai pangkal sejarah Kerajaan Landak, yaitu dari Raden Kusuma Sumantri Indra Ningrat (Ratu Bra Wijaya Angka Wijaya) yang mendirikan kerajaan Hindu di Angrat Batur (Ningrat Batur atau Batu Ningrat [Tembawang Ambator]) dan bergelar (Ratu) Sang Nata Pulang Pali (I). Beliau memiliki tujuh keturunan (hingga Pulang Pali terakhir atau Ratu Sang Nata Pulang Pali VII). Ratu Sang Nata Pulang Pali VII beristrikan “Dara Hitam” (putri dari Patih Tegak Temula dari Kurnia Sepangok tanjung Selimpat) dan berputrakan Raden Ismahayana (Iswarahayana). Apapun Raden Ismahayana, adalah raja (pertama) Kerajaan Landak yang memeluk agama Islam pada akhir abad XIV dan mendirikan ibunegeri (pusat pemerintahan) Kerajaan Landak di Munggu (Ayu)”.
Pada era pemerintahan Pangeran Ismahayana (1472—1542), pusat kerajaan dipindahkan ke kawasan hulu Sungai Landak, yang kemudian dikenal dengan nama Mungguk Ayu. Pada masa inilah pengaruh Islam mulai masuk. Islam dibawa oleh orang-orang Bugis dan Banjar yang kala itu memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Landak.
Pangeran Ismahayana kemudian memeluk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Abdul Kahar. Sultan Abdul Kahar memiliki dua orang putra dari perkawinannya dengan Nyi Limbai Sari yang bergelar Ratu Ayu (putri Patih Wira Denta), yaitu Raden Tjili Tedung dan Raden Tjili Pahang.
Setelah Pangeran Ismahayana wafat, ia digantikan oleh putranya, yaitu Pangeran (Raden) Kusuma Agung Muda (Raden Tjili Tedung), yang menjadi Sultan Landak ke IX. Pada masa pemerintahannya, pusat kekuasaan dipindahkan dari daerah Mungguk Ayu menuju Bandong (sebagian menyebutnya Bandung) pada tahun 1703, sebuah wilayah yang letaknya tidak jauh dari Mungguk Ayu.
Alasan pemindahan pusat pemerintahan ke Bandong ini belum diketahui hingga saat ini. Namun, Kerajaan Landak di Bandong hanya bertahan hingga dua periode pemerintahan (1703—1768) di mana tampuk kekuasaan hanya sempat dipegang oleh Raden Kusuma Agung Muda (1703—1709) dan putranya, Raden Nata Tua Pangeran Sanca Nata Kusuma Tua (1714—1764). Sepeninggalan Raden Nata Tua, jalannya pemerintahan untuk sementara dikendalikan oleh wakil raja, yakni Raden Anom Jaya Kusuma (1764—1768), sembari menunggu sang putera mahkota tumbuh dewasa.
Berikut periode pemerintahan kerajaan Landak yang diagi ke dalam empat periode dari dua fase, yaitu:
Fase Hindu
a. Kerajaan Landak di Ningrat Batur (1292—1472)
Fase Islam
b. Kerajaan Landak di Mungguk Ayu (1472—1703)
c. Kerajaan Landak di Bandong (1703—1768)
d. Kerajaan Landak di Ngabang (1768—sekarang)
***
Sumber referensi:
Muljana, Slamet, (2005), Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, Yogyakarta: LKiS, ISBN 979-98451-16-3, halaman-17 sampai 19 .
Buku Toga Siregar, O.Gorga Torsana.
Julkifli Marbun, Orang Jawa di Tanah Batak
Usman, Lontar Kerajaan Landak.
Malika D. Ana
07.05.23
Legenda Sumber Lanang
Abad.id - Ini adalah foto sumber air yang menghidupi masyarakat di lereng gunung Lawu dan ngarai sekitarnya; Sumber Lanang. Terletak di kompleks perkebunan teh Jamus, masuk ke kecamatan Sine kabupaten Ngawi-Jawa Timur. Tidak begitu jelas kenapa diberikan nama sebagai Sumber Lanang, padahal background kisah folklore atau mitos yang mengiringi kemunculan sumber air ini adalah kisah pertemuan antara Dewi Sekartaji dengan suaminya Panji Asmarabangun alias Pangeran Inu Kertapati.
Awal kisah, sang dewi pergi meninggalkan istana entah Panjalu atau Daha tepatnya kurang tau. Seringkali dikisahkan sang dewi ini seneng banget minggat, karena di kisah Kleting Kuning juga soal minggatnya sang Dewi dari kerajaan dan menyamar sebagai gadis kampung yang buruk rupa. Ada banyak versi mitos Dewi Sekartaji yang minggatan sehingga membuat Panji Asmarabangun mencari-cari keberadaannya. Diversi Kleting Kuning, ia menyamar sebagai gadis kampung teraniaya, mitip cerita Cinderella. Gadis kampung yang berani ngunggah-unggahi (melamar) Ande Ande Lumut putra Mbok Rondo Dadapan. Diversi lainnya kurang lebih hampir sama dilain daerah. Jika dilogika, kalau cinta ya ngapain seneng minggat ya? Mosok dalam rangka menguji perasaan cinta… Halah embuh!
Di episode kisah Sumber Lanang, tersebutlah sang dewi yang jengkar keprabon (minggat dari kerajaan) menuju arah gunung Lawu, dan bertapa disana. Lalu sang suami, Raden Panji Asmarabangun bingung mencari-cari, lalu bertemulah mereka, tetapi sang Dewi menolak untuk kembali meski sudah dirayu-rayu pangeran.
Karena sang pangeran terus mendesak agar ia kembali ke kerajaan, sang dewi kemudian mengadakan sayembara uji kesaktian...(dasar orang sakti suka lebay)...dengan menancapkan sebilah keris ke sebuah batu. Sang Dewi berujar; "sok sopo'o sing bisa njabut keris iki, yen pria bakal tak pundhut dadi garwaku, lan yen wadon bakal tak dadekake sedulur sinarawèdiku...." Terjemahannya adalah barangsiapa yang berhasil mencabut keris ini jika laki-laki akan kujadikan suami, dan jika perempuan akan kujadikan saudara.
Demikian sayembara dibuat...maka Raden Panji Inu Kertapati berusaha mengikutinya. Dan dicabutlah keris yang menancap di batu tersebut demi cintanya kepada sang Dewi Sekartaji. Dan byuuuuurrrr....air seketika memancar keluar dengan derasnya begitu keris dicabut. Dan menjadilah sumber air yang keluar itu kemudian disebut sebagai Sumber Lanang. Silakan disimpulkan sendiri.
Lepas dari mitos soal Sumber Lanang, ada mitos berbeda di tempat lain tentang 7 bidadari yang mandi di telaga. Sepertinya, secara umum telaga atau sumber air diidentikkan dengan perempuan. Karena jika kita bergeser ke atas lagi dari daerah Sumber Lanang, menuju kompleks candi Cetho, kita akan menjumpai sebuah sumber air yang identik sebagai perempuan yang disebut patirtan Dewi Saraswati. Silakan diGoogling siapakah Dewi Saraswati.
Jika perempuan kita memiliki jati diri yang tidak dapat dipisahkan dari sumber daya air, sebagaimana dongeng bidadari mandi di telaga dengan kisah Jaka Tarubnya, maka masyarakat akan menjadi sangat berhati-hati dengan sumber daya air.
Perempuan adalah "agen" perubahan, perempuan adalah elemen dari "social engineering" yang amat sangat penting untuk mengamankan masa depan sumber daya air kita. Karena masa depan itu bukan saja soal kemajuan dan teknologi, tetapi juga rayuan para pemuda kepada sang kekasih yang mengandung modus, dan angin sorga.
Masa depan itu haruslah indah, masa depan itu haruslah dipenuhi romansa dan cinta, sebagaimana kita mengenang semua masa lalu sebagai keindahan yang abadi. Sejahtera dan kemakmuran yang mengiringi. Bukan dibuntingin lalu diPHP terpuruk di kesuraman, ditinggal buntingin rahim yang lain...ehhh !
Hadeehh ini sakjane mau ngomongin apa...Yo wes pokmen gitulah!(mda)
Penulis : Malika Dwi Ana
Foto : jepretan pribadi
Author Abad
14.10.22
Film berjudul Arie Hanggara, yang diproduksi oleh PT Tobali Indah Film. Foto by youtube
abad.id- Kuburan batu hitam berukuran 2 x 1 meter berada di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut Jakarta. Tepatnya di Blok AA II. Seperti tidak terurus, usang dimakan waktu. Tulisan di batu nisan dari marmer putih nyaris terhapus. Juga goresan ‘Maafkan Papa’ dan ‘Maafkan Mama’ yang berada di kanan dan kiri. Siapapun akan mengelus dada melihat kuburan itu. Arie Hangara dimakamkan tahun 1984 dengan sebuah upacara penguburan yang penuh tangis haru. Kisah perjalanan hidupnya yang sebentar, namun telah memberi pelajaran akan pentingnya kasih sayang keluarga.
Waktu itu Kamis (8/11/1984) subuh. Warga bernama Duren Tiga, Jakarta Selatan bernama Machtino Eddiwan datang membawa anaknya Arie Hanggara (7) dengan penuh luka ke UGD RSCM. Namun sebenarnya selama perjalanan menuju ke rumah sakit, Arie sudah tidak bernyawa. Kepada petugas medis, Machtino mengatakan putranya mengalami kecelakaan lalu lintas. Namun, setelah melihat luka memar yang ada pada tubuh Arie, pihak rumah sakit curiga bahwa Arie tewas bukan karena kecelakaan, melainkan akibat siksaan fisik.
Arie Hanggara lahir di Bogor, tanggal 21 Desember 1977 dan meninggal dunia 8 November 1984. Foto dok net
Pihak rumah sakit pun segera menghubungi kepolisian. Keesokan harinya, tanggal 9 November 1984, ketika hendak mengambil jenazah Arie di kamar mayat, Machtino ditangkap. Sewaktu diperiksa, Machtino baru mengakui bahwa Arie tewas karena penganiayaan yang telah ia lakukan selama berhari-hari. Setelah melewati otopsi kepolisian, Jenazah Arie segera dimakamkan di TPU Jeruk Purut, Jakarta Selatan.
Seketika besok pagi 9 November 1984, berita kematian Arie Hanggara menghebohkan publik tanah air. Bahkan hingga satu bulan media massa membagi kisah kematian yang menyesakan dada itu. Sejak penangkapan pelaku, rekontruksi hingga sidang dan vonis, kisah Arie tewas setelah dipukuli ayah kandungnya karena dituduh mencuri uang di sekolah laris dilahap pembaca.
Arie Hanggara lahir di Bogor, pada tanggal 21 Desember 1977. Ia merupakan anak kedua dari pasangan Machtino Eddiwan dengan istri pertamanya, Dahlia Nasution. Pernikahan keduanya kandas di tengah jalan. Keluarga itu kerab berpindah-pindah rumah karena Machtino tidak memiliki pekerjaan tetap. Dahlia memutuskan kembali ke rumah orang tuanya setelah bercerai dengan Machtino pada tahun 1982.
Setelah perceraian itu, Machtino menikah lagi dengan seorang perempuan bernama Sinta yang masih teman dekat Dahlia. Sama seperti sebelumnya, hubungan Machtino dan Santi kerap bertengkar. Puncak kekesalan keduanya dilampiaskan ke Arie Hanggara. Penyiksaan berat mulai terjadi pada tanggal 14 Agustus 1984, di mana Machtino menemukan uang Rp 8.500 di dalam tas sekolah milik Arie. Padahal, Machtino merasa tidak pernah memberi Arie uang sebanyak itu. Saat itu, Arie memang mengaku mengambil uang itu dari dalam tas temannya.
Akan tetapi, seorang guru Arie mengatakan ternyata tidak ada yang merasa kehilangan uang. Mengetahui hal ini, Machtino tambah kalap dan memukul dan menghukum Arie. Kejadian kedua terjadi pada tanggal 3 November, di mana kembali ditemukan uang sejumlah Rp 8.000 di dalam tas Arie. Di kejadian kali ini Machtino dan Santi semakin naik pitam. Seketika itu juga Arie langsung dihajar menggunakan gagang sapu dari tangan Machtino sendiri.
Dalam persidangan itu disebutkan juga bahwa Santi dengan teganya membenturkan kepala Arie ke tembok. Pembaca koran yang mengikuti perkembangan kasus ini merasa semakin geram. Apalagi dalam BAP itu disebutkan, Arie masih dihukum dengan mengangkat kedua tangannya dalam kondisi terikat dan menghadap tembok. Tragisnya lagi, makan dan minum Arie juga dijatah.
Menurut catatan BAP, Arie pada waktu itu hanya diperbolehkan minum pukul 14.00 WIB dan hanya diberi makan pada pukul 20.00 WIB. Belum berhenti di situ, pada tanggal 5-7 November, Arie tidak diperbolehkan masuk sekolah. Bahkan, pada tanggal 7 November malam, Arie kembali mendapat siksaan yang tak kunjung usai. Sejak pukul 20.00, Arie disuruh berdiri menghadap tembok kamar mandi dan diperintahkan jongkok-berdiri secara bergantian. Jika tidak sanggup, Arie akan langsung dihajar.
Sampai ayahnya pergi tidur, Arie masih harus melakukan hukuman tersebut. Akan tetapi, nahasnya, sekitar tengah malam, sang ayah yang terbangun langsung murka begitu melihat Arie sudah duduk di kursi. Arie kemudian langsung dipukuli menggunakan gagang sapu secara bertubi-tubi. Arie Hanggara tewas Sekitar pukul 03.00 dini hari, Arie yang sudah tidak sanggup menahan sakit terjatuh dan pingsan. Melihat kondisi ini, Machtino Eddiwan panik dan membawa Arie Hanggara ke UGD RSCM. Namun sebenarnya selama perjalanan menuju ke rumah sakit itu, Arie sudah tidak bernyawa.
Seluruh media massa ikut mengukum Machtino Eddiwan dan Santi yang dianggap sadis dan sangat jahat. Majalah Tempo edisi laporan khusus bulan Desember tahun 1984 memuat judul panjang di halaman mukanya: “Arie namanya. Ia mati dihukum ayahnya. Mungkin anak kita tidak. Tapi benarkah kita tidak kejam?”
Machtino ayah kandung hanya dihukum 5 tahun Machtino ayah kandung, sedangkan Santi ibu tiri dihukum 3 tahun. Foto dok net
Pemerintah Orde Baru rupanya ikut gregetan kasus ini. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nugroho Notosusanto bahkan sempat berniat membuatkan patung Arie sebagai peringatan agar kasus serupa tak terulang di masa mendatang. Besarnya kasus tentang Arie Hanggara sampai diangkat menjadi sebuah film berjudul Arie Hanggara, yang diproduksi oleh PT Tobali Indah Film satu tahun berikutnya. Seketika kisah tragis yang diperankan aktor Dedy Miswar itu berhasil membanjiri bioskop dengan air mata.
Ya, Machtino ayah kandung hanya dihukum 5 tahun Machtino ayah kandung, sedangkan Santi ibu tiri juga dinyatakan bersalah divonis hukuman selama tiga tahun penjara. Setelah bebas, penyesalan masih dibawa sesumur hidupnya. Keduanya membuat tulisan di kanan-kiri nisan Arie Hanggara, “Maafkan Papa” dan “Maafkan Mama.”
Anak Luka Parah Kecelakaan, Ibu Kandung Masih Dipersulit Bertemu
Ini bukan tentang Arie Hanggara. Ada banyak bocah di negeri ini yang menjadi korban kasus perceraian orang tua. Mulai kasus kekerasan terhadap anak, hingga pembiaran anak tumbuh berkembang sendiri tanpa pendampingan dan kasih sayang. Fakta ancaman terbesar tumbuh dan besar anak bukan dari penculikan atau kekerasan di luar rumah, namun justru dari orang terdekatnya.
Setelah bercerai dengan suaminya Roni, pada 22 September 2022 lalu, Kurnianti Herdiandari kesulitan bertemu dengan anak kandungnya Rafli Dhimaz Athayya (18) dan Najwa Shalma Alissa ( 16). Kurnianti Herdiandari mengaku kesulitan bertemu karena semua akses komunikasi diblokir oleh mantan suaminya. Bahkan saat anaknya Najwa Shalma Alissa mendapat musibah kecelakaan hingga teluka parah, sang ibu tidak mendapat informasi dari mantan suaminya. Kurnianti justru mendapat kabar dari guru sekolah.
Kurnianti Herdiandari membawa surat bukti larangan bertemu dengan anak kandungnya. Foto Pulung
“Saya melihat ada kelalaian mantan suami Roni yaitu membelikan motor PCX untuk anak saya yang masih dibawah umur hingga terjadi kecelakaan, padahal anak seusia itu pasti belum punya SIM. Kesalahan yang paling fatal, sebagai ibu kandung tidak bisa melihat kondisi anak saya karena dihalangi oleh mantan suami,” kata Kurnianti
Setelah kejadian kecelakaan itu, Kurnianti sudah berusaha bertemu dengan anaknya. Mulai menelpon dan mendatangi tempat anaknya sekolah. Namun berkali-kali gagal bertemu.
“Saya itu kalau mau bertemu dengan anak, harus berkirim surat dulu dan harus ada ijin mantan suami. Bahkan anak saya kecelakaan pun, saya baru mengetahui dari gurunya bahwa lukanya cukup parah di kaki dan kepala, ” tambahnya.
Karena kesulitan tersebut, dirinya mengajukan gugatan hak asuh terhadap kedua anaknya ke Pengadilan Agama, Surabaya. Melalui kuasa hukum German Panjaitan SH,MH, mengatakan sudah melakukan beberapa kali mediasi dan kini memasuki sidang terkait hak asuh anak ini. Menurut German, anak berusia di atas 12 tahun dapat memilih dan menentukan sikapnya sendiri. Namun bagi orang tua yang telah putus ikatan perkawinan, tidak boleh mempengaruhi atau menghalanginya pertemuan seorang ibu kandung dengan anaknya.
German juga menyebutkan, selain susah bertemu dan berkomunikasi dengan anaknya, kliennya juga mendapat fitnah yang berdampak negatif bagi perkembangan psikologi anak. Pihaknya sudah menyiapkan semua bukti bukti tersebut. (pul)
Pulung Ciptoaji
07.03.23
Ilustrasi peperangan antara prajurit Mataram melawan tentara VOC di benteng Holand Batavia. Foto dok net
abad.id- Sultan Agung Adi Prabu Anyakrakusuma merupakan sultan Mataram ketiga yang memerintah dari tahun 1613 hingga 1645. Sultan Agung dikenal sebagai panglima perang dan ahli membangun negeri dan menjadi kekuatan militer yang hebat. Perangainya tegas dan tanpa ampun, membuatnya menghukum mati siapa saja yang tidak becus dalam bekerja. Tak terkecuali panglima perangnya.
Saat memimpin Mataram hingga mencapai kemasyhuran, Sultan Agung bernafsu untuk menguasai Batavia. Dalam buku Sejarah Mataram tulisan Soedjipto Abimanyu mengatakan, Ada alasan Mataram perlu melancarkan serangan terhadap VOC. Pertama VOC telah melakukan penekanan pada rakyat dan melakukan monopoli hasil bumi, sehingga menyebabkan rakyat menderita. Kemudian, hal tersebut berimbas pada stabilitas Kerajaan Mataram yang terganggu akibat perbuatan VOC.
Sejak kedatangan VOC di Batavia, Sultan Agung sudah menampakkan ketidaksukaannya. Sejak kabar VOC berhasil merebut Jayakarta dari Kesultanan Banten kemudian namanya diubah menjadi Batavia. Wilayah ini yang belum mampu ditaklukan Kerajaan Mataram. Apalagi, terbukti VOC berbuat semena-mena terhadap warga pribumi.
Sultan Agung Adi Prabu Anyakrakusuma raja Mataram ketiga yang memerintah dari tahun 1613 hingga 1645. Foto dok net
Pada tahun 1621, Mataram mulai menjaki hubungan dengan VOC. Kedua pihak saling mengirim duta besar. Namun VOC ternyata menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya. Akibatnya, hubungan diplomatik kedua pihak pun putus. Setelah Surabaya jatuh ke tangan Mataram, sasaran berikutnya Kesultanan Banten di ujung barat Pulau Jawa. Namun, posisi Batavia yang menjadi "benteng" Kesultanan Banten perlu ditaklukan terlebih dahulu.
Sultan Agung pun menyiapkan pasukan guna menyerang kedudukan Belanda di Batavia. Berbagai persiapan pun dilakukan dalam rangka penyerangan tersebut, mulai dari persiapan perbekalan hingga melatih keterampilan perang para prajurit Mataram.
Serangan terhadap VOC sebanyak dua kali. Tahap awal diberangkatkanlah satu armada perang Mataram ke Batavia di bawah pimpinan Tumenggung Bau Reksa. Dalam penyerangan itu, Tumenggung Bau Reksa membawahi sebanyak 59 kapal dan 20.000 pasukan. Menyusul satu bulan kemudian, pasukan tambahan bulan Oktober 1628, yang dipimpin Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani) dengan membawa 10.000 prajurit.
Pada tanggal 22 Agustus 1628, Tumenggung Bahureksa berangkat dari Kendal mendaratkan 59 perahu berisi 900 prajurit ke teluk Jakarta. Di dalam kapal itu, armada Bahureksa membawa 150 ekor sapi, 5.900 karung gula, 26.600 buah kelapa dan 12.000 karung beras. Semua itu tentu saja tidak diakui sebagai perbekalan untuk menyerang benteng Batavia.
Armada Bahureksa beralasan kedatangannya hanya untuk berdagang. Turut dalam rombongan itu Adipati Ukur yang kala itu Bupati Wedana Priangan. Perang besar pun terjadi di benteng Holandia. Namun, serangan ini gagal lantaran pasukan Mataram terserang wabah penyakit dan kekurangan bekal (air dan makanan). Kegagalan tersebut juga disebabkan oleh terpecahnya konsentrasi pasukan. Sebab, pada saat bersamaan, pasukan yang menuju ke Batavia itu juga berperang melawan kerajaan-kerajaan di sepanjang pesisir utara Jawa dalam rangka penaklukan dan pembumihangusan.
Karena gagal, dua bulan berikutnya pada Desember 1627, Sultan Agung mengirim algojo untuk menghukum mati dua panglimanya Tumenggung Bau Reksa dan Pangeran Mandurareja. Namun sebuah sumber menyebutkan bahwa Panglima Bau Reksa terbunuh dalam penyerangan di markasnya.
Sementara itu Adipati Ukur yang saat itu menjadi bagian dari pasukan Tumenggung Bau Reksa, tak berani menghadap ke Sultan Agung. Ia takut bila dipenggal kepalanya. Selanjutnya Adipati Ukur memilih bersembunyi di kawasan Gunung Lumbung.
Tindakan Adipati Ukur ini dilaporkan kepada Sultan Agung. Sontak penguasa Mataram itu marah, ia mengutus pasukan untuk mencari Adipati Ukur dan menangkapnya. Pasukan Mataram pun berangkat menuju Gunung Lumbung sebagaimana laporan intelijen Mataram, mengenai tempat persembunyian Adipati Ukur. Perang pun terjadi saat pasukan Mataram bertemu dengan pasukan Adipati Ukur di Gunung Lumbung.
Namun pada akhirnya Adipati Ukur dapat ditangkap dan dibawa ke hadapan Sultan Agung pada 1632 Masehi. Dikarenakan sudah murka, Sultan Agung menjatuhkan hukuman mati dengan cara dipenggal kepalanya di alun - alun. Sepeninggal Adipati Ukur, Sultan Agung menyerahkan jabatan bupati wedana Priangan kepada Pangeran Adipati Rangga Gede. Selain itu, Sultan Agung juga melakukan reorganisasi pemerintahan di Priangan untuk memberikan stabilitas situasi dan kondisi di daerah itu.
Setelah kegagalan serangan pertama, Sultan Agung mengirimkan armada kedua tahun 1629. Kali ini, pasukan Mataram dipimpin oleh Adipati Puger. Dari sisi persenjataan, penyerangan kedua lebih lengkap dan persiapan yang lebih matang. Untuk mengantisipasi kekurangan makanan, maka dibangun lumbung-lumbung makanan di sekitar Batavia. Penyerangan kedua ini dipimpin panglima perang Adipati Ukur dan Adipati Juminah. Pasukan pertama yang dipimpin oleh Adipati Ukur diberangkatkan pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Jumlah semua pasukan Mataram untuk penyerangan kedua 14.000 orang.
Namun lagi-lagi penyerangan kedua berhasil digagalkan oleh VOC. Penyebab kegagalan dibakarnya tempat penyimpanan makanan pasukan Mataram oleh prajurit VOC, dan banyak anggota pasukan terjangkit wabah kolera. Sehingga pasukan Mataram banyak yang mati. Bahkan, penyakit ini juga menewaskan Gubernur Jenderal VOC di Batavia, Jan Pieterzoon Coen.
Dalam Sejarah Mataram tulisan Soedjipto Abimanyu, disebutkan beberapa penyebab umum kegagalan kedua penyerangan tersebut. Pertama, jarak antara Mataram dan Batavia terlalu jauh. Hal ini kemudian mengakibatkan melemahnya ketahanan para prajurit Mataram. Sebab untuk menuju Batavia para prajuri ini harus perjalanan kaki selama satu bulan dengan medan yang sangat sulit.
