abad.id- Banyak orang Surabaya tahu, bahwa Gombloh itu orangnya dermawan. Tapi dia gila. Orang gila lebih tepatnya. Bob Djumara seorang kawan di studio Nirwana punya cerita tentang aksi gilanya itu. Studio Nirwana jadi penuh sesak PSK karena ulah Gombloh.
Gombloh seperti tidak pernah memikirkan besoknya bagaimana. Pada acara siang itu ia menghabiskan banyak dana untuk menyewa tukang becak, pedagang, dan memberi uang bagi para PSK. Sehingga mengakibatkan Gombloh kehabisan uang dan harus ngutang ke Pardi sekedar membeli nasi bungkus dan minuman di warung sebelah.
Gombloh Revolusi Cinta Dari Surabaya. Foto istimewa
Seperti yang diceritakan dalam buku Gombloh Revolusi Cinta Dari Surabaya tulisan Guruh Dimas Nugraha. Berawal pada suatu malam, Gombloh berkeliling ke lokalisasi yang banyak PSK. la tampak membagi-bagikan uang hasil manggungnya kepada para PSK.
"Iki gae sesuk (ini besok buat) transport," ujar Gombloh setiap kali ditanya tujuan bagi-bagi uang.
"Mene yo cak, arek-arek teko mrono kabeh ( besok siang ya cak anak mau kesana)” kata salah seorang yang berperan sebagai koordinator.
Gombloh mengangguk, la merencanakan semacan suprize di Studio Nirwana
"Arek-arek Dolly, Jarak, Bangunrejo, Tandes, besok kumpul di depan pasar Blauran jam 9 pagi," begitu perintahnya.
Setelah dari lokalisasi, Gombloh mengunjungi rumah-rumah pedagang kaki lima penjual makanan. la memberi mereka uang untuk acara besok.
"Kumpul kabeh nang studio Nirwana sesuk jam 8 tet (Kumpul semua di studio Nirwana besok tepat jam 8)," ujar Gombloh.
Para pedagang kaki lima juga diinstruksikan agar menggelar dagangannya besok hari di sekitar studio NIrwana.
Keesokan paginya, Gombloh menjemput para PSK di depan pasar Blauran. Disana mereka semua berkumpul dan bersiap berangkat ke studio Nirwana.
Nirwana Record pagi itu memang sedang ada jadwal untuk rekaman Gombloh dan band. Bob Djumara, Pardi, Mamat, Gunawan, dan lain-lain telah bersiap untuk take recording. Namun sebelum Bob menyalakan peralatan rekamannya, ia terkejut ketika melihat dari pintu kaca Nirwana banyak berdatangan para pedagang kaki lima.
"Lho, lho, onok opo iki kok akeh bakul? Kate onok bazaar ta nang ngarepe Nirwana (Lho, lho, ada apa ini kok banyak pedagang? Mau ada bazaar di depan Nirwana)?," tanya Pardi kepada Bob.
"Aku tidak tahu. Tidak ada bazaar kok!," Ujar Bob.
Mereka semua sejenak meninggalkan peralatan musiknya dan keluar studio.
"Onok opo kok podo dodolan nangkene, Cak (Ada apa kok pada jualan disini, Cak)?" tanya Mamat pada salah seorang penjual.
"Dikongkon Gombloh (Disuruh Gombloh)," kata penjual itu.
“Wah,wah,wah..." ujar mereka,kompak. Tak berapa lama mereka semua dikejutkan oleh suara raung motor.
"Bruuung.. Bruuuung.."
Orang -orang memandang ke arah suara.
Tampak, puluhan becak yang masing-masing ditumpangi dua orang wanita berjalan perlahan memenuhi jalan raya. Sedangkan di Kanan-kiri warga tampak menghambur keluar menyaksikan konvoi yang tidak biasa itu.
Di depan rombongan becak, tampak seseorang dengan helm besar, berkacamata, memakai jaket jeans belel dan celana komprang warna coklar muda. Sepeda motor trail-nya tentu terlihat gagah, garang, perkasa. Namun kontras dengan pengendaranya yang kurus kering kurang terawat. Sang pengendara berjalan perlahan dengan membunyikan klakson dan meraungkan motornya. Ia berlagak seperti Renegade, sang aktor film laga tahun '50-an. Namun sayang, body pengendaranya yang ceking malah membuatnya tampak seperti seekor capung yang hinggap di atas tangki bensin sepeda motor maskulin itu.
"Waduh, kutrik iku lapo mrene nggowo rombongan wedok-wedok (waduh, capung itu ngapain ke sini bawa rombongan cewek-cewek)?," keluh Bob.
Pardi menepuk pundak Bob. “Iku ketokke arek-arek teko lokalisasi. Soale kapanane Gombloh tau kondho nek nduwe rencana ngundang arek lokalisasi mrene. Lha lagek kelakon dino iki (Itu kelihatannya anak-anak yang berasal dari lokalisasi. Soalnya Gombloh pernah bilang kalau punya rencana mengundang anak-anak lokalisasi kemari. Lha baru kesampaian hari ini),' ujar Pardi sambil terkekeh.
"Gak sido rekaman, wes wurung-wurung moleh ae (Tidak jadi rekaman, sudah pulang saja)!," tukas Mamat yang kemudian mengambil sepeda motormya lalu pulang ke rumah.