Kedua, sistem persenjataan yang kurang canggih. VOC sudah memiliki senjata yang serba modern dan senapan, sementara prajurit Mataram masih menggunakan senjata tradisional. Alasan lain pengkhianatan Portugis. Dalam penyerangan itu, sebenarnya Mataram telah membuat kesepakatan dengan Portugis. Dalam kesepakatan itu, Portugis berjanji akan membantu Mataram dengan menyerang Batavia lewat laut, sedangkan Mataram lewat darat. Namun, ternyata Portugis mengingkari janjinya sehingga.
Adal alasan lain, rupanya Sultan Agung tidak mengajak kerja sama Banten yang sebenarnya musuh VOC. Kesalahan lain penyerangan yang tidak serempak. Terjadi miskomunikasi antara armada laut dengan darat dalam penyerangan tersebut. Ternyata, angkatan laut mengadakan penyerangan lebih awal sehingga rencana penyerangan Mataram ini diketahui Belanda. Keenam, ada penghianatan. Saat pernyataan perang terhadap Batavia, ada pihak pribumi yang berkhianat kepada Mataram dengan membeberkan usaha serangan. Akibatnya, rencana penyerangan yang disiapkan dengan matang berhasil diketahui oleh Belanda. (pul)
Pulung Ciptoaji
25.03.23
Kontroversi Mahisa Anabrang
Abad.id - Pada tahun 1275 Kertanagara raja Singhasari, mengirimkan utusan untuk menjalin persahabatan dengan Kerajaan Dharmasraya di Sumatera. Pengiriman utusan ini terkenal dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu. Baik Nagarakretagama ataupun Pararaton sama sekali tidak menyebutkan siapa nama utusan ekspedisi ini. Ekspedisi ini adalah implementasi dari visi untuk menyatukan kepulauan di Nusantara yang bertujuan untuk menjalin persatuan guna menghadang hegomoni Cina daratan dan Mongol yang sudah memiliki pengaruh kuat dikawasan Asia Tenggara.
Menurut kitab Nagarakertagama menyebutkan Ekspedisi Pamalayu sebenarnya untuk menundukkan Melayu secara baik-baik. Namun, tujuan tersebut mengalami perubahan karena raja Swarnnabhumi ternyata melakukan perlawanan. Meskipun demikian, pasukan Singhasari tetap berhasil memperoleh kemenangan tanpa melalui operasi militer yang besar besaran.
Kidung Panji Wijayakrama menyebutkan nama utusan Ekspedisi Pamalayu tersebut, yaitu Mahisa Anabrang, yang artinya ialah “kerbau yang menyeberang”. Terdapat kemungkinan bahwa ini bukan nama asli, atau pengarang kidung tersebut juga tidak mengetahui dengan pasti siapa nama asli sang komandan.
Ekspedisi Pamalayu yang dipimpin Mahisa Anabrang memperoleh keberhasilan. Nagarakretagama mencatat Melayu masuk ke dalam daftar persekutuan Singhasari selain Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura. Utusan Pamalayu kembali ke Jawa tahun 1293 dengan membawa dua orang putri bernama Dara Jingga dan Dara Petak, semula untuk dijodohkan dengan Kertanagara.
Namun menurut sumber lainnya yaitu Pada prasasti Padangroco tertulis bahwa, arca Amoghapasa dikawal dari Jawa oleh 14 orang, termasuk Adwayabrahma yang ditulis paling awal. Adwayabrahma sendiri menjabat sebagai Rakryan Mahamantri pada pemerintahan Prabu Kertanagara. Pada zaman itu, jabatan ini merupakan jabatan tingkat tinggi atau gelar kehormatan yang hanya boleh disandang oleh kerabat raja.
Mungkin yang dimaksud dengan istilah “dewa” dalam Pararaton adalah jabatan Rakryan Mahamantri ini. Jadi, Dara Jingga diserahkan kepada seorang Rakryan Mahamantri bernama Adwayabrahma, sehingga lahirlah Adityawarman. Nama tokoh ini juga ditemukan pada prasasti yang tertulis di alas arca Amoghapasa, yang ditemukan di Padang Roco, dekat Sei Langsat, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Menurut pembacaan R. Pitono, tertulis bahwa arca itu adalah hadiah perkawinan Kertanagara kepada seorang bangsawan Sumatera, "bersama dengan keempat belas pengiringnya dan saptaratna, dibawa dari Bhumi Jawa ke Swarnnabhumi" dan bahwa "Rakyan Mahamantri Dyah Adwayabrahma" adalah salah seorang pengawal arca tersebut. Setelah berhasil melaksanakan tugasnya, Mahesa Anabrang membawa Dara Jingga dan Dara Petak kembali ke Pulau Jawa untuk menemui Prabu Kertanagara yaitu raja yang mengutusnya.
Setelah sampai di Jawa, ia mendapatkan bahwa Prabu Kertanagara telah tewas dan Kerajaan Singhasari telah musnah oleh Jayakatwang, Raja Kadiri. Jayakatwang itu sendiri telah tewas dibunuh pasukan Mongol yang akhirnya diserang oleh Raden Wijaya. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit yang merupakan lanjutan dari Kerajaan Singhasari.
Oleh karena itu, Dara Petak, adik Dara Jingga kemudian dipersembahkan kepada Raden Wijaya, yang kemudian memberikan keturunan Raden Kalagemet atau Sri Jayanagara, raja Majapahit ke-2.
Perjalanan Mahesa Anabrang dalam kancah politik Majapahit sendiri terbilang singkat. Ia terlibat dalam penumpasan pemberontakan Ranggalawe tahun 1295 dan gugur dalam tugas di tangan Lembu Sora, paman Ranggalawe.
Berdasarkan sumber dari tanah Batak, nama komandan pasukan Singhasari yang dikirim untuk menjalin kerjasama dengan Sumatra adalah Indrawarman. Tokoh ini kemudian menolak mengakui kedaulatan Majapahit sebagai kelanjutan Singhasari. Indrawarman kemudian mendirikan Kerajaan Silo di Simalungun.
Pada tahun 1339 datang pasukan Majapahit dipimpin Adityawarman dalam rangka pelaksanaan Sumpah Palapa. Adityawarman sebagai wakil raja Majapahit berhasil menaklukkan Silo. Indrawarman diberitakan tewas oleh serangan tersebut. Menurut legenda, Indrawarman tidak pernah kembali ke Jawa, sehingga sulit untuk menyamakannya dengan tokoh Mahisa Anabrang yang kembali ke Jawa tahun 1293. (mda)
*dari berbagai sumber
Malika D. Ana
27.03.23
Pondok pesantren Babul Mukarramah Aceh menjadi tempat pemunuhan keji Tengku Bantaqiah bersama 54 santrinya. Foto dok Kontras
abad.id- Sebenarnya GAM kurang mendapat respons dari warga di kawasan sepanjang Aceh Barat dan selatan. Selama bertahun-tahun GAM hanya terlokalisasi di Aceh Timur, utara, dan Pidie. Namun sejak aksi pembantaian terhadap Tengku Bantaqiah, rakyat Aceh Barat dan selatan mulai sepakat untuk menentang TNI dan pemerintah pusat.
Dalam buku Sejarah Dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka Tulisan Neta S Pane menyebutkan, sebenanya banyak ulama Aceh yang disegani. Namun, sejak rezim Soeharto menggelar DOM di wilayah tersebut, ulama Aceh yang konsisten dan kritis praktis menyusut total. Dari banyak ulama yang paling disegani Tengku Bantaqiah dan Tengku Ahmad Dewi. Tengku Bantaqiah berada di kawasan hutan antara Aceh Barat dan Tengah. Sementara Tengku Ahmad Dewi mengambil posisi di pesisir Aceh Timur hingga ke Aceh Utara.
Baca Juga : Tangisan Sukarno Meluluhkan Daud Beureueh Untuk Membantu RI
Aksi Tengku Bantaqiah pertama sempat mengagetkan publik, ketika rakyat Aceh sedang menunaikan ibadah puasa di bulan Mei 1987. Bantaqiah bersama pengikutnya turun gunung. Dengan memakai jubah putih dan bersenjatakan pedang dan tombak, mereka long march di kota Sigli dan kota Meulaboh. Sepanjang jalan mereka meneriakkan “Allah Akbar”dan menyebarkan selebaran, yang isinya mengajak masyarakat membasmi kemaksiatan serta menegakkan kebenaran.
Aksi yang kemudian disebut sebagai “Gerakan Jubah Putih" ini sempat dihadang aparat keamanan. Seorang pengikut Bantaqiah tewas tertembak aparat saat itu. Setelah diamankan beberapa saat, Bantaqiah dan pengikutnya dibebaskan. Namun, pasca peristiwa itu aksi Tengku Bantaqiah dinilai MUI Aceh ajaran sesat.
Bantaqiah mengenyam pendidikan formal hanya sampai kelas V madrasah. Kemudian ia mempraktikkan ajaran tarekat di Beutong Ateuh. Di kawasan ini Bantaqiah membangun Pondok Pesantren Babul Mukarramah di desa Blang Meraude, Kecamatan Beutong Ateuh, Kabupaten AcehBarat.
Baca Juga : Jejak Sukarno Dibalik Pemberontakan Peta di Blitar Meragukan
Tak jarang Tengku Bantaqiah bersama pengikutnya bermukim di dalam hutan belantara selama berminggu-minggu, untuk memperdalam ilmu tarekat. Mungkin, karena sering keluar masuk hutan, Tengku Bantaqiah sering bertemu dengan para pimpinan GAM. Dari persentuhan kehidupan sosial ini, Tengku Bantaqiah menjadi sangat dekat GAM. Ini terbukti cukup banyak anggota GAM yang belajar ilmu tarekat di pondok pesantrennya maupun saat melakukan ritual di hutan belantara.
Padahal, antara Tengku Bantaqiah dengan organisasi GAM tidak ada hubungan sama sekali. Menurut Panglima GAM Tengku Abdulah Syafei, sebagai ulama dan guru, Tengku Bantaqiah selalu terbuka menerima murid baru. Ia tak pernah mempermasalahkan muridnya anggota GAM atau bukan. “Yang penting, mereka serius mempelajari agama Islam, dan saat masuk ke pondok pesantrennya, para muridnya tak pernah pula menyinggung atau membawa-bawa organisasi GAM. Semua atas nama pribadi dan atas kesadaran sendiri,” kata Tengku Abdulah Syafei yang dikutip Neta S Pane.
Namun ternyata, dari proses belajar mengajar ini, GAM memperoleh banyak keuntungan. Pertama, GAM semakin menyebar ke wilayah Aceh Barat, tengah, tenggara, selatan hingga ke perbatasan Aceh Sumatera Utara di bagian selatan. Kebetulan, dari kawasan inilah kebanyakan murid Tengku Bantaqiah berasal.
Keuntungan kedua, dari memperdalam ilmu di Pondok Pesantren Bantaqiah, anggota GAM umumnya bisa mengembangkan diri. Dalam artian, anggota GAM yang belajar pada Tengku Bantaqiah umumnya menjadi kebal terhadap senjata. Keampuhan ilmu yang diberikannya membuat Tengku Bantaqiah sangat populer di kalangan anggota GAM. Sehingga semakin banyak anggora GAM yang ingin belajar ke Pondok Pesantren Tengku Bantaqiah.
Baca Juga : Petualangan Mayor AV Michiels Terlibat Perang di Nusantara
Dari keuntungan inilah yang rupanya membuat sebagian besar anggota TNI kesal. Apalagi, dalam setiap operasi penyergapan ke lokasi persembunyian, pasukan TNI selalu kelabakan menghadapi tentara GAM yang tahan peluru.
Berbagai rekayasa pun dilakukan untuk menghentikan 'aksi' ini. Di tahun 1993, Tengku Bantaqiah sempat ditangkap. Tuduhannya, ulama besar ini terlibat dalam perkebunan dan bisnis gelap peredaran ganja. Penangkapan bermula dari sejumlah aparat ABRI yang tergabung dalam Operasi Siwa menemukan 1,5 ton ganja di sekitar Beutong Ateuh pada 24 Oktober 1993.
Menurut investigasi aparat, kepemilikan ganja itu melibatkan Bantaqiah dan Guru Rahman, Komandan GAM Wilayah Pase. Akibat tuduhan ini, Tengku Bantaqiah terpaksa mendekam selama enam tahun di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara. Sementara Guru Rahman berhasil meloloskan diri, dengan cara kabur ke Malaysia.
Akhir September 1999, Bantaqiah dibebaskan dari tahanan. Meski baru sekitar dua bulan menghirup udara bebas, rekayasa hukum untuk melegistimasi aksi pembantaian terhadap Tengku Bantaqiah. Saat itu Jumat pagi, 23 Juli 1999, muncul 200 pasukan berbaju TNI ke sekitar pondok pesantren Tengku Bantaqiah. Seperti Jumat biasanya murid Tengku Bantaqiah menghabiskan waktunya di mesjid pondok pesantren, untuk melantunkan ayat-ayat suci Al-qur'an sambil menunggu Sholat Jumat. Saat itu, Tengku Bantaqiah yang berusia 55 tahun berada di tengah-tengah 50 muridnya. Melihat kedatangan pasukan militer, mereka spontan terhenti.
Baca Juga : Ini Alasan Trunojoyo Ikut Terlibat Perang Jawa
Pimpinan pasukan militer memerintahkan Tengku Bantaqiah keluar. Para muridnya pun khawatir dan tidak mengizinkan gurunya keluar. Sebagai gantinya, keluar salah seorang ustad pondok pesantren, Tengku Yusuf. Pasukan tanpa identitas bersenjata lengkap itu tak menggubrisnya, dan tetap meminta Tengku Bantaqiah keluar.
Tengku Bantaqiah pun keluar, dan kemudian diikuti para murid yang berjalan berbaris di belakang. Lalu,Tengku Bantaqiah menyambut tamunya dengan akrab dan terjadi dialog yang diiringi dengan senyum dan tawa. Tiba-tiba, seorang anggota pasukan memukuli seorang murid Tengku Bantaqiah. Melihat hal ini sang guru langsung berteriak Allah Akbar.
Belum usai teriakannya serentetan tembakan menghantam tubuh Tengku Bantaqiah. Entah kenapa, tak satu pun tembakan itu melukai tubuhnya. Melihat hal ini, seorang anggota pasukan militer tersebut kesal dan langsung mengambil pelontar granat. Tembakan granat sebanyak dua kali diarahkan ke bagian dadanya, hingga membuat Tengku Bantaqiah tersungkur. Di bagian dadanya hancur berantakan. Bersamaan dengan itu para murid Tengku Bantaqiah pun diberondong dengan senjata M-16. Mereka jatuh bergelimpangan ke tanah. Hanya sebagian kecil yang berhasil lolos dengan luka-luka tembakan di bagian tubuhnya.
Kasus pembantaian ini terbongkar, setelah diketahui Tengku Bantaqiah dikubur secara massal dan asal-asalan oleh para pelakunya. Pembantaian keji semakin membuat situasi Aceh memanas. Pangdam I Bukit Barisan Mayjen TNI Rahman Gafar menyebutkan, Tengku Bantaqiah diketahui menyimpan ratusan pucuk senjata api di pondok pesantrennya. Selain itu, Tengku Bantaqiah bersama muridnya dituduh terlibat dalam penanaman ganja di sekitar pondok pesantrennya.
Namun, tuduhan itu tidak dipercayai rakyat Aceh yang sudah terlancur berprasangka buruk terhadap TNI dan pemerintah pusat. Bahkan, istri kedua Tengku Banraqiah, Aman Farizah mengatakan, suaminya tak ada sangkut pautnya dengan GAM. Cap itu sengaja dilontarkan agar seolah-olah Tengku Bantaqiah benar-benar anggora GAM. “Padahal, Panglima Komando Pusat Angkatan Perang GAM Tengku Abdullah Syafei menegaskan, Tengku Bantaqiah bukanlah tokoh GAM. Sebab itu, Syafei sangat menyayangkan oknum TNI tega membantai Tengku Bantaqiah dan muridnya secara keji,” kata Neta S Pane
Baca Juga : Perang Candu di Tanah Jawa
Sejak aksi pembantaian massal di Pondok Pesantren Tengku Bantaqiah ini, dirasakan rakyat Aceh sebagai luka yang sangat dalam. Sehingga, mereka semakin dendam kepada TNI dan pemerintah pusat. Soalnya,Tengku Bantaqiah adalah ulama yang sangat dihormati rakyat Aceh, dan saah satu ulama yang dengan tegas menentang dan mengecam tindakan aparat selama masa Daerah Operasi Militer (DOM).
Sejak peristiwa pembantaian Tengku Bantaqiah, GAM menjadi begitu populer di daerah ini. Rakyat sangat mengidolakan GAM yang dipimpin Panglima Komando Tengku Abdullah Syafei. Mereka menyebut Syafei sebagai wali rakyat Aceh. (pul)
Pulung Ciptoaji
21.06.23
Terbunuhnya Kertanegara dan Aliran Bhairawa yang Dianutnya
Abad.id - Jayakatwang menyerang saat Kertanegara masih meminum minuman keras (“Sira Bathara Siwa Buddha pijer anadhah sajeng”)... Pada bagian selanjutnya disebutkan bahwa kematian Kertanegara terjadi di tempat minum tuak (“Sambi atutur komoktanira bhathara sang lumah ring panadhahan sajeng”)... Begitulah yang tertulis dalam Pararaton.
Kidung Harsawijaya juga memilih mengabadikan Kertanegara sedang bermabuk-mabukkan ketika diserang Jayakatwang, padahal saat itu dia tengah melaksanakan upacara Tantrayana.
Prasasti Gajah Mada menceritakan tentang banyak pendeta dan para Mahawrddhamantri yang mati bersama Kertanegara... mereka itulah yang sedang ikut melaksanakan upacara untuk mendatangkan Kalacakra tapi terlambat keburu keduluan datang serangan Jayakatwang.
Kertanegara adalah penganut aliran Budha Tantra. Lapik pada arca Aksobya atau yang lebih dikenal sebagai arca Joko Dolok di Surabaya yang menceritakan tentang penobatan Kertanegara sebagai Jina (Dhyani Buddha). Joko Dolok itu adalah arca perwujudannya. Setelah wafat Kertanegara dimuliakan di Candi Jawi sebagai Bhatara SiwaBuddha di Sagala bersama dengan permaisurinya Bajradewi, sebagai Jina (Wairocana) dengan Locana. Di Candi Singosari dimuliakan sebagai Bhairawa.
Tantrayana berasal dari kata “Tan” yang artinya memaparkan kekuatan atau kesaktian dewa. Aliran ini berkembang luas sampai ke Tibet, China, hingga ke nusantara. Dari Tantrisme ini munculah faham Bhairawa yang artinya hebat.
Sebagaimana diberitakan dalam Prasasti Palembang bertarikh 684 S, masuknya Tantrisme dan Bhairawa dimulai sejak abad ke VII di Kerajaan Sriwijaya.
Dari peninggalan purbakala dapat diketahui ada tiga peninggalan yaitu :
1. Bhairawa Heruka yang terdapat di Padang Lawas Sumatera Barat,
2. Bhairawa Kalacakra yang dianut oleh Raja Singasari Kertanegara di Jawa Timur, serta oleh Adityawarman pada zaman Gajah Mada di Majapahit, dan
3. Bhairawa Bima di Bali yang arcanya kini ada di Kebo Edan – Bedulu Gianyar.
Arca Bhairawa ada yang tangannya dua dan ada yang empat.
Arca Bhairawa saat ditemukan di Padang Roco. Bagian alas kaki terpisah dengan badan
Arca yang ditemukan di persawahan tepi sungai di Padang Roco, Kabupaten Sawah Lunto, Sumatera Barat memiliki dua tangan.Tangan kirinya memegang mangkuk berisi darah manusia dan tangan kanannya membawa pisau belati. Ia berdiri menginjak tubuh seorang guru bertubuh kecil (ada yang menyebut sosok bayi) yang kakinya terlipat di bawah badan dan berbaring tanpa pakaian di atas sekumpulan tengkorak manusia. Dua ekor ular melingkar di kaki dan lengannya sebagai gelang. Ia mengenakan sarung kotak-kotak dengan hiasan tengkorak di tengah, sedangkan ikat pinggangnya berhiaskan kepala kala. Masyarakat setempat pada awalnya tidak menyadari adanya artefak ini sehingga sebagian arca yang menyeruak dari tanah dimanfaatkan untuk menumbuk padi dan kadang sebagai batu asah.
Arca Bhairawa perwujudan Raja Kertanegara dari Singhasari yang kini disimpan di Tropen Museum Leiden Belanda memiliki empat tangan. Selain mangkuk darah dan pisau, dua tangan lainnya memegang tasbih dan gendang kecil yang bisa dikaitkan dipinggang untuk menari dilapangan mayat damaru / ksetra.
Umat Hindu/Buddha percaya akan bersatu dengan dewa setelah meninggal... Upacara memuja Bhairawa yang dilakukan para penganut aliran Tantrayana merupakan jalan pintas untuk dapat bersatu dengan dewa saat mereka masih hidup. Upacara ritual yang harus dijalankan adalah Pancamakarapuja. Pancamakarapuja adalah upacara yang melakukan 5 hal yang dilarang dikenal dengan lima MA (malima):
1. MADA atau mabuk mabukan
2. MAUDRA atau tarian melelahkan hingga jatuh pingsan
3. MAMSA atau makan daging mayat dan minum darah
4. MATSYA atau makan ikan gembung beracun
5. MATTHUNA atau bersetubuh secara berlebihan. Upacara dilaksanakan di lapangan tempat membakar mayat atau kuburan (sebelum mayat tersebut dibakar) yang disebut ksetra, saat bulan sedang gelap.
J.L. Moens dalam Buddhisme di Jawa dan Sumatera dalam Masa Kejayaannya Terakhir menjelaskan bahwa kuburan atau lapangan mayat bagi penganut ajaran ini dianggap sebagai tempat ikatan Samsara dilepaskan, dimana kehidupan duniawi berakhir, suatu tempat yang suci dalam ritual upacara pembebasan bisa busuknya yang tak tertahankan berkesan harum laksana berpuluh-puluh ribu juta bunga bagi orang yang sudah di tahbiskan. Sebelum meminum darah manusia para penganut juga akan menari dan tertawa diiringi bunyi-bunyian dari pukulan tulang manusia.
“Penyatuan diri penganut sekte Bhairawa secara mistik dengan dewa tertingginya terkesan sangat menyeramkan, sebab hal ini memang sesuai dengan sifat dan bentuk arca Bhairawa sendiri”, tulis Pitono Hardjowardjojo dalam Adityawarman. Bhairawa memang salah satu perwujudan Siwa yang digambarkan bersifat ugra/ganas, memiliki taring, dan sangat besar seperti raksasa. Kendaraannya atau wahananya adalah serigala yang merupakan binatang pemakan mayat.
Aliran-aliran Bhairawa cenderung bersifat politis yang diperlukan untuk memperoleh kharisma dan wibawa yang besar yang diperlukan untuk mengendalikan pemerintahan dan menjaga keamanan wilayah kerajaan. Kertanegara menganut Bhairawa Kalacakra untuk mengimbangi kekuatan kaisar Kubhi Lai Khan di China yang menganut Bhairawa Heruka. Kebo Paru, Patih Singasari, menganut Bhairawa Bhima untuk mengimbangi Raja Bali yang kharismanya sangat tinggi pada jaman itu.
Sedang Adityawarman menganut Bhairawa Kalacakra untuk mengimbangi raja-raja Pagaruyung di Sumatera Barat yang menganut Bhairawa Heruka.
Arca Bhairawa sebagai perwujudan Adityawarman
Bernard H. M Vlekke dalam Nusantara, mengatakan bahwa Khubi Lai Khan telah di baiat dalam ilmu ghaib praktik Budha Tantrayana aliran Heruka... Kertanegara sengaja mempersiapkan diri secara fisik dan spiritual untuk menghadapi Kubi Lai Khan dengan menjalankan Tantra juga... setelah merasa kuat ia berani menolak utusan Mongol yang datang pada tahun 1289 dengan kasar.
Menurut Slamet Muljana dalam Menuju Puncak Kemegahan, dengan menjadi Jina, artinya Kertanegara tak hanya menguasai kekuatan gaib di alam semesta, dia pun menguasaai kerajaan secara nyata.
Tak heran saat tentara Kediri menduduki Singasari, yang paling penting tidak hanya membunuh raja dan membumihanguskan kota saja, namun juga menghancurkan kekebalan magis dari kerajaan. Arca peninggalan masa Kertanegara yang kini tersimpan di Pusat Informasi Majapahit di Trowulan hancur bukan karena proses alam termakan usia, melainkan sengaja dihancurkan dengan asumsi agar kekuatan magis Tantra-nya hilang. Maka sarananya juga harus dihancurkan.
Sumber :
Menuju Puncak Kemegahan-Slamet Muljana, Nusantara- Bernard H. M Vlekke
Malika D. Ana
21.05.23
Gambaran penyerbuhan Benteng Holandia di Batavia oleh pasukan Mataram pada tahun 1628. Foto dok net
abad.id- Sejak VOC pindah ke Batavia, Sultan Agung sangat tidak menyukainya. Apalagi, terbukti kalau VOC berbuat semena-mena terhadap rakyat. Sebagai penguasa Mataram, Sultan Agung pun menyiapkan pasukan guna menyerang kedudukan Belanda di Batavia.
Berbagai persiapan dilakukan dalam rangka penyerangan, mulai dari perbekalan hingga melatih keterampilan perang para prajurit Mataram. Serangan pertama terhadap VOC dilakukan pada tahun 1628. Sebelum penyerangan dilakukan, terlebih dahulu Sultan Agung mengirim utusan damai kepada VOC. Waktu itu, yang menjadi duta utusan Kiai Rangga, bupati Tegal, untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Namun, tawaran ditolak oleh VOC sehingga Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang.
Tahap pertama diberangkatkanlah satu armada perang di bawah pimpinan Tumenggung Bau Reksa. Dalam penyerangan itu, Tumenggung Bau Reksa membawahi sebanyak 59 kapal dan 20.000 pasukan. Menyusul satu bulan kemudian, pasukan tambahan bulan Oktober 1628, yang dipimpin Pangeran Mandurareja cucu Ki Juru Martani dengan membawa 10.000 prajurit.
Perang besar pun terjadi di benteng Holandia. Namun, serangan pertama ini gagal lantaran pasukan Mataram terserang wabah penyakit dan kekurangan bekal. Penyebab kegagalan juga disebabkan terpecahnya konsentrasi pasukan. Padahal prajurit Mataram yang berada di bawah komando Tumenggung Bahureksa dan Ki Mandurareja berhasil mengepung benteng Fort Hollandia. Walau dalam posisi bertahan, Belanda tak sengaja menggunakan amunisi rahasia yang bisa mengusir pasukan yang beragama Islam itu. senjata rahasia yang memecah konsetrasi dan menggangu kesucian yakni kotoran manusia atau tinja. Sejak saat itu, Prajurit Mataram mengenang dengan menjuluki “Batavia sebagai Kota Tahi.”
Ceritanya berawal saat serangan tahun 1628, prajurit Mataram yang berjumlah puluhan ribu mendekati benteng Belanda, Fort Hollandia. Pergerakan prajurit pun tampak senada dengan misi yang diberikan oleh Sultan Agung, yaitu harus berhasil atau pulang tanpa nama.
Meghadapi serangan itu, Gubernur Jenderal VOC yang pernah menjabat dua kali (1619-1623 dan 1627-1629) Jan Pieterszoon Coen, tidak pernah menganggap remeh prajurit Mataram. Coen menganggap prajurit Mataram lawan yang gigih. Mereka membawa tangga-tangga dan alat-alat pelantak untuk memanjat kubu atau menghancurkan tembok-tembok. Mereka dilindungi oleh beberapa orang, yang terus menembaki kubu dengan memakai bedil laras panjang. “Akan tetapi, 24 orang kami memberikan perlawanan yang gigih, sehingga sepanjang malam semua musuh berhasil dipukul mundur sampai semua mesiu habis,” tulis Coen dalam laporannya kepada Dewan Hindia 3 November 1628.
Serangan pertama Mataram tampak kurang berhasil. Lantaran Sultan Agung tak menghitung secara rinci terkait persediaan makanan banyak prajurit terserang wabah penyakit dan kekurangan gizi. Parahnya lagi, persenjataan kurang modern yang berakibat pada kagagalan merebut benteng. Saat tiba di Batavia, pasukan Mataram sudah kelelahan akibat terlibat perang penaklukan wilayah di sepanjang perjalanan menuju Batavia.
Pada serangan kedua pun begitu. Dalam analisa Coen, Mataram enggan belajar dari serangan pertama dan kalah karena masalah kekurangan logistik. Persediaan logistik menjadi berkurang akibat tertangkapnya mata-mata Mataram yang berujung pada bocornya rencana penyerangan. Sehingga Belanda bergerak menghancurkan kapal-kapal yang membawa logistik dan perbekalan perang milik Mataram.
Peta bertajuk pandangan mata burung tentang pengepungan Batavia tahun 1629. lukisan karya Jakobus van der Schley. Diterbitkan oleh Pierre d Hondt pada tahun 1753. Foto dok net
Sementara itu seorang Jerman, Johan Neuhof punya cerita sendiri penyebab kegagalan misi Mataram ke Batavia. Dalam buku berbahasa Jerman yang telah diterjemahkan dengan bahasa Belanda, Die Gesantschaft der Ost-Indischen Geselschaft in den Vereinigten Niederlaendern an Tartarischen Cham (1669), Neuhof bercerita kubu VOC dalam serangan pertama Mataram sempat kocar-kacir menghadapi prajurit Mataram.
Ketika prajurit Mataram menyerang ke Benteng Hollandia yang berada di ujung selatan tanggul kota. Prajurit Mataram tampak berada di atas angin. Lantaran sengitnya perlawanan, para garnisun VOC kemudian kewalahan hingga mereka kehabisan amunisi.
Pasukan Belanda dipukul mundur oleh keganasan orang-orang pribumi, maka mereka terpaksa mengunakan batu-batuan yang mereka dapatkan sebagai ganti bola-bola besi meriam. Namun usaha tersebut tetap menemui kegagalan. Dalam situasi genting tersebut, Sersan Hans Madelijn salah satu tentara Belanda kelahiran Jerman, mendapatkan siasat yang licik. Madelijn yang kala itu masih berusia 23 tahun menyelinap ke ruang serdadu dan meminta anak buahnya membawa sekeranjang penuh tinja ke arena pertempuan.
Dengan segala rasa putus asa, Madelijn lalu memerintahkan anak buahnya untuk melempar tinja tersebut ke tubuh-tubuh prajurit Mataram yang sedang meradang dan merayapi dinding Hollandia. Ketika dihantam dengan peluru jenis bau ini, prajurit Mataram lari sambil berteriak dengan marah:
“O, seytang orang Hollanda de bakkalay samma tay!”—O, setan orang Belanda berkelahi sama tahi—demikian ucap prajurit Mataram dalam bahasa Melayu. Menariknya, bahasa tersebut menjadi bahasa Melayu pertama yang tercatat dalam buku berbahasa Jerman tentang Jakarta.
Berkat serangan tinja, Prajurit Mataram mundur ke kemah mereka di pedalaman Batavia. Waktu jeda serangan ini dimanfaatkan tentara Belanda untuk mengatur strategi dan memperbaiki amunisi. Sementara itu bagi pasukan Mataram yang semuanya beragama Islam, senjata tinja ini sangat najis. Untuk menghilangkan najis ini, mereka butuh baju ganti atau mandi suci. Saat tinja berterbangan mengarah ke tubuh mereka, tampaknya pasukan langsung kehilangan konsentrasi. Padahal kemenangan sudah didepan mata, namun strategi Sersan Hans Madelijn benar-benar efektif menganggu lawan.
Lewat kemenangan itu, pasukan Kompeni menjadikan cerita perjuangan mengalahkan prajut Mataram dengan tinja, sebagai cerita turun-temurun yang selalu dibanggakan di banyak tempat.
Meski begitu, siasat nyeleneh itu juga membuat kubu Belanda juga menjadi korban. Pasca serangan menggunakan tinja, di Batavia muncul wavah penyakit. Banyak orang Belanda mengalami sakit disentri dan colera. Wabah ini menyerang wanita, anak-anak, dan banyak prajurit. Wabah ini karena rendahnya kwalitas kebersihan dan sanitasi buruk.
Mundurnya pasukan Mataram dari batavia ini semakin menambah catatan kekalahan serangan pertama Mataram ke Batavia. Lantaran pasukan Kompeni memiliki cara bertahan yang tak biasa. Pada akhirnya, prajurit Mataram lalu menjuluki Benteng Hollandia sebagai “Kota Tahi” yang lama-kelamaan merembet menjadi Batavia Kota Tahi.
Karena kegagalan itu, dua bulan berikutnya pada Desember 1627, Sultan Agung mengirim algojo untuk menghukum mati dua panglimanya Tumenggung Bau Reksa dan Pangeran Mandurareja. Namun sebuah sumber menyebutkan bahwa Panglima Bau Reksa terbunuh dalam penyerangan di markasnya, dan bukan karena dihukum pancung oleh Sultan Agung. (pul)
Pulung Ciptoaji
27.03.23
Membangun Candi
Abad.id – Dimasanya, candi adalah struktur yang tidak berakar pada budaya dan tradisi setempat, candi adalah karya kontemporer di eranya, hasil budaya datangan dari tanah asing yang beradaptasi pada lingkungan baru yang tidak sama dengan daerah asalnya.
Yg berakar lokal adalah "adaptasi" yang menghasilkan keberlangsungan (livelihood) hidup dan keberlanjutan (sustainibility) pembangunan serta ditopang sepenuhnya oleh vitalitas jasa daya dukung lingkungan.
Aristrokasi itu mengenal tiga tatanan, tiga dunia, dan empat bentangan sosial, disanalah tercipta "PRASIDHA" atau awal mula dari pembangunan candi, atau situs yang mencerminkan tatanan itu sendiri.
Salah satu konsep yang mendasar adalah Pradaksina atau Prasawiya, yakni suatu kepercayaan atau keyakinan bahwa alam semesta itu harus terus berputar. Jika dalam Islam kita mengenal Thawaf, dengan pemahan bahwa jika manusia berhenti berthawaf di Kabah maka akan terjadi kiamat.
Maka Pradaksina digunakan untuk memuji dan memuja alam atas, dewa-dewi, sementara Prasawiya digunakan untuk prosesi atau ritual kematian atau memuja leluhur. Pradaksina memutar ke kanan, searah jarum jam, sedang Prasawiya memutar ke kiri, melawan arah jarum jam.
Batas alam semesta disebut Cakravala, dan lapisan pembatasnya disebut Cakravatin, yang bentuknya digambarkan sebagai "air" atau "lautan", jadi setiap kompleks bangunan percandian punya batas-batas Cakravalanya masing-masing.
Kita ingin membuktikan, apakah bangunan kanal-kanal air di percandian itu juga merupakan gerak Pradaksina atau Prasawiya, juga hubungan Lokapala, penempatan 8 bangunan mata angin yang melengkapi setiap candi atau kompleks percandian.
Teknik membangun candi diawali dengan mencari lokasi yang sesuai dengan arahan Manasara Silpasastra(kitab panduan membuat candi), terutama kondisi tanah yang padat, dan posisi ketinggian tiga alam atau triloka dari setiap bangunan atau kompleks percandiannya.
Triloka, Cakravala, Lokapala, Arca, disebut sebagai Ruang Kosmologi atau Kosmogeni yang mendasari desain tata letak candi dan bentuk-bentuk candi sesuai gaya mahzab Hindu atau Budhisnya.
Candi-candi Tantra sangat menarik, dimana ada Ogre, atau bentuk arcanya seram-seram, dan bangunannya merupakan bagian dari ritus atau ritual Tantra, baik tantra kanan atau Vajrayana Tantra dan tantra kiri atau Tantra Shakti (Bhairawa), atau Mantra Yana.
Tantra adalah memuji Shakti atau konsep enerji dari dewa-dewi, sisi gaib dari Tuhan, melihat pada esensi ketuhanan secara lebih praktis dari pada substansinya, dan alam semesta digambarkan sebagai Butha, atau raksasa-raksasa ganas yang selalu mengancam kehidupan manusia, seperti halnya bencana alam atau katastropi.(mda)
Malika D. Ana
05.08.23
Patung Ganesha
Abad.id - Dewa ini paling menarik, Dewa berkepala Gajah, putra dari Siwa, Dewa Iptek, Dewa yang seumur hidupnya terus menerus belajar, Ganesha merayakan seluruh kehidupannya, sukses dan gagalnya sebagai Siswa yang tidak pernah berhenti belajar, Ganesha tidak akan pernah lulus sama sekali, dia Mahasiswa Abadi !
Dalam cerita wayang, ia disebut Bhatara Gana, karena berperan sebagai pemimpin para gana. Gana adalah pasukan pengawal Siwa. Dalam tradisi pewayangan, Bhatara Gana adalah pahlawan yang mengalahkan para asura yang hendak menduduki kahyangan para dewa.
Ganesha tanpa kepala di Majenang, Sragen Jawa Tengah
Dalam beberapa kitab dari India, Ganesa disebutkan mempunyai ciri-ciri pokok sebagai berikut, berkepala gajah, bertangan empat dengan salah satu tangannya memegang ekadanta (gadingnya sendiri yang patah), tangan kiri memegang parasu (kapak perang), dan kedua tangan lainya memegang padma (teratai merah) dan modaka (sweetmeats). Mempunyai trinetra (tiga mata), upavitanya berupa ular, kepalanya merah seperti sindura, tubuhnya merah seperti kunkuma dan duduk di atas seekor tikus, terkadang digambarkan duduk di atas singa.
Ganesha duduk di padmasana
Pengarcaan Ganesa bervariasi, ada yang digambarkan dalam posisi berdiri (stanaka) dan posisi duduk (Utkutikasana) di atas asana, serta jarang sekali Ganesa digambarkan di atas wahananya yang berupa tikus. Ganesa biasa menempati relung atau bilik belakang candi Hindu maupun diarcakan tersendiri. Atribut yang dibawa di tangan kanan belakang berupa aksamala (tasbih), tangan kiri belakang membawa parasu (kapak perang), tangan kanan depan membawa danta (gading yang patah) dan tangan kiri depan membawa modaka (sweetmeats). Pakaian dan perhiasan yang dikenakan berupa jatamukuta (mahkota dari pilinan rambut) dengan hiasan ardhacandrakapala, serta prabhamandala dibelakang kepala, kadang memakai kundala (anting-anting), hara (kalung), keyura (kelat bahu), gelang tangan, gelang kaki, upavita berupa ular, ikat pinggang, uncal, dan kain. Lapik arca berupa padma, namun kadang-kadang juga dijumpai Ganesa yang duduk atau berdiri di asana berupa kapala (tengkorak), yang dikenal dengan sebutan kapalasana. Jika digambarkan duduk di atas padmasana, Ganesa digambarkan dalam dalam sikap duduk utkutikasana, yang menjadi salah satu laksana kuatnya.
Arca Ganesha di Karangkates Malang
Ganesa yang digambarkan duduk di atas asana tengkorak antara lain ditunjukkan oleh Ganesa koleksi BPCB Jawa Tengah. Arca yang dimaksud terbuat dari batu yang kualitasnya tidak terlalu bagus. Meskipun kondisi arcanya tidak terlalu bagus, jika dibandingkan dengan Ganesa Candi Banon misalnya, akan tetapi keberadaannya penting, karena penggambarannya tidak seperti penggambaran Ganesa pada umumnya. Ganesa tersebut, digambarkan duduk di atas asana yang dihiasi tengkorak, disebut kapalasana. Tidak hanya itu, jika diperhatikan lebih detil, ternyata perhiasannya pun dihiasi tengkorak. Keberadaan tengkorak pada sebuah arca, sering dihubungkan dengan ritual sekte tertentu. Penggambaran Ganesa dengan ciri tengkorak semacam itu popular pada periode Klasik Jawa Timur.
Ganesha juga dianggap sebagai kekuatan yang mampu mengatasi semua persoalan di semesta ini, Dewa yang mampu mengatasi segala hambatan, meringankan beban, sehingga selain sebagai Mahasiswa Abadi, Ganesha juga merayakan eksistensinya sebagai Kuli Angkut Penderitaan Manusia, baginya dunia tanpa beban yang berat adalah sia-sia, Ganesha tidak pernah merasakan penderitaan dalam mengangkat beban yang berat, dia merayakannya dengan penuh kegembiraan.
Pada segala candi, pada hampir segala jejak Hindu, Ganesha selalu ada mendahului Dewa yang manapun, Ganeseha tidak perlu pujian, karena eksistensinya hanyalah Lesser God, tidak sebesar Siwa, Wisnu, atau Brahman, tetapi tidak ada puja dan puji tanpa kehadiran Ganesha, ia selalu hadir dalam semua bentuk perayaaan, Ganesha selalu merayakan pembangunan candi manapun, dan Ganesha selalu menjadi jejak artefak yang mudah ditemukan, candi-candi itu seluruhnya merayakan eksistensi Ganesh.
Ganesha juga doyan makan yang manis-manis, dari permen sampai kue bolu manis, Ganesha merayakan kehadiran IPTEK pada dirinya dengan pesta ulang tahun yang tak pernah usai, setiap hari Ganesha ulang tahun. Setiap detik Ganesha dikandung dan terlahir, dalam keabadian Ganesha tidak bisa mati karena ia selalu lahir kembali.
Referensi:
Buku “Dewa-dewi Masa Klasik” Terbitan BPCB Jateng
Malika D. Ana
05.08.23
Tersanjung dalam Tunjung (Legenda Bunga Tunjung Biru)
Abad.id - Tumbuh di lumpur dengan batang dan daun terendam air, tumbuhan ini memekarkan bunganya di udara. Itulah teratai atau tunjung yang dianggap mewakili gambaran entitas yang bersemi di bhur loka (alam bawah), tumbuh di bwah loka (alam tengah) dan menghasilkan bungan nan indah di swah loka (alam atas). Bagi beberapa kalangan, tumbuhan ini dipandang mengoneksikan tri loka sebagai satu kesatuan tempat hidup yang memberikan pesan, bahwasanya kemuliaan dalam bentuk bunga mekar melar nan cantik yang mencuat ke udara hanyalah bentuk ejawantah sebuah pertumbuhan yang berproses di lumpur yang kotor dan batangnya yang dari waktu ke waktu selalu terendam dalam dinginnya air. Apa yang dipertontonkan sebagai keindahan dalam bentuk bunga yang dapat dikagumi, dipuja-puji dan dinikmati banyak makhluk, hanyalah sari-sari lumpur kotor yang berproses bersama air dan sinar matahari selama bermasa-masa.
Tumbuhan unik ini juga memberi manusia sebuah pelajaran, bahwa secara umum orang-orang biasa meletakkan perhatiannya pada hasil akhir. Orang-orang bisa dengan mudah dan cepat mengagumi keindahan bunga tunjung yang demikian indahnya menyembul diari perairan. Dengan pesona warna-warni ia segera menyihir hati manusia dari jaman ke jaman. Banyak orang mengagumi bunga out, tetapi hanya sedikit yang mau mengerti, bahwa untuk menghasilkan bunga secantik itu dibutuhkan proses panjang dan terutama ia yang cantik itu (bunga tunjung) tidaklah diturunkan dari sorga, melainkan kecantikan itu asal mulanya dari lumpuran becek, jauh dari dasar air telaga.
Lantas bunga tunjung banyak dijadikan sebagai persembahan kepada dewa-dewa, ia digunakan sebagai sarana di dalam upacara pemurnian diri. Barangkali upacara bicara tentang symbol yang sarat makna, tetapi lebih sederhana dari itu kita bisa membaca sebuah upacara persembahan sebagai bentuk teater tentang dunia pengharapan. Melalui persembahan bunga tunjung, para penyembah meletakkan harapannya untuk mampu memiliki kemahiran mengelolah diri dalam hidup ini sehingga kelak dapat berbuah atau berbunga seperti tunjung itu. Boleh saja kehidupan ini susah dan “becek? terkesan kotor menjijikkan, namun semua itu bukanlah manusia, sebab manusia hanyalah sebiji “benih? yang bersemi di lumpur kehidupan yang nampak keras, jorok, kotor dan dingin. karena itu, bagi manusia bijak ia tidak mengidentikkan diri dengan kekacauan hidup itu sendiri, tetapi ia memandang kekacauan, dingin dan kotor itu sebagai media yang mengolah dirinya untuk tumbuh menjadi pribadi mulia.
Para pemuja kesempurnaan, para pengabdi pendamba kemuliaan memotivasi dirinya untuk mampu memiliki kapasitas seperti bungan tumbuhan teratai, bahwa proses kehidupan akan mendewasakan dan mematangkan dirinya, hingga kelak berhasil mewujudkan dirinya sebagai pribadi mulia, insan yang memiliki kekaryaan yang dibutuhkan dunia, bahkan keharuman kemulyaannya tersebar hingga memenuhi ruang sorgawi. Itulah bunga indah mewangi yang dihasilkan oleh pejuang-pejuang kehidupan yang dengan sadar dan penuh semangat mau berproses, karena mereka tahu, benih yang ada pada dirinya adalah benih unggul, benih itu berasal dari Tuhan itu sendiri.
Pemuliaan bunga tunjung, bukanlah semata-semata suatu semarak aktifitas mental yang diperuntukkan menjangkau alam esoteric yang gaib, karena sesungguhnya gaib itu adalah kenyataan itu sendiri dan kenyataan ini sebenarnya hanya suatu yang gaib (maya). Di atas semua itu, bunga tunjung berbicara tentang kasih itu sendiri, di mana usaha-usaha keras penuh penderitaan (dalam lumpur dan air) tidak perlu dipamer-pamerkan pada khalayak umum, pengalaman getir seperti itu tidaklah perlu dibagi bersama, tetapi manakala sesuatu kemuliaan, keharuman mulai bersemi dan terus berbiak mekar, itulah saatnya dibagikan kepada berbagai pihak. Berbagai keindahan, kebahagiaan dan pertunjukkan kemuliaan, adalah makanan mental yang vital. Demikianlah, tunjung menyembunyikan akarnya di dalam lumpur hitam, supaya orang tidak jijik dan sakit hati melihatnya, tetapi ia mempertontonkan bunga keindahannya, karena dengan itu orang-orang yang memandangnya merasa gembira dan semangat. Jadi, persembahkanlah bunga tunjung kepada kehidupan, persembahkan keindahan, keharuman dan kemuliaan kepada sesame makhluk dan dunia.
Mitologi Bunga Tunjung Biru
Sebenarnya teratai telah lama dianggap suci oleh banyak agama di dunia, seperti di India dan Mesir, dalam sebuah monumen di lembah Nil, juga pada gulungan papirus tunggal terdapat lukisan bunga lotus ini terdapat ditempat yang terhormat. Demikian pula ditemukan pada pilar bangunan ibukota Mesir, pada takhta dan bahkan pada hiasan kepala Raja, sehingga teratai muncul dimana-mana.
Tuhan dalam aspek Ibu ilahi sering digambarkan sebagai yang duduk atau berdiri diatas teratai besar, symbol kemurnian dan kebijaksanaan. Tanaman ini misterius dan sakral telah dimuliakan selama berabad-abad sebagai symbol alam semesta. Hiranya Garbha, “telur? (atau rahim) emas yang muncul sering disebut Lotus Surgawi. Dewa juga digambarkan mengapung tertidur di perairan primordial, membentang di bunga teratai yang mekar.
Arca Prajna Paramita
Kelopak bunga teratai menunjukkan perluasan jiwa. Sedangkan kemampuan tumbuhan ini tumbuh dari lumpur dan menghasilkan keindahan melambangkan tekad janji spiritual. dalam ikonografi Hindu, Dewa sering digambarkan dengan bunga lotus sebagai tenpat duduk mereka. Juga perlu dicatat, bahwa sebagian besar Budha, Cina, Hindu, Jepang dan dalam sistem religi Asia lainnya sering digambarkan sebagai duduk diatas bunga lotus. Menurut legenda, Budha Gautama lahir dengan kemampuan untuk berjalan dan di mana-mana ia melangkah, bunga teratai mekar.
Warna bunga tunjung atau teratai atau lotus atau ratna seringkali ditemukan dalam enam warna yang berbeda: putih, kuning, merah, biru, ungu, dan merah muda.
Tunjung Putih
Diartikan kemurnian pikiran dan ketenangan dari sifat manusia, serta kesempurnaan spiritual.
Tunjung Kuning
Di ibaratkan seperti Dewa Mahadewa, wataknya jujur, bersemangat, perasaannya tajam, bijaksana, taat, patuh, bening dan teliti. Konon tunjung kuning ini di anugerahkan kepada para pertapa serta sangat istimewah untuk tanda kebesaran kerajaan apabila ada penobatan raja, seperti penyerahan mahkota yang terbuat dari emas kepada para prabu. ia juga dipercaya sebagai bunga penjaga istana kahyangan.
Tunjung Merah
Melambangkan kasih tanpa pamrih, gairah, kasih sayang, dan kebaikan. Bunga lotus yang sepenuhnya mekar melambangkan kebesaran dan kemurahan hati. Hal ini juga terkait dengan Avalokitesvara, yang merupakan Bodhisattva dalam ajaran Buddha, sedangkan dalam ajaran Hindu kuno di India disebut dengan Avatara Kalki. Dalam cerita Sun Go Kong kita juga pernah mengenalnya, Dewi Kwan Im Po Sat.
Tunjung Merah Muda
Dipercaya sebagai tempat tertinggi dan suci, dan sangat dihormati. Ini juga merupakan alasan, bahwa semua dewa menurut kepercayaan Hindu dan juga Buddha sendiri duduk di atas lotus merah muda. Lotus merah muda melambangkan keadaan pikiran seseorang, yang merupakan tahap di mana ia telah pencerahan tertinggi.
Tunjung Biru
Diartikan pengetahuan. melambangkan kendali seseorang atas pikiran dan semangat dan melepaskan aspirasi materialistis dalam hidup serta mencapai kesempurnaan jiwa. Bunga lotus biru tidak sepenuhnya benar? benar terbuka. Keadaan ini diartikan bahwa seseorang tidak boleh berhenti untuk belajar dalam mencapai kebijaksanaan dalam hidup.
Tunjung Ungu
Menandakan mistis dan merupakan bagian esoterik ajaran Buddha terkait 8 jalan dalam Buddhis. Bunga lotus juga melahirkan simbolisme dalam berbagai budaya. Keindahan bunga lotus menginspirasi pada karya seni, puisi, arsitektur, dan desain. Lotus tumbuh keluar dari air berlumpur, tidak terpengaruh dan tak tersentuh oleh kotoran, sehingga dianggap yang tertinggi di antara semua bunga.