Bob hanya bisa tertegun saat melihat Gombloh turun dari motor trail di halaman studio Nirwana. Seperti para pembalap dalam lomba-lomba moto GP, namun standart sepeda motor Gombloh lupa dinaikkan. Akibatnya, rencana antraksi tidak sesuai yang diharapkan. Sebab standart membentur tanah saat menikung. Gombloh terjengkang jatuh di depan Bob dan kawan-kawan. Tak ayal, ratusan orang tertawa bersama.
"Maklum, aku duduk (bukan) pembalap," ujar Gombloh sambil memegangi telapak kakinya yang kelihatannya memar.
“Mamulo ta, sing wajar-wajar ae. Mrene kok bedigasan koyok Anoman ngobong Ngalengko (Makanya jadi orang itu yang wajar-wajar aja. Datang kemari kok banyak tingkah seperti Anoman membakar Alengka)," ucap Pardi sambil tertawa.
"Terus iki onok acara opo kok akeh becak? Akeh arek wedok? Akeh bakul (terus ini ada acara apa kok banyak becak? Banyak perempuan? Banyak pedagang)?," tanya Bob.
"Acara mangan-mangan (makan-makan)!," ujar Gombloh sembari duduk dan dipijat kakinya oleh kawan perempuannya.
Tak lama kemudian, beberapa perempuan mulai datang dan mengerubuti halaman depan studio Nirwana.
"Sing kate mangan, ndang mangan, bebas kate mangan opo, iku akeh bakul panganan, garek milih (Yang mau makan, segera makan! Bebas mau makan apa, itu banyak penjual makanan, tinggal pilih)!"
Para PSK itu segera mendatangi penjual makanan yang sesuai dengan selera mereka. Ada yang pesan lontong balap, soto ayam, soto madura, bakso, tahu campur, nasi goreng, bakmi, dan bermacam-macam menu yang bisa dipilih.
"Terus, dino iki gak sido rekaman (terus ini nggak jadi rekaman)?," tanya Gunawan.
"Rekaman jalan terus! Ayo rekaman!," jawab Gombloh sambil berjalan tertatih membuka pintu kantor Nirwana.
"Yo'opo isok rekaman wong akeh uwong ngene (Bagaimana bisa rekaman kalau banyak orang begini)?," sahut Bob Djumara.
"Mosok onok wong akeh koen gak isok ngrekam arek-arek? Anggepen biasa ae wong-wong iku (Masa ada orang banyak lalu kamu tidak bisa merekam anak-anak?Anggap biasa saja mereka itu)!," ujar Gombloh sambil berlalu masuk kantor.
Gombloh tampak semangat dan mulai memasang perangkat audio di telinganya.
"Aku siap rekaman, Bob!," teriak Gombloh, namun tanpa jawaban. Lalu karena merasa teriakannya tak dihiraukan, Gombloh keluar ruangan dan melihat teman-temannya masih berdiri di luar kantor
"Ayo rekaman, cuk!"
Bob, Pardi, dan Gunawan memasang muka acuh.
*Wes gak usah rekaman! Cak Mamat wes moleh. Sing ngedrum sopo terusan? Bakul sego goreng iku ta sing mbok kongkon ngedrum ambek muthuki kenthongane (Sudah tidak usah rekaman, Cak Mamat sudah pulang.Lalu yang ngedrum siapa? Apa pedagang nasi goreng itu yang kamu suruh ngedrum sambil mukulin kenthongannya)?," ketus Pardi sambil menahan tawa.
“Yowes, gak usah rekaman. Aku tak melok mangan ae (Ya sudah,tidak ikut rekaman.Aku ikut makan saja)!," ujar Gunawan sambil berjalan menghampiri pedagang bakso, diikuti teman-temannya. Rekaman pun batal.
“Mangan-mangane, rek. Enakno. Dino iki pesta makan bersama seluruh rakyat Surabaya (Ya sudah, makanlah sepuasnya, kawan Sepuasnya. Hari ini pesta makan bersama seluruh rakyat Surabaya), teriak Combloh menggebu-nggebu.
Akhirnya, siang itu menjadi event kuliner dadakan gratis yang diramaikan Gombloh, Nirwana, dan para PSK. Hal semacam ini berlangsung hampir setiap hari, namun dengan jumlah yang tidak sebanyak hari itu. Setiap kali Gombloh latihan atau rekaman di Nirwana, selalu ada beberapa PSK yang datang melihatnya maupun sekedar nongkrong. Bob Djumata dan kawan-kawan mulannya merasa aneh dan kikuk, namun lama-kelamaan mereka terbiasa. Terbiasa dengan kegilaan Gombloh. Pardi selalu berkata pada mereka dengan nada canda, orang gila seperti Gombloh jangan disalahkan. Namun meski begitu mereka semua paham bahwa selain sebagai musisi, Gombloh bekerja untuk kemanusiaan.
Tulisan Guruh Dimas Nugraha juga menguntip pernyataan budayawan Emha Ainun Nadjib pada salah satu ceramahnya. Mengatakan bahwa kita semua perlu bersyukur, karena punya seniman macam Gombloh karena hanya dia yang sayang dan peduli kepada perempuan-perempuan pekerja seks komersial. (pul)