Wayang Tunjung Biru
Dalam cerita pewayangan, DEWI TUNJUNGBIRU adalah salah seorang dari tujuh Bidadari upacara Suralaya yang terdiri dari : Dewi Supraba, Dewi Lenglengdanu, Dewi Irimirin, Dewi Gagarmayang, Dewi Wilutama, Dewi Warsiki dan Dewi Tunjungbiru sendiri.
Karena kecerdasannya dan sifatnya yang murah hati, setia dan penyabar, Dewi Tunjungbiru pernah diperintahkan oleh Sanghyang Manikmaya/Batara Guru untuk turun ke marcapada, menjelma/menitis sebagai putri Bathara Kandikota (turun ke-empat dari Sanghyang Darmajaka). Dalam penitisannya itu ia menikah dengan Prabu Arya/Aya, raja negara Duryapura. Dari perkawinan tersebut, Dewi Tunjungbiru mempunyai seorang putra yang diberi nama, Dasarata. Putranya ini kelak menikah dengan Dewi Kusalya, pewaris tahta negara Ayodya, dan menurunkan Ramawijaya Bersama keenam bidadari upacara Suralaya lainnya.
Bersama keenam bidadari upacara Suralaya lainnya, Dewi Tunjungbiru pernah ditugaskan Bathara Indra turun ke marapada, untuk membangunkan tapa Arjuna di Goa Mintaraga, di lereng Gunung Indrakila bergelar Bagawan Ciptaning. Namun tidak berhasil membangunkan kekhusukan tapa Begawan Ciptaning.
Putri Tunjung Biru
Di tanah air ada berbagai versi baik cerita, legenda dan sejarah yang mengisahkan putri tunjung biru, antara lain sosok yang dihubungkan dengan “Putri Blambangan yang hilang? dan “Nyi Roro Kidul?, termasuk juga sosok putri tunjung biru yang berikut ini :
Adalah kerajaan Wengker yang merupakan kerajaan tertua di Jawa Timur, Wengker berasal dari akronim ‘Wewengkon Angker? atau tempat yang angker? daerah cikal bakal para punggawa ‘Warok? yang sekarang lebih dikenal sebagai kota Ponorogo.
Konon Raja Wengker memiliki seorang putri, putri itu tidak hanya cantik namun juga memiliki ilmu dan spiritual yang tinggi, maka sang putripun disebut sebagai penjelmaan ‘Putri Tunjung Biru? dan ketika menikah bunga tunjung birulah yang digunakan sebagai ritual untuk meminangnya sebagai mas kawin.
Kerajaan Wengker yang semakin jaya/ lama umurnya juga bersahabat dengan kerajaan Majapahit yang masih muda/ baru, karena kedekatan kedua kerajaan yang seperti sahabat ini, Majapahitpun mewarisi budaya Wengker, dimana dalam prosesi pernikahan ala Jawa kuno yang sakral dan suci adalah dengan memakai bunga tunjung biru sebagai seremonial dalam pernikahan ala putra-putri kerajaan.
Ketika kerajaan Majapahit Hindu runtuh dan digantikan oleh kerajaan Mataram Islam, pun Mataram mewarisi budaya dan spiritual filosofi tunjung biru, para putra-putri keraton selalu menggunakan bunga tunjung biru sebagai bunga persembahan untuk meminang mempelai perempuan (?)
Malika D. Ana
05.08.23
Genre Sosialis Yang Tergambar Pada Patung-Patung di Jakarta
Abad.id – Menurut KBBI, patung adalah tiruan bentuk orang, hewan, dan sebagainya dibuat (dipahat dan sebagainya) dari batu, kayu, dan sebagainya. Seni patung merupakan sebuah karya seni yang hasil karyanya berwujud tiga dimensi. Orang yang menciptakan seni rupa patung disebut dengan pematung.
Jenis seni patung juga sudah berkembang di zaman modern ini. Tidak jarang ada orang yang tertarik untuk belajar membuat patung dengan berbagai teknik. Patung pun bisa dibuat dengan berbagai bahan yang diinginkan.
Patung Tugu Tani
Patung-patung kota di Jakarta, seperti Selamat Datang, Dirgantara, Pembebasan, Tugu Tani, dan Pemuda Membangun adalah produk dari karya seni Sosialis di era Marxisme.
Patung Pancoran atau patung Dirgantara
Bentuk dan kontur otot pada patung-patung itu sangat tegas, gaya Neo Klasik, yang merepetisi bentuk-bentuk dewa Romawi dan Yunani. Akurasi anatomisnya "kelebihan dosis", sehingga kita bisa membacanya bukan sebagai manusia, tetapi sosok,dan tanda tanda baca.
Tugu Pembebasan Irian Barat
Seni Sosialis mengangkat realitas sosialisme yang gagah dan utopian, proletar, bertema rakyat mengatasi penjajahan kapitalis, rakyat menyingkirkan borjuisme yang korup, rakyat mencipta kerakyatan, people creates society, dan semua menghamba pada manifesto politik kerakyatan yang dipimpin oleh tokoh besar, seni menghamba pada manifesto politik sosialismus.
Ini juga dapat kita katagorikan sebagai tindakan anti seni apabila seni kita artikan sebagai kemunculan kemerdekaan pribadi, identitas personal, dan tidak menghamba pada siapapun, baik pada politik maupun uang atau mengais daki receh di kaki para tuan tanah, seni yang ada di puncak gunung Olympia, di puncaknya penyerahan diri manusia pada ide tentang eudomania, kebenaran, kejujuran, sekaligus kenestapaan dalam kesunyiannya.
Muncul kemudian gerakan "Bad Art", gerakan seniman, penulis, pekerja kreatif yang dengan sengaja membuat karya seni yang "jelek", sengaja melawan estetika dan artistika, dan seni yg melawan kemapanan musium dan galeri mewah yg kemudian disebut "Street Art", seni jalanan model ini banyak dijumpai dalam budaya Meso America, di Meksiko dan Brazil dalam bentuk "mural".
Gerakan anti seni, bad art, street art adalah media bagi tindakan cerdas dalam ranah yang aneh, kadang dia sangat egois, kadang ia meleleh dalam kerakyatan, dan kerap seni dan tindakan seni lahir dari rasa lapar yg menyengat, dari bangkai hidup yang berjalan mencari darah segar uang seadanya (zombie), children of the damn, anak sundal dari persetubuhan kapitalisme dan komunisme yang berebut sisa singgasana yang ditinggalkan oleh kerajaan Tuhan.
Malika D. Ana
05.08.23
Hari-hari terakhir Soe Hok Gie di Gunung Semeru. Foto dok net
abad.id- Dalam minggu-minggu terakhir ini, Soe Hok Gie mulai mengalihkan kegiatan Mapala ke Gunung Semeru bersama kawan lamanya, Herman Lantang, yang baru saja pulang dari Irian Jaya. Pendakian ke Semeru sudah dibicarakannya dengan Herman Lantang beberapa kali selama lebih dari dua tahun terakhir.
Baca Juga : Cerita Petrus Akan Selalu Menjadi Misterius
Baca Juga : Sudomo, Laksamana di Tengah Lautan Jenderal
Dengan konflik di UI yang menyakitkan, yang masih segar dalam ingatannya, ditambah kekecewaarnya terhadap banyak aspek politik di bawah Orde Baru dan perasaan melankolis yang menyelimuti dirinya, dengan antusias Soe Hok Gie benat-benar sudah menunggu kesempatan untuk menyendiri ke puncak gunung. Agar ia bisa keluar dari begitu banyak penderitaan dan kegelisahan.
Saat persiapan keberangkatannya, masih saja ada dua provokasi politik lain. Misalnya pada tanggal 22 November, Undang-Undang Pemilihan Umum tengah diperdebatkan dan peraturan pelengkapnya telah diumumkan oleh pemerintah Soeharto. Soe Hok Gie masih melakukan pembahasan terkait Undang-Undang Pemilihan Umum ini di Radio UI yang disiarkan tiap malam.
Pada saat yang sama Soe Hok Gie masih terlibat dalam seloroh politik lainnya. Bekerja sama dengan beberapa teman, ia mencetuskan rencana mengirimkan hadiah "Lebaran-Natal” kepada tiga belas perwakilan mahasiswa yang duduk di DPR-GR. Disiapkanlah paket-paket yang berisi pemulas bibir, cermin, jarum, dan benang, disertai surat terlampir yang berisi kumpulan tanda tangan.
Beberapa hari sebelum keberangkatannya ke Jawa Timur, Soe Hok Gie juga masih mendengar kabar kematian mendadak seorang teman sekolah. Berita yang mengejutkan ini tampaknya membuatnya gelisah. “Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin ngobrol membuat acara yang intim dengan I...Saya kira ini adalah pengaruh,” ungkap Soe Hok Gie yang ditulis John Maxwell.
Baca Juga : Mengenal Suharto, Jendral Kesayangan Sudirman
Saat-saat terakhir persiapannya, Soe Hok Gie masih melakukan kunjungan istimewa untuk mengucapkan selamat jalan berturut-turut kepada tiga gadis yang sangat dekat di hatinya itu.
Kelompok Mapala tidak pernah terlalu memperhatikan aspek teknis kegiatan mereka di alam bebas. Mereka hana ingin menikmati tantangan perjalanan dengan gembira dan berusaha melupakan segala persoalan. Perlengkapan dan perbekalan mereka selalu sederhana, meskipun dalam kesempatan ini Soe dan Herman berusaha keras mempelajari beberapa peta lama dan catatan salah seorang vulkanolog yang pernah mendatangi daerah itu.
Bagaimanapun juga, Gunung Semeru adalah gunung berapi yang sangat aktif dan dengan ketinggian 3.676 meter. Gunung itu merupakan gunung tertinggi di Jawa. Meskipun desa-desa di sekitarnya mudah dicapai dari Malang, puncak Mahameru masih sangat jauh dan terisolasi.
Soe Hok Gie, Aristides Katoppo, Herman Onesimus Lantang, Abdurrachman, Anton Wijana, Rudy Badil, dan dua anak didik Herman Idhan Dhanvantari Lubis serta Freddy Lodewijk Lasut, berangkat dari Jakarta tanggal 12 Desember melalui Stasion Gubeng Surabaya. Kemudian menuju Stasion Malang.
Tim ini berbekal buku terbitan Belanda tahun 1930 tentang panduan naik semeru. Mereka menggunakan jalur yang tak umum. Jika biasanya jalur yang dipakai penduduk dengan menggunakan Desa Ranupane dengan jalur landai, tim mendaki melalui Kali Amprong mengikuti pematang Gunung Ayek Ayek, sampai turun ke arah Oro Oro Ombo. Perjalanan pun dilanjutkan. Sampai di Arcopodo, mereka membentangkan ponco (jas hujan dari militer) untuk jadi tempat perlindungan, meninggalkan tas dan tenda. Mereka membawa minuman untuk bekal menuju puncak.
Baca Juga : Kisah Cinta Alfiah Sudirman Sepanjang Hayat
Untuk mencapai puncak gunung itu, mereka harus menempuh perjalanan yang panjang dan sulit. Kabut sangat rendah dan hujan yang baru saja turun membuat tanah sangat liat. Segembur dan butiran-butiran lava yang menutupi lereng bagian atas dengan kemiringan enam puluh derajat.
Setelah mendirikan perkemahan pendakian, mencapai pinggir kawah saat sore menjelang malam tanggal 16 Dèsember 1969. Tampak kawah menyemburkan asap. Rombongan sudah sangat lelah. Mereka turun satu persatu untuk mencari perlindungan dari angin malam yang sangat dingin dan dari gumpalan awan tebal yang terbentuk dari asap yang menyembur dari dalam kawah.
Rombongan dibagi menjadi dua kelompok. Aristides, Hok Gie, Rudy Badil, Maman, Wiwiek, dan Freddy. Sedangkan Herman bersama Idhan. Sampai di Puncak Mahameru sudah jelang sore, tenaga mereka sudah habis. Soe Hok Gie menunggu Herman yang tertinggal di belakang. Tiba-tiba Maman mulai meracau. Akhirnya Aristides dan Freddy bahu membahu membawa Maman kembali ke shelter.
Herman dan Idhan akhirnya tiba di Puncak Mahameru. Sesampainya di sana, Hok Gie sedang dalam kondisi duduk dan kemudian Idham ikut duduk, tetapi Herman tetap berdiri. Karena duduk itu, menurut Herman, Soe Hok Gie dan Idhan menghirup gas beracun yang massanya lebih berat dari oksigen. Herman bercerita kondisi Soe Hok Gie sudah sangat lemas. "Tahu-tahu dia enggak ngomong, dan langsung menggelepar," jelas Herman. Soe Hok Gie meninggal di pelukan sahabatnya beberapa jam sebelum ulang tahunnya yang ke 27.
Beberapa menit kemudian Idan Lubis juga jatuh dengan cara yang mirip. Kawannya yang menunggu di bawah, mulai panik. Ketiganya menjadi korban sesak nafas akibat gas udara yang merembes dari permukaan gunung berapi itu.
Evakuasi Panjang Jenasah Soe Hok Gie
Berita tragedi Semeru sampai ke Jakarta baru beberapa hari kemudian. Membutuhkan waktu seminggu untuk mengambil jenazah kedua anak muda itu. Bahkan setelah tanda bahaya dipasang, pekerjaan mengangkat jenazah keduanya dari tempat yang terpencil dan tidak mudah terjangkau masih sangat sulit. Cuaca buruk dan permukaan tanah yang berbatu-batu menghalangi upaya awal yang dilakukan.
Baca Juga : Usaha Rumit Dibuat Sederhana Oleh Om Bob
Meskipun menggunakan helikopter Angkatan Laut untuk mencapai lokasi, hingga larut malam tanggal 22 Desember regu penyelamat belum juga bisa mendekat puncak Semeru. Di situ Herman Lantang berjaga sendirian selama beberapa hari. Jenazah dibawa turun dari gunung pada hari berikutnya ke desa tempat kakak Soe Hok Gie, Arief Budiman menunggu. Jenazah kemudian dibawa ke Malang melalui jalan darat. Pada tanggal 24 Desember sebuah pesawat Hercules membawa jenasah 2 korban ke Jakarta.
Ribuan mahasiswa sudah menunggu di kampus UI. Beberapa dianataranya berangkat dari Bandung. tampak Menteri Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo salah seorang tokoh terkemuka yang berada di antara para pelayat.
Dari Kemayoran rencana pemakaman telah disusun. Kedua jenazah itu pertama-tama dibawa secara terpisah ke rumah duka, yaitu rumah orang tua mereka masing-masing, sebelum keduanya dibawa ke Rawamangun. Jalan-jalan sempit di sekitar rumah Soe Hok Gie di Kebon Jeruk semakin penuh sesak. Banyak kendaraan ikut mengiringi mobil jenazah menuju ke sebuah rumah sederhana. Tampak orang tua Soe Hok Gie sudah menunggu dengan rasa duka.
Malam harinya jenazah Soe Hok Gie meninggalkan Kebon Jeruk untuk terakhir kali menuju tempat yang menurut pengakuan ibunya kepada teman-temannya telah menjadi rumah keduanya, yaitu kampus Fakultas Sastra di Rawamangun.
Peti jenazah Soe Hok Gie ditempatkan di sisi peti jenazah Idan Lubis di panggung auditorium fakultas yang sudah penuh seak mahasiswa. Upacara pelepasan jenasah dilakukan sederhana. Teman Soe Hok Gie dan sesama mahasiswa, ikut terlibat dan bertanggung jawab atas pelaksanakan pengaturan pemakaman Soe Hok Gie.
Baca Juga : Bob Marley, Menghisap Ganja Bersama Tuhan
Penghormatan utama atas nama pelayat disampaikan oleh Dekan Fakultas Sastra, Harsja Bachtiar, dan Profesor Sumitro. Dengan haru Harsja Bachtiar mengungkapkan keberanian Soe Hok Gie mengejar segala sesuatu yang ia yakini, perjuangannya untuk menegakkan cita-cita keadilan dan kemajuan. Soe Hok Gie sering menghadapi kritik tajam dari orang-orang di sekitarnya yang merasa terancam posisinya karena keterusterangan Soe Hok Gie. Sumitro menggambarkan Soe Hok Gie sebagai anak muda 'patriot sejati' yang dikenalnya secara pribadi.
Rujukan kepada agama hampir tidak disebut-sebut dalam upacara pelepasan jenasah ini. Hingga menjelang petang, iring-iringan pelayat mulai bergerak ikut medampingan jenasah ke pemakaman. Di Tanah Abang, makam Soe Hok Gie. ditandai dengan nisan putih sederhana yang ditulisi kutipan dari ungkapan spiritual rakyat yang menjadi favoritnya, "Nobody knows the trouble I sec, nobody knows my sorrow." (pul)
Pulung Ciptoaji
04.08.23
Awal Mula Kolonialisme Eropa Atas Nusantara
Abad.id - Berdasarkan catatan sejarah, Kesultanan Demak diperkirakan eksis pada sekitar akhir abad ke 15 sampai pertengahan abad ke 16 dimana pengaruh imperium Majapahit kian menyusut, dan wilayah Nusantara secara de facto mengalami kekosongan kekuasaan (vacum of power). Sedang di sisi lain, kolonialisme bangsa Eropa dimulai, dan penetrasi pengaruh kekaisaran China kian kuat di perairan Nusantara. Pada masa inilah posisi Demak berada di tempat yang paling sentral di panggung sejarah Nusantara.
Ketika itu, Kesultanan Turki Utsmani sedang memasuki era keemasannya dimana Sultan Memed 11 berhasil menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453. Kekuasaannya membentang dari pesisir Samudera Hindia di selatan, hingga ke Laut Mediterania dan Laut Hitam di utara.
Dengan rentangan kekuasaan sebesar ini, Kesultanan Utsmani nyaris memonopoli sistem perdagangan dari selatan bumi hingga ke utara di Eropa. Persoalannya, komoditi yang diberasal dari selatan bumi tersebut – khususnya rempah-rempah dari Nusantara – adalah satu hal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Eropa untuk bertahan hidup.
Sebagaimana dikatakan oleh M.C. Ricklefs, bahwa “rempah-rempah bagi masyrakat Eropa, merupakan kebutuhan dan juga cita rasa. Selama musim dingin di Eropa, tidak ada satu cara pun yang dapat dijalankan untuk mempertahankan agar semua hewan-hewan ternak dapat tetap hidup; oleh karenanya, banyak hewan ternak disembelih dan dagingnya kemudian harus diawetkan. Untuk itu dibutuhkan sekali adanya garam dan rempah-rempah. Dan di antara rempah-rempah yang diimpor, cengkih dari Nusantara adalah yang paling berharga…”Sehingga praktis, masyarakat Eropa kala itu memiliki ketergantungan yang tinggi pada Kesultanan Ustmani.
Tapi persoalan itu terpecahkan setelah pada 25 November 1491 Raja Ferdinand dan Ratu Isabella berhasil menaklukkan Kesultanan Granada yang merupakan kekuatan Islam terakhir di bumi Andalusia.
Bersamaan dengan takluknya Andalusia, pantai-pantai di selatan Eropa sampai Selat Gibraltar terbuka lebar. Bangsa Eropa menemukan jalur alternatif untuk melakukan perjalanan dagang, tanpa harus berdarah-darah memaksakan diri melalui jalur yang dikuasai Kesultanan Utsmani.
Wilayah Andalusia yang berhasil ditaklukkan oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabella itu, pada hari ini kita kenal sebagai Negara Spanyol. Sedang tetangganya, yang juga masih dalam satu rumpun dinasti dengan Raja Ferdinand, bernama Portugis.
Selagi Raja Ferdinan sibuk mengalahkan Kesultanan Granada, Kerajaan Portugis-yang letak wilayahnya langsung menghadap ke Samudera Atlantik-sudah terlebih dahulu melakukan pelayaran mencari rempah-rempah. Meski begitu, capaian pelayaran mereka belum terlalu jauh. Masih sebatas mencapai Tanjung Harapan di ujung selatan Afrika.
Ferdinand, dengan segala kemampuan armada yang dimilikinya, sebenarnya memiliki peluang untuk melampaui capaian Portugis. Hanya saja dia terpancing dengan proposal menggiurkan dari Colombus yang menemukan peta pelayaran ketika datang ke Istana Al-Hambra pada Januari 1492, atau sesaat setelah Raja Boabdil-Sultan terakhir Granada-angkat kaki dari Istana tersebut.
Alhasil, proposal Colombus disetujui. Maka berlayarlah orang-orang Spanyol ke kawasan barat dunia. Dan kita pun mengetahui kisah perjalanan itu selanjutnya.
Tak lama setelah ekspedisi Columbus ke Benua Ameriks, pelaut kenamaan Portugis bernama Vasco da Gama bertemu dengan seorang pelaut Muslim yang cukup terkenal pada masanya, bernama Ibnu Majid. Konon, Ibnu Majid inilah yang memperkenalkan kompas kepada Vasco da Gama.
Kompas ini sudah dirancangnya sedemikian rupa, dengan akurasi lebih optimal dari yang dimiliki masyarakat pada umumnya. Ibnu Majid lah yang kemudian menunjukkan jalan kepada Vasco da Gama, sehingga dia berhasil mencapai Tanjung Harapan pada tahun 1497.
Di titik ini dia melihat sebuah mega kawasan Samudera Hindia, yang namanya sudah terkenal sejak zaman purba. Di tepian kawasan yang besar inilah lahir semua bangsa dan peradaban terkemuka di dunia.
Vasco da Gama melihat masa depan di hadapannya. Dia memutuskan melanjutkan ekspedisinya ke Samudera Hindia. Dan akhirnya, pada tahun 1498 – atau hanya setahun setelah berhasil melewati Tanjung Harapan-Vasco da Gama sudah berhasil mencapai India, salah satu pusat peradaban terbesar di pesisir Samudera Hindia.
Selain di Goa, simpul perdagangan paling penting dalam skema perdagangan di Samudera Hindia adalah Kesultanan Malaka. Di perkirakan, pada masa ini Kesultanan Demak sudah berdiri dengan rajanya yang pertama bernama Raden Patah. Menurut catatan Prof. Dr. Slamet Mulyana, Kesultanan Demak pertama berdiri pada tahun 1475 M, setelah berhasil meruntuhkan negara Majapahit.
Tapi agaknya, Demak ketika itu belum berhasil mewarisi legitimasi Majapahit di laut Nusantara. Karena Kesultanan Malaka masih cukup kuat pengaruhnya karena di dukung secara politik dan militer oleh Kekaisaran China.
Dan yang tak kalah penting, Malaka memiliki oleh sosok perdana meteri kharismatik bernama Tun Perak. Dialah sosok yang membangun sistem ordonansi laut di Nusantara setelah runtuhnya pengaruh Majapahit. Sehingga perairan ini aman dilalui dan disinggahi.
Menurut M.C. Ricklefs, sejak adanya Malaka, seluruh komoditi di gugusan pulau Nusantara dikirim ke Malaka sehingga membentuk satu sistem jaring perdagangan tersendiri. Di Malaka, sistem perdagangan Nusantara itu dihubungkan dengan jalur-jalur yang membentang ke barat sampai India, Persia, Arabia, Suriah, Afrika Timur, dan Laut Tengah: ke Utara sampai ke Siam dan Pegu; serta ke Timur sampai ke China dan mungkin Jepang. Ini adalah sistem perdagangan yang terbesar di dunia masa itu.
Tapi pada tahun 1498 itu-atau bersamaan dengan tibanya Vasco dan Gama ke Goa-Tun Perak wafat, setelah mengabdi selama lebih dari 50 tahun sebagai Bendahara Negara (perdana meteri); terhitung sejak masa pemerintahan Sultan Muzaffar Syah (1446-1459), Mansyur Syah (1459-1477), Alauddin Rikayat Syah (1477-1488), hingga Mahmud Syah (1488-1528). Banyak sejarawan menilai, bahwa sistem pengendalian pasar perdagangan yang demikian besar tidak bisa dilepaskan dari peran Tun Perak.
Namun sejak kepergian Tun Perak, Malaka mulai mengalami kemunduran. Konflik internal kerajaan mulai mencuat. Pada saat ini, Kesultanan Demak sudah matang, dan bersiap mengambil alih legitimasi di laut Nusantara. Sedang di Goa, Vasco da Gama mulai frustasi karena kalah bersaing secara sehat di pasar Asia. Kerajaan Portugis mulai berpikir untuk menggunakan cara paling purba, yaitu merampas dengan paksa.
Keberhasilan Vasco da Gama mencapai India begitu membanggakan dan terbilang sangat monumental bagi masyarakat Eropa kala itu. Dengan percaya diri, mereka mulai terjun ke pasar Asia untuk memperkenalkan dan menawarkan komoditi bangsa mereka. Tapi tak butuh waktu lama, mereka segera menyadari, bahwa barang-barang perdagangan yang ingin mereka jual, tidak dapat bersaing di pasar India yang canggih dengan hasil-hasil bermutu yang mengalir melalui jaringan perdagangan Asia.
Akhirnya, mungkin karena kehabisan cara untuk bersaing, Bangsa Portugis ketika itu mengambil keputusan bahwa bila ingin eksis di pasar yang besar ini, tidak ada pilihan bagi mereka selain merebutnya dengan cara paksa. Maka diperintahkanlah Afonso de Albuquerque, seorang Panglima armada laut Portugis yang paling terkenal kala itu. Dengan kekuatan penuh, dia berlayar menuju India pada tahun 1503.
Niat bertempur Albuquerque benar-benar kentara. Pengalaman bertempur dengan tentara Muslim membuat Bangsa Eropa mengenal segala perlengkapan perang mutahir, seperti bubuk mesiu dan meriam. Dengan sedikit inovasi, Albuquerque melengkapi kapal-kapalnya dengan meriam yang banyak, sehingga kapalnya lebih mirip sebuah panggung meriam di lautan ketimbang sebuah sarana transportasi.
Dengan persiapan seperti ini, terang saja mereka menjadi armada laut paling perkasa di muka bumi kala itu. Sejarah kemudian mencatat, bahwa inilah ekspedisi militer pertama ke Asia, yang menandai dimulainya era kolonialisme Bangsa Eropa hingga 500 tahun kemudian.
Afonso de Albuquerque tiba di pantai India sekitar tahun 1510 M. Dan kota penting pertama yang menjadi target mereka adalah Goa (disebut juga Goa Lama atau Velha Goa), yang terletak di pantai barat India.
Bukan tanpa alasan Albuquerque menarget kota ini. Pada waktu itu, kota ini masih berada di bawah kekuasaan Dinasti Utsmani. Dari tempat inilah komoditi unggulan yang dimonopoli Kekhalifahn Utsmani dialirkan dari timur ke barat. Dengan menguasai kota Goa, Albuquerque berharap bisa menutup salah satu jaringan penting kompetitor mereka di Eropa.
Karena letaknya yang mungkin sangat jauh dari pusat pemerintahan Dinasti Utsmani, Kota Goa tidak dijaga dengan maksimal. Dalam waktu singkat armada laut Portugis berhasil menaklukkan Goa dan mendirikan pangkalan dagang di sana. Konon, keberhasilan Albuquerque ini juga karena didukung oleh beberapa kelompok Hindu di Goa yang juga ingin menguasai kota tersebut. Maka ketika pertama kali Albuquerque memasuki kota tersebut, dia disambut dengan gegap gempita oleh masyarakat setempat.
Tapi keberuntungan Albuquerque tidak berlangsung lama. Hanya beberapa bulan kemudian, kota tersebut berhasil direbut kembali oleh kaum Muslim Goa, Albuquerque dan pasukannya pun pergi meninggalkan Goa.
Di saat inilah dia baru menyadari bahwa mega peradaban yang terbentang dari Tanjung Harapan di Afrika hingga ke China ini merupakan satu untaian ekonomi dan kultural yang tidak bisa dipisahkan. Dia harus memahami dulu dengan baik semua konstalasi ini, sebelum menyerang dan menguasai keseluruhannya.
Dari pengamatannya, titik penting dan paling krusial di sepanjang jalur perdagangan besar ini bukanlah Goa, tapi Malaka. Di sanalah semua komoditi dari segala penjuru dunia bermuara dan mengalir kembali ke berbagai tempat. Inilah target invasi yang sesungguhnya.
Maka demikianlah, pada pertengahan tahun 1511, Albuquerque bersama armada perangnya mulai memasuki Selat Malaka. Di sisi lain, sebagaimana sudah dikisahkan sebelumnya, Kesultanan Malaka sudah tidak sama seperti sebelumnya, setelah ditinggal oleh tokoh sentralnya, Pedana Menteri Tun Perak.
Komunitas internasional yang menjadi kekuatan inti di Malaka, sekarang justru diurus dengan cara yang salah. Kesultanan menetapkan pajak yang sangat tinggi kepada mereka. Sehingga banyak pedagang yang mulai mempertimbangkan untuk mencari pelabuhan lain dan pasar baru yang lebih menguntungkan. Kesultanan Malaka seperti lupa, bahwa kepercayaan dan kesetiaan komunitas internasional kepada mereka, adalah kunci kejayaan mereka.
Albuquerque, tidak mau mengulang kesalahan di Goa. Dengan sabar dia mengamati dari kejauhan dinamika Kesultanan Malaka yang mulai compang-camping oleh perpecahan internal. Dan ketika sudah dirasa siap, pada 25 Juni 1511, dia memerintahkan pasukannya menyerang Malaka. Cukup satu hari saja waktu yang dibutuhkan Portugis untuk membakar pelabuhan Malaka. Dan hanya berselang seminggu kemudian, Portugis sudah berhasil menguasai sepenuhnya Kesultanan Malaka.
Bersama jatuhnya Malaka, runtuh pula sistem perdagangan di Nusantara dan Asia. Portugis dengan leluasa melenggang ke Maluku, memetik rempah-rempah langsung dari sumbernya. Dan bersamaan dengan itu, Nusantara memasuki fase paling kelam dalam sejarah peradabannya, yaitu Kolonialisme bangsa Eropa.
Agresi Portugis dan monopoli perdagangan yang dilakukannya di Malaka menimbulkan kebencian dan menyulut api kemarahan para saudagar Islam.
Para saudagar Islam tidak mau lagi melakukan perdagangan ke Malaka. Jalur perdagangan diganti atau dialihkan ke pantai pesisir utara Jawa, mencakup Madura, Ampel Denta (Surabaya), Gresik, Tuban, Jepara Demak, Cirebon, Sunda Kelapa, Banten, Palembang, Aceh dan Pasai.
Salah satu rujukan utama yang menggambarkan kondisi Kesultanan Demak pada masa ini adalah catatan Tome Pires, seorang penulis Portugis yang ikut dalam ekspedisi Albuquerque. Dia sempat singgah ke Demak pada sekitar tahun 1515.
Dalam catatannya, Tome Pires menggambarkan Kota Demak sebagai kota yang makmur; terdiri dari 8.000 sampai 10.000 rumah dan tanah di sekitarnya menghasilkan beras melimpah-limpah, yang sebagian diekspor ke Malaka.
Lebih jauh Tome Pires menjelaskan, Demak memiliki sekitar 40 kapal jenis Jung yang melayani perniagaan di sepanjang pesisir utara Jawa hingga Palembang, Jambi, Bangka, Belitung, Pulau-pulau Menamby, dan Pulau-pulau di depan Tanjungpura.
Berdasarkan penelitian M.C. Ricklefs, Kesultanan Demak pada masa itu dianggap sebagai pewaris legitimasi Majapahit di Laut Nusantara, khususnya di utara pulau Jawa. Dengan kekuatannya ini, Demak menjadi satu-satunya kekuatan politik di nusantara yang mampu menantang kekuatan Portugis di Malaka.
Mudahnya bangsa Portugis merebut hegemoni di perairan Nusantara, tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah yang berkembang sebelumnya di Pulau Jawa, yaitu kemunduran Majapahit. Imperium terbesar di Nusantara ini, harus menghadapi musuh yang tidak mungkin dikalahkan oleh imperium manapun, yiatu perang saudara.
Jejak kemunduran ini dimulai pada tahun 1401-1405 atau setelah wafatnya Hayam Wuruk. Ketika itu, terjadi perang suksesi memperebutkan tahta Majapahit antara Prabu Wikramawardhana (menantu Hayam Wuruk) dengan Breh Wirabhumi (anak tiri Hayam Wuruk).
Perang yang dikenal sebagai Perang Paregreg ini telah menguras kekuatan Majapahit sedemikian rupa. Sehingga membuat pengaruh Majapahit di Nusantara memudar dan kewibawaannya menurun. Beberapa negara bawahan bahkan mulai melepaskan kesetiaannya dari Majapahit.
Di sisi lain, perubahan cepat yang terjadi di level global membuat segala bentuk anasir dari luar berjamur di Nusantara. Salah satu yang paling dominan adalah pengaruh agama Islam yang datang bergelombang baik dari India, Hadramaut (Yaman), maupun dari Cina dan Champa.
Sebagai catatan, pengaruh Islam yang hadir pada era ini memang memiliki metode penyebaran agak berbeda dengan sebelumnya. Bila sebelumnya Islam datang dalam bentuk komunitas atau keluarga. Pada masa ini, Islam masuk ke nusantara dengan didukung pengaruh diplomasi antar negara yaitu Kerajaan Majapahit dengan Dinasti Ming di Cina dan Champa di Vietnam.
Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo mengatakan, bahwa pengaruh Islam dari Cina menguat sangat pesat sejak ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho mendatangi Nusantara pada tahun 1405.
Ekspedisi ini secara tidak langsung menandai dimulainya proses pembangunan instalasi formal kekuasaan bangsa Cina – yang kebetulan umumnya Muslim – di Nusantara. Maka tidak mengherankan bila mereka bisa dengan cepat memanjat struktur sosial dan politik di Majapahit. Baik melalui jalur pernikahan, maupun melalui jalur politik dan profesional.
Pada masa selanjutnya, di Majapahit sudah lahir beberapa orang ningrat berdarah campuran (Arab, Cina dan Jawa) yang menjabat posisi penting di kerajaan. Sejak itu, kaum Muslimin mulai mendapat perhatian lebih dari para petinggi Majapahit.
Sebagai catatan, perang saudara yang berlangsung menahun di internal Majapahit, mengakibatkan kohesifitas wilayah kekuasaan mereka kian renggang. Ketika wafatnya Kertawijaya, masih terpantau setidaknya 24 negara bawahan (nagara sakawat-bhumi) yang menjadi bagian dari Majapahit. Tapi ketika akhir masa pemerintahan Girisawardhana, telah bermunculan wilayah baru seperti Demak, Pengging, Giri, Sengguruh, Tepasana, Garudha, dan Surabaya.
Munculnya sejumlah wilayah baru tersebut, bukan pertanda bahwa kekuasaan Majapahit kembali berjaya. Sebaliknya, kemunculan mereka merupakan dampak dari perpecahan internal di sejumlah daerah kekuasan Majapahit. Perpecahan ini kian marak, ketika Girisawardhana mangkat. Terdapat belasan wilayah baru muncul, yang masing-masingnya mendaulat diri sebagai pewaris sah tahta Majapahit.
Akibatnya, sering terjadi gesekan, hingga pecah peperangan di antara mereka. Adapun ibu kota kerajaan Majapahit, pada masa itu berpindah ke wilayah pedalaman, yaitu ke Daha-Kediri. Imperium Majapahit yang bercorak kebudayaan Bahari itupun bertransformasi menjadi Negara agraris yang terkucil dari pergaulan dunia. Pelaut-pelaut Portugis yang datang ke Jawa pada awal abad 15, masih mencatat nama Majapahit sebagai Negara yang terletak di wilayah pedalaman Daha.
Disaat itu muncullah Kesultanan Demak di pantai utara Jawa. M.C Ricklef dalam karyanya berjudul “Sejarah Indonesia Modern” yang diterbitkan tahun 1981 mengatakan sebagai berikut:
“Negara Islam yang paling penting di wilayah pantai utara Jawa pada awal abad ke 16 adalah Demak. Pada masa itu Demak merupakan sebuah pelabuhan laut yang baik walaupun timbunan lumpur yang sangat banyak di pantai pada abad-abad berikutnya telah menjadikan letak Demak dewasa ini beberapa kilometer jauhnya dari laut."
"Asal-usul negara ini sangat tidak jelas. Tampaknya Demak didirikan pada perempat terakhir abad 15 oleh orang asing yang beragama Islam, yang kemungkinan besar seorang Cina yang bernama Cek Ko-Po. Putranya adalah seorang yang oleh orang-orang Portugis disebut dengan nama “Rodim”, yang kemungkinan besar sama dengan Badruddin atau Kamaruddin; tampaknya dia meninggal sekitar tahun 1504."
"Putra Rodim, atau mungkin adiknya, adalah orang yang menegakkan hegemoni Demak di jawa yang bertahan lama. Dia dikenal dengan nama Trenggana, dan tradisi-tradisi Jawa yang kemudian menyebutkan bahwa dia bergelar sultan walaupun hal ini mungkin bersifat anakronistis."
"Trenggana agaknya memerintah Demak dua kali, sekitar tahun 1505-18 dan sekitar 1521-1546; kurun waktu antara dua masa pemerintahan tersebut diisi oleh iparnya, Raja Yunus dari Jepara. Trenggana mengatur perluasan pengaruh Demak ke arah timur dan barat, dan selama masa pemerintahannya yang kedualah kerajaan Hindu-Budha yang terakhir di Jawa Timur runtuh sekitar tahun 1527.”
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511 membuat kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara berang. Pasalnya, Portugis selain memonopoli perdagangan di selat terpenting dalam jalur rempah Nusantara itu juga membawa misi feitoria, fortaleza, danigreja (gold, glory dan gospel).
Benteng A Famosa
Selain itu, Portugis juga membangun benteng A Famosa sebagai pusat pertahanan dan pemerintahan di Malaka. Dari benteng ini, Portugis mengatur kendali pemerintahan di Malaka usai takluknya Sultan Mahmud Syah.
Portugis juga telah menerapkan strategi maritim dengan tujuan untuk mengendalikan dan mengontrol Selat Malaka sebagai jalur strategis dan pusat perdagangan di dunia dengan cara menyerang kapal-kapal dagang muslim dengan tujuan mencegah kepentingan kekuatan maritim lain untuk menggunakan Malaka.
Kekalahannya dari Portugis membuat Sultan Mahmud Syah menetap di Johor dan akhirnya menjadi Sultan Johor berikut dengan para keturunannya. Belum genap kedudukan Portugis di Malaka, Kesultanan Islam di Jawa, yakni Demak sudah merencanakan serangan besar-besaran ke Malaka.
Adipati Yunus yang merupakan putera mahkota Sultan Demak dipercayakan memimpin serangan besar tersebut. Hanya butuh waktu satu bulan, Adipati Yunus yang kemudian lebih dikenal Pati Unus telah menghimpun kekuatan dari Cirebon, Jepara (pimpinan Ratu Kalinyamat), Palembang bahkan Johor sendiri yang merupakan titik terdekat dengan Malaka.
Tidak cukup sampai di situ, Pati Unus juga memanfaatkan para pedagang Jawa di Malaka sebagai Telik Sandi (intelijen) yang diserahi tugas membangun kekuatan di daratan Malaka. Pasukan Telik Sandi ini dipimpin oleh Utimuti Raja yang memiliki hubungan kuat dengan para bangsawan di Malaka.
Waktu keberangkatan untuk menyerang yang telah ditentukan oleh Pati Unus tiba. Sebanyak 10.000 pasukan yang diangkut dengan 100 buah kapal diberangkatkan dari Pelabuhan Demak.
Kapal yang digunakan untuk mengangkut perlengkapan dan prajurit terdiri dari beberapa jenis antara lain disebut kapaljung, yaitu merupakan kapal layar yang berukuran beberapa ratus ton. Jenis yang lain adalah lancaran, merupakan kapal layar atau dayung hampir sama halnya dengan jenis jung. Kemudian kapalPangajava, merupakan kapal yang dibuat khusus untuk perang dan dapat dipersenjatai dengan meriam, tenaga penggeraknya adalah layar dan dayung.
Dari jumlah armada tersebut, Pati Unus memecah menjadi dua jalur. Satu melewati perairan barat Sumatera dan satu melewati perairan timur Sumatera. Maksudnya ialah untuk mengepung Malaka dari berbagai penjuru.
Sementara itu, Utimuti Raja yang sudah mengetahui keberangkatan Pati Unus, maka bersama pasukan Telik Sandi-nya segera menyusun langkah-langkah konkret dalam menggalang pedagang Jawa. Selain itu, ia juga bertugas untuk mengetahui sendi-sendi kekuatan musuh agar mudah ditaklukan.
Jika Demak memiliki Utimuti Raja sebagai kepala Telik Sandi, maka Portugis memiliki Tome Pires sebagai kepala Telik Sandi-nya. Tome Pires merupakan sang juru tulis ulung sekaligus merangkap sebagai kepala intelijen pasukan Portugis. Dia mampu membaca gelagat para pedagang Jawa yang menurutnya ada keanehan. Kemudian bersama timnya, ia berhasil mengetahui rencana Demak untuk menyerang Malaka.
Tome Pires pun langsung memberi laporan berharga ini kepada Gubernur Portugis Alfonso d’Albuquerque. Kemudian sang Gubernur langsung memerintahkan untuk memperkuat pertahanan dan meminta bantuan kepada pasukan Portugis di Goa dan Maluku. Setelah mengetahui banyak data tentang persekongkolan antara Utimuti Raja dengan Demak, maka Gubernur Portugis langsung memerintahkan untuk menangkapnya.
Tanpa perlawanan berarti, Utimuti Raja dengan sebagian besar pasukannya berhasil ditangkap. Hingga kemudian dihukum mati oleh Portugis lantaran tidak ingin membocorkan rahasia kekuatan Demak.
Selama penugasannya, Utimuti Raja berhasil menghimpun kekuatan bersama Sultan Johor dan mengetahui seluk beluk benteng A Famosa beserta pelabuhan-pelabuhan pendukungnya. Pesan itu akhirnya sampai ke Pati Unus yang kemudian mangapresiasi kinerjanya. Namun, Pati Unus baru mengetahui kematian Utimuti Raja setelah perang berkobar di Malaka.
Portugis yang memiliki Tome Pires, seorang intelijen legendaris yang memegang data seluruh kekuatan Nusantara lebih dikatakan berhasil ketimbang Utimuti Raja. Ia pula orang yang membuat buyar seluruh perencanaan yang telah disusun rapih oleh Pati Unus.
Hal itu yang membuat kekalahan pasukan Pati Unus saat menyerbu Malaka. Segala kekuatannya telah diketahui oleh pihak musuh. Sementara, dia hanya sedikit mengetahui kekuatan lawan berdasarkan laporan Utimuti Raja.
Dalam konteks intelijen, pemenang perang merupakan pihak yang paling banyak memegang data lawan sehingga mampu membuat perencanaan dalam upaya counter-nya.
Kendati menuai kekalahan, namun apa yang dilakukan oleh Utimuti Raja dengan pasukannya telah memberikan pelajaran kepada kita hari ini, yaitu bagaimana pentingnya peranan intelijen maritim sebagai syarat untuk menjadi negara maritim yang besar. Dengan proyeksi pembangunan kekuatan maritim di antara perpaduan armada dagang dengan armada tempur.
Sumber:
-Kesultanan Demak, Setting Sejarah, ganaislamika.com
-Mengenang Intelejen Demak dalam Pertempuran Malaka, maritimnews.com
Malika D. Ana
04.08.23
Abad.id - Seorang mandor berdiri di sebuah perkebunan besar. Berbusana lengan panjang rapi, bertopi khas perkebunan kolonial, dan bersepatu. Rupanya dia tengah memeriksa lembaran dokumen perkebunan. Di belakangnya, dua lelaki. Adegan para kuli perempuan di perkebunan lada.
Soal penderitaan negeri jajahan, rakyat Belanda dikejutkan dua kali. Kejutan pertama, ketika novel Max Havelaar karya Multatuli diterbitkan pada 1860, yang berkisah penderitaan petani Lebak masa cultuurstelsel—tanam paksa. Karya Multatuli itu kelak menginspirasi adanya politik balas budi Belanda. Kejutan kedua, pada 1902—dua dekade usai masa tanam paksa. Johannes van den Brand menerbitkan tulisannya De Millionen uit Deli yang menuturkan berjuta-juta gulden yang disedot para pemilik perkebunan besar di Deli.
Malika D. Ana
01.08.23
Keluarga Sukarno dan Hatta hanya bisa memandang dengan tatapan kosong saat orang terdekatnya ditangkap tentara Belanda. Foto FB
abad.id-Pada 19 Desember 1948 dimulai aksi militer yang disebut 'aksi polisionil', sementara bagi orang Indonesia disebut Agresi Militer Kedua. Pihak Republik terkejud kejadian agresi militer kedua ini. Sebab dianggap pilihan waktunya tidak tepat. Sebab saat kejadian masih ada delegasi berunding di Kaliurang.
Baca Juga : Saat Serangan Agresi Militer ke II, Soekarno Hanya Takut Westerling
Menurut pejabat Kepala Staf TNI, T.B. Simatupang, tidak menyangka bahwa Belanda berani menyerang Yogyakarta sementara delegasi CGD berada di Kaliurang. Aksi militer sudah diantisipasi. Untuk mempersiapkan, pada tanggal 21 Desember pasukan Republik Indonesia telah merencanakan sebuah latihan besar-besaran.
Pagi buta hari Minggu tanggal 20 Desember 1948, dalam beberapa jam saja lapangan terbang Maguwo Yogyakarta berhasil dikuasai. Memang, pertahanannya tidak kuat, dengan mudah direbut pasukan terjun payung Belanda. Istana presiden sedikit panik.
Menurut ahli sejarah George Mac T.Kahin, yang pada waktu itu tinggal di Yogya sebagai mahasiswa peneliti, beberapa sebelumnya Soekarno telah menata koper karena akan pergi ke India. Nehru telah mengirim pesawat untuk menjemput Presiden Indonesia itu. Hatta dan kabinetnya akan terbang ke Bukittinggi, bahkan kalau perlu ke Aceh. Soekarno akan meneruskan rencananya untuk terbang ke New Delhi dan mungkin ke Amerika untuk menguji coba bakat oratorisnya di depan para anggota Dewan Keamanan.
Fatmawati beserta kedua anaknya mencari perlindungan di sebuah ruangan di bawah tanah yang digali di kebun istana. Soekarno tidak ada waktu untuk berlindung, walaupun di dekat istana terdengar ledakan bom. la tetap menyelenggarakan rapat darurat dengan menteri-menteri yang berada di Yogya.
Baca Juga : Sejak Peristiwa Zeven Provincien, Belanda Makin Sinis Dengan Pribumi
Mereka lalu mengirim telegram ke menteri keuangan Sjafroeddin Prawiranegara yang berada di Bukittinggi. Sjafroeddin Prawiranegara diminta untuk membentuk suatu pemerintahan dalam pengasingan, jika pemerintah Republik Indonesia dilumpuhkan. Sjafroeddin membentuk pemerintahan di pengungsian Aceh ketika pasukan Belanda bergerak menuju Bukittinggi. Namun tidak banyak yang dilakukan kabinet Sjafroeddin.
Sementara itu Soedirman memilih meninggalkan istana untuk mempimpin perang gerilya dalam fungsinya sebagai Panglima Besar. Para militer yang masih leluasa bertindak, antara lain TB Simatupang dan pasukan garnisun di Vredenburg. Sedangkan AH Nasution bérada di luar kota sedang menyiapkan latihan kemiliteran.
Kini Presiden Sukarno tinggal menunggu kedatangan penguasa Belanda. Hari itu satu peleton korps pasukan khusus, di bawah pimpinan letnan J.B. Schüssler telah sampai di istana. Sempat terjadilah tembak-menembak yang gigih. Selang beberapa Waktu keluarlah tiga pengawal pribadi Soekarno, untuk gencatan senjata. Peleton yang mengepung istana dan komandan peleton bersama dengan ajudannya P.Vermeer, yang fasih bahasa Indonesia, berjalan ke serambi menuju tempat Soekarno yang sudah menunggu. Duduk ditempat itu Sjahrir dan Laksamana Udara Suryadarma.
Pertama-tama ditanyakan Soekarno kepada Schüussler dalam bahasa Belanda, apakah Kapten R. Westerling ikut terlibat. Schüssler berkata bahva dia sudah diganti lalu. Kemudian 60 penghuni istana diperintahkan untuk keluar dan mengumpulkan senjata. Setelah itu, Schiusler secara resmi menangkap Sukarno.
Baca Juga : Sayembara Berburu Binatang Buas di Era Hindia Belanda
Setelah peleton pasukan khusus meninggalkan istana, muncul Kapten A.V. Vosveld, atas nama Kolonel D.R.A.van Langen, komandan brigade-T, yang ditugaskan menduduki Yogya. Kapten Vosveld memasuki istana dengan pistol otomatis di tangan. Dia didampingi tiga anggota KNIL orang Ambon yang senang hati menembak mati Soekarno jika diperintah. Kapten Vosveld menyampaikan dengan suara lantang kepada orang-orang yang berkumpul di ruang depan istana, bahwa mereka dalam status ditahan.
Dalam perintah harian, Jenderal Spoor menekankan bahwa mereka tidak datang sebagai penguasa, tetapi sebagai pelindung. Maka penduduk sipil tidak boleh dibuat menderita. Namun kenyataannya perintah ini tidak dihiraukan. Pagi-pagi mereka mulai menembaki kota dengan senjata otomatis dan menjatuhkan bom dengan menggunakan pesawat yang terbang rendah.
Roeslan Abdulgani, yang saat itu menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Penerangan, menyaksikan semdiri dua anak buahnya yang berdiri di sebelah tiba-tiba terbunuh. Sedangkan ia sendiri terkena pecahan granat. Satu peleton khusus yang dipimpin seorang sersan, sambil mabuk menghentikan laju mobil yang ditumpangi Sekretaris Jenderal Santoso. Bersama penumpang lainnya Santoso diseret keluar dari mobil dan disuruh berdiri menghadap tembok. Lalu dor..seluruh rombongan ditembak mati.
Salah seorang penyerang Belanda, Letnan J.A. Bakker, perwira bagian penerangan brigade-T, dalam sebuah surat yang ditujukan kepada sanak-saudaranya, menceritakan tindak-tanduknya di Yogyakarta. Surat tersebut panjangnya 12 halaman.
Orang yang dijumpainya di Yogyakarta menurut Letnan Bakker adalah George Mac T.Kahin yang disebut Bakker sebagai seorang Amerika muda yang tidak tahu sopan santun. George Mac T.Kahin seorang ahli sejarah yang saat itu sedang menjadi mahasiswa sedang melakukan penelitihan di Yogjakarta. Bakker meminta agar mahasiswa yang protes itu "tutup mulut, dan jadilah anak yang manis."
Letnan Bakker juga menangkap kakek kecil dengan janggut kecil dan tidak bersepatu. Orang yang digambarkan tersebut adalah Menteri Luar Negeri Agoes Salim. Hal sama dilakukannya Letnan Bakker ialah dengan menahan mereka dan dimasukan ke sebuah truk terbuka dan dalam kondisi hujan deras. Para tahanan anggota kabinet itu diangkut dan dimasukan ke penjara Wirogunan.
Baca Juga : Mimpi Orang Belanda di Tanah Syurga
Setelah itu Letnan Bakker pergi ke istana tempat Soekarno dan keluarga dikenakan tahanan rumah. Saat bertemu Soekarno masih mengenakan kemeja dan bretel tanpa kopiah. “Sama sekali tidak mirip dengan lelaki ganteng seperti tampak di foto", Ia lebih mirip orang Cina yang mulai gundul yang termangu sedih, ” tulis Bakker. Beberapa hari kemudian Vosveld dan Letnan Bakker membawa Soekarno menghadap komandan daerah Jawa Tengah, Mayor Jenderal J.K.Meier.
Di kemudian hari, Soekarno selalu mengenang peristiwa 1945-1950, saat dia diperlakuan dengan hina. Terutama ketika ditangkap pada 20 Desember 1948, hingga mengobarkan rasa dendam terhadap orang Belanda. Surat Letnan Bakker kepada sanaknya itu membuktikan bahwa Belanda memang sama sekali tidak mengindahkan perasaan terhadap kepala negara. Tetapi yang oleh Letnan Bakker dan anak buahnya dianggap sebagai seorang kolaborator.
Mengenai penjemputan Soekarno, Bakker menulis, “Dengan kepala yang diangkat tinggi dan dengan mengenakan baju seragam yang mahal dia melangkah dengan berwibawa lalu bertanya apakah ajudannya boleh ikut serta di dalam mobil, yang tentu saja ditolak. Dia boleh duduk di sebelah Vosveld di dalam mobil jip, dan saya sendiri mengikuti dari belakang dengan jip saya. Untuk menjaga segala kemungkinan saya telah mendatangkan seorang operator film untuk merekam kejadian ini. Sebenarnya Saya mengharapkan keonaran, supaya dengan demikian saya mempunyai kesempatan untuk menghajarnya.”
Hatta Ditangkap dan Dipenjara di Sumatra
Hanya sebulan di Jakarta, setelah menikah Hatta bersama Rahmi terpaksa turut hijrah ke Yogyakarta. "Dengan mendadak suami saya mengatakan bahwa kami harus ke Yogya. Waktu itu sama sekali saya tak menyangka bahwa kami akan lama di Yogya," ungkap Rahmi.
Rahmi sedang mendongeng dan menghibur Meutia yang sangat sedih ditinggal Bung Hatta di pengasingan pulau Bangka
Dengan hanya membawa satu kopor pakaian, Rahmi berangkat bersama rombongan kecil bersama Bung Karno, Fatmawati serta Wangsa Widjaja dan Hutabarat. Mereka berangkat pada tanggal 3 Januari 1946 secara diam-diam dari belakang gedung Jalan Pegangsaan Timur no 56, Jakarta. Kemudian mereka naik kereta api.
Belanda merebut kembali Jakarta saat pemerintahan Indonesia yang masih sangat muda terpaksa pindah ke Yogya. Tahun 1947, tanggal 21 bulan Maret, lahirlah putri pertama keluarga Hatta. "Kami memberinya nama Meutia Farida," kata Rahmi.
Kata Meutia diambilkan dari nama Rahmi Siti Rahmiati Meutia, karena nama tersebut hampir tidak pernah dipakai. Ketika Meutia belum berusia setahun, pada tahun 1948 terjadilah clash. Bung Hatta bersama Bung Karno membuat pemerintahan darurat di Bukit Tinggi. Tak lama kemudian, Rahmi harus meninggalkan Yogya demi keamanan.
Baca Juga : Masa Bersiap, Peristiwa Brutal Paling Ditakuti Belanda
Bersama ayahnya, Rachim, Keluarga ini mengungsi ke Sarangan. “Untuk berhubungan dengan Hatta, sangat sukar. Ketika di Yogya masih lumayan, kami masih bisa berhubungan melalui radio telephon, walaupun untuk itu saya harus ke RRI (Radio Republik Indonesia). Tapi setelah berada di Sarangan, surat menyurat saja hanya bisa sebulan atau dua bulan sekali. Itupun bukan melalui kantor pos melainkan melalui orang, disampaikan secara berantai," cerita Rahmi.
Rahmi tetap memberikan dorongan semangat kepada suaminya. Dari Jawa, ia mengirim surat kepada Hatta dengan cara yang unik. "Tangan Meutia yang kecil itu saya letakkan di atas secarik kertas, lalu saya tarik garis mengikuti bentuk jari-jarinya. Dan saya tulisi kata keramat "merdeka," cerita Rahmi dengan tersenyum.
Kurang lebih 9 bulan di Sarangan, mereka kembali lagi ke Yogyakarta. Kemudian keluarga Hatta sempat berkumpul sebentar beberapa bulan. Namun kembali terjadi Agresi Militer ke 2 bulan Desember 1948. “Suami saya bersama Bung Karno dibawa Belanda. Saat itu Bung Hatta sedang sakit disentri. Mula-mula kami tak tahu ke mana mereka dibawa, baru kemudian saya tahu bahwa mereka diasingkan ke Bangka. Sedangkan kami tetap di Jalan Reksobayan, Yogyakarta,” cerita Rahmi.
Suatu ketika serangan umum ke Yogya yang dipimpin Soeharto telah berhasil mencuri perhatian orang Belanda. Dampak serangan itu, tentara belanda semakin ketat menjaga Yogjakarta dan mengamankan tokoh-tokoh republik. Rahmi dipindahkan ke istana gedung negara. Di sana sudah ada Sam Ratulangi, Moh Roem, Sastroamidjojo dan yang lainnya. Sesampai di sana, mereka baru sadar bahwa sesungguhnya sedang ditawan Belanda. Tujuannya mencegah agar tentara Rl tidak meneruskan serangannya. “Secara bergiliran kami disuruh berdiri di beranda istana." Jelas Rahmi.
Baca Juga : Inilah Rahasia Kuat Bangunan Kolonial Belanda
Setelah situasi mulai mereda, Rahmi dan Meutia kembali ke Jalan Reksobayan pada tanggal 6 Juli tahun 1949. Tidak lama kemudian Hatta dan Bung Karno kembali dari pembuangan di Pulau Bangka. Keluarga Hatta kembali berkumpul. Pada tahun 1950, Keluarga Hatta kembali ke Jakarta dan menempati rumah wakil presiden di Jalan Merdeka Selatan Jakarta. (pul)
Pulung Ciptoaji
31.07.23
Peristiwa Kudatuli 1996. Foto dok timesindonesia
abad.id-Tahun 1996 bisa diartikan percikan perpecahan di tubuh ABRI yang pada puncaknya terjadi reformasi dua tahun berikutnya. Ada kelompok ABRI gerakan mantan Panglima Kodam Jaya A.M. Hendropriyono dan Agum Gumelar, mantan Panglima Kopassus. Dua tokoh ini secara terbuka mendukung putri Soekarno, Megawati Soekarnoputri, untuk menjadi Ketua Umum PDI di sebuah kongres tahun 1993.
Dua jendral ini berada di belakang Megawati saat menghadapi lawan politik para jendral yang ingin menyingkirkannya sebelum Pemilu 1997. Para jenderal itu terdiri dari Panglima ABRI Faisal Tanjung, Panglima Kodam Jaya Sutiyoso, dan Kepala Staf Kodam Jaya Susilo Bambang Yudhoyono.
Baca Juga : Ada Cerita Dibalik Tidurnya Gus Dur
Dalam buku Menyibak Tabir Orde Baru, Memoar Politik Indonesia 1965-1998 tulisan Yusuf Wanandi, seakan terlalu memposisikan Benny Moerdani sebagai tokoh yang mengerti sejak awal peristiwa itu. Digambarkan Wanadi, saat itu Benny Moerdani sudah tidak punya jabatan. Namun dari belakang layar Benny Moerdani terlibat dalam pertarungan tersebut. Kepada Agum Gumelar dan Hendropriyono, Benny menyatakan, "Kita harus melindungi Megawati. Jangan sampai mengecewakan dia. Saya tahu orang tua itu ingin menggesernya. Ini tidak adil," tulis Yusuf Wanandi.
Namun mereka tidak dapat berbuat banyak, dan hanya bisa melindung Megawati sampai batas tertentu. Sebab ruang gerak para jendral ini juga dibatasi. Hingga muncul sebuah keputusan pada tanggal 20-22 Juni 1996, Fraksi PDI yang mendukung pemerintah mengadakan kongres untuk menggantikan Megawati.
Baca Juga : Cerita Gus Dur Siap Mengerahkan Seribu Jin
Hasilnya nama Soerjadi disiapkan untuk menjadi ketua umum. Faisal Tanjung menyediakan dana dan pengamanan untuk mendukung Soerjadi. Melihat kondisi yang tidak menguntungkan, seorang pendukung Megawati asal Flores, Jacob Nua Wea, menjadi penyelamat Megawati. Jacob Nua Wea, yang kelak menjadi Menteri Tenaga Kerja saat Megawati menjadi presiden itu menghantam gedung pertemuan dengan beberapa kendaraan. Akibatnya muncul kekacauan. Ulah Jacob Nua Wea berhasil menggagalkan kongres. Soerjadi tidak pernah dipilih oleh kongres yang sah, sementara Megawati mendirikan partai tandingan PDI, yang kemudian dikenal sebagai PDI Perjuangan.
Dalam buku Menyibak Tabir Orde Baru, Memoar Politik Indonesia 1965-1998 tulisan Yusuf Wanandi, lagi lagi digambarkan kekuatan politik Megawati menjadi besar karena campur tangan Benny. Menurut Yusuf, dimulai pada pemilu tahun 1987, Benny mengizinkan PDI mengadakan pawai politik besar-besaran dengan menggunakan poster dan foto Soekarno. Menggunakan koneksi pribadinya dengan PDI dan keluarga Soekarno. Benny bekerja sama dengan Agum Gumelar dan Hendropriyono. “Benny bercerita kepada Harry Tjan dan saya di kemudian hari bahwa hanya memberikan nasihat dan memantau kejadian," cerita Yusuf.
Yusuf Wanandi mengaku sangat tahu posisi Soerjadi pesaing Megawati dalam pemilihan ketua PDI. Sebab Soerjadi pernah bekerja di perusahaan Sofjan Wanandi adiknya. Itulah sebabnya, Sofjan Wanandi tokoh Golkar tersebut mendukung Soerjadi dan tidak percaya kepada Megawati, putri Soekarno yang pernah ia paksa turun dari jabatan presiden pada tahun 1965-1966.
Baca Juga : Alasan Gus Dur Senang Ziarah Kubur
Hubungan Sofjan dan Soerjadi sudah dimulai sejak tahun 1965 ketika ia memimpin gerakan mahasiswa PNI yang anti-PKI. Soerjadi asal Semarang dan menantu Hadisubeno, seorang tokoh dalam jajaran pimpinan PNI. Sebagai pemimpin mahasiswa, Soerjadi dekat dengan Sofjan yang ketika itu adalah aktivis KAMI. Itulah sebabnya, di kemudian hari Soerjadi menjadi pemimpin di salah satu perusahaan Sofjan.
“Bagi saya, Megawati menjadi pilihan yang lebih baik karena populer dan tokoh oposisi. Soerjadi hanya didukung militer. Kekhawatiran saya saat itu, ketika para jenderal melakukan gerakan untuk menyerang kantor PDI di Jalan Diponegoro,” kata Yusuf Wanandi.
Baca Juga : Dua Jendral Bertarung di Peristiwa Malari 1974
Ternyata kekawatiran itu menjadi kenyataan. Hari Sabtu 27 Juli 1996 terjadi insiden buruk. Dua kelompok berebut kantor PDI hingga banyak jatuh korban. Peristiwa ini dikenal istilah Kudeta 27 Juli (Kudatuli). Kelompok Soerjadi mengerahkan preman untuk melakukan penyerangan. Baru kemudian tentara datang untuk mengamankan situasi. “Saya merasa situasi tersebut berkembang lebih buruk karena menggunakan preman, tak terbayang apa lagi yang dapat mereka perbuat dan jumlah korbannya,” cerita Yusuf Wanandi. (pul)
Pulung Ciptoaji
27.07.23
Penanggalan Jawa Sebelum Akulturasi Budaya
Abad.id - Dari masa Sultan Agung berkuasa hingga sekarang, belum ada yang berani melakukan perubahan atau penyesuaian. Ada yang berpendapat kalau Penanggalan Jawa seharusnya setiap 75 atau 120 tahun sekali harus diadakan penyesuaian. Ada yang berpendapat, kalau sekarang dekade perhitungan tahun ABOGE sudah berakhir dan sudah seharusnya diganti dekade perhitungan tahun ASAPON.
Terlepas dari berbagai pendapat tersebut, lebih baik demi kembalinya sebuah Jati Diri bangsa, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang punya dan kuat Jati Diri-nya. lebih baik kita kembali pada Penanggalan Jawa asli yang diciptakan oleh Mpu Hubayun (911 SM) dan kita usahakan menjadi kalender nasional atau bahkan kalender internasional, karena Jawa adalah Global genius, bukan Local genius. Dengan pertimbangan :
1. Penanggalan Jawa Mpu Hubayun adalah Penanggalan Jawa asli dan yang pertama atau tertua (911 SM).
2. Kalender yang penuh dengan nilai-nilai filosofi tinggi, yang menandakan bangsa kita adalah bangsa yang besar. Sehingga kalau bisa Penanggalan Jawa diangkat menjadi Kalender Nasional Negara Indonesia. Karena tidak semua bangsa dan negara di dunia memiliki kalender sendiri.
3. Kalender yang mengarah pada keselarasan atau keharmonian alam semesta, karena berdasarkan proses awal terjadinya alam semesta (Sangkan Dumadining Bhawana).
4. Penanggalan Jawa yang selaras dengan aksara Jawa, Sangkan Dumadining Bhawana dan Sangkan paraning Dumadi.
5. Satu-satunya kalender di dunia yang mengakomodasi makrokosmos dan mikrokosmos, sehingga tidak sekedar kalender yang hanya memakai hitungan angka.
6. Penanggalan Jawa harus berdiri diatas semua golongan (agama, suku). Karena makna kata JAWA itu sendiri tidak bermakna sukuisme maupun kedaerahan (teritorial).
Sedangkan Penanggalan Jawa Sultan Agung, selain adanya polemik dengan berbagai pendapat yang berbeda juga terlalu banyak mengadopsi pengaruh Islam. Sehingga orang yang tidak memeluk agama Islam, muncul perasaan tidak merasa ikut memiliki, sedang pemeluk agama Islam sendiri juga banyak yang tidak merasa memiliki karena dianggapnya peninggalan agama Hindhu. Semua itu berakibat hilangnya nilai-nilai kebersamaan, gotong-royong, guyub-rukun, yang menjadi ciri-khas bangsa kita. Akibatnya sekarang ini banyak orang yang sudah tidak mengenal lagi atau sudah tidak peduli pada Penanggalan Jawa, aksara Jawa dan Budaya Jawa.
7. Kalender atau penanggalan adalah simbol kehidupan sehari-hari, sementara kalender yang ada sekarang ini dan menjadi kalender resmi nasional negara Indonesia, tercetak angka besar kalender Masehi dan angka kecil kalender Hijriah. Tanpa kita sadari sudah cukup lama ada kekuatan tertentu yang ingin menghancurkan Nusantara/Indonesia dengan berawal menghilangkan simbol kehidupan sehari-hari Nusantara/Jawa. Alhasil sekarang ini secara umum bangsa kita merasa malu, hina dan tidak bangga menggunakan simbol-simbol Nusantara dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga terpuruklah bangsa kita sekarang ini.
A. PENETAPAN HARI DALAM PENANGGALAN JAWA (Makrokosmos)
1. Hari ke-1 berdasarkan Surya disebut Radite atau Rawiwara sekarang Minggu (Dipengaruhi Planet Matahari), neptunya 5.
2. Hari ke-2 berdasarkan Rembulan disebut Suma atau Sumawara sekarang Senen (Dipengaruhi Planet Bulan), neptunya 4.
3. Hari ke-3 berdasarkan Kartika-I disebut Anggara atau Manggala sekarang Selasa (Dipengaruhi Planet Mars), neptunya 3.
4. Hari ke-4 berdasarkan Pertiwi disebut Buda atau Pertala sekarang Rebo (Dipengaruhi Planet Bumi), neptunya 6.
5. Hari ke-5 berdasarkan Kartika-II disebut Respati sekarang Kamis (Dipengaruhi Planet Jupiter), neptunya 8.
6. Hari ke-6 berdasarkan Kartika-IV disebut Sukra sekarang Jum’at (Dipengaruhi Planet Uranus dan Venus), neptunya 6.
7. Hari ke-7 berdasarkan Kartika-III disebut Tumpak sekarang Sabtu (Dipengaruhi Planet Saturnus), neptunya 9.
B. SIFAT – SIFAT MAKROKOSMOS
1. Matahari adalah bintang induk Tata Surya dan merupakan komponen utama sistem Tata Surya ini. Bintang ini berukuran 332.830 massa bumi. Massa yang besar ini menyebabkan kepadatan inti yang cukup besar untuk bisa mendukung kesinambungan fusi nuklir dan menyemburkan sejumlah energi yang dahsyat. Kebanyakan energi ini dipancarkan ke luar angkasa dalam bentuk radiasi eletromagnetik, termasuk spektrum optik.
2. Bulan adalah satu-satunya satelit alami Bumi, dan merupakan satelit alami terbesar ke-5 di tata surya. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya sendiri dan cahaya Bulan sebenarnya berasal dari pantulan cahaya Matahari.
3. Mars (1,5 SA dari matahari, SA : Satuan Astronomi = ± 150 juta kilo meter) berukuran lebih kecil dari bumi dan Venus (0,107 massa bumi). Planet ini memiliki atmosfer tipis yang kandungan utamanya adalah karbon dioksida. Permukaan Mars yang dipenuhi gunung berapi raksasa seperti Olympus Mons dan lembah retakan seperti Valles marineris, menunjukan aktivitas geologis yang terus terjadi sampai baru belakangan ini. Warna merahnya berasal dari warna karat tanahnya yang kaya besi. Mars mempunyai dua satelit alami kecil (Deimos dan Phobos) yang diduga merupakan asteroid yang terjebak gravitasi Mars.
4. Bumi (1 SA dari matahari) adalah planet bagian dalam yang terbesar dan terpadat, satu-satunya yang diketahui memiliki aktivitas geologi dan satu-satunya planet yang diketahui memiliki mahluk hidup. Hidrosfer-nya yang cair adalah khas di antara planet-planet kebumian dan juga merupakan satu-satunya planet yang diamati memiliki lempeng tektonik. Atmosfer bumi sangat berbeda dibandingkan planet-planet lainnya, karena dipengaruhi oleh keberadaan mahluk hidup yang menghasilkan 21% oksigen. Bumi memiliki satu satelit, bulan, satu-satunya satelit besar dari planet kebumian di dalam Tata Surya.
5. Yupiter (5,2 SA), dengan 318 kali massa bumi, adalah 2,5 kali massa dari gabungan seluruh planet lainnya. Kandungan utamanya adalah hidrogen dan helium. Sumber panas di dalam Yupiter menyebabkan timbulnya beberapa ciri semi-permanen pada atmosfernya, sebagai contoh pita pita awan dan Bintik Merah Raksasa. Sejauh yang diketahui Yupiter memiliki 63 satelit. Empat yang terbesar, Ganymede, Callisto, Io, dan Europa menampakan kemiripan dengan planet kebumian, seperti gunung berapi dan inti yang panas. Ganymede, yang merupakan satelit terbesar di tata surya, berukuran lebih besar dari Merkurius.
6. Uranus (19,6 SA) yang memiliki 14 kali massa bumi, adalah planet yang paling ringan di antara planet-planet luar. Planet ini memiliki kelainan ciri orbit. Uranus mengedari matahari dengan bujkuran poros 90 derajad pada ekliptika. Planet ini memiliki inti yang sangat dingin dibandingkan gas raksasa lainnya dan hanya sedikit memancarkan energi panas. Uranus memiliki 27 satelit yang diketahui, yang terbesar adalah Titania, Oberon, Umbriel, Ariel dan Miranda.
7. Venus (0,7 SA dari matahari) berukuran mirip bumi (0,815 massa bumi). Dan seperti bumi, planet ini memiliki selimut kulit silikat yang tebal dan berinti besi, atmosfernya juga tebal dan memiliki aktivitas geologi. Akan tetapi planet ini lebih kering dari bumi dan atmosfernya sembilan kali lebih padat dari bumi. Venus tidak memiliki satelit. Venus adalah planet terpanas dengan suhu permukaan mencapai 400 °C, kemungkinan besar disebabkan jumlah gas rumah kaca yang terkandung di dalam atmosfer. Sejauh ini aktivitas geologis Venus belum dideteksi, tetapi karena planet ini tidak memiliki medan magnet yang bisa mencegah habisnya atmosfer, diduga sumber atmosfer Venus berasal dari gunung berapi.
8. Saturnus (9,5 SA) yang dikenal dengan sistem cincinnya, memiliki beberapa kesamaan dengan Yupiter, sebagai contoh komposisi atmosfernya. Meskipun Saturnus hanya sebesar 60% volume Yupiter, planet ini hanya seberat kurang dari sepertiga Yupiter atau 95 kali massa bumi, membuat planet ini sebuah planet yang paling tidak padat di Tata Surya. Saturnus memiliki 60 satelit yang diketahui sejauh ini (dan 3 yang belum dipastikan) dua di antaranya Titan dan Enceladus, menunjukan activitas geologis, meski hampir terdiri hanya dari es saja. Titan berukuran lebih besar dari Merkurius dan merupakan satu-satunya satelit di Tata Surya yang memiliki atmosfer yang cukup berarti.
C. PENETAPAN PASARAN DALAM PENANGGALAN JAWA (Mikrokosmos)
Dalam penanggalan Jawa terdapat Pasangan atau Sisihan Hari yang berdasarkan sedulur 4 kalima Pancer yang berupa cahaya :
1. Cahaya berwarna Putih disebut Pethakan sekarang disebut Manis/Legi, unsur Udara atau Oksigen. Neptunya 5
2. Cahaya berwarna Merah disebut Abritan sekarang disebut Jenar/Paing, unsur Api atau Nitrogen. Neptunya 9
3. Cahaya berwarna Kuning disebut Jene’an sekarang disebut Palguna/Pon, unsur Cahaya atau Foton. Neptunya 7
4. Cahaya berwarna Hitam disebut Cemengan sekarang disebut Langking/Wage, unsur Tanah atau Carbon. Neptunya 4
5. Cahaya berwarna Hijau disebut Gesang atau pancer disebut Kasih/Kliwon, unsur air atau Hidrogen. Neptunya 8
D. SIFAT – SIFAT MIKROKOSMOS
1. Udara :
a. Memiliki masa sehingga dapat menimbulkan tekanan
b. Transparan dalam beberapa bentuk radiasi
c. Tidak berwarna, tidak berbau dan tidak dapat dirasakan kecuali dalam bentuk angin.
d. Bersifat elastis dan dinamis, sehingga dapat mengembang dan mengkerut sehingga dapat bergerak dan berpindah
2. Api :
a. Api adalah oksidasi cepat terhadap suatu material dalam proses pembakaran kimiawi, yang menghasilkan panas, cahaya, dan berbagai hasil reaksi kimia lainnya.
b. Api berupa energi berintensitas yang bervariasi dan memiliki bentuk cahaya (dengan panjang gelombang juga di luar spektrum visual sehingga dapat tidak terlihat oleh mata manusia) dan panas yang juga dapat menimbulkan asap.
3. Cahaya :
a. Cahaya merambat lurus
b. Cahaya dapat menembus benda bening
c. Cahaya dapat dipantulkan
d. Cahaya dapat dibiaskan
4. Tanah :
a. Tanah berasal dari pelapukan batuan dengan bantuan organisme.
b. Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral.
5. Air :
a. air mengalir dari permukaan tinggi ke rendah, karena gaya gravitasi
b. air mengalami kapilaritas, yaitu meresapnya partikel air melalui celah2 kecil
c. permukaan air yang tenang adalah datar
d. air dapat memantulkan maupun membiaskan cahaya
e. bayangan benda yang dilihat di air pasti lebih kecil dari ukuran sebenarnya
E. PENETAPAN BULAN DALAM PENANGGALAN JAWA (CANDRA)
- Bulan ke-1 disebut Badra Warna sekarang disebut Sura, Neptunya 7
- Bulan ke-2 disebut Asuji sekarang disebut Sapar, Neptunya 2.
- Bulan ke-3 disebut Kartika sekarang disebut Mulud/Rabi’ulawal, Neptunya 3.
- Bulan ke-4 disebut Pusa sekarang disebut Bakda Mulud/Rabi’ulakhir, Neptunya 5 .
- Bulan ke-5 disebut Manggasri sekarang disebut Jumadilawal, Neptunya 6.
- Bulan ke-6 disebut Sitra sekarang disebut Jumadilakir, Neptunya 1.
- Bulan ke-7 disebut Manggalaka sekarang disebut Rejeb, Neptunya 2.
- Bulan ke-8 disebut Naya sekarang disebut Ruwah/Sadran, Neptunya 4.
- Bulan ke-9 disebut Palguna sekarang disebut Puasa, Neptunya 5.
- Bulan ke-10 disebut Wisaka sekarang disebut Syawal, Neptunya 7.
- Bulan ke-11 disebut Jita sekarang disebut Apit/Dulkaidah/Selo, Neptunya 1.
- Bulan ke-12 disebut Srawana sekarang disebut Besar/Dulhijah, Neptunya 3
F. PENETAPAN TAHUN ATAU WARSA DALAM PENANGGALAN JAWA
1. Tahun ke-1 disebut Sri/Harsa sekarang di sebut tahun Alip, Neptunya 1.
2. Tahun ke-2 disebut Endra/Heruwarsa sekarang di sebut tahun Ehe, Neptunya 5.
3. Tahun ke-3 disebut Guru/Jimantara sekarang di sebut tahun Jimawal, Neptunya 3.
4. Tahun ke-4 disebut Yama/Duryata sekarang di sebut tahun Je, Neptunya 7.
5. Tahun ke-5 disebut Ludra/Dhamma sekarang di sebut tahun Dal, Neptunya 4.
6. Tahun ke-6 disebut Brahma/Pitaka sekarang di sebut tahun Be, Neptunya 2.
7. Tahun ke-7 disebut Kala/Wahyu sekarang di sebut tahun Wawu, Neptunya 6.
8. Tahun ke-8 disebut Uma/Dirgawarsa sekarang di sebut tahun Jimakir, Neptunya 3.
G. PAWUKON ATAU SATUAN MINGGU DALAM PENANGGALAN JAWA
Menurut Wikipedia, Wuku adalah bagian dari suatu siklus dalam penanggalan Jawa dan Bali yang berumur tujuh hari (satu pekan). Siklus wuku berumur 30 pekan (210 hari), dan masing-masing wuku memiliki nama tersendiri. Perhitungan wuku (bahasa Jawa: pawukon) masih digunakan di Bali dan Jawa, terutama untuk menentukan "hari baik" dan "hari buruk" serta terkait dengan weton / nepton. Weton dalam bahasa Bali disebut oton/otonan. Seorang bayi yang berusia 1 siklus wuku (210 hari) disebut 1 oton.
Ide dasar perhitungan menurut wuku adalah bertemunya dua hari dalam sistem pancawara (pasaran) dan saptawara (pekan) menjadi satu. Sistem pancawara atau pasaran terdiri dari lima hari, sedangkan sistem saptawara terdiri dari tujuh hari. Dalam satu wuku, pertemuan antara hari pasaran dan hari pekan sudah pasti, misalkan hari Sabtu Pon terjadi dalam wuku Wugu. Menurut kepercayaan tradisional orang Bali dan Jawa, semua hari-hari ini memiliki makna khusus.
1. Sinta-Batara Yama (Ahad Pahing-Sabtu Pon)
2. Landep-Batara Mahadewa (Ahad Wage-Sabtu Kliwon)
3. Wukir, Ukir-Batara Mahayakti (Ahad Legi-Sabtu Pahing)
4. Kurantil, Kulantir-Batara Langsur (Ahad Pon-Sabtu Wage)
5. Tolu, Tulu-Batara Bayu (Ahad Kliwon-Sabtu Legi)
6. Gumbreg-Batara Candra (Ahad Pahing-Sabtu Pon)
7. Warigalit, Wariga-Batara Asmara (Ahad Wage-Sabtu Kliwon)
8. Warigagung, Warigadian-Batara Maharesi (Ahad Legi-Sabtu Pahing)
9. Julungwangi, Julangwangi-Batara Sambu (Ahad Pon-Sabtu Wage)
10. Sungsang-Batara Gana Ganesa (Ahad Kliwon-Sabtu Legi)
11. Galungan, Dungulan-Batara Kamajaya (Ahad Pahing-Sabtu Pon)
12. Kuningan-Batara Indra (Ahad Wagé-Sabtu Kliwon). Pada wuku ini Hari Raya Kuningan jatuh pada hari Sabtu-Kliwon.
13. Langkir-Batara Kala (Ahad Legi-Sabtu Pahing)
14. Mandasiya, Medangsia-Batara Brahma (Ahad Pon-Sabtu Wage)
15. Julungpujut, Pujut-Batara Guritna (Ahad Kliwon-Sabtu Legi)
16. Pahang-Batara Tantra (Ahad Pahing-Sabtu Pon)
17. Kuruwelut, Krulut-Batara Wisnu (Ahad Wagé-Sabtu
18. Marakèh, Merakih-Batara Suranggana (Ahad Legi-Sabtu Kliwon)
19. Tambir - Batara Siwa (Ahad Pon - Sabtu Wagé)
20. Medangkungan-Batara Basuki (Ahad Kliwon - Sabtu Legi)
21. Maktal - Batara Sakri (Ahad Pahing - Sabtu Pon)
22. Wuyé, Uye-Batara Kowera (Ahad Wagé-Sabtu Kliwon)
23. Manahil, Menail-Batara Citragotra (Ahad Legi-Sabtu Pahing)
24. Prangbakat-Batara Bisma (Ahad Pon-Sabtu Wagé)
25. Bala-Batara Durga (Ahad Kliwon-Sabtu Legi)
26. Wugu, Ugu-Batara Singajanma (Ahad Pahing-Sabtu Pon)
27. Wayang-Batara Sri (Ahad Wagé-Sabtu Kliwon)
28. Kulawu, Kelawu-Batara Sadana (Ahad Legi-Sabtu Pahing)
29. Dukut-Batara Sakri (Ahad Pon-Sabtu Wagé). Pada wuku ini Anggara Kasih pada hari Selasa Kliwon dianggap keramat oleh orang Jawa.
30. Watugunung-Batara Anantaboga (Ahad Kliwon-Sabtu Legi). Pada wuku ini hari Jumat Kliwon dianggap keramat oleh orang Jawa dan sebagai hari Saraswati yang dianggap suci oleh orang Bali.
.
H. PARINGKELAN DALAM PENANGGALAN JAWA
1. Tungle atau Ujungan (Ron)
2. Aryang atau Tiyang (Wong)
3. Warungkung atau Sato (Kewan)
4. Paningron atau Ulam (Iwak)
5. Uwas atau Peksi (Manuk)
6. Mawulu (Wiji)
I. MANGSA DALAM PENANGGALAN JAWA
Mangsa adalah nama waktu sebulan (seperdua belas tahun) tetapi lamanya tidak sama, ada yang kurang dari 30 hari dan ada juga yang lebih dari 40 hari. Perhitungan mangsa dimulai dan matahari tampak di sebelah utara (bulan Juni). Mangsa juga merupakan penggambaran indikator birahi alam, sehingga mangsa banyak digunakan para petani untuk pedoman bercocok tanam.
Contoh : 1. birahinya anjing kawin itu mangsa 9, sehingga tidak akan kita temukan anjing kawin pada mangsa yang lain. 2. Adanya musim buah – buahan.
Nama mangsa pada umurnya sebagai berikut :
1. Kartika = Kasa = 22 Jun – 01 Agt = 41
2. Pusa = Karo = 02 Agt – 24 Agt = 23
3. Manggasari = Katelo = 25 Agt – 17 Sep = 24
4. Sitra = Kapapat = 18 Sep – 12 Okt = 25
5. Manggakala = Kalima = 13 Okt – 08 Nop = 27
6. Naya = Kaenem = 09 Nop – 21 Des = 43
7. Palguna = Kapitu = 22 Des – 02 Peb = 43
8. Wisaka = Kawolu = 03 Peb – 28 Pem = 26
9. Jita = Kasongo = 01 Mar – 25 Mar = 25
10. Srawana = Kasepuluh = 26 Mar – 18 Apr = 24
11. Badrawana = Kasewelas = 19 Apr – 11 Mei = 23
12. Asuji = Karolas = 12 Mei – 21 Jun = 41
Pranata mangsa dalam penanggalan Jawa
Mangsa Kasewelas disebut pula Dhestha.
Mangsa Karolas disebut pula Sadda.
J. HARI SENGKALA DALAM PENANGGALAN JAWA
Hari sengkala adalah hari wewenang jin untuk memusuhi (menggoda / mengganggu) manusia, oleh karena itu bagi manusia adalah sengkala artinya halangan atau gangguan.
Nama hari-hari sengkala adalah :
1. Sampar wangke = tersandung bangkai = tidak baik untuk punya hajat, bepergian jauh atau maju perang.
2. Tali wangke = tali bangkai = tidak baik untuk punya hajat, pergi jauh dan maju perang.
3. Sari Agung = larangan besar = tidak baik untuk punya hajat, pergi jauh dan maju perang.
4. Kala Renteng = kala hari berturut-turut, tidak baik untuk punya hajat, pergi jauh dan maju perang.
5. Aryang = ringkel jalma = nasib tidak baik untuk manusia, tidak baik untuk punya hajat, pergi jauh dan maju perang.
K. HARI BAIK DALAM PENANGGALAN JAWA
Menurut kepercayaan kuno ada dua hari baik untuk punya hajat dan berusaha :
1. Sri tumpuk, baik untuk meminang, menikah, mulai mananam segala macam tananam, mulai berusaha (berdagang atau mendirikan perusahaan)
2. Bulan atau wuku yang ada harinya Anggara Kasih, baik untuk meminang, menikah, khitanan, boyongan, dan segala macam usaha.
L. HARI KELAHIRAN
Hari kelahiran biasanya dianggap baik bagi yang orang lahir pada hari itu, oleh karena banayk orang yang memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa, bersemadi, bersedekah dan lain sebagainya. Bahkan pada hari kelahirannya dipergunakan segala macam hajat yang baik, misalnya pindah rumah, mendirikan rumah, mulai berusaha dan segala macam perbuatan baik. Biasanya yang dianggap tantangan bagi seseorang sesuai dengan kelahirannya ialah hari Puput Puser, ialah pang kal pusatnya sudah mengering lalu lepas dari perutnya.
M. DINA UWAS
Hari yang tidak pernah ditempati tahun baru Jawa disebut Dino Uwas (Dino tanpo tanggal) tidak baik untuk segala keperluan, hari tersebut antara lain :
1. Selasa Wage
2. Rabu `Legi
3. Kamis Pon
4. Sabtu Kliwon
5. Minggu Pahing
N. WATAK TAHUN KETIKA TAHUN BARUNYA (1 SURA) JATUH PADA HARI :
1. Radite (Minggu) : tahun kelabang atau date kenobo
2. Soma (Senen) : tahun cacing atau soma werjita
3. Anggara (Selasa) : tahun kepiting atau anggara rekata
4. Buda (Rabu) : tahun kerbau atau buda mahesa
5. Respati (Kamis) : tahun serangga atau respati mimi-mintuna
6. Sukra (Jum’at) : tahun udang atau sukra lengkara
7. Tumpak (Sabtu) : tahun kambing atau tumpak menda
Demikian sekilas tentang sejarah penanggalan Jawa. Semoga bisa mendatangkan manfaat dalam hidup dan kehidupan kita. Membangkitkan simbol simbol kehidupan Nusantara untuk menuju kebangkitan Nusantara Jaya.
Malika D. Ana
24.07.23
Akulturasi Budaya Pada Penanggalan Jawa di Jaman Sultan Agung
Abad.id - Dijaman Kerajaan Mataram Islam dipimpin oleh Sultan Agung Hanyakra Kusuma, waktu itu ada ancaman pengaruh bangsa asing (VOC) yang sudah menguasai Sunda Kelapa (Batavia) yang mengancam keselamatan rakyat maupun kedaulatan negara. Sehingga Sang Sultan berpikir bagaimana membuat rakyatnya rukun dan bersatu yaitu dengan cara meng-Akulturasi-kan tiga unsur budaya yang ada pada waktu itu (Jawa, Hindhu, Islam), disimboliskan pada bentuk perubahan Penanggalan Jawa. Tetapi karena berbeda pedoman dasar peredaran yaitu Matahari (Solar) untuk Penanggalan Jawa dan kalender Hindhu, sedangkan Bulan (Lunar) untuk kalender Hijriah, sehingga walaupun disatukan (khususnya Penanggalan Jawa dan Kalender Hijriah) dengan cara dihilangkannya satu masa Penanggalan Jawa (4 windu=4×8=32 tahun), tetapi walau begitu tetap saja berselisih satu hari. Karena hal ini pula akhirnya muncullah istilah tahun ABOGE (tahun Alip, tanggal 1 Suro jatuh hari Rebo Wage) dan tahun ASAPON (tahun Alip, tanggal 1 Suro jatuh hari Seloso Pon). Perubahan ini bertepatan tanggal 1 Muharram 1043 H = 29 Besar 1554 Jawa = 8 Juli 1633 M.
Penggunaan sistem kalender merupakan salah satu bentuk akulturasi. Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia telah mengenal Kalender Sakka yang dimulai pada tahun 78 Masehi.
Dalam kalender Sakka ditemukan 5 nama pasaran hari, yaitu : legi, pahing, pon, wage, dan kliwon. Ini berarti jika putaran hari pasaran di mulai dari legi, maka ketika telah sampai kliwon maka akan kembali lagi dari legi.
Setelah Islam berkembang, Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (Komariah) seperti tahun Hijriyah (Islam).
Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syura/Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa, dan sebagainya.
Sementara itu, nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Bahkan hari pasaran pada pada kalender Sakka juga digunakan.
Kalender Sultan Agung dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 8 Agustus 1633 Masehi.
Daftar nama hari, pasaran, bulan, tahun Jawa dan neptunya dapat anda perhatikan gambar di atas. Seperti yang tertulis pada deskripsi gambar bahwa orang Jawa sebelum membuat suatu acara harus menentukan terlebih dahulu kapan hari baik dan buruk dengan perhitungan hari, pasaran, bulan dan tahun. Mengapa demikian? Sedang generasi masakini menganggap bahwa semua hari itu baik. Terlepas dari perbedaan tersebut, bahwa pemilihan hari, pasaran, bulandan neptu mencerminkan bahwa orang Jawa itu penuh kehati-hatian dalam bertindak atau berbuat. Sebelum melakukan sesuatu mereka selalu memperhatikan kelancaran dan keselamatan suatu acara yang akan dilaksanakan, agar tidak ada kendala yang datang. Namun, hal itu terkadang dianggap syirik oleh kepercayaan lain. Itulah kebhinekaan budaya Indonesia, kerukunan dalam perbedaan terkadang terlalu susah untuk kita jalani.(mda)
Malika D. Ana
23.07.23
Presiden Soekarno, Panglima Tertinggi Angkatan bersenyata/ Pemimpin Besar Revolusi didampingi Rektor UNPAD Sanusi Harjadinata, tiba di ruang pengukuhan gelar doktor dan doktor honoris causa dalam ilmu Sejarah
abad.id-Presiden Soekarno mendapatkan gelar doktor honoris causa dari Universitas Negeri Pajajaran pada 23 Desember 1964 di Bandung. Gelar Doktor HC ini sudah ke 25 kalinya diberikan kepada Soekarno atas dedikasi, pengembangan keilmuan dan kemanusiaan. Gelar Doktor HC di Universitas Negeri Pajajaran ini berkat dukungan promotor Prof Dr Roeslan Abdulgani.
Baca Juga : Cita Cita Besar Sukarno Anti Kolonialisme Dimulai Dari Sini
Sebelumnya Soekarno pernah mendapatkan gelar Doktor HC dari beberapa universitas ternama di dunia. Antara lain dari Bukarest University, Rumania, Doctor bidang hukum, dari Sofia University, Sofia, Bulgaria, Doctor bidang hukum, Budapest University, Hongaria, Doctor of Tech. nical Science, Al Azhar University Kairo, Doctor of Philo Sophy, La Paz University, Bolivia, Doctor of Social and Political Sciences, ITB Bandung, Doctor of Technical Science, Universitas Indonesia Jakarta,Doctor of Social Science, Universitas Hasanuddin Makasar Doctor of Law and Political Science and International Relations, Manila University of the Philippines, Doctor of Law, Royal Phnom Penh University Phnom PenhKamboja, Doctor of Law, Institute of Academy Pyongyang, Korea Utara Academician Doctor of Sciences, IAIN Jakarta Doctor Honoris Causa Ilmu Usuluddin bidang Da'wah, serta Universitas Pajajaran, Doctor Honoris causa dalam Ilmu Sejarah.
Menurut Soekarno, 24 kali gelar Doctor Honoris Causa oleh Universitas terkemuka sebelumnya berdasarkan atas penilaian Promotor atau Rektor dengan alasan-alasan tertentu. “Di universitas-universitas Amerika misalnya, Tuan Soekarno itu, Tuan Soekarno ini berjasa ini ini ini ini ini, singkat, maka berdasar itu kami menggelari beliau Doctor Honoris Causa,” cerita Soekarno dalam pidato gelar Doktor HC di Universitas Negeri Pajajaran.
Di Universitas-universitas lain secara panjang lebar promotor0promotor mengemukakan alasan-alasan. Misalnya di Karl University di Praha panyang lebar sekali. Demikian pula di Universitas Al Azhar di Cairo panyang sekali. Di Universitas-universitas di Tanah Air juga panyang sekali. “ 24 kali saya digelari, gelar Doktor Honoris Causa dengan alasan panjang atau singkat-singkatan dan tiap-tiap kali diminta saya memberi sambutan,” kata Soekarno berbangga.
Baca Juga : Menguji Wibawa Sukarno di Pertempuran 10 November
Dalam kuliah umum tersebut, Soekarno mengaku bahwa pisau analisa yang selalu dipakai dalam mengupas sejarah dan mengambil pelajaran penting daripada peristiwa tersebut menggunakan pisau analisa Marxisme. Marxisme merupakan tidak sekedar mengupas sejarah tetapi berhasil mengambil pelajaran dari sejarah. Seperti yang dikutip Sir John Seeley dalam bukunya "The expansion of England". Disebutkan bahwa harus mempelajari sejarah, agar menjadi bijaksana lebih dahulu. Agar menjadi tahu kemana harus berjalan. “Orang yang tidak mempelajari atau mengambil pengajaran dari sejarah sebetulnya orang yang tidak bijaksana. Orang yang tidak mengetahui sejarah, orang demikian itu tidak mengetahui tujuan. Oleh karena itu sejak muda saya sudah gemar dan mempelajari sejarah mengambil pengajaran dari sejarah,” kata Soekarno.
Orang yang tidak tahu Marxisme mendengar perkataan materialisme sudah njingkat. ”Njingkat artinya seperti disengat oleh unggas atau disengat oleh lebah yang sakit, terus berteriak, Ho,materialis! Marxis! Materialis! Marxis! dus tidak kenal barangbarang yang ghaib,”.
Menurut Soekarno, materialisme sejarah itu lain daripada filosofis materialisme, lain dari pada wijsgeerig materialisme. Materialisme historis satu pisau untuk mengupas sejarah, satu methode berfikir, satu methode untuk mengupas sejarah, untuk mengerti sejarah untuk mengetahui jalannya sejarah.
“Sejarah itu satu hal yang kompleks, satu kompleksitas, Saudara-saudara. Mahasiswa-mahasiswa jangan kira sejarah itu seperti tempo hari sudah pernah saya katakan, kejadian-kejadian tahun ini, kejadian itu, tahun ini kejadian itu, tahun ini kejadian itu, tahun ini kejadian itu, tahun ini kejadian itu. Kalau engkau sudah hafal kejadian kejadian serta tahun tahunnya, lantas kau berkata, bahwa engkau telah mengetahui sejarah. Tidak! Tidak! Kejadian-kejadian itu sekedar satu bagian, bagian, bagian, bagian, bagian dari sejarah,” kata Soekarno.
Baca Juga : Jenderal Loyalis Sukarno Tewas di Riung Gunung
Kejadian itu sendiri, kejadian kecil. Kejadian itu, ambillah misalnya tahun 1825 Diponegoro telah mulai peperangan melawan Belanda. Jangan kira kejadian tahun 1825 itu, itulah sejarah. Tidak, itu sekedar satu bagian dari sejarah.
Ambil contoh buat mahasiswa-mahasiswa, ini gedung, inilah yang dinamakan gedung, tapi jubin ini, ini bukan gedung, jubin ini adalah sekedar bagian gedung. Gedung ini terdiri dari jubin itu, itu, itu, dari jendela itu, dari plafond itu. Jubin ini adalah bagian dari pada gedung, tapi jubin ini bukan gedung. Pintu itu bagian daripada gedung, tapi pintu itu bukan gedung. Jendela itu adalah bagian daripada gedung, tapi jendela itu bukan gedung, atap di atas kita ini adalah bagian daripada gedung, tapi atap ini bukan gedung.
Jadi jikalau engkau he, mahasiswa-mahasiswi ingin mengetahui sejarah, ketahuilah lebih dahulu bahwa sejarah itu adalah satu kompleksitas, satu rangkaian daripada kejadian-kejadian dan sebagai kukatakan di Universitas Gajah Mada tiga hari yang lalu, kejadian-kejadian ini mempunyai causali teit satu sama lain, sebab dan musababnya.
“Ini adalah sebabnya yang melahirkan kejadian ini. Ini menyadi sebab pula daripada kejadian ini. Ini menyadi sebab pula daripada kejadian ini. Ini adalah pula suatu daripada kejadian ini. Ini menyadi sebab daripada kejadian ini. Ini adalah kejadian, kejadian, kejadian, kejadian, kejadian, kejadian, tetapi ini sendiri bukan sejarah, ini sendiri bukan scjarah, ini sendiri bukan sejarah, ini sendiri bukan sejarah, ini sendiri bukan sejarah, ini sendiri bukan sejarah, ini sendiri bukan sejarah. Sejarah adalah ini rangkaian kejadian kejadian yang bercausaliteit satu sama lain itu. Causaliteit yaitu, sebab musabab, sebab musabab, sebab musabab,” tambah Soekarno.
Baca Juga : Sukarno dan Suharto Pernah Tunjuk Bintang Dua Jadi Panglima
Untuk mengerti rangkaian daripada sebab musabab ini, Soekarno selalu mempergunakan pisau yang amat tajam yaitu pisau historismaterialisme untuk mengupas sejarah. Jadi arti “historis" disini sudah jelas. Tapi apa itu, arti “materialisme" dalam, historismaterialisme"?. Materialisme disini harus dibedakan dari wijsgeerig atau filosofis materialisme. Apa itu wijsgeerig materialisme? Wijsgeerigmaterialisme satu isme yang boleh dikatakan dengan gampang tidak mengakui adanya barangbarang ghaib. Semua itu adalah barang wadah, barang benda, tidak ada barang ghaib, semua itu adalah benda, materi wadah. Itu adalah wijsgeerigmaterialisme, atau philosofis materialisme.
Misalnya kita mempunyai anggapan ghaib tentang pikiran. Pikiran adalah satu hal yang ghaib, memang siapa bisa merasa pikiran, siapa yang bisa melihat pikiran. Pikiran adalah satu hal yang ghaib, ghaib artinya tidak bisa dilihat, tidak bisa di raba, tidak bisa kita onderkennen, dengan kita punya panca indera. Itu ghaib. Tidak bisa kita lihat, tidak bisa kita rasakan, tidak bisa kita raba, tidak bisa kita dengar, tidak bisa kita cium baunya. Apabila panca indera kita, atau five senses kita, penciuman, pendengaran, penglihatan, perasaan, dan satu lagi yaitu perabaan kita, ini panca indera kita, five senses kita tidak bisa onderkennen barang sesuatu, maka itulah dinamakan barang ghaib.
Wijisgeerig materialisme atau philosophical materialiame tidak mengakui akan adanya alam yang tidak bina diraba, di onder. Kennen dengan panca indera, misalnya aku tadi katakan fikiran. Kalau menurut wijageerig materialiame, fikiran itu sekedar satu syncretie daripada otak, Otak, hm, hm, hm, itu adalah materi di dalam kau punya tengkorak. Itu namanya otak, nah itu bisa dilihat, bisa diraba, itu ah berproses menyadi fikiran. Kalau otaknya itu mudah tidak ada, tidak akan ada fikiran. Itulah wijngcerigmaterialiame.
Tapi historis materialisme adalah lain, ia adalah cara pengupasan sejarah. Aaya bicara tentang sejarah oleh karena saya didokteri ilmu sejarah. Saya bicara tentang cara pengupanan sejarah menurut analisa materialistis dalam arti lain dari wijsgeerig materialisme.
Saudara-saudara, begini, supaya saudara saudara lebih mengerti, Marxisme itu pada dasarnya adalah satu filosofi yang dialektis. Mahasiswa-mahasiswi tahu dialektis itu apa, dialektis itu apa; dialektis ialah rangkaian daripada these dan anti these, selalu sesuatu hal membangunkan ia punya anti, sesuatu hal musti membangunkan ia punya anti these. These dan anti thene ini, menyadi satu. menjadi synthese tapi synthese ini menyadi these lagi, yang melahirkan satu anti these baru.
Baca Juga : Berhati Mulia, Sukarno Masih Mengampuni Maukar Calon Pembunuhnya
These dan anti these menyadi synthese, synthese menyadi these dan anti these baru. Ah terus berangkai. Itu adalah dialektika dalam filosofi. Dialektical filosofi, Ini Marx belajarnya atau mengambilnya daripada filosofinya Hegel. Hegel adalah gembong ahli filaafah Jerman. Dialektise filosofie daripada Hegel yaitu, bahwa segala sesuatu itu these anti these menjadi synthese, synthese menyadi these lagi dari anti these baru ini, menyadi synthese, synthese menyadi these begitu terus tidak ada berhenti berhentinya ini diambil over oleh Marx. Tapi Marx balikkan dalam mengambil over falsafah dialektik in. Untuk sejarah itu filasafat Hegel diputerkan oleh Marx, kepalanya di tanah, kakinya ditaruh di atas.
“Kemarin dulu di Univesitas Gajah Mada saya berkata: dijungkir balikkan filsafat dialektik Hegel, Hegel berkata begini yaitu yang nanti didjungkir balikkan oleh Marx , bahwa ini tadi yang dinamakan alam fikiran dan lain-lain itu. Itulah sumber dan dasar daripada sagala materi di dunia ini. Alam fikiran manusia, perasaan manusia itu adalah dasar, kata Hegel yang melahirkan segala hal yang materil,” jelas Soekarno.
“Marx berkata: Salah! Salah! Salah! Bukan bewustzijn dalam alam fikiran, bukan perasaan, yang melahirkan barang-barang. Materiil, tapi sebaliknya barang-barang materiillah yang melahirkan bewustzijn manusia. Yang dibalik itu ucapan Hegel tadi itu yang berkata alam fikiran, perasaan melahirkan barang materiil, cara hidup materiil, itu adalah hasil dan akibat daripada akal, fikiran, perasaan,” kata Soekarno..
“Marx berkata: no Sir, tidak! Harus dibalik! Ia berkata: ,Es ist nicht das Bewusztsein des Menschen das sein Gesellschaftlebensein, aber sein Gesellschaftlebensein das sein Bewusztsein bestimmt". Dalam bahasa Belandanya, Het is niet het bewustzijn van de menschen, dat hun materieel zijn bepaalt. Maar omgekeerd hun materieel zijn, dat hun bewustzijn bepaalt". Itu yang diputarbalikkan,” jelas Soekarno.
Baca Juga : Jejak Sukarno Dibalik Pemberontakan Peta di Blitar Meragukan
Nah, inilah pisau historis materialisme yang selalu pergunakan untuk mengupas sejarah. Oleh karena itu Bung Karno selalu membalikkan segala sesuatu kejadian kejadian didunia ini kesitu, kesitu, kesitu sampai sampai persoalan imperialisme Bung Karno berkata: No, imperialisme itu bukan sebagai dikatakan oleh Gustaf Klemm, dan Gustaf Klemm berkata bangsa kulit putih ngereh, menjajah dunia Timur itu untuk membawa "missionsacree", untuk membawa civilization. Atau Prof Moon berkata bahwa imperialisme itu datang untuk menunjukkan kemegahan daripada, whiteman". tidak! tidak!
Soekarno menyawab pada waktu itu tahun '26: tidak! Mereka datang disini untuk materieelever houding, untuk keperluan materiil, untuk keperluan ekonomi. Untuk keperluan ini untuk keperluan itu. Nah, ini pisau yang saya pakai.
“Saudara saudara misalnya, ambillah satu misal, tadi Cak Roeslan menceriterakan hal "La grande revolution Francaise", Revolusi Perancis yang besar. Saudara saudara tahu bahwa revolusi Perancis yang besar itu adalah membawa akibat, yaitu demokrasi parlementer. Tudjuan demikian dikatakan, daripada revolusi Perancis yang mendatangkan demokrasi parlementair; Revolusi Perancis itu bersemboyan: Engalité, Fraternité dan Liberté! Egalité itu sama rasa dan sama rata. Fraternité persaudaraan, Liberte kemerdekaan. Terjadilah revolusi Perancis di atas, karena, karena semboyannya. Semboyan yang dikemukakan oleh ahli ahli filsafah sebentar sebelum revolusi Perancis meledak; oleh Montesquieu, Voltaire, Rousseau dan sebagainya,” jelas Soekarno..
Ini salah! Revolusi Perancis bukan karena ciptaan cita-cita Egalité, Fraternité, Liberté, yaitu ciptaan daripada satu ide, lantas menjadi revolusi Perancis, tidak! Revolusi Perancis disebabkan oleh hal hal materiil, politik materiil. Sebagai yang saya kupaskan, hasil daripada pengupasan saya adalah:
revolusi Perancis itu hasil daripada penindasan ekonomi politik daripada kaum feodalisme dan kaum Gereja, kepada apa yang dinamakan stand ketiga, derde stand dulu itu.
Ada golongan feodal, Raja dengan ia punya Hertoghertog dengan dia punya Countcountnya dan lain lain, satu golongan yang pada waktu itu bercakrawarti, berkuasa tinggi; ada lagi satu kekuasaan di Perancis pada waktu itu, kekuasaann kaum gereja. Dalam semua hal kaum gereja yang berkuasa. Kemudian ada satu golongan yang besar sekali, rakyat jelata dengan di dalam ada satu kelas yang memandang dirinya kelas ketiga. Kelas ke satu feodal, kelas ke dua gereja, kelas ke tiga ialah satu golongan dari rakyat jelata ini.
Baca Juga : Panggung Sukarno di Hadapan Wartawan Asing
Di Perancis hendak tumbuh, hendak timbul apa yang dinamakan kapitalistische produksi wijze, cara memprodusir barang barang secara kapitalisme dengan timbulnya fabrik fabrik dan kaum buruh. Fabrik dengan kaum buruh, fabrik dengan kaum buruh, fabrik dengan kaum buruh. Itulah cara productie kapitalistis. Timbul kaum buruh yang dinamakan proletar oleh Marx; dan alat alat produksi terlepas dari miliknya kaum buruh. Alat alat produksi ini dimiliki oleh kelas ketiga yang belakang ini dinamakan kelas bordjuis. Dan kelas bordjuis ini merasa nggak enak, kok segala kekuasaan politik di dalam tangannya kaum feodal dan gereja. Kelas bordjuis yang sedang timbul ini, the rising bordjuis , merasa tidak punya kekuasaan untuk merobah materiile verhoudingen di dalam masyarakat agar dia kelas bordjuis ini bisa berkembang. Oleh karena itulah kelas bordjuis atau bordjuasi yang sekarang sedang tumbuh ini derde stand; kelas yang ketiga memberontak terhadap feodalisme, memberontak terhadap kepada gereja.
Karena memberontak terhadap feodalisme dan gereja itu secara sendirian tidak bisa, mereka masih kecil kelas bordjuasi itu mereka mempergunakan rakyat jelata, mengelabui matanya rakyat jelata, memperkudakan rakyat jelata. Rakyat jelata dikerahkan untuk ikut ikut dengan mereka memberontak terhadap feodalisme dan gereja.
Nah, ini inti sari dan arti daripada revolusi Perancis. Mereka menghendaki jangan hanya kaum feodal saya, juga jangan kaum gereja saja, tetapi juga kami, kami, kami harus mempunyai hak pula untuk menentukan hukumhukum negara, hukum hukum ekonomí, hukum pemerintahan. Jalannya ialah apa yang kemudian dinamakan parlementer demokrasi, demokrasi parlementer. Tiap tiap orang boleh menjadi anggota parlemen, tiap tiap orang boleh dipilih menyadi anggota parlemen dan tiap tiap orang boleh memilih anggota parlemen.
“Belakangan saudara saudara kita, kita, kita,kita yang kita melihat wah lah ini, ini parlementer demokrasi, demokrasi parlementer seperti yang dikehendaki oleb kaum bordjuasi itu sebetulnya hanya menguntungkan kaum bordjuasi saya. yah, sebab demokrasi parlementer itu sekedar hanyalah demokrasi politik. Tiap tiap orang boleh memilih dan tiap tiap orang boleh dipilih, menjadi anggota parlemen. Di dalam parlemen itulah yang anggota anggotanya adalah hasil daripada zoogenaamde pemilihan umum duduklah disitu wakil wakil dari bordjuasi, wakil dari rakyat jelata. Wakil dari feodal, wakil dari gereja,” jelas Soekarno.
Baca Juga : Sukarno Marah Atas Tragedi Cikini, Yakin Kartosuwiryo Terlibat
Tetapi bordjuasi selalu mempunyai kemampuan untuk mengadakan pemilihan umum demikian rupa sehingga wakil merekalah yang terbanyak di dalam parlemen itu, dengan mereka punya uang, mereka punya buku buku, mereka punya surat kabar, mereka punya sekolah sekolah, mereka punya universitas universitas etc, etc. Mereka mempunyai cukup alat alat untuk toch di dalam parlemen itu mencapai satu majority.
Karena itu maka Jean Jaures, yang tadi juga disitir oleh Cak Roeslan, pagi pagi telah berkata, ini political democracy. ini adalah hanya political democracy saya yang dikehendaki oleh revolusi Perancis. Ini hanyalah memintakan atau mengadakan atau merebut hak sama untuk semua orang di lapangan politik. tidak: dilapangan ekonomi. Di lapangan ekonomi tidak ada kekuasaan dari kaum buruh, dilapangan ekonomi tidak ada kekuasaan daripada rakyat jelata. Oleh karena itu maka pihak sosialis mengatakan tidak puas dengan parlementaire demokrasi daripada La Grande Revolution de France, tapi menuntut atau berjuang untuk diadakan sosiale demokrasi, sosiale demokrasi, demokrasisosial; bukan sosial demokrasi, social democracy, satu aliran daripada sosialisme.
Bukan itu, tetapi yang dituntut ialah demokrasi sosial, yaitu politik ekonomise demokrasi, demokrasi politik dan demokrasi ekonomi, sama rasa sama rata dilapangan politik, dilapangan sosial dan dilapangan ekonomi untuk semua orang. Nah, inilah pengupasan daripada sejarah historis materialistis daripada revolusi Perancis.
“Pengupasan ini saya jalankan dengan pisau historis materialisme itu. Demikian pula tatkala dalam tahun antara '30'40 kita melihat satu fenomeen besar di Jerman yang dinamakan National sozialismus, atau dinamakan fasisme, Hitlerisme. Saya mencoba pisau analisa ini, apa ini Hitlerisme itu kok lain daripada gerakan gerakan yang dulu. Dulu rakyat di Eropa berrevolusi untuk mengadakan demokrasi parlementer, kemudian rakjat Eropa berjuang hebat untuk mendatangkan sosialisme yaitu pergerakan kaum buruh. Sekarang ada lagi pergerakan hebat, nationalsosialisme, fasisme yang dipimpin oleh Hitler dan Mussolini,” kata Soekarno..
Soekarno kupas dengan pisaunya historis materialisme dan saya sampai kepada satu konklusi: ooh ini adanya fasisme ini, adanya national sosialisme adalah satu kenotwendigan historis.
Baca Juga : Dari Sinilah Kedekatan Sukarno Dengan Nasution Dimulai
Sebagai dikatakan oleh Cak Roeslan, ini sudah historis gedetermineerd, sudah lebih dahulu tertulis di dalam kalbunya sejarah, bahwa nanti satu ketika boleh tidak boleh pasti di Eropa itu datang fasisme, ada Hitler atau tidak ada Hitler. Dengan pengupasan saya ini, saya Saudara saudara sampai kepada keyakinan, ini bukan Hitler yang menggerakkan.
“Hitler itu sekedar sebagai satu·tool, sebagai satu alat, satu penyelenggara saja, yah, sebagaimana misalnya Tengku Abdul Rachman adalah sekedar satu alat, alat daripada imperialisme, alat dari Neokolonialisme yang sekarang ini mempertahankan diri di AsiaTenggara. Malaysia, Saudara saudara saya ini nyimpang sebentar pasti ada. Meskipun ada atau meskipun tidak ada Tengku Abdul Rachman Putra, tetapipun kita berkeyakinan Malaysia itu pasti akan hancur, ada Soekarno atau tidak ada Soekarno. Kenapa saya datang kepada keyakinan kok fasisme itu: adalah historis gedetermineerd,”? jelas Soekarno.
Soekarno memakai kupasan historis materialisme, saya melihat kejadian kejadian daripada kapitalisme itu disatu pihak ditentang oleh satu gerakan hebat, gerakan kaum buruh yang menghendaki hilangnya exploitation de l'homme par l'homme.
Kemarin dihadapan para wanita Soekarno berkata bahwa itu ucapan, perkataan exploitation de l'homme par l'homme saya ambil over dari Jean Juares. Jean Juares pemimpin kaum buruh Perancis. Kapitalisme ini ditentang oleh kaum buruh disatu pihak, dilain pihak kapitalisme itu menderita penyakit dalam tubuhnya sendiri. Penyakit penyakit yang inhaerent, inhaerentic daripada sistim kapitalisme sendiri.
Baca Juga : Johnny Florea Wartawan Asing Ikut Safari Sukarno
Apa penyakit penyakit inhaerent daripada sistim kapitalisme itu sendiri? Oleh Marx dikatakan Kapitalisme tidak boleh tidak membawa innnerlijke conflicten, kapitalisme tidak boleh tidak membawa penyakit penyakit sendiri, bukan penyakit dari luar, tidak. Tetapi dari dalam tubuhnya sendiri, yang karena sistim kapitalisme sendiri, antara lain penyakcit krisis. Kapitalisme tentu mengalami krisis, krisis, krisis, krisis, krisis. Oleh karena produksi, overproduksi, overproduksi, krisis, produksi, overproduksi, overproduksi, overproduksi yang berdasarkan meerwaarde.
“Meerwaarde itu ah, Asmara Hadi apa bahasa Indonesianya, (Asmara Hadi : ,nilai lebih!") ech, nilai lebih, oleh nilai lebih ini, produksi overproduksi telah banyak tidak bisa dijual. Krisis, overproduksi, produksi produksi, produksi, yang berdasarkan nilai lebih. Akhirnya overproduksi, krisis. Dan aku melihat bahwa krisis itu datangnya makin lama makin sering. Dulu sekian tahunlah baru ada krisis, kemudian aku melihat ini ini jangka waktu ini makin lama makin menyempit, penyakit yang inhaerent daripada sistim kapitalisme. Dan aku melihat bahwa pada satu soal kapitalisme itu seperti orang tua, yang selalu kena penyakit. Entah penyakit malaria, bagaimana dokter, reumatik, betul, sekali kena penyakit malaria, sembuh, sekali kumat malarianya, sembuh, sekali kumat malarianya, sembuh, dan antara apa itu sakit dan sakit itu makin lama makin sempit dan aku melihat makin lama makin ia punya badan seperti tidak ada tenaga untuk menentang malaria itu tadi. Tadinya dia kalau berpenyakit malaria hanya dalam tempo 4 hari minum pil sehat lagi. Kemudian sudah satu minggu minum pil belum sehat, kemudian dua minggu minum pil belum sehat lagi,” ujar Soekarno.
Makin lama, makin lama, makin lama, badannya itu seperti tidak ada tenaga untuk mengatasi penyakit malaria itu. Aku melihat di dalam sistim di dalam masyarakat kapitalisme, krisis makin lama makin dekat, tetapi aku melihat pula bahwa tubuh kapitalisme ini makin lama makin tidak mampu.
Nah dilain pihak gerakan kaum buruh makin mendesak, makin mendesak makin mengadakan pukulan pukulan terhadap kapitalisme ini. Dari luar dihantam oleh gerakan kaum buruh, dari dalam menderita penyakit penyakit yang inhaerent tadi. Maka aku datang pada satu konklusi, sebagaimana konklusiku mengenai perang Lautan Teduh tadi itu. Nanti tidak boleh tidak, tidak boleh tidak pasti pecah perang Lautan Teduh. Dan aku berkata nanti tidak boleh tidak di dalam peperangan Lautan Teduh itu kita akan menjadi merdeka oleh karena aku lihat lebih dari dulu, terdahulu juga bahwa rantai daripada imperialisme itu yang paling lemah, de schakel is het zwakst di Vietnam dan Indonesia.
Kalau nanti ada perang Lautan Teduh tidak boleh tidak, ini rantai pecah di Vietnam dan Indonesia. Zonder aku menjebutkan tanggal dan harinya, kata Cak Roeslan. Itu memang benar, aku cuma mengadakan analisa darinada kejadian kejadian.
Baca Juga : Van Mook Rival Sukarno Calon Penguasa Indonesia
“Demikian pula aku mempunyai analisa terhadap pada kapitalisme di Eropa ini, yang makin dekat krisis, krisis, krisis mampu untuk krisis ini. Nanti akan datang satu saat yang di Magelang atau di Jogja beberapa hari yang lalu de laaste de dingspoging van het kapitalisme. Istilah penyelamatan yang terakhir daripada kapitalisme. Kapitalisme sudah megap megap akan mati. Pada saat demikian itu tidak boleh tidak kapitalisme tentu mengadakan suatu usaha terakhir untuk menjelamatkan dirinya,” kata Soekarno.
Dan itu adalah fasisme. Senjata terakhir dari kapitalisme. Dulu senyata kapitalisme sebagai kukatakan tadi waktu menggambarkan La Grande Revolution Francaise ialah parlemen. Tairdemokrasi, demokrasi parlementair. Itu memang baik untuk bordjuasi diwaktu periode kapitalisme sedang bertumbuh, yaitu periode yang aku katakan dengan meniru perkataan Fritz Sternberg, Kapitalismus im aufstieg.
Kalau kapitalisme sedang im aufstieg, sedang menaik huh menaik, makin besar, makin besar, makin kuat, makin kuat, terlahir Kartel, makin terlahir trust, trust, trust, cartel, cartel, cartel. Makin kuat, makin kuat, makin kuat. The political system is parlementarian democracy. Politik sistim daripada kapitalisme im aufstieg, kapitalisme yang sedang menaik adalah parlementarian democracy, demokrasi parlementair.
“Tetapi kapitalisme yang turun, dan ini saya namakan kapitalisme yang turun, sebab dia sudah jemu seperti orang tua, tidak bisa menahan lagi krisis, selalu krisis, selalu krisis, semakin lama makin zwak, semakin lama semakin zwak, makin zwak untuk mempertahankan dirinya, diperlukan satu system politik yang lain lagi. Tidak lagi bisa digunakan oleh kapitalisme apa yang dinamakan demokrasi parlementer. Tetapi satu sistim yang bernama fasisme, satu sistim kekerasan,” kata Soekarno.
Dulu kapitalisme tidak bisa berbuat apa terhadap gerakan kaum buruh, buruh makin lama makin berkuasa, makin lama makin bersuara, makin lama makin mendesak. Tetapi dengan parlementaire demokrasi kapitalisme tidak bisa, tidak boleh menahan pemimpin kaum buruh. He kesana kau kepenjara, engkau pemimpin kaum buruh, aku masukkan kedalam penjara, kaum buruh yang berdemokrasi aku masukkan dalam penjara, tidak bisa sebab demokrasi parlementair.
Baca Juga : Ilyas Hoesain dan Sukarno Berdebat Sengit Soal Romusa
Ini tidak bisa dipergunakan lagi, tidak bisa dipakai lagi untuk mempertahankan dirinya oleh kapitalisme didalam keadaan menurun, yang aku namakan dengan meminjam perkataan Fritz Sternberg "Kapitalismus im Niedergang". Kapitalis musim Niedergang", kapitalisme setelah turun, tidak bisa lagi memakai sistim parlementaire demokrasi. Dia lantas ganti dengan sistim tangan besi. Pukul, gerakan kaum buruh dipukul habis. Salah atau tidak salah, demonstrasi atau tidak demonstrasi, berpidato yang menghasut atau berpidato yang tidak menghasut. Hantam, masukkan kaum buruh itu, atau pemimpin kaum buruh ke dalam konsentrasi kamp. Sèrèt mereka kemuka "firing squad", drél mereka, masukkan dia paling sedikit di dalam konsentrasi kamp untuk berpuluh puluh tahun hendaknya.
Tidak ada demokrasi, aku Führer yang memerintah. Aku Hitler yang menyatakan segala aturan, aku selamanya benar, Hitler hat immer Recht. Dan tempo hari saya katakan bahwa Mussolini berbuat demikian. Mussolini semper a razione"! Mussolini selalu benar, aku menentukan segala hal, dan siapa tidak mengikuti aku. Drél, aku masukkan penjara atau aku masukkan dalam konsentrasi kamp.
“Ini adalah satu fenomeen yang tidak boleh tidak musti terjadi dalam alam kapitalisme. Dan saya sampai kepada konklusi ini, sesudah mengadakan analisa, dengan pisau tajam yang saya namakan, yang dinamakan historis materialisme itu tadi,” jelas Soekarno.
“Demikian pula maka sekarang inipun, sekarang, sekarang, sekarang aku tadi telah berkata bahwa aku tidak heran diadakan Malaysia, tidak! Ini bukan kejahatan, kejahatan an sich daripada Tengku Abdul Rachman, tidak! Tengku sekedar suatu perkakas. Malaysia diadakan oleh karena sekarang ini imperialisme mengadakan dia punya laatste reddingspoging. Ada Abdul Rachman, Abdul Rachman yang dipakai, ada Abdullah, Abdullah yang dipakai. Ada Sarimin, Sarimin yang dipakai,”.
Tetapi tidak boleh tidak imperialisme yang sekarang ini, yang sedang megap megap dan hendak mengadakan laatste reddings poging, tidak boleh tidak musti mengadakan offensif yang berupa “Malaysia"; laatste redding spoging van het imperialisme.
Sebagaimana ditempat tempat lain kukatakan juga di Magelang baru baru ini , laatste redding spoging daripada imperialisme itu berjalan.
Baca Juga : Tidak Ada Sukarno, MH Thamrin Juga Berbahaya
“Maka oleh karena itu, Saudara saudara, saya sebagai Marxis, sebagai dialektikus, kalau boleh saya namakan demikian, saya selalu menyawab juga historis tidak boleh tidak secara dialektik kita bangsa Indonesia akan makin kuat oleh karena gempuran gempuran dari luar. Ini yang saya namakan dialektika Revolusi Indonesia. Sudah kukatakan di Magelang, kukatakan di Gajah Mada terhadap kolega kolegamu di Jogjakarta makin kita digempur makin kita kuat, makin kita dihantam, makin hantaman itu sebagai tempaan, tempaan terhadap kepada kita punya tubuh yang membuat tubuh kita itu makin berotot kawat balung wesi,” jelas Soekarno.
Dialektika, hai, anak anakku dan dialektika inipun sebenar nya adalah Historis Notwendig. Perlawanan kita, pertentangan diadakan oleh Diponegoro, oleh Sultan Agung oleh pemimpin kita yang lain-lain, pertentangan yang diadakan oleh rakjat Indonesia dalam periode "Physical Revolution", sebenarnya adalah, historis tevorengedetermineerd, lebih dahulu sudah tertulis di dalam sejarah.
“Bukanlah saya bisa melihat bintang-bintang itu, tidak! tidak! Tetapi saya hanya menggunakan analisa sejarah. Tidak boleh tidak nanti tentu bangun Pergerakan Nasional Indonesia, bahwa tentu bangun perlawanan dialektika. These, antithese, antithese, antithese daripada imperialisme itu. Tidak boleh tidak dan akhirnya kita pasti menang, yang oleh Cak Roeslan dikatakan inilaĥ aku selalu historisoptimis. Jikalau aku ini historisoptimis bukan oleh karena memang jiwaku ini jiwa optimis tidak, saya melihat garis yang demikian. Saya melihat bahwa garisnya itu ke tempat yang cemerlang. Historis cemerlang ! Maka oleh karena itu Saudara saudara selalu aku menggemblengkan di dalam dadanya rakyat Indonesia, supaya yakin, ainul yakin, apalagi ilmul yakin, haqul yakin,” jelas Soekarno.
Soekarno yakin bahwa tidak boleh tidak pasti datang, suatu hari pasti datang, pasti datang, historis pasti datang bahwa Indonesia akan menang, bahwa kita akan menang, bahwa kita akan bisa memenuhi Amanat Penderitaan Rakyat, oleh karena Amanat Penderitaan Rakyat ini adalah tertulis di dalam garis sejarah daripada bangsa. Sebagai kukatakan di dalam kitab Sarinah, tidak boleh tidak matahari nanti, matahari itu, matahari itu, matahari itu, pasti datang.
Baca Juga : Tangisan Sukarno Meluluhkan Daud Beureueh Untuk Membantu RI
Soekarno mengulangi apa yang dituliskan di dalam penjara jaitu penjara Bantjeuj, Bantjeuj mana Bantjeuj itu? dekat alun alun! disana saya dikeram, disekam oleh Belanda dan disitulah di dalam sel kecil di Bantjeuj itu aku menulis ajam jantan berkokok, matahari akan terbit, matahari akan terbit bukan oleh karena ajam jantan berkokok, tetapi ajam jantan berkokok karena melihat matahari akan terbit.
“Nah kitapun Saudara saudara, kita adalah ayam jantan dari Timur ini, "de jonge Haan van het Oosten", ayam jantan dari da ia Timur. Dan juga ayam jantan sejarah Dunia Baru! Tetapi sekarangpun berkokok! Hayo! Kita berkokok oleh karena kita melihat matahari pasti akan terbit. Matahari kita, matahari daripada seluruh rakyat Indonesia,” ! jelas Soekarno. (pul)